Anda di halaman 1dari 15

Tanggal, 18 Oktober 2018

EFEKTIFITAS CUCI TANGAN


Acara 1

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI I

DISUSUN OLEH:
NAMA : JANATIN NUR ARIPIN
NIM : 1711050028

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK D4


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebiasaan yang baik maupun yang buruk, biasanya terjadi tanpa disadari oleh yang
memiliki kebiasaan itu. Hal ini disebabkan karena kebiasaan merupakan hal yang
terbentuk dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga kebiasaan tersebut seolah-olah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari orang yang memilikinya. Contoh kebiasaan
negatif (buruk) misalnya, meludah atau membuang sampah di sembarang tempat,
menggigit-gigit jari atau benda dan sebagainya. Contoh kebiasaan yang positif (baik)
misalnya, teliti dalam memilih sesuatu, selalu tepat dalam waktunya (tidur, bangun pagi,
berangkat ke sekolah atau berolah raga secara teratur). Kebiasaan yang telah terbentuk
dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sangat sukar diubah.
Membiasakan hidup bersih sehat pada kehidupan sehari-hari diantaranya adalah
mencuci tangan. Mencuci tangan yang benar pada saat sebelum makan atau minum,
sebelum menyiapkan atau memegang makanan, setelah buang air besar yang dapat
mencegah penularan penyakit. Mencuci tangan dengna air bersih dan sabun dapat
mematikan kuman yang melekat pada tangan. Hal ini membantu mencegah masuknya
kuman ke dalam mulut anak. Anak-anak sering sekali mempunyai kebiasaan
memasukkan jari tangan ke mulut. Oleh karena itu sangat penting mencuci tangan anak
sebelum makan dan setelah buang air besar guna mencegah penyebaran penyakit.
Tangan merupakan salah satu jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam
tubuh karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung
dengan mata, hidung dan mulut.1 Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen
telah disadari sejak tahun 1840-an. Sejak itu banyak penelitian yang memastikan bahwa
dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah memeriksa
pasien dapat mengurangi angka infeksi di rumah sakit.

