Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEDERA MEDULLA

SPINALIS
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
1.Noni (18.11.100)
2.Nony Agustria Putri (18.11.101)
3.Novia Andriani (18.11.102)
4.Novita Dame Yanti Sihotang (18.11.103)
5.Nuisa Kennia (18.11.104)

DOSEN PENGAJAR:Ns.Hizkianta Sembiring,M.Kep,CWCCA

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA

PROGRAM STUDI ILMU FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM SARJANA T.A 2019/2020


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
‘’Asuhan Keperawatan Cedera Medulla Spinalis’’ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas bapak Hizkianta Sembiring pada ‘’Keperawatan Gawat Darurat’’. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang askep medulla
spinalis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Hizkianta Sembiring,
selaku dosen mata kuliah keperawatan kegawat daruratan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

[Delitua,22 februari 2021]

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata pengantar
BAB 1 Pendahuluan
1.1..............................................................................................Latar
belakang ............................................................................3
BAB 2 Pembahasan ............................................................................
2.2. Pengertian ........................................................................5
2.3. Etiologi..............................................................................5
2.4. Patofisiologi.......................................................................5
2.5. Manifestasi Klinis ............................................................6
2.6. Pemeriksaan Diagnostik..................................................6
2.7. Komplikasi .......................................................................7
2.8. Penatalaksanaan ..............................................................7
2.9. farmakotherapy................................................................9
2.10. Pencegahan.....................................................................9
BAB 3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA
MEDULLA SPINALIS
3.1 PENGKAJIAN .............................................................................11
3.1.1 Pengkajian Primer.........................................................11
3.1.2 Pengkajia Sekunder.......................................................12
3.2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul.......................................14
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................23
4.2 Saran...................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.trauma
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi
motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter.
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000
Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia
muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma. Data dari bagian rekam medik
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung
dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah
berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma
medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan
ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).klien yang mengalami
Trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian
lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi
Trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic.Maka dari itu sebagai perawat merasa
perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan Trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari

3
masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya
malkalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong.
Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

B. ETIOLOGI.
Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.
C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis,
darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal

5
spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur.
Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma
medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
-  Lesi L1         : Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.
- Lesi L2          : Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3          : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4          : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5          : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

D. MANIFESTASI KLINIS.
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. penurunan fungsi pernafasan
h. gagal nafas

E. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI

6
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla
spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

F. KOMPLIKASI.
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi

G. PENATALAKSANAAN.
a. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
 pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada kepala

7
dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis
sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan
spinal( punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik
lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.Jika
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas
matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis
lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.

8
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.

H. FARMAKOTERAPY
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla.

I. PENCEGAHAN.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya

9
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban
kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan
korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.

10
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN TRAUMA MEDULLA SPINALIS

3.1. Pengkajian
3.1.1. Pengkajian Primer
1). Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
2). Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3). Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya

11
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4). Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar
(GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiology
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit

3.1.2. Pengkajian Skunder.


1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak
setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks

12
/refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis,
hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
9). Nyeri /kenyamanan.
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10). Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
11). Keamanan.
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12). Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

3.2. Diagnosa Keperawatan yang muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (1996).


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler (1973, 1998).
3. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik
(1973).
4. Inkontinensia usus berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah
(1975,1998).
5. Resiko kerusakan integritas kulit, faktor resiko perubahan sensasi
(1975,1998).

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1.          Nyeri akut b.d agen NOC label: Mengelola analgetik
cede-ra : fisik Kontrol nyeri (1605) 1.        Tentukan lokasi,
Batasan Tujuan: karakteristik, kualitas nyeri
karakteristik: Setelah dilakukan sebelum pemberian obat
tindakan keperawatan pada pasien

13
selama … x 24 jam
2.        Cek jenis obat, dosis,
pasien dapat dan frekuensi pemberian
melakukan kontrol
3.        Cek adanya riwayat
nyeri , dengan alergi pada pasien
criteria : 4.        Evaluasi kemampuan
pasien untuk menggunakan
Kontrol Nyeri rute analgesic (oral, IM, IV,
          Klien mengetahui suppositoria)
pe-nyebab nyeri 5.        Monitor vital sign
          Klien mengetahui sebelum dan sesudah
wak-tu timbulnya pemberian analgetik jenis
nyeri narkotik
          Klien mengenal
6.        Evaluasi efektifitas dan
gejala timbulnya nyeri efek samping yang
          Klien ditimbulkan akibat
menggunakan pemakaian analgetik.
analgetik jika diper-
7.        Kolaborasi dengan
lukan dokter jika ada perubahan
advis dalam pemakaian
analgetik

