Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PARKINSON

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Disusun :

Oleh

Nama : Yovia Mardiana Kendu

NIM : 200714901317

PROGRAM STUDI PENDIDIKA NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021

A. DEFINISI
Penyakit parkinson adalah gangguan neurologik progresif yang
mengenai pusat otak yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan
mengatur gerakan. Karakteristik yang muncul berupa bradykinesia
(pelambatan gerakan), tremor dan kekakuan otot.
Parkinsonisme merupakan istilah dari suatu sidrom yang ditandai
dengan tremor ritmik, bradikinesia, kekakuan otot, dan hilangnya refleks-
refleks postural. Kelainan pergerakan diakibatkan oleh defek jalur
dopamnergik (produksi dopamin) yang menghubungkan substansia nigra
dengan korpus striatum (nukleus kaudatus dan nukleus lentikularis). Ganglia
basalis adalah bagian dari sistem ekstrapiramidal dan berpengaruh untuk
mengawali, modulasi, dan mengakhiri pergerakan serta mengatur gerakan-
gerakan otomatis karekteristik yang muncul berupa bradikinesia (pelambatan
gerakan), tremor, dan kekakuan otot. Penyakit ini bersifat progresif lambat
yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan onset khas pada 50-
an dan 60-an.
Parkinson adalah penyakit neurologik kronik, progresif yang
disebabkan karena hilangnya neurotranmitter dopamine di otak sehingga
terjadi gangguan kontrol pergerakan yang ditandai adanya tremor pada
tangan, kekakuan, bradikinesia (lambat dalam pergerakan) (Black, 2019).
Parkinson (paralisis agitans) merupakan penyakit/syndrome pergerakan yang
disebabkan oleh gangguan pada ganglia basalis dan substansia nigra dalam
menghasilkan dopamin, ditandai dengan adanya tremor ritmik, bradikinesia,
kekakuan otot dan hilangnya refleks-refleks postural. Basal ganglia adalah
bagian dari sistem ekstrapiramidal dan berpengaruh untuk mengawali,
modulasi dan mengakhiri pergerakan serta pengaturan gerakan-gerakan
otomatis.
Parkinsonisme adalah gangguan yang paling sering melibatkan
sistem ekstrapiramidal, dan beberapa penyebab lain. sangat banyak kasus
besar yang tidak diketahui sebabnya atau bersifat idiopatik. parkinsonisme
idiopatik mengarah pada penyakit parkinson atau agitasi paralisis. (Sylvia A.
Prince, dkk, 2016).

