Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak
yang mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama
kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun. Suhu tubuh yang tinggi dapat
menimbulkan kejang, ada anak yang mempunyai ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak yang
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih
(Pudiastuti, 2011)
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara
mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh
aktivitas otak yang abnormal secara adanya pelepasan listrik serebral yang
sangat berlebihan (Hidayat,A, 2008)
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui.
Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi
dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam.
Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. kejang
demam cenderung ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga
melibatkan faktor keturunan (faktor genetik). Kadang kejang yang
berhubungan dengan demam disebabkan oleh penyakit lain, seperti
keracunan, meningitis atau ensefalitis Roseola atau infeksi oleh virus
herpes pada manusia juga sering menyebabkan kejang demam pada anak-
anak. Shigella pada Disentri juga sering menyebakan demam tinggi dan
kejang demam pada anak-anak (Guyton and Hall, 2014)
Menurut (Mumpuni, 2016) penyebab dan faktor resiko terjadinya
kejang demam adalah sebagai berikut:
1. Infeksi virus
2. Infeksi traktus pernapasan atas
3. Infeksi traktus digestivus (gastroenteritis)
4. Infeksi saluran kemih
5. Otitis Media
6. Faktor genetik

C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
d. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat (Elizabeth, 2006)
D. Klasifikasi
Klasifikasi anak kejang demam menurut (Riyadi, 2011), sebagai berikut :
1. Kejang demam sederhana
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan –
6 tahun
d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
e. Kejang tidak bersifat tonik klonik
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
i. Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku
E. Gejala Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (Mumpuni, 2016), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada anak kejang demam menurut (Hanny &
Waldi, 2009) sebagai berikut :
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan
untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala.

F. Penaktalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kejang demam pada anak menurut (Widagdo, 2012)
sebagai berikut :
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam
adalah diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra
vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis dan kompres
air
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten /
saat demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa
setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim
secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas, Beri zat asam, Jaga keseimbangan
cairan dan elektrolit, Pertahankan tekanan darah.
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang
disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)
Menurut NANDA (2015) Penatalaksanaan di Rumah Sakit dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu :
Pengobatan saat terjadi kejang :
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak 3 tahun.
b) 5 mg untuk BB 10 kg
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5
mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1
mg per menit untuk menghindari depresi pernafasanan. Bila kejang
berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat
diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang.
Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi
dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50
mg IM dan pasang ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan
dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk
mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1) Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4
kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek
samping berupa hiperdosis.
b) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
2) Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat
dengan dosis valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosi, sedangkan
fenbobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk
diberikan pengobatan rumatan adalah :
1) Kejang lama 15 menit.
2) Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya hemiparise, cerebral palsy, hidrocefalus.
3) Kejang fokal.
4) Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi.
G. Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kejang demam
sebagai berikut :
1. Retardasi Mental
2. Kerusakan jaringan otak

