Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN ACUTE MYELOID LEUKEMIA (AML)


DI RUANG THURSINA 1 RSUDZA BANDA ACEH

Oleh :

Rahmah, S.Kep
2112501010094

Pembimbing :
Ns. Inda Mariana Harahap, MNS

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR


BAGIAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2022
KONSEP ACUTE MYELOID LEUKIMIA (AML)

A. Pengertian
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) sering juga
dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic
Leukimia merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan
poliferasi abnormal sel induk hematopoetikyang bersifat sistemik dan secara malignan
merupakan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian
komponen sumsum tulang belakang yang normal.
Leukemia mieloid akut atau acute myeloid leukemia (AML)
merupakan keganasan pada sumsum tulang yang berkembang secara cepat pada
jalur perkembangan sel myeloid (Ningsih, 2014). Leukemia mieloblastik akut
(LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan
gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid (Sudoyo & Setiyohadi,
2014).
Menurut Rogers (2012), Acute Myeloid Leukemia merupakan suatu
bentuk kelainan sel hematopoetik yang dikarakteristikkan dengan adanya
proliferasi berlebihan dari sel myeloid yang dikenal dengan myeloblas.

B. Etiologi
Menurut Safitiri (2015) terdapat beberapa faktor prediposisi dari LMA, yaitu:
a. Obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, chloroquine dan
methoxypsoralen dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sumsum tulang
yang kemudian beresiko terhadap terjadinya LMA.
b. Senyawa kimia seperti yang terkandung pada rokok, pestisida, herbisida, dan
benzene diketahui berpotensi merangsang perkembangan LMA.
c. Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA, seperti pada orang-
orang yang selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek
leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun
sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah
pengeboman.
d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan kromosom, seperti pada sindrom
Down (trisomi kromosom 21), sindrom Bloom, anemia Fanconi dan klinefelter,
diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi
normal untuk menderita LMA.
e. Terapi radiasi dengan menggunakan golongan alkylating agent dan
topoisomerase II inhibitor diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya
LMA. Golongan alkylating agent seperti cychlophospamide, melphalan, dan
nitrogen mustard sering dihubungkan dengan kejadian abnormalitas pada
kromosom 5 dan/atau 7. Terpapar golongan topoisomerase II inhibitor seperti
etoposide dan teniposide sering menyebabkan abnormalitas pada kromosom
11 dan/atau 27.

C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal
menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien
leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya
sel abnormal tersebut. Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada
pasien AML antara lain :
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata- rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-
rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau
diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga
beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya
febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML.
Umumnya demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau
netropenia. Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing,
mual dan tanda-tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana
penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis,
purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat
dengan beratnya trombositopenia.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat
badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan
berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau
kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
mengakibatkan terjadi infark tulang.
E. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penyakit leukemia
akut (Safitri, 2015), meliputi:
a. Pemeriksaan darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui perubahan
pada jumlah dari masing-masing komponen darah yang ada. Dari pemeriksaan ini
akan didapatkan gambaran adanya anemia, trombositopenia, leukopenia,
leukositosis ataupun kadar leukosit yang normal.
b. Biopsi sumsum tulang, dilakukan ketika ditemukan adanya kelainan
pada hasil pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya peningkatan pada jumlah sel blast.
c. Lumbal pungsi, bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyebaran
penyakit ke cairan serebrospinal (sistem saraf pusat).
d. Pemeriksaan radiologi, seperti Ultrasound, X-ray, CT scan, dan MRI,
bertujuan untuk membantu penegakan diagnosis dan mengetahui ada tidaknya
infiltrasi ke organ lain.

F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Terapi standar untuk LMA dibagi menjadi 2 yaitu induksi remisi dan terapi
postremisi.
a. Terapi induksi remisi
Remisi dicapai ketika dalam sumsum tulang ataupun darah tepi
ditemukan kurang dari 5% sel blast (Lowenberg, Downing, and Burnett,
1999). Terapi induksi remisi menggunakan kombinasi dari anthracycline
(seperti idarubicin, daunorubicin) dan cytaribine. Golongan anthracycline