B. ETIOLOGI
Penyebab parkinson adalah adanya kemunduran atau kerusakan
selsel saraf pada basal ganglia sehingga pembentukan serta sumber
dopamine menjadi sedikit atau berkurang. Faktor penyebab kemunduran dari
basal ganglia itu sendiri masih belum diketahui, namun kemungkinan
disebabkan karena faktor keturunan, trauma, infeksi, pengobatan, terpapar
racun, atherosklerosis dan tumor basal ganglia (Ginsberg Lionel, 2018).
Etiologi parkinson primer belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, diantaranya ialah: infeksi oleh virus yang non- konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan
terhadap zat anti toksin yang belum di ketahui, terjadinya penuaan yang
prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, terpatnya di
substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang
tidak dikehendaki. Akibatnya penderita tidak bisa mengatur/ menahan
gerakan–gerakan yang tidak disadari. Mekanisme bagaiman kerusakan itu
belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson
adalah sebagai berikut:
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan
reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neurona, terutama pada
substansi nigra, pada penyakit parkinson.
2. Genetik
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor
resiko penderita menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia
lebih dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun, Meskipun
sangat jarang. jika disebakan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda.
3. Faktor lingkungan.
a. AXenobiotik berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusan mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak orang dengan paparan mental yang lebih tinggi dan
lama.
c. Infeksi
Paparan virus influensa intrautero turut menjadi faktor faktor
presdiposis penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
d. Diet
Komsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisma kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cidera kranio serebral bisa menyebakan penyakit parkinson, meski
perannya masih belum jelas benar.
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson
karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover
kotekolamin yang memacu stress oksidati.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di
otak dan faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon
gejala penyakit Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik,
toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
3. Parkinson juga disebabkan oleh obat antara lain: reserpine (serpasil),
phenithiszzives, butrophenous (contohnya haloperidol).
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Hall dan Guiton, (2018). Lesi utama tampak menyebabkan
hilangnya neuron pigmen, terutama neuron didalam substansia nigra pada
otak. Substansia nigra merupakan kumpulan nukleus otak tengah yang
memproyeksikan, serabut-serabut korpus striatum). Salah satu
neurotransmiter mayor didaerah otak ini dan bagian-bagian lain pada sistem
persarafan pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam
menghambat gerakan pada pusat kontrol gerakan. Walaupun dopamine
normalnya ada dalam konsentrasi tinggi dibagian-bagian otak tertentu, pada
penyakit parkinson dopamin menipis dalam substansia nigra dan korpus
striatum. Penipisan kadar dopamine dalam basal ganglia berhubungan
dengan adanya bradikinesia, kekakuan, dan tremor. Aliran darah serebral
regional menurun pada klien dengan penyakit parkinson, dan ada kejadian
demensia yang tinggi. Data patologik dan biokimia menunjukan bahwa klien
demensia dengan penyakit parkinson mengalami penyakit penyerta
Alzheimer.
Pada kebanyakan klien, penyebab penyakit tersebut tidak diketahui
parkinsonisme arteriosklerotik terlihat lebih sering pada kelompok usia lanjut.
Kondisi ini menyertai ensefalitis, keracunan, atau tosisitas (mangan, karbon
monoksida), hipoksia atau dapat akibat pengaruh obat. Krisis oligurik
menyertai parkinsonisme jenis pasca-ensetalitis spasme otot-otot konjugasi
mata, mata terfiksasi biasanya keatas, selama beberapa menit sampai
beberapa jam. Sekarang jarang ditemukan karena semakin sedikit klien
dengan tipe parkinsonisme ini yang masih hidup.
Patway
faktor resiko prakinson

Defisiensi dopamine virus

merusak neuron nigrtriatil


PARKINSON
serebral Invasi ke jaringan

hydrogen peroksid dan serebral & TiK Peradangan serebral


radikal oksi meningkat

aliran darah serebral


kehilangan control Mual muntah
voluter ragional
manifestasi psikiatrik
perlambatan proses
tremor makan
kelemahan neuromaskul

Hemi plegi & hemifaresisi ganguan intake oral


kognitif,presepsi menurun

MK : Defisit nutrisi
kekakuan dan kelemahan
otot depresi

MK : Gangguan mobilitas Defisit neurologis disfungsi MK : Koping tidak efektif


fisik

penurunan aktifitas
fisik umum bahasa & komunikasi
Sumber informasi

volume bicara
Penurunan defekasi Kurang informasi

MK : Gangguan
Sulit mengeluarkan feses MK : Defisit
komunikasi verba
pengetahuan

MK : Konstipasi
D. TANDA DAN GEJALA
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik,
yang didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot,
pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan keterampilan,
kegelisahan, gejala sensorik (parestesia), dan gejala psikiatrik (ansietas atau
depresi). Gambaran klinis penderita Parkinson sebagai berikut :
1. Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit Parkinson dan
bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang
sama. Kemudian sisi yang lain juga akan turut terkena. Kepala, bibir
dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut. Frekuensi
tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul
pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan.
Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu
tidur.
2. Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan
hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas
menjadi menyeluruh dan lebih berat dan memberikan tahanan jika
persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi
terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala
dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan.
Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan
menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang
(muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari
waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi lambat dan
monoton dan volume suara berkurang (hipofonia).
4. Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama,
namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada.
Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung
selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan
mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan
ludah sering keluar dari mulut
6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi
menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.
7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada
penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita
dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke
depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak
melenggang bila berjalan.
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,
lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata
yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit
Parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai berbentuk
suara bisikan yang lamban.
9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom pada pasien penyakit Parkinson memperlihatkan
beberapa gejala seperti disfungsi kardiovaskular (hipotensi ortostatik,
aritmia jantung), gastrointestinal (gangguan dismotilitas lambung,
gangguan pencernaan, sembelit dan regurgitasi), saluran kemih
(frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual (impotensi atau
hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau
intoleransi panas atau dingin). Prevalensi disfungsi otonom ini
berkisar 14-18%. Patofisiologi disfungsi otonom pada penyakit
Parkinson diakui akibat degenerasi dan disfungsi nukleus yang
mengatur fungsi otonom, seperti nucleus vagus dorsal, nukleus
ambigus dan pusat medullary lainnya seperti medulla ventrolateral,
rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus rafe kaudal.
10. Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional,
sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan
aktifitas sehari-hari. Kelainan ini berkembang sebagai konsekuensi
patologi penyakit Parkinson disebut kompleks Parkinsonism
demensia. Demensia pada penyakit Parkinson mungkin baru akan
terlihat pada stadium lanjut, namun pasien penyakit Parkinson telah
memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan gangguan fungsi
eksekutif pada stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit
Parkinson yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial,
memori jangka panjang dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat
dibandingkan dengan proses penuaan normal. Persentase gangguan
kognitif diperkirakan 20%.
11. Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit Parkinson terdapat gejala depresi.
Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan
keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan
harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini disebabkan keadaan depresi
yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan
bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang
letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron
asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, penyakit Parkinson dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
(Hendrik, 2013)
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-
ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis).
F. KOMPLIKASI
Menurut Deem Steven, 2017 Komplikasi Parkinson adalah
1. Gangguan motoric
2. Kerusakan berjalan, keseimbangan dan postur.
3. Gangguan autonomy
4. Dimensia
5. Depresi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral,
simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi
pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci
pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,
kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita
Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal
menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti
multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk
membedakan dengan penyakit alzheimer.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.
Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang
lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran
darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123
sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi
dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil
observasi penelitian neuropatologi.
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer.
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan
defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak
digunakan secara rutin.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan Medis
a. Medis
Sasaran tindakan adalah untuk meninggikan transmisi dopamin, terapi
obat-obatan mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa,
inhibitor monoamine oksidasi (MOA) dan antidepresi. Beberapa obat-obat
ini meyebabkan efek samping psikiatrik pada lansia.
1. Antihistamin
Antihistimin mempunyai efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan,
dapat membantu dalam menghilangkan tremor.
2. Terapi Antikolinergik
Agens-agens antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benztropin
mesilat) efektif untuk mengontrol tremor dan kekakuan parkinson.
Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan levodopa.
Agens ini meniadakan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek
samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada
wajah, konstipasi, retensi urine, dan kondusi akut. Tekanan
intraokular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada
pasien dengan glaukoma sedikit sekalipun. Pasien-pasien dengan
hiperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi
urine.
3. Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agens-agens antivirus yang
digunakan pada awal pengobatan penyakit parkinson untuk
menurunkan kekakuan, tremor dan bradikinesia. Agens ini di
perkirakan bekerja melalui pelepasan dopamin dari daerah
penyimpanan di dalam saraf. Reaksi efek samping terdiri dari
gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi),
muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan
penglihatan.
4. Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan
agens yang paling efektif untuk pengobatan dan penyakit parkinson.
Levodopa diubah dari (MD4)L(MD4)- dopa menjadi dopamin pada
basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamin dengan konsentrasi
normal yang terdapat dalam sel-sel substansia nigra menjadi hilang
yaitu pada pasien dengan penyakit parkinson. Bisa saja gejala yang
hilang diperoleh akibat kadar dopamin yang lebih tinggi yang ada
bersamaan dengan levodopa. Efek yang menguntungkan dari
levodopa paling nyata dalam pengobatan tahun pertama. Keuntungan
bagi pasien mulai menyusut dan pengaruh efek samping menjadi
lebih berat sepajang waktu. Konfusi, halusinasi, depresi, dan
perubahan tidur dihubungkan dengan lamanya penggunaan agens
ini. Pasien mengalami reaksi on-off dimana periode tiba-tiba hampir
imobilitas, berakhir beberapa menit sampai jam, diikuti oleh
kembalinya keefektifan tiba-tiba.
5. Diskinesia (gerakan involunter abnormal) adalah efek samping yang
hampir umum, dan meliputi wajah meringis, gerakan tangan menjejak
berirama, gerakan kepala singkat, gerakan mengunyah dan memukul,
dan gerakan involunter batang tubuh dan ekstremitas. Kondisi ini
kemungkinan berkaitan dengan kegagalan untuk menyesuaikan
kembali dengan tepat terhadap hilangnya dopamin. Salah satu
metoda untuk menghadapi fluktuasi on-off adalah memberikan “bebas
obat” dengan menghindari pasien tidak minum obat. Kondisi ini
biasanya memerlukan hospitalisasi dan perawatan medis serta
keperawatan yang tepat.
6. Levodopa selalu diberikan dalam kombinasi dengan inhibitor
boksilase, karbidopa (sinemet), yang memungkinkan konsentrasi
levodopa lebih besar untuk mencapai otak dan menurunkan efek
samping perifer. Derivat ergoet-agonis dopamin. Agens-agens ini
(bromokriptin dan pergolid) dianggap menjadi agonis reseptor
dopamin agens ini bermanfaat bila ditambahkan pasien yang
mengalami reaksi on-off terhadap fluktuasi klinis ringan.
7. Porgolid (permax)
Porgolid (permax) adalah agens paling baru dari klasifikasi ini. Agens
ini sepuluh kali lebih poten dari pada bromokriptin, walaupun
demikian terapi ini umumnya tidak dipilih. Respons pasien terhadap
obat ini sangat individual, dan untuk alasan-alasan yang tidak
dipahami dengan baik respons terhadap satu agens mungkin labih
baik dari pada agens lain.
8. Inhibitor MAO
Eldepril (disebut Deprenyl di Eropa, dan dipasarkan di Amerika
Serikat sebagai selegilene) adalah salah satu dari perkembangan
dalam farmakoterapi penyakit parkinson. Obat ini menghabat
pemecahan dopamin, sehingga peningkatan jumlah dopamin
tercapai. Telah ditemukan untuk memperhalus fluktuasi dalam fungsi
yang terjadi pada penyakit ini, tidak seperti bentuk terapi lain agens
ini secara nyata memperlambat progresi penyakit.
9. Antidepresan
Antidepresan trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang
juga biasa terjadi pada penyakit parkinson.
b. Pembedahan :
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita
tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan/intractable, yaitu
masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor,
rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi motorik,
fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik
terhadap pembedahan.
c. Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk
penyakit parkinson ini sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan
gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80%. Frekwensi rangsangan
yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar
pulsa antara 60 – 90 s. Stimulasi ini dengan alat stimulator yang
ditanam di inti GPi dan STN.
d. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit Parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan jaringan medula adrenalis
yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah
digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang
menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testisderived sertoli
cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi
penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih
panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala
penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6
tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini, diseluruh dunia ada 300
penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari
jaringan embrio ventral mesensefalon.

Penatalaksanaan Keperawatan

a. Keperawatan
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering
terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh
manula, maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi
paramedis, melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.
2. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care
giver tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan diberikan
secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat
penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
 Abnormalitas gerakan
 Kecenderungan postur tubuh yang salah
 Gejala otonom
 Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living– ADL)
 Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1) Terapi fisik: ROM ( range of motion)
 Peregangan
 Koreksi postur tubuh
 Latihan koordinasi
 Latihan jalan (gait training)
 Latihan buli-buli dan rectum
 Latihan kebugaran kardiopulmonar
 Edukasi dan program latihan di rumah
2) Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal
pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari.
 Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan
program latihan pernapasan diafragma, evaluasi menelan,
latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara.
Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume
berbicara, irama dan artikulasi.
 Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi
psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai fungsi
kognitif, kepribadian, status mental ,keluarga dan perilaku.
 Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial
lingkungan dan finansial, untuk maksud tersebut perlu
dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.
 Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami
ketidakstabilan postural, dengan membuatkan alat Bantu
jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet
yang khusus, akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan
agar tidak terjadi kekurangan gizi, penurunan berat badan, dan
pengurangan jumlah massa otot, serta tidak terjadinya konstipasi.
Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi, serta
cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik.
Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan
pemberian laksan setiap beberapa hari sekali. Hindari makanan yang
mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses
keperawatan diperlukan pengkjian yang cermat untuk mengenal masalah
klien agar dapat memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan
keperawatan sangat tergantung kepada kecermatan dan ketelitian dalam
pengkajian. Tahap pengkajian ini terdiri dari 4 komponen antara lain
pengelompokan data, analisis data, perumusan diagnosa keperawatan.
Identitas meliputi : Nama, Umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut,
pada usia 50-an dan 60-an), Jenis kelamin (lebih banyak pada laki-laki),
Pendidikan, Alamat Pekerjaan, Agama, Suku bangsa, Tanggal dan jam
MRS,Nomor register, dan Diagnosis Medis.
a) Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot, dan hilangnya
refleks postural.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pada anamnesis klien sering mengeluhkan adanya tremor ,sering
kali pada salah satu tangan dan lengan, kemudian kebagian yang
lain dan akhirnya bagian kepala, walaupun tremor ini tetap
unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa :lambat, gerakan
membalik (pronasi-supinasi) pada lengan bawah dan telapak
tangan. Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya
perubahan pada sensasi wajah, sikap tubuh, dan gaya berjalan.
Adanya keluhan regiditas deserebrasi, berkeringat, kulit
berminyak dan sering menderita dermatitis peboroik, sulit
menelan, konstipasi, serta gangguan kandung kemih yang
diperberat oleh obat-obat antikolinergik dan hipertron prostat.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang
lama.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Walaupun penyakit parkinson tidak ditemukan hubungan sebab
genetik yang jelas tetapi pengkajian adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang
dapat mempercepat progresifnya penyakit.
e) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
f) Pengkajian psikososio spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga atapun dalam masyarakat. Apakah ada dampak
yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan untuk
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan
aktivitas secara opitimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan
peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada klien
dengan penyakit Parkinson adalah tanda depresi. Manifestasi
mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif, persepsi, dan
penurunan memori (ingatan). Beberapa manifestasi psikiatrik
(perubahan kepribadian, psikosis, demensia, konfusi akut)
umumnya terjadi pada lansia.
g) Pemeriksaan fisik
Klien dengan penyakit parkinson umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital,
meliputi bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernapasan.
1. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernapasan: berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya
fungsi pembersihan saluran napas.
a. Inspeksi umum
Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
dan penggunaan otot bantu napas.
b. Palpasi
Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
c. Parkusi
Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi stridor,
ronki pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien dengan inaktifitas.
2. B2 (blood)
Hipotensi postural:berkaitan dengan efek samping pemberian
obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh
sistem persarafan otonom. Rasa lelah berlebihan dan otot
terasa nyeri, otot-otot lelah karena rigiditas.
3. B3 (Brain)
a. Inspeksi umum: Didapatkan perubahan pada gaya
berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot, dan kaku
pada seluruh gerakan.
 Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran
klien biasanya compos mentis dan juga tergantung
pada aliran darah serebral regional menurun yang
mengakibatkan perubahan pada status kognitif
klien.
 Pengkajian fungsi serebral. Status mental:
biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan penurunan status
kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan
memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
 Pemeriksaan saraf kranial. Pengkajian saraf kranial
meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
o Saraf I
Biasanya pada klien cedera tulang
belakang tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
o Saraf II
Tes ketajaman penglihatan mengalami
perubahan, dimana sesuai tingkat usia yang
tuanya biasanya klien dari penyakit
parkinson mengalami penurunan ketajaman
penglihatan.
o Saraf III, IV, dan VI
Gangguan saraf okulomotorius: sawaktu
mempertahankan kontraksi otot-otot bola
mata. Gerakan kedua bola mata untuk
menatapkan mata pada sesuatu tidak selalu
berjalan searah, melainkan bisa juga
berjalan kearah yang berlawanan, gerakan
bola mata yang sinkron dengan arah yang
berlawanan hanyalah gerakan kedua bola
mata ke arah nasal. Dalam gerakan itu,
bola mata kiri begerak kekanan dan
gerakan bola mata kanan bergerak kekiri.
Gerakan kedua bola mata kearah nasal
dinamakan gerakan konvergen, yang
terjadikarena kedua otot rektus medialis
(internus) berkontraksi.
o Saraf V
Pada klien dengan penyakit parkinson
umumnya didapatkan perubahan pada otot
wajah. Adanya keterbatasan otot wajah
maka terlihat ekspresi wajah mengalami
penurunan dimana saat bicara wajah
seperti topeng (sering mengedipkan mata).
o Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal.
o Saraf VIII
Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
berhubungan proses senilis dan penurunan
aliran darah regional.
o Saraf IX dan X
Di dapatkan kesulitan dalam menelan
makanan.
o Saraf XI
Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
o Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikula. Indra
pengecapan normal.
 Sistem Motorik
o Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada
gaya
o berjalan, tremor secara umum pada seluruh
otot dan kaku pada seluruh gerakan. Klien
sering mengalami rigiditas deserebrasi.
o Tonus otot ditemukan meningkat.
o Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan
mengalami gangguan karena adanya
kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada
gaya berjalan, tremor secara umum pada
seluruh otot dan kaku pada seluruh
gerakan.
 Pemeriksaan Refleks
Terdapat kehilangan refleks postural, apabila klien
mencoba untuk berdiri, klien akan berdiri dengan kepala
cenderung kedepan dan berjalan dengan gaya berjalan
seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya kedepan atau kebelakang)
dapat menimbulkan sering jatuh.
 Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia Klien dengan penyakit Parkinson
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara
progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil
dari neuropati.
4. B4 (Bladder) Perkemihan
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan
dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
Ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
5. B5 (Bowel) Pencernaan
Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan
asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan
kesulitan dalam menelan, konstipasi karena penurunan
aktivitas.
6. B6 (Bone) Muskulus
Adanya kesulitan untuk beraktivitas untuk beraktivitas karena
kelemahan, kelelahan otot, tremor dan kaku pada seluruh
gerakan memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan
aktivitas.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot ditandai dengan kekakuan otot menurun (SDKI : D.
0054)
2. Konstipasi berhubungan dengan Aktivitas fisik harian yang kurang
yang dianjurkan ditandai dengan pengeluaran feses lama dan sulit
(SDKI : D.0149)
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan ditandai dengan otot menelan lemah dan penurunan berat
badan (SDKI : D. 0019)
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal ditandai dengan sulit menggunakan ekspresi wajah
atau tubuh dan sulit mengungkapkan kata-kata (SDKI : D.0119)
5. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakcukupan persiapan
untuk menghadapi stressor ditandai dengan menggunakan
mekanisme koping yang tidak sesuai (SDKI : D.0096)
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
ditandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi (SDKI: D.0111)
c. Intervensi

No Masalah Keperawatan Planing Intervensi


SDKI SLKI SIKI
1 Gangguan mobilitas fisik yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan ambulasi (SIKI : I.06171)
berhubungan dengan penurunan 2x24 jam mobilitas Fisik meningkat Observasi
kekuatan otot ditandai dengan (SLKI : L.05042) 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kekakuan otot menurun Dengan kriteria keluhan fisik lainnya
(SDKI : D. 0054) 1. Pergerekan ektremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
(5) melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat (5) 3. Monitor frekuensi jantung dan
3. Rentang gerak (ROM) meningkat tekanan darah sebelum
(5) memulai ambulasi
4. Gerakan terbatas menurun (5) 4. Monitor kondisi umum selama
5. Kelemahan fisik menurun (5 melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)
2 Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen eliminasi fekal (SIKI :
Aktivitas fisik harian yang kurang 3x24 jam diharapkan eliminasi fekal I.04152)
yang dianjurkan ditandai dengan membaik (SLKI : L.04033) Observasi
pengeluaran feses lama dan sulit Dengan kriteria 1. Identifikasi masalah usus dan
(SDKI : D.0149) 1. Kontrol pengeluaran feses penggunaan obat pencahar
meningkat (5) 2. Identifikasi pengobatan yang
2. Keluhan defekasi lama dan sulit berefek pada kondisi
menurun (5) gastrointestinal
3. Mengejan saat defekasi menurun 3. Monitor buang air besar
(5) (misalnya, warna, frekuensi,
4. Konsistensi feses membaik (5) konsistensi, volume)
5. Frekuensi defekasi membaik (5) 4. Monitor tanda dan gejala diare,
6. Peristaltic usus membaik (5) kontipasi, atau impaksi
Terapeutik
1. Berikan air hangat setelah
makan
2. Jadwalkan waktu defekasi
bersama pasien
3. Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
1. Jelaskan makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltic usus
2. Anjurkan mencatat warna,
frekuensi, konsistensi, volume
feses
3. Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik, sesuai toleransi
4. Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatn
pembentukan gasd
5. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu
3 Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi
dengan ketidakmampuan 2x24 jam diharapkan Status nutrisi (SIKI : I. 03119)
menelan makanan ditandai membaik (SLKI : L. 03030) Observasi
dengan otot menelan lemah dan Dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
penurunan berat badan 1. Frekuensi makan membaik (5) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
(SDKI : D. 0019) 2. Nafsu makan membaik (5) makanan
3. Bising usus membaik (5) 3. Identifikasi makanan yang
4. Membrane mukosa membaik (5) disukai
5. Berat badan membaik (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
intervensi yang diberikan
4 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi komunikasi: devisit bicara
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam diharapkan komunikasi verbal (SIKI :I.13492)
musculoskeletal ditandai dengan meningkat (SLKI : L.13118) Observasi
sulit menggunakan ekspresi Dengan kriteria 1. Monitor kecepatan, tekanan,
wajah atau tubuh dan sulit 1. Kemampuan berbicara meningkat kuantitas, volume dasn diksi
mengungkapkan kata-kata (5) bicara
(SDKI : D.0119) 2. Kemampuan mendengar 2. Monitor proses kognitif,
meningkat (5) anatomis, dan fisiologis yang
3. Kesesuaian ekpresi wajah/tubuh berkaitan dengan bicara
meningkat (5) 3. Monitor frustrasi, marah,
4. Pemahaman komunikasi depresi atau hal lain yang
membaik (5) menganggu bicara
4. Identifikasi prilaku emosional
dan fisik sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode Komunikasi
alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
2. Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
3. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan
pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
5 Koping tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan pengambilan keputusan
dengan ketidakcukupan 3x24 jam diharapkan status koping (SIKI : I.09265)
persiapan untuk menghadapi membaik (SLKI : L.09086) Observasi
stressor ditandai dengan Dengan kriteria 1. Identifikasi persepsi mengenal
menggunakan mekanisme koping 1. Kemampuan memnuhi peran masalah dan informasi yang
yang tidak sesuai sesuai usia meningkat (5) memicu konflik
(SDKI : D.0096) 2. Perilaku koping adaptif meningkat Terapeutik
(5) 1. Fasilitasi mengklarifikasi nilai
3. Verbalisasi kemampuan dan harapan yang membantu
mengatasi masalah meningkat (5) membuat pilihan
4. Verbalisasi pengakuan masalah 2. Diakusikan kelebihan dan
meningkat (5) kekurangan dari setiap solusi
5. Verbalisasi kemampuan diri 3. Fasilitasi melihat situasi secara
meningkat (5) realistic
