Disusun Oleh
SRIYANI, S.Kep
2020032087
Mengetahui
1
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONCHITIS
2
a. Bronkitis kronis ringan (simple chronic bronchitis), ditandai
dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
b. Bronkitis kronis mukopurulen (chronic mucupurulent bronchitis),
ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna
kekuningan).
c. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas (chronic
bronchitis with obstruction), ditandai dengan batuk berdahak yang
disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.
2. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh
penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (IDAI 2015).
3. Etiologi
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu
rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status sosial (Danusantoso 2018):
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking
Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis.
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP
(volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus
influenza dan streptococcus pneumonie.
3
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat
kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat
pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang
merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik
yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,
termasuk jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan
sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan
ekonomi yang lebih jelek
4. Patofisiologi
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi
maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi)
akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan (Padila 2016).
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalam (Padila 2016)i:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus
besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme
pembersihan mukus.
4
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar,
namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas. Mukus yang
kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama
selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini
menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien
mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan).
5
5. Pathway Keperawatan
6
6.
7
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis berupa:
a. Batuk, mulai dengan batuk-batuk pagi hari, dan makin lama batuk
makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita
terganggu tidurnya. Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain
batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada
bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur
atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya
mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi
sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat
berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type
bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian. Lapisan
teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah)
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak (celluler debris).
b. Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi
purulen atau mukopuruen dan kental.
c. Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang-kadang
disertai tanda-tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor
pulmonal yang menetap. Pada sebagian besar pasien (50% kasus)
ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas
tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan
seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya
menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak
nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi (wheezing), akibat adanya
obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada
distribusi kelainannya:
8
1) sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
2) lelah
3) pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan
kanan
4) wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna
kemerahan
5) pipi tampak kemerahan
6) sakit kepala
7) gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek,
yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam
ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya
bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian
akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak
akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,
kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap
selama beberapa minggu. Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat.
Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi
pneumonia.
8. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien,
antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya
kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
9
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena
( arteri pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau
anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak
terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran
nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada
bronchitis yang berat dan luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan pada klien bronkhitis kronik adalah
meliputi rontgen thoraks, analisa sputum, tes fungsi paru dan pemeriksaan
kadar gas darah arteri:
a. Sinar-X dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi.
b. Tes fungsi paru: Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat
obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
b. TLC: Meningkat
c. Volume residu: Meningkat.
d. FEV1/FVC: Rasio volume meningkat.
10
e. GDA: PaO2 dan PaCO2 meningkat, pH Normal.
f. Bronchogram: Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi,
pembesaran duktus mukosa.
g. Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
h. EKG: Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
10. Penatalaksanaan/Tindakan Penanganan
Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya
disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan
biasanya untuk mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran,
antitusif, roburantia).
a. Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin.
b. Bila terdapat bronkospasme berikan bronkodilator.
c. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensivitas terhadap CO2.
d. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik
Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan antikolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan iptakopium bromida 250 mg diberikan tiap
6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,2 - 0,15 giu secara perlahan.
Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila
merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake
nutrisi yang adekuat. Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu
tetapi tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder dan antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10
hari, jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan thorak foto untuk
menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda
asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.
11. Pencegahan
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar
11
tidak sakit. Danusantoso (2018), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu
diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat
kalau bisa hingga sampe leher
c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan,
minuman dingin (es), dll.
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan
memandikan anak dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis kronis meliputi batuk
kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu
tubuh dapat mencapai >40°C dan sesak nafas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada
pagi hari dan dalam jangka waktu yang lama desertai dengan
produksi sputum, demam, suara serak dan kadang nyeri dada
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan
adanya batuk yang berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai
penyakit berat lainnya atau penyakit yang sama dengan. Dari
keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis
kronik berkaitan dengan polusi udara rumah, dan bukan penyakit
yang diturunkan.
b. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
1) Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas
karena terdapat sekret.