Distraksi
1.        Tentukan jenis distraksi
yang sesuai dengan pasien
(musik, televisi, membaca,
dll)
2.        Ajarkan teknik buka-
tutup mata dengan focus
pada satu obyek, jika
memungkinkan
3.        Ajarkan teknik irama
(ketukan jari, bernafas

14
teratur) jika memungkinkan
4.        Evaluasi dan catat teknik
yang efektif untuk
menurunkan nyeri pasien

Terapi Oksigen
1         Bersihkan jalan nafas
dari secret
2         Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3         Berikan oksigen sesuai
instruksi
4         Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
5         Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6         Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7         Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8         Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidurr

Mengatur Posisi
1.  Atur posisi yang nyaman
untuk pasien

2 Kerusakan mobilitas NOC label: Tindakan Keperawatan:


fisik b.d kerusakan Perawatan diri
1.        Makan-minum
muskuloskelettal (Activity Dailya. Bantu pasien makan dan
dan neuromuskuler Living) (0300) minum (menyuapi,
Batasan Tujuan: mendekatkan alat-alat dan
karakteristik : Setelah dilakukan makanan/minuman)
tindakan keperawatanb. Pertahankan kesehatan dan

15
selama … x 24 jam kebersihan mulut pasien
perawatan diri klien 2. Berpakaian
(ADL) terpenuhi a. Bantu pasien mamakai
Indikator: pakaiannya
1.        Makan dan minumb. Libatkan keluarga dan
adekuat dengan ajarkan cara memakaikan
bantuan/mandiri pakaian pada pasien
2.        Berpakaian dg 3. Kebersihan diri
dibantu/mandiri a. Memandikan pasien
3.        Kebersihan diri b. Libatkan keluarga untuk
terpenuhi dg membantu memandikan
bantuan/mandiri pasien
4.        Buang air c. Lakukan perawatan mata,
kecil/besar dg rambut, kaki, mulut, kuku
bantuan/mandiri dan perineum
4. Bak/bab
a. Bantu pasien bak/bab
b. Lakukan perawatan
inkontinensia usus
c. Manajemen nutrisi
d. Libatkan keluarga dalam
perawatan

3.          Kerusakan eliminasi NOC label: Lakukan manajemen


urin b.d dengan Eliminasi urine eliminasi urin
kerusakan sensori Tujuan: 1.        Monitor eliminasi urine
motorik Setelah dilakukan (frekuensi, konsistensi, bau,
Batasan tindakan keperawatan volume, warna)
karakteristik : selama … x 24 jam
2.        Monitor tanda dan gejala
kebutuhan eliminasi retensi urine
urine pasien terpenuhi3.        Ajarkan pada pasien
Indikator: tanda dan gejala ISK
1.        Pengosongan
4.        Catat waktu urinal

16
kandung kemih terakhir jika diperlukan
komplit 5.        Libatkan pasien/keluarga
2.        Mampu untuk mencatat urine output
menahan/mengontrol jika diperlukan
urine 6.        Masukkan suppositoria
3.        Terbebas dari ISK uretral jika diperlukan
7.        Siapkan specimen urine
midstream untuk analisa
jika perlu
8.        Laporkan ke dokter jika
ditemukan tanda dan gejala
ISK
9.        Anjurkan pasien minum
8 gelas sehari saat makan,
anatara makan dan saat pagi
hari
10.     Bantu pasien mengatur
toileting rutin kalau perlu
11.     Anjurkan pasien untuk
memeonitor tanda dan
gejala ISK

Perawatan Retensi Urin


1.        Berikan prifasi untuk
eliminasi urin
2.        Gunakan kekuatan
sugesti dengan aliran air
untuk memancing eliminasi
3.        Stimulasi reflek kandung
kencing dengan pemberian
kompres dingan pada
abdomen atau dengan

17
mengalirkan air
4.        Berikan waktu yang
cukup untuk me-
ngosongkan kandung
kencing (10 menit)
5.        Gunakan manuver Crede
jika diperlukan
6.        Masukkan kateter urin
jika diperlukan
7.        Monitor intake dan
output cairan
8.        Monitor adanya distensi
kandung kencing dengan
palpasi atau perkusi
9.        Bantu toileting dengan
jarak teratur jika
memungkinkan
10.     Lakukan kateterisasi
untuk residu, jika perlu
11.     Lakukan kateterisasi
secara intermiten jika perlu
12.     Rujuk ke ahli urinary
Continance jika perlu