biasanya diberikan 40-60 mg/m2 secara rutin selama 3 hari sedangkan

cytaribine diberikan 100-200 mg/m2 secara rutin selama 7 hari. Penggunaan


kombinasi golongan anthracycline dan cytaribine secara rutin menghasilkan
persentase CR (complete remission) 70-80% pada usia ≤60 tahun dan 50%
pada usia lebih tua (Samara, 2015).
b. Terapi postremisi
Terapi postremisi bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Terdapat 2 pilihan terapi postremisi, yaitu transplantasi sumsum tulang
(autolog atau alogenik) dan kemoterapi. Transplantasi yang bersifat autolog
dilakukan dengan cara mengambil sel sumsum tulang sebelum pasien
mendapatkan terapi induksi untuk kemudian diinfusikan kembali ke paien,
sedangkan transplantasi yang bersifat alogenik dilakukan dengan mengambil
sel sumsum tulang dari donor yang memiliki kecocokan HLA atau dari
saudara kandung (Samara, 2015).
Selain terapi standar untuk mengatasi LMA, terdapat beberapa
penanganan terhadap tanda gejala yang muncul atau tindakan resusitasi untuk
memperbaiki kondisi umum pasien, yaitu dengan pemberian antibiotic dosis
tinggi untuk mengatasi infeksi, serta pemberian transfusi darah dengan PCR
(Packed red cell) atau darah lengkap untuk mengatasi anemi dan transfusi
konsetrat trombosit untuk mengatasi trombositopenia yang terjadi.

G. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali

H. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan
dignosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan
sesak. Selain itu disertai juga dengan demam dan menggigil,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau
pernah mengalami kemoterapi atau terapi radiasi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit
keganasan lain sebelumnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1) Kesadaran penderita : apatis, spoor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keaadaan klien.
2) Tanda-tanda vital : mencakup TD, HR, RR, Temperatur
b. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Pemeriksaan kepala
a) Bentuk: Perhatikan bentuk kepala apakah simetris atau tidak.
Biasanya pada penderita leukemia bentuk kepala simetris.
b) Rambut: Perhatikan keadaan rambut mudah dicabut atau
tidak,warna, hygiene
c) Nyeri tekan: Palpasi nyeri tekan, ada atau tidak. Biasanya
pada penderita tidak ada nyeri tekan.
2) Pemeriksaan mata
a) Palpebra : Perhatikan kesimetrisan kiri dan kanan
b) Konjungtiva :Anemis atau tidak. Pada penderita leukemia
akan ditemukan konjungtiva yang anemis.
c) Sclera : Ikterik atau tidak. Sclera penderita leukemia akan
terlihat tidak ikterik.
3) Pemeriksaan hidung
Inspeksi kesimetrisan bentuk hidung, mukosa hidung, palpasi
adanya polip. Penderita leukemia memiliki pemeriksaan hidung
yang normal.
4) Pemeriksaan mulut
Inspeksi apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi. Biasa papa penderita leukemia,
ditemukan bibir pucat, sudut – sudut bibir pecah – pecah.
5) Pemeriksaan telinga
Inspeksi simetris kiri dan kanan, sirumen. Palpasi nyeri tekan.
Periksa fungsi pendengaran dan keseimbangan. Pada penderita
leukemia biasanya tidak ditemukan kelainan dan bersifat normal.
6) Pemeriksaan leher
Inspeksi dan palpasi adanya pembesaran getah bening kelenjer
tiroid, JVP, normalnya 5-2. Penderita leukemia tidak mengalami
pembesaran kelenjer tiroid.
7) Pemeriksaan thorak
a) Jantung
 Inspeksi: iktus terlihat atau tidak, inspeksi
kesimetrisan. Pada penderita leukemia, iktus terlihat
 Palpasi: raba iktus kordis. Normalnya, iktus teraba.
 Perkusi: tentukan batas jantung.
 Auskultasi: terdengar bunyi jantung 1 dan 2, normal.
b) Paru – paru
 Inspeksi: kesimetrisan kiri dan kanan saat inspirasi
dan ekspirasi, biasanya normal.
 Palpasi: vokal femoris teraba, simetris kiri dan
kanan.
 Auskultasi: biasanya bunyi nafas vesikuler.
8) Pemeriksaan abdomen
a) Inspeksi: apakah dinding abdomen mengalami memar, bekas
operasi, dsb.
b) Auskultasi: bising usus normal
c) Palpasi: palpasi apakah ada nyeri tekan, hepar teraba atau
tidak. Biasaya terdapat nyeri tekan, dan hepar akan teraba.
d) Perkusi: lakukan perkusi, biasa didapat bunyi tympani untuk
semua daerah abdomen
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi kesemetrisan, palpasi adanya nyeri tekan pada
ekstremitas atas dan bawah. Biasanya pada penderita leukemia
akan mengalami nyeri pada tulang dan persendian
4. Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pada umumnya klien yang mengidap penyakit leukimia dikarenakan
faktor genetik. Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan
demam, pucat, lesu, anorexia, nyeri pada tulang dan persendian,
nyeri abdomen, hepatomegali, dan splenomegali.
b. Nutrisi dan Metabolik
Pada umunya klien mengalami penurunan nafsu makan, sering
muntah sehingga berat badan menurun dan terdapat bintik-bintik merah
pada kulit klien.
c. Eliminasi
Pasien kadang mengalami diare, penegangan pada perineal,
nyeri abdomen, serta ditemukan darah segar, darah dalam urine, serta
penurunan urine output.
d. Aktifitas dan Latihan
Pasien dengan leukemia sering ditemukan mengalami
penurunan koordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau
tulang. Pasien sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi,
makan, dan toileting secara mandiri. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
penurunan tonus otot, kesadaran somnolen, keluhan jantung berdebar-
debar (palpitasi), adanya mur-mur, kulit pucat, membrane mukosa
pucat, serta penurunan fungsi saraf cranial dengan atau disertai tanda-
tanda perdarahan serebral.
e. Tidur dan Istirahat
Pasien memperlihatkan penurunan aktivitas dan lebih banyak waktu
yang dihabiskan untuk tidur/istirahat karena mudah mengalami
kelelahan.
f. Kognitif – Persepsi
Pasien dengan leukemia sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolen), iritabilitas otot dan sering kejang,
adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena sel darah
putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
g. Persepsi diri – Konsep diri
Pada umumnya klien dengan penyakit leukimia merasa tidak
berdaya terhadap dirinya, sering merasa cemas, dan sering merasa
takut.
h. Pola peran dan hubungan
Pada umunya peran dan hubungan klien dengan keluarga tidak
terganggu, klien umumnya pendiam dan malas berkomunikasi dengan
orang disekitarnya karena perasaan takut dan cemas dengan
penyakit yang dideritanya.
i. Seksualitas dan Reproduksi
Pada umumnya terganggu.
j. Koping – Toleransi stres
Pasien berada dalam kondisi yang lemah dan pertahanan tubuh
yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi,
penarikan diri, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga
ditemukan perubahan suasana hati dan bingung.
k. Keyakinan – Nilai
Pada umunya klien dan keluarga klien menyerahkan semuanya kepada
Tuhan untuk kesembuhannya.Terkadang pasien merasa Tuhan tidak
adil dengannya akibat penyakit yang diderita (hubungan spiritualnya
kurang baik).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
C. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1. Risiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


nutrisi intervensi Observasi
berhubungan keperawatan selama  Identifikasi status nutrisi
dengan Faktor 3 x 24 jam, status  Identifikasi alergi dan toleransi
psikologis nutrisi membaik makanan
(keengganan dengan kriteria  Identifikasi makanan yang
untuk makan) disukai
hasil :
 Porsi makan  Identifikasi perlunya penggunaan
yang dihabiskan NGT
meningkat  Monitor hasil pemeriksaan Lab
No SDKI SLKI SIKI

 Nafsu makan Terapeutik


meningkat  Lakukan oral hygiene sebelum
 Frekuensi makan makan
meningkat  Berikan makanan tinggi serat
 Serum albumin untuk mencegah konstipasi
dalam batas  Berikan makanan TKTP
normal  Berikan suplemen makanan
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan asuhan keperawatan, Observasi
dengan agen skala nyeri  Idenifikasi lokasi, karakeristik,
pencedera berkurang atau nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
fisik hilang dengan intensitas nyeri
kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri
1. Skala nyeri  Identifikasi respon nyeri non-
berkurang verbal
2. Pola tidur  Identifikasi faktor yang
membaik memberberat dan memperingan
nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
 Berikan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(hipnosis, terapi relaksasi dan
terapi murrotal
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
No SDKI SLKI SIKI

3. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi


aktivitas asuhan keperawatan, 1. Identifikasi gangguan fungsi
berhubungan toleransi aktivitas tubuh yang mengakibatkan
dengan meningkat dengan kelelahan
kelemahan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan
Frekuensi nadi emosional
membaik 3. Monitor pola dan jam tidur
 Saturasioksigen 4. Monitor lokasi dan
membaik ketidaknyamanan selama
 Kemudahan melakukan aktivitas
dalam melakukan Teurapeutik
aktivitas sehari- 5. Sediakan lingkungan nyaman dan
hari membaik rendah stimulus
 Keluhan Lelah 6. Lakukan Latihan rentang gerak
menurun aktif dan pasif
 Dipsneu saat 7. Berikan aktivitas distraksi
beraktivitas 8. Fasilitasi duduk disisi tempat
menurun tidur
 Perasaan lemah Edukasi
menurun 9. Anjurkan tirah baring
 TTV dalam batas 10. Anjurkan melakukan aktivitas
normal secara bertahap
11. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan asuhan keperawatan, Observasi
dengan masalah tingkat 1. Monitor tanda dan gejala
ketidakadekua infeksi lokal dan sistemik
risiko infeksi
tanpertahanan Teraupetik
tubuh primer berkurang. Dengan
kriteria hasil: 2. Batasi jumlah pengunjung
 Integritas kulit
3. Berikan perawatan kulit dan
area edema
dan jaringan
4. Cuci tangan 5 moment
membaik 5. Pertahankan teknik aseptik
 Control risiko pada pasien beriko tinggi
meningkat Edukasi
 Status imun 1. Jelaskan tanda dan gejala
meningkat infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
 Status nutrisi
dengan benar
adekuat 3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
ANALISA DATA PASIEN KELOLAAN

DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS: Faktor psikologis Risiko defisit nutrisi


 Keluarga mengatakan An. K tidak (keengganan untuk
selera makan dan mual bila
makan)
mencium bau makanan
 Keluarga mengatakan An.K
makan tidak teratur dan sering
menolak makanan yang
disediakan rumah sakit
DO:
 Pasien tampak lesu
 Mukosa bibir pucat dan bibir
kering/pecah-pecah
 Rambut rontok berlebihan karena
obat kemoterapi
 An. K hanya menghabiskan
makanan ¼ porsi piring.

DS: Agen pencedera fisik Nyeri akut


 Keluarga mengatakan An.K selalu
menangis karena sakit pada
telinga sebelah kiri dan menjalar
ke tulang tengkorak
 Pasien mengatakan nyeri seperti
berdenyut-denyut
DO:
 Pasien tampak meringis
 Terdapat benjolan didalam telinga
bengkak dan keluar cairan
 Skala nyeri: 3 FLACC

DS: Kelemahan Intoleransi aktivitas


 Keluarga mengatakan An.K tidak
bisa capek dan bermain terlalu
lama
DO:
 Pasien tampak lesu dan pucat
 Pasien sering terbaring diatas
kasur

DS: Ketidakadekuatan Resiko infeksi


 Keluarga mengatakan An.K pertahanan tubuh
rentan sakit
sekunder
DO:
 Terdapat benjolan didalam telinga
bengkak dan keluar cairan
 Leukosit: 21,95 103/mm3
 Limfosit: 44%
 Monosit: 34%

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI


Hari/ Diagnosa Evaluasi
Tanggal
Kamis Risiko S:
24/03/2022 defisit nutrisi  Keluarga mengatakan An. K tidak selera makan dan mual
bila mencium bau makanan
 Keluarga mengatakan An.K makan tidak teratur dan
sering menolak makanan yang disediakan rumah sakit
O:
 Pasien tampak lesu
 Mukosa bibir pucat dan bibir kering/pecah-pecah
 Rambut rontok berlebihan karena obat kemoterapi
 An. K hanya menghabiskan makanan ¼ porsi piring.

A: Defisit nutrisi
P: Manajemen Nutrisi
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan toleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Monitor hasil pemeriksaan Lab
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan TKTP
 Berikan suplemen makanan
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

I:
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan toleransi makanan
 Monitor hasil pemeriksaan Lab
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan TKTP
 Berikan suplemen makanan

E:
 Status nutrisi An.K sedang dan diatas BGM
 An.K alergi makanan laut seperti udang, kerang dan ikan
tongkol
 Konjungtiva dan palpebra pucat
 Mukosa mulut pucat dan bibir kering/pecah-pecah
 An.K merasa mual dan muntah bila mencium makanan yang
berbau
 An. K kurang mengkonsumsi makanan berserat sehingga
sering mengalami konstipasi
 Memberikan edukasi kepada keluarga agar An. K
mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
 Memberikan edukasi kepada keluarga agar dapat memotivasi
pasien mengkonsumsi makanan dalam porsi sedikit tapi
sering
 Hasil lab
Kalsium: 7,8 mg/dL
Ureum: 9 mg/dL
Kreatinin: 0,30 mg/dL

Hari/ Diagnosa Evaluasi


Tanggal
Kamis Nyeri akut S:
24/03/2022  Keluarga mengatakan An.K selalu menangis karena sakit
pada telinga sebelah kiri dan menjalar ke tulang
tengkorak
 Pasien mengatakan nyeri seperti berdenyut-denyut
O:
 Pasien tampak meringis
 Terdapat benjolan didalam telinga bengkak dan keluar
cairan
 Skala nyeri: 3 FLACC

A: Nyeri akut
P: Manajemen nyeri
Observasi
 Idenifikasi lokasi, karakeristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non-verbal
 Identifikasi faktor yang memberberat dan memperingan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
 Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(hipnosis, terapi relaksasi dan terapi murrotal
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik

I:
1. Pengkajian nyeri komprehensif PQRST
P: Penyebab nyeri dikarenakan ada benjolan didalam telinga
Q: Kualitas nyeri yang dirasakan seperti berdenyut-denyut
R: Nyeri dirasakan di bagian telinga dan menjalar ke kepala
S: 3 FLACC
T: Nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi waktu 10-15
detik
2. Mengajarkan manajemen nyeri non-farmakologi (teknik
relaksasi dan teknik distraksi
3. Pengaturan posisi pasien senyaman mungkin untuk
mengurangi nyeri

E: Keluhan nyeri masih ada namun terkontrol dengan pemberian


analgesik

Hari/ Diagnosa Evaluasi


Tanggal
Kamis Intoleransi S:
24/03/2022 aktivitas  Keluarga mengatakan An.K tidak bisa capek dan bermain
terlalu lama
O:
 Pasien tampak lesu dan pucat
 Pasien sering terbaring diatas kasur
 Pasien jarang berakivitas

A: Intoleransi aktivitas
P:
Observasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Teurapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
6. Lakukan Latihan rentang gerak aktif dan pasif
7. Berikan aktivitas distraksi
8. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
I:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
3. Memonitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
5. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
6. Menganjurkan pasien rentang gerak aktif dan pasif
7. Berikan aktivitas distraksi
8. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur
9. Menganjurkan tirah baring dan mengubah posisi
10.Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11.Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

E:
 TTV: (TD: 100/60 mmHg, T: 36,6◦C, R: 25 x/I, HR: 88 x/i
 Kelelahan disebabkan karena terlalu lama bermain seperti
mendayung sepeda
 Pola tidur siang: jam 14.00-16.30; pola tidur malam: 22.00-
07.00 WIB
 Pasien merasa kurang nyaman di ruang rawat karena tidak ada
tirai dan cahaya yang masuk sangat terang
 Pasien memahami kondisi yang harus dihindari agar tidak
menimbulkan kelelahan dan sesak napas

Hari/ Diagnosa Evaluasi


Tanggal
Kamis Risiko S:
24/03/2022 infeksi  Keluarga mengatakan An.K rentan sakit
O:
 Terdapat benjolan didalam telinga bengkak dan keluar
cairan
 Leukosit: 21,95 103/mm3
 Limfosit: 44%
 Monosit: 34%

A: Risiko Infeksi
P: Pencegahan infeksi
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Teraupetik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit dan area edema
4. Cuci tangan 5 moment
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beriko tinggi
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

I:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit dan area edema
4. Cuci tangan 5 momen
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beriko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Menganjurkan An.K meningkatkan asupan nutrisi dengan
diet ML 1700 kkal dan cairan 2L /hari
E:
 Tanda infeksi: Terdapat benjolan didalam telingasehingga
menimbulkan nyeri, bengkak dan keluar cairan terkadang
bewarna putih keruh
 Keluarga sering memberikan minyak zaitun dan baby oil
untuk melembabkan kulit An.K
 Mengajarkan pasien dan keluarga agar mempertahankan
teknik aseptik seperti rutin mencuci tangan dll.
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, A. W., & Setiyohadi, B. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed. 4.
Jakarta: FKUI.
Price & Wilson. (2011). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol. 1, Ed.
6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzane C. & Brenda G, B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC
Guyton, A. C & Hall, J E. (2013). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor Bahasa Indonesia
: Irawati Setiawan Edisi 11. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth (2012). Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ningsih, N (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Samara, D. (2015). Lama dan sikap duduk sebagai faktor risiko terjadinya nyeri pinggang
bawah. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Ganong, W.F (2012). Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC


Sudoyo, A, Siti, S. & Alwi, I. (2016) Ilmu Penyakit Dalam. 6, Vol 2. Jakarta: Interna
Publishing

Anda mungkin juga menyukai