DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
ALFIN KHASANAH (1604020009)
AULYA ELRIVA S (1604020016)
MARIZHA FEBRIYANA (1604020023)
TUJUAN
Mengetahui pengertian dari syirik.
Mngetahui makna dari sarana syirik.
Mengetahui macam-macam syirik dan pengertiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Syirik
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan yang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.
Diriwayatkan dariAbu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda :
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau
mengulanginya tiga kali.) Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Ra-sulullah.”
Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” -Ketika itu beliau
bersandar lalu beliau duduk tegak seraya bersabda:- “Dan ingatlah, (yang ketiga) perkataan
dusta!” Perawi berkata: “Beliau terus meng-ulanginya hingga kami berharap beliau diam.”
Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan kezhaliman yang
paling besar, karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta). Orang yang melakukan
perbuatan syirik disebut musyrik.
Sarana Syirik
Sarana syrik terbagi menjadi dua kata “sarana” dan “syirik”. Sarana yang dalam bahasa
Arabnya wasilah adalah sesuatu yang mengantar kepada sesuatu yang lain. Sedangkan syirik
berarti sesuatu perbuatan yang mempersekutukan Allah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sarana
syirik merupakan sesuatu yang dapat menghantarkan kepada sesuatu yang menjadikan kita
melakukan hal-hal yang melenceng dari ajaran agama atau menjadikan kita mempersekutukan
Allah.
Berdoa kepada Allah, baik dalam bentuk doa permohonan seperti meminta sesuatu dan
meminta diselamatkan dari bahaya: atau doa ibadah seperti rasa tunduk dan pasrah di hadapan
Allah, kesemuanya itu tidak boleh dialamatkan kepada selain Allah. Memalingkannya dari Allah
adalah syirik dalam berdoa. Allah berfirman:
Allah menjelaskan dalam ayat di atas ganjaran bagi orang yang enggan berdoa kepada-Nya,
bisa jadi dengan berdoa kepada selain-Nya atau dengan tidak mau berdoa kepada-Nya secara
global dan rinci, karena takkbur atau sikap ujub, meski tak sampai berdoa kepada selain-Nya.
Allah juga berfirman:
Dalam ayat ini Allah memerintahkan berdoa kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya. Allah
berfirman menceritakan ucapan Ahli Neraka:
"Demi Allah, sungguh kami dahulu (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata; tatkala kami
menyamakan kalian dengan Rabb sekalian makhluk."
Segala bentuk penyamaan Allah dengan selain-Nya dalam ibadah dan ketaatan, maka itu adalah
perbuatan syirik terhadap-Nya. Allah berfirman:
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain
Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari
(memperhatikan) do'a mereka. " (QS. Al-Ahqaaf : 5)
Allah menganggap orang yang berdoa kepada selain-Nya, berarti telah mengambil sesembahan
selain-Nya pula. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun
setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau
mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.Dan di hari kiamat
mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan
kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.(QS. Faatir : 13-14)
Allah menjelaskan dalam ayat ini, bahwa Dia-lah yang Maha Berkuasa dan Mampu mengurus
segala sesuatu, bukan selain-Nya. Bahwasanya para sesembahan itu tidak dapat mendengar
doa, apalagi untuk mengabulkan doa tersebut. Kalaupun dimisalkan mereka dapat mendengar,
merekapun tidak akan mampu mengabulkannya, karena mereka tidak memiliki kemampuan
untuk memberi manfaat atau memberi mudharrat, dan tidak memiliki kemampuan atas hal itu.
Sesungguhnya kaum musyrikin Arab di mana Rasulullah Shallalhu 'Alaihi Wassalam diutus,
mereka menjadi orang-orang kafir karena kemusyrikan mereka dalam berdoa. Karena mereka
juga berdoa kepada Allah dengan tulus ketika mendapatkan kesulitan. Kemudian mereka
menjadi kafir kepada Allah di kala senang dan mendapatkan kenikmatan dengan cara berdoa
kepada selain-Nya. Allah berfirman:
"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali
Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah
selalu tidak berterima kasih."
Allah juga berfirman:
"Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-
orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya,
datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka
yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan
mengikhlaskan keta'atannya". (QS.Yunus : 22)
Kemusyrikan sebagian orang pada masa sekarang ini bahkan sudah melampaui kemusyrikan
orang-orang terdahulu. Karena mereka memalingkan berbagai bentuk ibadah kepada selain
Allah seperti doa, meminta keselamatan dan sejenisnya hingga pada saat terjepit sekalipun. Laa
haula walaa quwwata illa billah. Kita memohon keselamatan dan keberuntungan kepada Allah.
Kesimpulan : untuk membantah yang dituturkan oleh teman Anda itu bahwa meminta sesuatu
kepada mayyit adalah syirik. Bahkan meminta kepada orang hidup dalam batas yang hanya
mampu dilakukan olehnya-pun juga termasuk syirik.
Dari Aisyah r.a. berkata : Rasulullah SAW berkata di saat sakitnya yang beliau tidak pernah
bangun lagi dari padanya : “Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani disebabkan mereka
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid.” Kalau bukan karena itu tentulah
kuburan Rasulullah SAW ditonjolkan, tapi beliau takut akan hal itu atau takut dijadikan sebagai
mesjid. (HR. Bukhari dan Muslim).
Para ulama berkata : Sesungguhnya Nabi saw melarang untuk menjadikan kuburannya dan
kuburan orang lain sebagai masjid karena beliau khawatir lahirnya sikap berlebih-lebihan dalam
mengagungkannya dan timbulnya fitnah karenanya, yang barangkali hal itu akan membawa
pada kekufuran sebagaimana yang terjadi pada umat-umat terdahulu.
3.Sikap Ghuluw (berlebih-lebihan) Terhadap Orang Shaleh
Di antara yang dilarang Islam adalah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang shaleh.
Oleh karena itu Allah berfirman menginatkan Ahli Kitab :
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah
kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. (QS. An-Nisa’:171)
يل
ِ س ِب َ ضلُّوا
َ ع ْن
َّ س َواءِ ال ً ضلُّوا َكث
َ ِيرا َو َ َ ضلُّوا مِ ْن قَ ْب ُل َوأ ِ غي َْر ْال َح
َ ق َو ََل تَت َّ ِبعُوا أ َ ْه َوا َء قَ ْو ٍم قَ ْد ِ قُ ْل يَا أ َ ْه َل ْال ِكت َا
َ ب ََل ت َ ْغلُوا فِي دِينِكُ ْم
(77:)المائدة
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara
tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah
sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS. Al-Maidah:77)
Syirik yang pertama sekali terjadi dipermukaan bumi adalah-yaitu syirik kaum Nabi Nuh-
disebabkan sikap berlebih-lebihan terhadap orang shalih. Dalam shahih Bukhari diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ttg tuhan mereka Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq, dan Nasr :
Dari Ibnu Abbas ra : Berhala-berhala yang dulu disembah oleh kaum Nabi Nuh adalah berhala-
berhala yang kemudian disembah oleh orang-orang Arab sesudahnya. Adapun Wadd adalah
behala suku Kalb di Daumatul Jandal, Suwa’ adalah berhala suku Hudzail, Yaguts adalah
berhala suku Murad kemudian Bani Ghuthaif di Jauf di Saba’, Ya’uq adalah berhala suku
Hamdan, Nasr adalah berhala suku Himyar keluarga Dzil Kila’. (Dikatakan mereka itu) adalah
nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Setelah mereka meninggal dunia, setan
membisikkan kepada kaumnya untuk membuat patung di tempat dulu mereka duduk dan
memberikan nama patung-patung itu dengan nama mereka. Lalu kaum nabi Nuh itu
melakukannya, patung-patung itubelum disembah. Baru setelah mereka meninggal dunia dan
lenyaplah pengetahuan tentang patung-patung itu, patung-patung itu disembah.
Sebagian Ulama Salaf berkata : Ketika orang-orang shalih itu meninggal, mereka (pengikutnya)
berdiam diri di kuburan mereka, kemudian membuat patung mereka. Setelah berlalu waktu yang
panjang, mereka menyembahnya.
Dari sinilah bahwa sikap ghuluw sebagian umat Islam terhadap orang-orang yang mereka yakini
orang shalih dan wali –khususnya kuburan-kuburan yang mereka ziarahi- akan membawa pada
beberapa bentuk kemusyrikan, seperti nadzar, berkurban, memohon pertolongan pada mereka
dan semacamnya. Dan bisa jadi akan membwa pada syirik besar, yaitu keyakinan bahwa
mereka mempunyai kekuasaan dan pengaruh di alam ini, sehingga mereka menyembah selain
Allah atau menyembah mereka bersama menyembah Allah.
Artinya :“Sesunguhnya kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (yang berseru) sembahlah
Allah dan tinggalkan thaghut itu.” (An Nahl : 36).
Ath Thabari mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah orang yang melukis sesuatu yang
disembah selain Allah sedang dia mengetahui dan sengaja. Dengan demikian menjadi kafir.
Adapun orang yang melukis dengan tidak bermaksud seperti itu maka dia telah melakukan dosa
dengan sebab menggambar itu saja.” Hal yang hampir sama adalah orang yang menggambar
sesuatu yang tidak disembah, tetapi bermaksud menandingi ciptaan Allah, yakni dia
beranggapan bahwa dia dapat membuat dan menciptakan model terbaru sebagaimana Allah
swt. Maka dengan tujuan seperti ini berarti dia telah keluar dari tujuan agama tauhid.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang
jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam
atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan
merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan
menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan
keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, artinya: "Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-
pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di
antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim". (QS. 5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai
Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari
besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu
terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia
telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman
Allah, artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya
ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan
himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan
perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan
mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah
/diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba
olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam
rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru
(masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai
babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad
nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah
batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari
yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini
menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati
mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat
terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi
ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya
(dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia
telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan
mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini
lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar,
pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran
agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan
yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas
kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka
Allah".
Hukum Ikut Merayakan Pesta, Walimah, Hari Bahagia atau Hari Duka Mereka Dengan Hal-hal
yang Mubah serta Ber-ta’ziyah pada Musibah Mereka.
Tidak boleh memberi ucapan selamat (tahni’ah) atau ucapan bela-sungkawa (ta’ziyah) kepada
mereka, karena hal itu berarti memberikan wala’ dan mahabbah kepada mereka. Juga
dikarenakan hal tersebut mengandung arti pengagungan (penghormatan) terhadap mereka.
Maka hal itu diharamkan berdasarkan larangan-larangan ini. Sebagaimana haram mengucapkan
salam terlebih dahulu atau membuka jalan bagi mereka. Ibnul Qayyim berkata, “Hendaklah
berhati-hati jangan sampai ter-jerumus sebagaimana orang-orang bodoh, ke dalam ucapan-
ucapan yang menunjukkan ridha mereka terhadap agamanya. Seperti ucapan mereka, “Semoga
Allah membahagiakan kamu dengan agamamu”, atau “memberkatimu dalam agamamu”, atau
berkata, “Semoga Allah memuliakanmu”.
Kecuali jika berkata, “Semoga Allah memuliakanmu dengan Islam”, atau yang senada dengan
itu. Itu semua tahni’ah dengan perkara-perkara umum. Tetapi jika tahni’ah dengan syi’ar-syi’ar
kufur yang khusus milik mereka seperti hari raya dan puasa mereka, dengan mengatakan,
“Selamat hari raya Natal” umpamanya atau “Berbahagialah dengan hari raya ini” atau yang
senada dengan itu, maka jika yang mengucapkannya selamat dari kekufuran, dia tidak lepas dari
maksiat dan keharaman.
Sebab itu sama halnya dengan memberikan ucapan selamat terhadap sujud mereka kepada
salib; bah-kan di sisi Allah hal itu lebih dimurkai daripada memberikan selamat atas perbuatan
meminum khamr, membunuh orang atau berzina atau yang sebangsanya.
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam
hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat
Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin
lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah
14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu
dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan yang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Dalam praktiknya suatu perbuatan syirik
dilakukan dengan berbagai macam sarana. Sarana yang dalam bahasa arabnya wasilah adalah
suatu yang mengantar kepada sesuatu yang lain. Dalam syariat islam, sarana memiliki hukum
yang sama dengan sesuatu kemana sarana itu mengantar. Sarana syirik terbagi menjadi enam
macam, diantaranya adalah Bertawassul kepada Allah dengan hal-hal yang tidak disukai dan
tidak diridhainya, berupa ucapan, perbuatan dan keyakinan, kuburan sebagai masjid, sikap
ghuluw terhadap orang saleh adalah sikap yang berlebih-lebihan terhadap orang shaleh, kultus
individu dan benda artinya penghormatan secara berlebih-lebihan, patung dan gambar, hari raya
dan pesta-pesta yang bid’ah
DAFTAR PUSTAKA
M. Thalib. 1994. 100 Karakter Syirik dan Jahiliah. Solo : Ramadhani.
Martin Richard C. 2002. Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Subhani, Syaikh Ja’far. 1998. Tauhid dan Syirik : Studi Kritis Faham Wahabi. Bandung : Mizan
Wahhab, Muhammad Bin Abdul. 2000. Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.