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui perbedaan antara resitental flora dan transient flora yang ditemukan pada
permukaan kulit.
2. Mengetahui pengaruh cuci tangan dalam menurunkan jumlah bakteri pada kulit.
3. Mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan sabun tunggal saja dengan penggunaan
sabun tunggal yang diikuti dengan proses penggospkan/penyikatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kedua belah
tangan dengan memakai sabundan air. Cuci tangan merupakan tindakan paling penting dalam
mencegah kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang) (Hidayat &
Uliyah 2004)
Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari
permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan dengan sabun
biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun anti mikrobial (Pereira,
Lee dan Wade, 1990).
Kebersihan tangan juga diperlukan bagi petugas kesehatan dalam merawat pasien .
Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit oleh karena itu sangat penting untuk
diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang
sangat efektif untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA, dan
flu burung. Penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diputus hanya dengan perilaku cuci tangan
pakai sabun atau antiseptik yang merupakan perilaku sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu
menggunakan banyak waktu dan biaya. (Murray et al, 2005)
Di negara maju seperti Amerika infeksi nosokomial menjangkit 2 juta pasien dan
mengakibatkan kerugian sekitar US$ 4,5 – 5,7 miliar serta mengakibatkan 90.000 orang
meninggal dunia setiap tahunnya . Stafilokokus merupakan bakteri yang hidup sebagai
mikroflora normal di permukaan tangan namun berpotensi patogenik.Cuci tangan dinilai sebagai
metode sanitasi yang efektif menurunkan kejadian infeksi silang akibat stafilokokus. Efektivitas
prosedur cuci tangan oleh perawat perlu menjadi indikator pemutusan transmisi infeksi
nosokomial. (Indah.2010)
Infeksi nosokomial menurut World Health Organization (WHO) adalah infeksi yang
tampak pada pasien ketika dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut
tidak menunjukkan gejala infeksi saat masuk rumah sakit. Infeksi nosokomial yang dimaksudkan
ini termasuk juga adanya tanda-tanda infeksi setelah pasien keluar dari rumah sakit (Ducel et al.,
2002).
Infeksi nosokomial sampai saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka
kematian (mortality) dan angka kesakitan (morbidity) di rumah sakit, sehingga dapat menjadi
masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Angka kejadian
infeksi nosokomial yang tercatat di beberapa negara adalah 3.3%-9.2%, dapat diartikan bahwa
besar kemungkinan penderita yang dirawat di rumah sakit dapat tertular infeksi nosokomial
(Darmadi, 2008).
Menteri kesehatan dr. Endang Rahayu mengemukakan bahwa Infeksi nosokomial yang
dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) dapat terjadi melalui penularan dari
pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga
maupun dari petugas kepada pasien. Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi ialah hand hygiene (kebersihan tangan), karena kegagalan
dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi nosokomial dan dapat
mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan.
Menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan adalah metode paling praktis dan efektif
dalam pencegahan infeksi nosokomial (Depkes RI, 2008).
Ada banyak penyakit yang bisa bersarang dalam tubuh bila lupa mencuci tangan, seperti
bisul, jerawat, tifus, leptospirosis, jamur, polio, disentri, diare, kolera, cacingan, hepatitis A,
SARS hingga flu burung. Penyakit-penyakit ini dengan mudah memasuki tubuh lewat tangan
yang tercemar kuman, virus dan parasit. Kuman berpindah saat memegang pintu, menekan
tombol lift, bersalaman, memegang uang, kursi atau barang apa saja tangan yang tercemar akan
masuk ke tubuh melalui makanan yang kita pegang. Jadi tangan menjadi perantara penyebaran
kuman dari kotoran atau tinja ke mulut.Banyak cara untuk membersihkan tangan, seperti
mencuci tangan dengan menggunakan sabun cuci tangan batangan atau sabun cuci tangan cair,
tisu basah, alkohol dan dengan handsanitaizer. Salah satu cara yang paling sederhana dan paling
umum dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan adalah dengan mencuci tangan memakai
sabun. (Depkes RI. 2007)

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada saat praktikum adalah bunsen, sepidol marker, sikat cuci
tangan, colony counter dan stopwatch.
Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah medium Nutrient Agar cawan,
cotton bud steril, sabun cair, handsanitaizer dan aquades steril.
3.2 METODE
1. Percobaan ke-1
a. Setiap kelompok menunjuk 1 (satu) mahasiswa untuk menjadi sukarelawan yang
nantinya akan melakukan cuci tangan. Syaratnya, mahasiswa tersebut tidak/belum
melakukan cuci tangan ketika masuk ke dalam lab.
b. Setiap kelompok disediakan 4 (empat) medium NA cawan yang masing-masing cawan
telah diberi garis tengah di bagian bawah dan diberi kode seperti gambar 1.1 dibawah
ini:

R1 R2 R3 R4 L1L2 L3 L4

Air Air Sabun Sabun

R2

L2
c. Meja kerja disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% dan dikeringkan (dilap)
menggunakan tisu
d. Memasukkan/merendam 1 cotton bud steril (1 ujung) ke dalam akuades steril pertama
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
 Meletakkan bunsen di meja kerja dan menyalakan apinya
 Membuka/menyobek kemasan cotton bud steril dan mengeluarkan 1 cotton bud
dengan cara memegang salah satu ujung cotton bud menggunakan tangan kanan
 Mengambil 1 tabung reaksi berisi akuades steril dan membuka sumbat tabung
menggunakan sela-sela jari tangan kanan (sumbat tabung jangan diletakkan di
meja kerja)
 Memanaskan mulut tabung reaksi dengan lidah api bunsen dalam hitungan detik
(10-30 detik) kemudian keluarkan dari api tetapi tetap di dekat api bunsen
beberapa saat (1 menit)
 Memasukkan ujung cotton bud steril ke dalam tabung dan putar-putar cotton
budnya agar akuades terserap merata
 Cotton bud ditarik ke atas dan tekan-tekan bagian ujungnya ke sisi bagian dalam
tabung reaksi
 Mengeluarkan cotton bud dari tabung reaksi dan langsung digunakan untuk
diswab/dioleskan pada permukaan ibu jari tangan kanan
e. Cotton bud digoreskan/di-streak pada permukaan medium NA cawan di bagian yang
telah ditulis dengan code R1.
f. Mahasiswa yang ditunjuk mencuci tangan menggunakan air saja (tanpa sabun) dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
 Mencuci seluruh bagian tangan kanan dan gosok-gosok bagian jempol sampai jari
telunjuk selama 1 menit
 Mendiamkan sesaat (1-2 menit) agar air yang menempel pada tangan tidak
menetes berlebihan
 Mengambil 1 cotton bud steril kering (tanpa direndam akuades steril) dan
mengoleskan/di-swab pada permukaan jempol tangan kanan
 Cotton bud digoreskan/di-streak pada permukaan medium NA cawan di bagian
yang telah ditulisi dengan code R2
g. Melakukan langkah point (f)di atas dengan waktu pencucian yang lebih lama yaitu 3
menit dan 5 menit, kemudian di-swab menggunakan cotton bud steril kering dan
diinokulasikan (digoreskan/di-streak) pada permukaan medium NA cawan dengan
code R3 (untuk 3 menit) dan R4 (untuk 5 menit). Cotton bud hanya dipake 1 (satu)
kali saja.
h. Melakukan langkah point (d-g) seperti diatas tetapi tangan yang digunakan adalah
tangan kiri dan cairan yang digunakan adalah air sabun.
i. Melakukan inkubasi medium NA cawan tersebut selama 24-48 jam pada suhu 37oC
dengan posisi terbalik.
2. Percobaan ke-2
Mengamati dan mencatat flora normal (bakteri) yang tumbuh pada masing-masing
medium NA cawan dan melakukan penentuan hasil menggunakan dua metode berikut:
a. Pengamatan Makroskopis
Mengamati ada tidaknya pertumbuhan flora normal (bakteri) pada permukaan
medium NA cawan pada tiap-tiap bagian yang telah dikode dan masukkan datanya.
b. Persentase Reduksi Pertumbuhan
Menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada masing-masing bagian dari medium
NA cawan menggunakan alat colony counter dengan ketentuan apabila jumlah koloni
lebih dari 300, maka dituliskan TNTC atau TBUD, tetapi apabila jumlah koloni kurang
dari 30, maka dituliskan TFTC atau TSUD
Menghitung persentase penurunan pertumbuhan untuk bagian R2,R3,R4 dan L2,L3,
dan L4
berdasarkan data
Persentase Reduksi = [koloni (bagian 1)-koloni (bagian x)] / koloni
bagian pertama (R1
(bagian 1)
dan L1)
menggunakan
rumus:

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGAMATAN
Perlakuan Waktu Jumlah % Reduksi Gambar
(menit) koloni

0 TBUD -
>300

R1

Air Tangan
Kanan

R2 1 TBUD 0
>300
R3 3 51 83%

R4 5 36 88%

0 153 49%

L1

1 74 76%

L2
Air Sabun
Tangan
Kiri

3 26 92%

L3

5 42 86%

L4

Flora normal atau mikrobiota adalah kumpulan mikroorganisme yang umum ditemukan
secara alamiah pada orang sehat dan hidup rukun berdampingan dalam hubungan yang
seimbang dengan host-nya (inangnya). Mikroba tidak hanya terdapat dalam lingkungan saja,
tetapi juga di dalam tubuh manusia dan umumnya tidak merugikan, mikroba inilah yang disebut
flora normal. Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat
digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous)
Mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh tertentu dan pada
usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun jumlahnya,
jika ada perubahan akan kembali seperti semula. Flora normal/tetap yang terdapat pada tubuh
merupakan organisme komensal. Flora normal yang lainnya bersifat mutualisme. Flora normal
ini akan mendapatkan makanan dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia, dan
tubuh memperoleh vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal. Mikroorganisme ini
umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari lingkungannya. Contohnya
: Streptococcus viridans, S. faecalis, Pityrosporum ovale, Candida albicans.
2. Mikroorganisme sementara (transient flora)
Mikroorganisme nonpatogen atau potensial patogen yang berada di kulit dan selaput
lendir/mukosa selama kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu. Keberadaan
mikroorganisme ini ada secara tiba-tiba (tidak tetap) dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan, tidak menimbulkan penyakit dan tidak menetap. Flora sementara biasanya sedikit
asalkan flora tetap masih utuh, jika flora tetap berubah, maka flora normal akan melakukan
kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit.