4. Motivasi mengungkapkan
tujuan perawatan yang
diharapkan
5. Fasilitasi pengambilan
keputusan secara kolaboratif
6. Hormati hak pasien untuk
menerima atau menolak
informasi
7. Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada orang lain,
jika perlu
8. Fasilitasi hubungan antara
pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya
Edukasi
1. Informasikan alternative solusi
secara jelas
2. Berikan informasi yang diminta
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam
memfasilitasi pengambilan
keputusan
6 Defisit pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keparawatan Edukasi proses penyakit
dengan kurang terpapar informasi 1x24 jam diharapkan tingkat (SIKI : I.12445)
ditandai dengan menanyakan pengetahuan membaik (SLKI : L.12111) Observasi
masalah yang dihadapi Dengan kriteria 1. Identifikasi kemampuan pasien
(SDKI: D.0111) 1. Pertanyaan tentang masalah dan keluarga menerima
yang dihadapi menurun (5) informasi
2. Persepsi yang keliru terhadap Terapeutik
masalah menurun (5) 1. Sediakan materi dan media
3. Menjalani pemeriksaan yang pendidikan kesehatan
tepat menurun (5) 2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan pasien
untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan definisi, penyebab,
gejalan dan faktor resiko
penyakit
2. Jelaskan proses patofisiologi
munculnya penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit
4. Jelaskan kemungkinan
munculnya komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang
dirasakan
6. Informasikan keadaan pasien
saat ini
d. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam tindakan
keperawatan, yaitu persiapan, perencanaan dan dokumentasi
(Nursalam, 2019 ). Kegiatan implementasi pada klien dengan parkinson
adalah membantunya mencapai kebutuhan dasar seperti :
1. Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mamantau status atau masalah yang ada.
2. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh
pengetahuan baru mangenai kesehatan mereka sendiri atau
penatalaksanaan penyimpangan.
3. Membantu klien membuat keputusan tentang perawatan kesehatan
dirinya sendiri.
4. Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya
untuk memperoleh arahan yang tepat.
5. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan,
mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan.
6. Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yan menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam,
2019 : 135).
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi hasil atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil sumatif dilakukan
dengan membandingkan respons klien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditentukan. Problem-Intervention-Evaluation adalah suatu
singkatan masalah, intervensi dan evaluasi. Sistem pendokumentasian
PIE adalah suatau pendekatan orientasi-proses pada dokumentasi
dengan penekanan pada proses keperawatan dan diagnosa
keperawatan (Nursalam, 2019 )
Proses dokumentasi PIE dimulai pengkajian waktu klien masuk diikuti
pelaksanaan pengkajian sistem tubuh setiap hari setiap pergantian jaga
(8 jam), data masalah hanya dipergunakan untuk asukan keperawatan
klien jangka waktu yang lama dengan masalah yang kronis, intervensi
yang dilaksanakan dan rutin dicatat dalam “flowsheet”, catatan
perkembangan digunakan untuk pencatatan nomor intervensi
keperawatan yang spesifik berhubungan dengan masalah, intervensi
langsung terhadap penyelesaian masalah ditandai dengan “I” (intervensi)
dan nomor masalah klien, keadaan klien sebagai pengaruh dari
intervensi diidentifikasikan dengan tanda “E” (Evaluasi) dan nomor
masalah klien, setiap masalah yang diidentifikasi dievaluasi minimal
setiap 8 jam (Nursalam, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesi

Sylvia A. Prince, dkk, .(2016). Clinical profile of Parkinsonism and Parkinson’s


disease in Lagos, Southwestern Nigeria. Journal of BMC Neurology. 10:1-6

Black,. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.


Jakarta:InternaPublishing pp. 851-4

Ginsberg Lionel, .(2018). BukuPanduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan


Gangguan Gerak Lainnya. Depok: PERDOSSI.

Hall dan Guiton, .(2018). Hubungan derajat klinis dan gangguan kognitif pada
Pasien Parkinson dengan menggunakan montreal cognitive assesment versi
Indonesia (MoCa-INA). Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hassanudin.

Hendrik, .(2013). Diagnosis dan terapi deep brain stimulation pada penyakit
parkinson. Jurnal Sinaps, 1(1), 67 - 84.

Nursalam, .(2019). Gambaran fungsi kognitif penderita parkinson di poliklinik saraf


RSUP Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic, 4(1).

Anda mungkin juga menyukai