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, hal ini
dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien
sehingga dapat diketahui permasalahan yang ada (Hidayat,A, 2008).
Adapun pengkajian yang dilakukan pada anak dengan kejang demam
sebagai berikut :
1. Identifikasi pasien dan keluarga
a. Pasien : nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, diagnosa keperawatan.
b. Orang tua : nama, umur, pekerjaan, suku, pendidikan, alamat,
pekerjaan
c. Sibling Rivallry : Urutan anak dalam keluarga, umur, adanya
penyakit yang sama sebelumnya.
2. Riwayat kejang
3. Kaji perilaku kejang
4. Kaji sifat kejang : kejang bersifat lokal (kejang parsial) atau kejang
yang bersifat umum (miotonik, tonik-klonik, atonik)
5. Kaji lamanya kejang
6. Kaji gerakan saat kejang
a. Kejang parsial : mengecap-ngecapkan bibirnya, gerakan
mengunyah, dan adanya gerakan tangan.
b. Kejang mioklonik : kehilangan kesadaraan hanya sesaat.
c. Kejang tonik-klonik : adanya gerakan klonik ekstermitas atas dan
bawah.
d. Kejang atonik : kepala menunduk dan dapat jatuh ketanah yang
terjadi secara singkat tanpa peringatan.
7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare,
truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal
ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain
8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Kedaan ibu sewaktu hamil per
trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas
sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat
persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (
forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan
selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek,
dan kejangkejang
9. Riwayat Imunisasi Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang
belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari
imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang
10. Kaji status neurologi : perubahan kesadaran, peningkatan suhu tubuh,
perubahan tingkah laku.
11. Riwayat psikososial : faktor pencetus dan status.
12. Pemeriksaan diagnostik :
a. Melakukan fungsi lumbal, Foto Rongent.
b. Elektron Efaiogram (EEG).
c. CT Scan, MRI sesuai indikasi.
d. Darah lengkap, Gula Darah, Elektrolit serum, kalsium,magnesium.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang
berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan asuhan keperawatan Observasi
dengan proses 3x24 jam, maka 1. Identifikasi penyebab hipertermia
infeksi termoregulasi (dehidrasi, terpapar lingkungan
membaik dengan panas, penggunaan incubator)
kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
- Menggigil menurun 3. Monitor kadar elektrolit
- Kejang menurun 4. Monitor haluaran urine
- Suhu tubuh membaik 5. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
6. Sediakan lingkungan yang dingin
7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidrosis
11. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut atau kompres pada dahi,
leher, dada, aksila)
12. Hindari pemberian antireptik atau
aspirin
13. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
2 Perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
cerebral tidak asuhan keperawatan 2. Catat adanya penginkatan TD
efektif 3x24 jam, maka 3. Monitor jumlah dan irama jantung
berhubungan perfusi serebral 4. Monitor tingkat kesadaran
dengan kerusakan membaik dengan 5. Monitor GCS
sel neuron otak kriteria hasil
a. Tekanan darah
normal
b. pernapasan normal
c. Suhu normal
d. GCS membaik
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
cedra tindakan keperawatan untuk pasien
berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan
dengan spasme diharapkan masalah keamanan pasien
otot ekstermitas tidak menjadi aktual 3. Menghindarkan lingkungan yang
dengan kriteria hasil: berbahaya
a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur
kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang
b. Tidak terjadi cedra nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada
keluarga.
4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Batasi pengunjung
penurunan askep 3x 24 jam 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
imunitas tubuh infeksi terkontrol, benar setiap setelah digunakan
status imun adekuat pasien
kriteria hasil : 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
a. Bebas dari tanda merawat pasien, dan ajari cuci
dangejala infeksi. tangan yang benar
b. Keluarga tahu 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
tanda-tanda menjaga kebersihan klien
infeksi. 5. Tingkatkan masukkan gizi yang
c. Angka leukosit cukup
normal (9000– 6. Tingkatkan masukan cairan yang
12.000/mm3) cukup
7. Anjurkan istirahat
8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang
tanda dan gejala infeksi dan segera
untuk melaporkan keperawat
kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
5 Kurangnya Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga tentang kejadian
pengetahuan tindakan keperawatan kejang dan dampak masalah, serta
keluarga tentang selama 2x24 jam beritahukan cara perawatan dan
penanganan keluarga mengerti pengobatan yang benar.
penderita selama maksud dan tujuan 2. Informasikan juga tentang bahaya
kejang dilakukan tindakan yang dapat terjadi akibat pertolongan
berhubungan perawatan selama yang salah.
dengan kurangnya kejang. kriteria hasil : 3. Ajarkan kepada keluarga untuk
informasi. a. Keluarga mengerti memantau perkembangan yang
cara penanganan terjadi akibat kejang.
kejang dengan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap
b. Keluarga tanggap penanganan kejang.
dan dapat
melaksanakan
peawatan kejang.
c. Keluarga mengerti
penyebab tanda
yang dapat
menimbulkan
kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, C. (2006). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.


Guyton and Hall. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. In Elsevier, Singapore.
https://doi.org/10.1016/B978-1-4160-5452-8.00020-2
Hanny, R., & Waldi, N. (2009). Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. In Dr.
Hanny Roespandi (Ed.), WHO Indonesia (Vol. 1, Issue pelayanan
masyarakat).
Hidayat,A, Azis. (2008). Konsep dasar keperawatan (2nd ed.). Jakarta : Salemba
Medika.
Mumpuni, Y. (2016). 45 Penyakit Yang Sering Hinggap Pada Anak. Yogyakarta :
Rapha Publishing.
Nurafif.A.H, Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. MediAction : Yogyakarta
Pudiastuti, R. (2011). Waspadai Penyakit Pada Anak. Jakarta : Indeks.
Riyadi, S. (2011). Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu.
https://doi.org/10.7454/jki.v2i7.299
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnosis (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Widagdo. (2012). Tatalaksana Masalah Keperawatan Pada Anak Dengan Kejang
Demam. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai