Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PATOFISIOLOGI

LEUKEMIA

Oleh

Ratna Yunita

1711050047

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK D4


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
PENDAHULUAN

Penyakit dapat didefinisikan sebagai perubahan pada individu-individu


yanng menyababkan parameter kesehatan mereka berada di bawah kisaran
normal. Sebagian besar orang memiliki pendapat tertentu mengenai normal dan
mendefinisikan penyakit atau keadaan sakit sebagai suatu penyimpangan dari
keadaan normal atau tidak adanya keadaan normal. Akan tetapi jika dilihat dengan
lebih cermat, konsep kenormalan terlihat lebih kompleks dan tidak dapat
didefinisikan secara singkat dan jelas karena setiap parameter yang diterapkan
pada suatu individu atau sekelompok individu memiliki semacam nilai rata-rata
yang dianggap normal.

Salah satu penyakit yang akan dibahas dalam makalah ini adalah penyakit
leukemia. Leukemia adalah salah satu penyakit yang meyerang sel darah putih.
Sel darah putih memiliki peranan utama dalam pertahanan tubuh melawan infeksi
batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm 3. Lima
jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasikan dalam darah perifer adalah (1)
netrofil, (2) eosinofil, (3) basinofil, (4) monosit, (5) limfosit. Penyakit leukemia
yang menyerang sel-sel darah putih ini tergolong penyakit yang berakibat fatal.
Akan tetapi ada beberapa cara untuk mengobati dan menngendalikan penyakit ini
dan gejalanya. Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau
semua lapisan sel dan umumnya berkaitan dengan gangguan pembentukan atau
penghancuran dini.

Pada tahun 2000, terdapat sekitar 256.000 anak dan dewasa di seluruh
dunia menderita penyakit sejenis leukemia, dan 209.000 orang diantaranya
meninggal karena penyakit tersebut. Hampir 90% dari semua penderita yang
terdiagnosa adalah dewasa. Sebuah data statistiik yang difokuskan pada populasi
penduduk Amerika Serikat juga menunjukkan jumlah kasus baru dan kematian per

2
100.000. Jumlah kasus baru leukemia adalah 13,7 per 100.000 pria dan wanita per
tahun. Jumlah korban tewas adalah 6,8 per 100.000 pria dan wanita per
tahun. Tingkat ini disesuaikan dengan usia dan berdasarkan kasus dan kematian
2010-2014. Resiko seumur hidup untuk mengembangkan kanker yaitu sekitar 1,5
persen pria dan wanita akan didiagnosis menderita leukemia di beberapa titik
selama masa hidup mereka, berdasarkan data tahun 2012-2014. Sedangkan
prevalensi kanker ini pada tahun 2014, diperkirakan ada 387.728 orang yang
hidup dengan leukemia di Amerika Serikat.

Di Indonesia sendiri, leukimia atau kanker darah menduduki peringkat


tertinggi kasus kanker pada anak karena masih lemahnya penanganan kanker pada
anak. Menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 jumalah pasien
kanker darah (Leukemia) mencapai 4.3.42 orang. Penyakit ini menduduki
peringkat ketiga kanker tertinggi setelah kanker payudara dan kanker servix.

3
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Leukemia dalam bahasa Yunani diartikan leukos λευκός, "putih"


dan aima αίμα, "darah", atau lebih dikenal sebagai kanker darah
merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma)
pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara
tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di
sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel
darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel
tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia
memengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal
dan imunitas tubuh penderita.

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita


ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih
yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit.
Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari
sel lainnya.

Leukimia yang mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun


1847 sebagai “darah putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai
dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara
maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan
penggantian unsur sumsum tulang normal (Greer dkk, 1999). Klasifikasi
leukemia yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari FAB
(French-American-British) (Kotak-18 – 1). Klasifikasi ini klasifikasi
morfologi dan didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia

4
yang dominan dalam sumsum tulang, serta pada penelitian sitokimia
(Dabich, 1980; Gralnick dkk, 1977). Sejak laporan awal oleh Gralnick,
terdapat subklasifikasi lanjutan yang telah ditambahkan (Bennett dkk,
1985).

B. TIPE LEUKEMIA

1. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)

Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) adalah suatu penyakit yang


ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguandiferensiasi sel-
sel progenitor dari sel mieloid. Leukemia mielositik
bertanggungjawab atas 80% leukemia akut pada orang dewasa.
Permulaannya mungkin mendadak atau progresif dalam masa 1
sampai 6 bulan. Jika tidak diobati, kematian diperkirakan terjadi kira-
kira dalam 3 – 6 bulan.

Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan


fisik, morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Telah disebutkan sejak
dekade tahun yang lalu berkembang dua teknik pemeriksaan terbaru
yaitu immunophenotyping dan analisis sitogenetik. Berdasarkan
pemeriksaan morfologi sel dan penggecatan sitokimia, gabungan ahli
hematologi Amerika, Prancis, dan Inggris pada tahun 1976
menetapkan klasifiksi LMA yang terdiri dari 8 subtipe (M0 sampai
dengan M7. Tabel 2). Klasifikasi ini dikenal dengan nama FAB
(French, American, British).

Sejak sekitar 40 tahun yang lalu pengobatan penyakit ini


berkembang secara cepat dan dewasa ini banyak pasien LMA yang
dapat disembuhkan dari penyakitnya. Kemajuan pengobatan Lma ini
dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis
tinggi dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif
yang lebih baik seperti anti biotik generasi baru dan transfusi

5
komponen darah untuk mengatasi efek samping pengobatan. Selain itu
sejak sekitar 2 dekade tahun yang lalu juga telah dikembangkan teknik
diagnostik leukemia dengan cara immunophenotyping dan analisis
sitogenetik yang menghasilkan diagnosis yang lebih akurat.

Tujuan utama pengobatan LMA adalah untuk mengeradikasi sel-sel


leukemik di dalam sumsum tulang. Tindakan ini juga akan
mengeradikasi sisa-sisa sel hematopoeisis normal yang ada dalam
sumsum tulan, sehingga pasien LMA akan mengalami periode aplasia
pasca terapi induksi. Terapi LMA dibedakan menjadi 2 yaitu terapi
untuk LMA pada umumnya dan terapi khusus untuk leukemia
premielositik akut (LPA).

2. Leukemia Granulositik Kronik (LGK)

Leukemia Granulositik kronik (LGK) adalah leukemia yang


pertama kali ditemukan serta diketahui patogenesisnya. Leukemia ini
paling sering ditemukan 20% pada orang dewasa usia pertengahan (40
– 50 tahun) tetapi dapat juga timbul pada setiap kelompok umur
lainnya. LGK dianggap sebagai suatu kelainan mieloproliferatif
karena sumsum tulang penderita ini menunjukkan gambaran
hiperseluler disertai adanya proliferasi pada semua garis diferensiasi
sel. Jumlah granulosit umumnya lebih dari 30.000/mm3. Walaupun
pematangannya terganggu, sebagian besar sel tetap menjadi matang
dan berfungsi. Pada 85% kasus, terdapat kelainan kromosom yang
disebut Kromosom Philadelphia. Kromosom ini merupakan suatu
translokasi dari bagian kromosom 22 yang panjang ke kromosom 9.

Diagnosis banding:

a. LGK fase kronik: leukemia mielomonositik kronik, trombositosis


esensial, leukemia neutrofilik kronik

b. LGK fase krisis blas: leukemia mieloblastik akut, sindrom


mielodisplasia

6
Pemeriksaan penunjang dari leukemia ini meliputi:

a. Hematologi rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit


menurun, lekosit antara 20-60.000/mm3. Presentasi eosinofil dan
basofil meningkat. Trombosit biasanya meningkat antara 500 –
600.000/mm3. Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus dapat
normal atau trombositopenia.

b. Apus darah tepi

Eritrosit sebagian besar normokrom normosister, sering ditemukan


adanya polikromasi eritoblas asidofil atau polikromatofil. Tampak
seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit,
presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, demikian juga
presentasi eosinofil dan atau basofil.

c. Apus sumsum tulang

Selularitas meningkat (hiperselular) akibat poliferasi dari sel-sel


leukemia, sehingga rasio mieloid eritroid meningkat. Megakariosit
juga tampak lebih banyak. Dengan pewarnaan retikulin, tampak
bahwa sumsum tulang mengalami fibrosis.

d. Karyoptik

Dahulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-banding technique),


saat ini teknik ini sudah mulai ditinggalkan dan peranannya
digantikan oleh metoda FISH (Flourescen Insitu Hybridization)
yang lebih akurat. Beberapa aberasi kromosom yang sering
ditemukan pada LGK, antara lain +8, +9, +19, +21, i(17).

Pengobatan yang ditempuh untuk mengatasi penyakit LGK salah


satunnya dengan melalui terapi. Tujuan terapi pada LGK adalah
mencapai remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi
biomolekular. Untuk mencapai remisi hematologis digunakan obat-

7
obat yang bersifat mielosupresif. Begitu tercapai remisi hematologis,
dilanjutkan dengan terapi interferon dan atau cangkok sumsum tulang.
Indikasi cangkok sumsum tulang:

a. Usia tidak lebih dari 60 tahun.

b. Ada donor yang cocok.

c. Termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal.

Obat-obat yang digunakan pada LGK antara lain:

a. Hydroxyurea (hydrea)

b. Busulfan (Myleran)

c. Imatinib mesylate (Gleevec = Glyfec)

d. Interferon alfa-2a atau interferon alfa-2b

3. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel


prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas ini berasal dari
limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini
merupakan bentuk leukemia yang paling bannyak pada anak-anak usia
di bawah umur 15 tahun dengan puncak insiden antara umur 3 atau 4
tahun. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa. Jika
tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal.

Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3 – 5


tahun setelah diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya
beberapa obat baru, maka median kelangsungan hidup pasien dapat
diperpanjang secara signifikan.

Diagnosis dan klasifikasi LLA sama berdasarkan karakteristik


morfologi yang menggunakan klasifikasi FAB. LLA selanjutnya
digolongkan berdasarkan kriteria imunologik CD yang sebelumnya
telah dibahas mengidentifikasi sel T dengan penanda CD5 dan CD&.

8
Antigen LLA yang lazim disebut cALLa sekarang disebut CD10, juga
mempunyai gambaran CD19, dan TdT, sel B membawa CD19, CD20,
CD21, dan CD22. Sel “nul” menggambarkan sel B imatur sehingga
tidak memiliki penanda CD yang mengidentifikasi (Wujcik, 2000).

Faktor-faktor di bawah ini yang memperburuk prognosis pasien


LGK adalah:

a. Pasien: usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik


seperti penurunan berat badan, demam, keringat malam.

b. Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis,


basofilia, eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif.

c. Terapi: memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi,


memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.

Pengobatan dalam jangka panjang ditempuh melalui kemoterapi


agresif yang diarahkan pada sumsum tulang, serta SSP. Program
pengobatan menggunakan kombinasi vinkristin, prednison, L-
asparaginase, siklofosfamid, dan antarsiklin seperti daunorubisin.
Karena meningen mengandung sel leukemia, kemoterapi intratekal
profilaktik (ke dalam ruang subaraknoid) juga dimasukkan untuk
mencegah relapa SSP. Transplantasi sumsum tulang harus dipikirkan
untuk orang dewasa dengan prognosis agresif, buruk untuk
memperpanjang harapan hidup bebas penyakit. Anak-anak dengan
remisi kurang dari 18 bulan harus dipikirkan untuk transplantasi
sumsum tulang (Wujcik, 2000).

4. Leukemia Limfostik Kronik (LLK)

Leukemia Limfostik Kronik (LLK) merupakan limfoproliferatif


yanng ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki. LLK dimanifestasikan oleh
proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam

9
sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat extremedular,
dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih.

Pasien dengan penyakit derajat rendah diobservasi bertahun-tahun


tanpa intervensi aktif yang diperlukan selama beberapa tahun.
Pengobatan diindikasikan bila pasien mengalami pansitopenia yang
meningkat dengan inveksi, peningkatan limfanodepati dan
organomegali, anemia dan trombositopenia akibat penggantian
sumsum tulang, dan perubahan hidup pasien. Pengobatan ditunjukkan
pada pengurangan masa limfostik sehingga membalikkan pansitopenia
dan menghilangkan rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh
pembesaran organ (Hayes, Cartney, 1998). Beberapa pasien dengan
anemia hemolitik autoimun yang secara medis tidak memberikan
respons atau trombositopenia mungkin memerlukan splenektomi.
Agen pengalkali, seperti klorambusil dan siklofosfamid, aktif pada
pengobatan LLK. Fludarabin, antimetabolit purin, diberikan 3 – 5 hari
sebagai agen tunggal, juga efektif dan dapat digabung dengan agen
aktif lainnya seperti siklofosfamis jika pasien menjadi refrakter.
Pendekatan baru terhadap pengobatan sel B seperti LLK adalah
pemakaian terapi biologi, menggunakan antibodi monoklonal terhadap
sel yang secara spesifik mengandung penanda antigenik spesifik.
Antibodi monoklonal ini mencakup rituximab (-CD20) dan campath
1H (anti CD52), keduanya memperoleh persetujuan FDA.

C. INSIDEN

Dalam kasus ini, pria terserang sedikit lebuh banyak dibanding


wanita. Leukemia granulositik atau mielositik ditemukan pada orang
dewasa semua umur. Leukemia limfostik akut lebih menyolok pada anak-
anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncaknya antara umur 2 dan 4
tahun. Leukemia granulositik atau mielositik kronik paling sering terlihat
pada orang berusia pertengahan, tetapi dapat terjadi pada tiap kelompok

10
umur. Leukemia limfositik kronik ditemukan pada individu yang lebih
tua.

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang


sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera,
maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari.
Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak
begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga
lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun.

D. ETIOLOGI

Penyebab dasar leukemia tidak diketahui dengan pasti. Tetapi


pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan dapat memainkan
peranan ini. Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden
leukemia yang lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang
terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar
monozigot (identik). Individu denngan kelainan kromosom, seperti
sindrom Down, diperkirakan memiliki insiden leukemia akut dua puluh
kali lipat.

Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi


disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat-
zat kimia (misalnya benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
antineoplastik) dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat, khususnya
agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang
diobati baik dengan radiasi atau kemoterapi. Setiap keadaan sumsum
tulang hipopastik diperkirakan merupakan predisposisi terhadap leukemia.
Agen-agen virus sudah sejak lama diidentifikasikan sebagai penyebab
leukemia pada hewan. Pada awal 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari
leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kullit

11
dan sejak itu diisolasi dari sampel serum penderita leukemia sel T (Jacobs
dan Gale, 1984).

Faktor lain yang turut berperan yaitu virus onkogenik yang


memiliki struktur antigen tertentu, predisposisi genetik yang digabungkan
dengan inisiator (mutasi) baik yang diketahui maupun tidak, abnormalitas
kromosom dan hereditas, faktor eksogen, seperti sinar X, sinar radioaktif,
hormon, bahan kimia dan infeksi, faktor endogen, seperti ras (orang
Yahudi), serta riwayat penyakit yang berkaitan dengan hematopoisis
(pembentukan sel darah), seperti penyakit Hodgkin, meiloma mutiple,
polisistemia vera, dan anemia siderobastik (Ngastiyah, 1997).

Berdasarkan sumber lainnya terdapat etiologi lain yaitu obat-obat


imunosupresif, obat karsinogenetik dan kelainan kromosom (Mastriyani,
2007).

Pengobatan terkait leukemia dapat menyebabkan timbulnya


leukemia sekunder. Leukemia sekunder terjadi setelah perawatan atas
penyakit malignasi seperti penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan
kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan
termasuk golongan imunosupresif yang juga dapat menyebabkan
kerusakan DNA.

E. PATOLOGI

Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang


menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang.
Akumulasi blast di sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsusm tulang (bone narrrow failure syndrome) yang ditandai
dengan adanya sitopenia (anemia, lekopenia dan trombositopenia).
Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus

12
yang lebih berat sesak napas, adanya trombositopenia akan menyebabkan
tanda-tanda pendarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan
pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunitis dari flora
bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu sel blast yang
yang terbentuk juga mempunyai kemampuan untuk migrasi keluar
sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kullit, tulang,
jaringan lunak, dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut
dengan segala akibatnya.

Proses terjadinya penyakit leukemia ini meliputi normalnya tulang


marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya
poliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehhingga
akan menimbukan anemia dan trombositopenia, sistem retikuloendotelial
akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh
dan mudah mengalami infeksi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada
nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang belakang yang akan
berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
peningkatan tekanan jaringan, dan adanya infiltrasi pada ekstra medular
akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri
persendian (Suriadi, 2001).