Flora Normal Dalam Tubuh Manusia


Dalam tubuh manusia banyak terdapat mikroba, mikroba dapat kita jumpai pada rongga
mulut, kulit, wajah, telinga, hidung, usus halus, dan anggota tubuh lainnya.
1. Hidung
Flora utama hidung terdiri dari korinebakteria, stafilokokus (S.epidermidis, S.
aureus)dan streptokokus. Didalam hulu kerongkongan hidung, dapat juga dijumpai
bakteriBranhamella catarrhalis (suatu kokus gram negatif) dan Haemophilus influenzae (suatu
batang gram negatif). Stafilokokus Epidermidis hidup pada daerah yang bersuhu 370 C, pH 5-7,
berperan dalam menyaring udara, bersifat aerob.
2. Mulut
Adanya makanan terlarut secara konstan dan juga partikel-partikel kecil makanan membuat
mulut merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikrobiota mulut atau rongga
mulut sangat beragam; banyak bergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu.
Diperolehnya mikrobiota mulut. Pada waktu lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan
suatu inkubator yang steril, hangat, dan lembap yang mengandung sebagai substansi nutrisi. Air
liur terdiri dari air, asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan senyawa-senyawa anorganik.
Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta kompleks yang dapat dipergunakan sebagai
sumber nutrien bagi mikroba pada berbagai situs di dalam mulut.

3. Usus kecil bagian atas (atau usus dua belas jari)


Mengandung beberapa bakteri. Di antara yang ada, sebagian besar adalah kokus dan basilus
gram positif. Di dalam jejunum atau usus halus kosong (bagian kedua usus kecil, di antara usus
dua belas jari dan ileum atau usus halus gelung) kadang kala dijumpai spesies-
spesies Enterokokus, Laktobasilus, dan Difteroid. Khamir Candida albicans dapat juga dijumpai
pada bagian usus kecil ini.
4. Usus besar
Usus besar mengandung populasi mikroba yang terbanyak. Diperkirakan jumlah
mikroorganisme di dalam spesimen tinja adalah ± 1012-13 organisme per gram. meliputi bakteri
anaerob : Bacteroides sp, Clostridium sp dan Lactobacillus. Dan anerob fakultatif ( E.coli). Di
dalam tubuh manusia, kolon atau usus besar, mengandung populasi mikroba yang terbanyak.
Telah diperkirakan bahwa jumlah mikroorganisme di dalam spesimen tinja adalah kurang lebih
1012 organisme per gram. Basilus gram negatif anaerobik yang ada meliputi
spesies Bacteroides (B. fragilis, B. melaninogenicus, B. oralis) dan Fusobacterium. Basilus gram
positif diwakili oleh spesies-spesies Clostridium(serta spesies-spesies Lactobacillus.Flora
saluran pencernaan berperan dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen empedu dan asam
empedu, absorpsi zat makanan serta antagonis mikroba patogen. Bacteroides fragilis
5. Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda, tetapi
kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya.
Kebanyakan bakteri kulit di jumpai pada epitelium yang seakan-akan bersisik (lapisan luar
epidermis), membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati. Kebanyakan bakteri ini adalah
spesies Staphylococcus (kebanyakan S. epidermidis dan S. aureus) dan sianobakteri aerobik, atau
difteroid. Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri anaerobik lipofilik,
seperti Propionibacterium acnes, penyebab jerawat. Jumlahnya tidak dipengaruhi oleh
pencucian. Staphylococcus. Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit tidak mampu
bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Sebagai contoh, kelenjar
keringat mengekskresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri.
Kelenjar lemak mengekskresikan lipid yang kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian oleh
beberapa bakteri; asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-bakteri
lain. Flora normal di kulit dan mukosa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
– Flora menetap (residents flora)
– Flora sementara (trancients flora)