2) Makan dan Minum
Pasien umumnya mengalami anoreksia karena mual yang
dialaminya dan ketakutan terhadap penyakitnya.
3) Eliminasi
Pada pasien bronkitis biasanya tidak ditemukan data yang
menyimpang dalam kebutuhan eliminasinya.
13
4) Gerak dan aktivitas
Pada pasien bronkitis biasanya mengalami penurunan gerak dan
aktivitas karena suplai oksigen menurun dalam tubuhnya.
5) Istirahat tidur
Pasien umumnya mengalami gangguan tidur dan jam tidurnya
berkurang karena batuk yang dialami.
6) Kebersihan diri
Mengungkapkan bagaimana kebersihan diri pasien itu, dari
personal hygine, oral hygine, dan lain-lain. Kebersihan diri
tergantung dari pasien itu sendiri.
7) Pengaturan suhu tubuh
Pasien umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh terkait proses
inflamasi yang dialaminya.
8) Rasa nyaman
Pada pasien bronkitis kronis terkadang mengeluh nyeri pada bagian
dada.
9) Rasa aman
Pasien terkadang kurang mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya sehingga mengalami ketakutan terhadap apa yang
dialami.
10) Sosialisasi dan komunikasi
Mengungkapkan bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang
disekitarnya dan petugas medis.
11) Ibadah
Menjelaskan bagaimana pasien menjalankan ibadahnya sebelum
dan sesudah sakit sesuai kepercayaan yang dianutnya.
12) Produktivitas
Mengungkapkan apa yang biasa dikerjakan dan dilakukan oleh
pasien dalam kesehariannya dan perubahan yang dialami selama ia
sakit.
14
13) Rekreasi
Mengungkapkan bagaimana manajemen stress yang biasa
dilakukan oleh pasien dan yang dilakukan ketika ia sakit.
14) Pengetahuan
Menjelaskan sejauhmana pasien mengetahui tentang kondisi
penyakit yang dideritanya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Tingkat keamanan
b) GCS
c) Tanda-tanda vital: Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate
2) Keadaan fisik
a) Kepala dan leher
Kepala: Kaji bentuk dan ada tidaknya benjolan.
Mata: Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung: Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga: Kaji kebersihannya
Mulut: Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher: Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
b) Sistem Integumen
Rambut: Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit: Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku: Kaji bentuk dan kebersihannya.
c) Sistem Pernafasan
Inspeksi: biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk
dada barrel chest, kifosis.
Palpasi: Iga lebih horizontal.
Auskultasi: Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas
tembahan, biasanya terdengar ronchi.
d) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi: Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi: Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
15
Auskultasi: Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
e) Sistem Pencernaan
Inspeksi: Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi: Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi: Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi: Kaji bunyi peristaltik usus.
f) Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
g) Sistem Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan otot klien.
h) Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
i) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
16
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
17
nafas 4. Saturasi O2 dalam batas
normal
5. Foto thorak dalam batas
normal
18
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
19
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC: 1. ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas
berhubungan dengan : ❖ Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan dan memaksimalkan jalan nafas
- Hiperventilasi Ventilation ventilasi 2. membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,
- Penurunan energi/kelelahan ❖ Respiratory status : Airway 2. Pasang mayo bila perlu dan untuk melegakan jalan nafas
- Perusakan/pelemahan patency 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. meningkatkan pertukaran udara yang adekuat
muskulo-skeletal ❖ Vital sign Status 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction dan meningkatkan ventilasi dan pertukaran
- Kelelahan otot pernafasan 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara udara.
- Hipoventilasi sindrom Setelah dilakukan tindakan tambahan 4. memfasilitasi pembersihan jalan napas dari
- Nyeri keperawatan selama 6. Atur intake untuk cairan sekresi yang tidak dapat dilakukan dengan
- Kecemasan ………..pasien menunjukkan 7. Monitor respirasi dan status O2 batuk efektif.