Bladder Training

4.          Inkontinensia usus Setelah dilakukan Manajemen Usus


b.d dengan tindakan keperawatan
1.        Catat tanggal terakhir
kerusakan saraf selama .. x 24 jam pasien b.a.b
motorik bawah saluran 2.        Monitor b.a.b pasien
Batasan gantrointestinal pasien (frekuensi, konsistensi,
Karakteristik mampu membentuk volume, warna)
massa feses dan
3.        Monitor suara usus

18
mengevakuasi secara
4.        Catat adanya
efektif , dengan peningkatan frekuensi
criteria : bising usus
5.        Monitor terhadap tanda
Eliminasi usus dan gejala diare
          Mampu
6.        Evaluasi terhadap
mengontrol b.a.b. incontinensia
          Tidak terjadi diare7.        Ajarkan pasien tentang
makanan yang dianjurkan
8.        Evaluasi jenis obat yang
menimbulkan efek samping
pada fungsi gastrointestinal

Bowel Training
1.        Rencanakan program
latihan dengan pasien
2.        Konsul dengan dokter
dalam pemakaian
suppositoria/laksatif
3.        Ajarkan pasien dan
keluarga prinsip-prinsip
bowel training
4.        Anjurkan pasien tentang
jemis makanan yang harus
diperbanyak
5.        Berikan diit yang cukup
sesuai jenis yang diperlukan
6.        Pertahankan intake
cairan yang adekuat
7.        Pertahankan latihan fisik
yang cukup
8.        Jaga posisi pasien

19
9.        Evaluasi status bowel
secara teratur
10.     Modifikasi program usus
jika diperlukan
5.          Resiko kerusakan Setelah dilakukan Circulatory Care
integri-tas kulit tindakan keperawatan
1.        Kaji secara
,Faktor resiko : selama … x 24 jam komprehensif sirkulasi
          Perubahan perfusi jaringan perifer perifer (cek pulsasi perifer,
sensasi pasien adekuat , adanya udema, pengisian
dengan criteria : kapiler, warna kulit dan
suhu ekstrimitas)
Perfusi jaringan 2.       
: Amati kulit dari
perifer munculnya perlukaan atau
          Pengisian kapiler memar akibat tekanan
perifer adekuat 3.        Kaji adanya
          Pulsasi perifer ketidaknyamanan datau
distal kuat nyeri local
          Pulsasi proximal
4.        Rendahkan ekstrimitas
perifer kuat untuk meningkatkan
          Tingkat sensasi sirkulasi arteri, jika tidak
normal ada kontra indikasi
          Warna kulit normal5.        Pasang stocking anti
          Fungsi otot-otot emboli, dilakukan
intack perubahan 15-20 menit
          Kulit intack setiap 8 jam
          Suhu ekstrimitas
6.        Naikkan anggota badan
hangat 20 derajat di atas level
          Udema perifer jantung untuk meningkatkan
tidak terjadi aliran balik vena jika tidak
          Nyeri local ada kontra indikasi
ekstrimitas tidak
7.        Rubah posisi pasien
terjadi minimal tiap 2 jam jika
tidak ada kontra indikasi

20
8.        Gunakan matras/bed
terapetik jika tersedia
9.        Lakukan aktif/pasif
ROM selama bedrest
10.     Lakukan latihan pada
pasien sesuai dengan
kemampuan
11.     Anjurkan pasien untuk
pencegahan vena stasis
(tidak menyilangkan lengan,
meninggikan kaki tanpa
menyangga lutut, dan
latihan
12.     Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk membuat
naiknya viskositas darah
13.     Monitor status cairan
tubuh (intake-output)

Terapi Oksigen
1.        Bersihkan jalan nafas
dari secret
2.        Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3.        Berikan oksigen sesuai
instruksi
4.        Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
5.        Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6.        Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7.        Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen

21
8.        Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidurr

Mengatur Posisi
1.        Atur posisi yang nyaman
untuk pasien
Perawatan Kaki
Perawatan Kulit
Pressure Management

22
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :kecelakaan otomobil, industri
terjatuh, olah-raga, menyelam ,luka tusuk, tembak dan tumor.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang
menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis
berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena
kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma
semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.

B. SARAN.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula
spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi , mahasiswa dapat melakukan
perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

23
Daftar Pustaka
https://mikimikiku.wordpress.com/2014/03/22/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-cedera-medula-spinalis-sistem-neurobehaviour/

http://askepdoumbojo.blogspot.co.id/2011/09/laporan-pendahuluan-cedera-
medulla.html

Nurafif, Amin Huda.2015.NANDA NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

24

Anda mungkin juga menyukai