Sel-sel leukemik menyusup ke dalam sumsum tulang, mengganti


unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya timbul annemia dan dihasilkan
eritrosit dalam dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul pendarahan
akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Inflasi juga terjadi
lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit. Penyusupan sel-
selleukemik ke dalam semua organ-organ vital menimbulkan
hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati.

Sel yang beproliferasi dapat menekan produksi dan elemen di


darah yang menyusup sumsum tulang dengan berlomba-lomba untuk
menghilangkan sel normal yang berfungsi sebagai nutrisi untuk
metabolisme pada semua tipe leukemia. Tanda dan gejala dari leukemia

13
merupakan hasil dari infiltrasi sumsum tulang, dengan 3 manifestasi yaitu
anemia dan penurunan RBCs, infeksi dari neutropenia, dan pendarahan
karena produksi platelet yang menurun. Invasi sel leukemia yang
berangsur-angsur pada sumsum menimbulkan kelemahan pada tulang dan
cenderung terjadi fraktur, sehingga menimbulkan nyeri. Sistem retikulo
endotelial akan menyala dan menyebabkan gangguan tubuh serta mudah
terkena infeksi. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya
sumsum tulang dan organ infiltrasi, sistem saraf pusat, gangguan pada
nutrisi dan metabolisme, depresi pada sumsum tulang yang akan nampak
pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan
tekanan jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra meduler akan berakibat
pembesaran hati, limfe, dan nyeri persendian.

Dampak yang terjadi pada organ tubuh lainnya yaitu ginjal, hati,
dan kelenjar limfe mengalami pembesaran dan akhirnya fibrosis,
leuikemia juga berpengaruh pada SSP di mana terjadi peningkatan
tekanan intra kranial sehingga menyebabkan nyeri pada kepala, letargi,
papil edema, penurunan kesadaran dan kaku duduk (Wong, 2000).

F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia


adalah sebagai kepucatan akibat anemia, infeksi berulang akibat
penurunan sel darah putih, nyeri tulang akibat penumpukan sel-sel
sumsum tulang yang mengakibatkan peningkatan tekanan dan kematian
sel, limpadenopati, splenomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfosit tersebut, adanya penurunan BB akibat
berkurangnya nafsu makan dan peningkatan kalori oleh sel-sel neoplastik
(Price, 1999).

Tanda-tandanya meliputi kelelahan, malaise, kelemahan otot,


palpitasi, takikardi, diare, nyeri tekan, feses hitam, penurunan haluaran

14
urin, perasaan tidak berdaya, manarik diri, takut, ansietas, anoreksia,
muntah, disfagia, disorientasi, parestesia, nyeri abnormal, nafas pendek,
gangguan penglihatan, pendarahan spontan, demam, infeksi, kemerahan,
purpura, dan pembesaran pada nodus limfe (Mastriyani, 2007).

15
PENUTUP

Leukemia merupakan penyakit yang menyerang sel darah putih dan


tergolong sebagai kanker darah yang berbahaya. Gejala yang ditimbulkan pada
pasien berupa penurunan imunitas pada pasien dan ditampakkan pada
ketidaknormalan fungsi tubuh karena terganggunya imunitas. Pengobatan yang
dapat diusahakan dalam penyakit ini diantaranya dengan memberikan jenis-jenis
obat tertentu, terapi, dan cangkok atau transplantasi sumsum tulang belakang.

Beberapa teknik pemeriksaan dan pengobatan terus berkembang seiring


dengan majunya teknologi. Meskipun demikian data statistik hasil penelitian
masih menunjukkan tingginya resiko kematian akibat penyakit ini. Upaya
pencegahan pun dapat dilakukan dengan meminimalisir faktor-faktor penyebab
yang datang dari luar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Penyakit Kanker di Indonesia. Tersedia dalam:


http://www.pasienkanker.my.id/2015/12/penyakit-kanker-di-indonesia.html

Anonim, tanpa tahun. KTI Leukemia. Tersedia dalam:


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-novianariz-5138-
2-bab2.pdf (diakses tanggal 28 Februari 2018)

Arif, S. A., dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Leukemia. Tersedia dalam:


https://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/19/leukemia-2/ (diakses
tanggal 28 Februari 2018)

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Setiati, Siti. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing: Jakarta

Wikipedia. 2018. Leukemia. Tersedia dalam:


https://id.wikipedia.org/wiki/Leukemia

17

Anda mungkin juga menyukai