- Disfungsi Neuromuskuler keefektifan pola nafas, 8. Pertahankan jalan nafas yang paten 5. agar dapat menetukan area paru dengan bunyi
- Obesitas dibuktikan dengan kriteria 9. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi napas sebagai dasar untuk menentukan
- Injuri tulang belakang hasil: 10. Monitor vital sign tindakan selanjutnya.
1. Mendemonstrasikan batuk 11. Ajarkan bagaimana batuk efektif 6. mengoptimalkan keseimbangan cairan untuk
DS: efektif dan suara nafas yang 12. Monitor pola nafas mencegah komplikasi lanjutan
- Dyspnea bersih, tidak ada sianosis dan 7. Untuk mengetahui perkembangan status
- Nafas pendek dyspneu (mampu kesehatan pasien dan mencegah komplkasi
DO: mengeluarkan sputum, lanjutan
- Penurunan tekanan mampu bernafas dg mudah, 8. jalan nafas yang paten dapat memberikan
inspirasi/ekspirasi tidakada pursed lips) kebutuhan oksigen di semua jaringan tubuh
- Penurunan pertukaran udara 2. Menunjukkan jalan nafas secara adekuat
per menit yang paten (klien tidak 9. untuk mengetahui adanya perubahan status
- Menggunakan otot pernafasan merasa tercekik, irama nafas, SaO2 dan status hemodinamik
tambahan frekuensi pernafasan dalam 10. Perubahan tanda vital dapat menggambarkan
- Orthopnea rentang normal, tidak ada keadaan umum klien
- Pernafasan pursed-lip suara nafas abnormal) 11. batuk yang terkontrol dan efektif dapat
- Tahap ekspirasi berlangsung 3. Tanda Tanda vital dalam memudahkan pengeluaran secret yangmelekat
sangat lama rentang normal (tekanan dijalan napas
- Penurunan kapasitas vital darah, nadi, pernafasan) 12. Untuk mengetahui perkembangan status
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt kesehatan pasien
20
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
21
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC: 1. Mengetahui adanya alergi makanan atau tidak
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi makanan untuk menentukan kebutuhan diet yang tepat
Berhubungan dengan : Adequacy of nutrient 2. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan bagi pasien
Ketidakmampuan untuk b. Nutritional Status : food
makanan harian. 2. Pasien dapat membuat catatan makanan
memasukkan atau mencerna and Fluid Intake
nutrisi oleh karena faktor c. Weight Control 3. Monitor adanya penurunan BB dan gula sendiri dan agar tahu kapan saja jadwal
biologis, psikologis atau ekonomi. Setelah dilakukan tindakan darah makan pasien.
DS: keperawatan selama….nutrisi 4. Monitor turgor kulit 3. Kebutuhan nutrisi dapat diketahui melalui
- Nyeri abdomen kurang teratasi dengan 5. Monitor mual dan muntah peningkatan/penurunan berat badan
- Muntah indikator: 6. Monitor intake nuntrisi 4. Turgor kulit jelek dapat menggambarkan
- Kejang perut 1. Albumin serum 7. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan keadaan klien.
- Rasa penuh tiba-tiba setelah 2. Pre albumin serum
suplemen makanan seperti NGT/ TPN 5. Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan
makan 3. Hematokrit
DO: 4. Hemoglobin sehingga intake cairan yang adekuat dapat nutrisi
- Diare 5. Total iron binding capacity dipertahankan. 6. supaya pola diet pasien akan mengidentifikasi
- Rontok rambut yang berlebih 6. Jumlah limfosit 8. Pertahankan terapi IV line kekuatan/kebutuhan/defisiensi nutrisi
- Kurang nafsu makan 7. untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
- Bising usus berlebih yang dibutuhkan pasien
- Konjungtiva pucat 8. untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh
- Denyut nadi lemah
22
DAFTAR PUSTAKA
Danusantoso. 2018. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi 3. Jakarta (ID). EGC
Padila. 2016. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta (ID). Nuha Medika.
23