Hand sanitizer mengandung alkohol jenis ethyl alcohol yang berfungsi layaknya antiseptik.
Menurut penelitian, kuman di tangan lebih efektif dibasmi dengan hand sanitizer yang memiliki
kandungan alkohol sebesar 60-95%.Meski memiliki kandungan yang bisa membantu membasmi
kuman, Anda tidak direkomendasikan menggunakan hand sanitizer jika kondisi tangan sangat
kotor dan berminyak, seperti usai makan, berkebun, atau berolahraga. Ada kemungkinan hand
sanitizer tidak dapat bekerja maksimal pada tangan yang terlalu kotor.
Mencuci tangan memakai air dan sabun dengan cara menggosoknya selama 30 detik sangat
diutamakan atau lebih efektif untuk kondisi tangan yang sangat kotor. Karena bisa
menggunakan hand sanitizer setelah tangan dicuci bersih dengan menggunakan air dan sabun
untuk memastikan kuman di tangan benar-benar hilang.
Disarankan untuk menggunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60% agar
efektif membasmi kuman. Produk hand sanitizer non alkohol kemungkinan tidak akan efektif
mengusir beberapa jenis kuman tertentu, bahkan dapat membuat kuman kebal terhadap zat yang
ada pada hand sanitizer, dan mungkin bisa menimbulkan iritasi pada kulit.

Kandungan Hand sanitizer:Memiliki berbagai macam zat yang terkandung. Secara umumhand
sanitizer mengandung: alkohol 60-95%, benzalkonium
chloride, benzethonium chloride, chlorhexidine, gluconatee, chloroxylenolf,clofucarbang,
hexachloropheneh, hexylresocarcinol, iodine.Menurut CDC (Center for Disease Control)
handsanitizer terbagi menjadi dua yaitu mengandung alkohol dan tidakmengandung alkohol.
Hand sanitizer dengan kandungan alcoholantara 60- 95 % memiliki efek anti mikroba yang baik
dibandingkandengan tanpa kandungan alkohol
Kandungan aktif yang sering ditemukan pada hand
santizerdipasaran adalah 62% etil alcohol. (Liu, 2010) Kandungan tersebut bermanfaat dalam me
mbunuh bakteri. Dalam penelitian yangdilakukan oleh Liu et al, menyatakan bahwa efektivitas
dari suatuhand sanitizer ditentukan oleh berbagai faktor seperti, jenis antisepticyang kita
gunakan dan banyaknya, metode penelitian dan targetorganisme

Kebersihan tangan juga diperlukan bagi petugas kesehatan dalam merawat pasien . Tangan
merupakan pembawa utama kuman penyakit oleh karena itu sangat penting untuk diketahui dan
diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif
untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA, dan flu burung.
Penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diputus hanya dengan perilaku cuci tangan pakai sabun
atau antiseptik yang merupakan perilaku sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu menggunakan
banyak waktu dan biaya.
Infeksi nosokomial menurut World Health Organization (WHO) adalah infeksi yang tampak
pada pasien ketika dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak
menunjukkan gejala infeksi saat masuk rumah sakit. Infeksi nosokomial yang dimaksudkan ini
termasuk juga adanya tanda-tanda infeksi setelah pasien keluar dari rumah sakit (Ducel et al.,
2002).
Infeksi nosokomial sampai saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka
kematian (mortality) dan angka kesakitan (morbidity) di rumah sakit, sehingga dapat menjadi
masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Angka kejadian
infeksi nosokomial yang tercatat di beberapa negara adalah 3.3%-9.2%, dapat diartikan bahwa
besar kemungkinan penderita yang dirawat di rumah sakit dapat tertular infeksi nosokomial

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan berupa point dan menjawab tujuan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika Dan Pengendaliannya. Jakarta: Penerbit


Salemba Medika.

Dep Kes RI; 2007. Pusat Promosi Kesehatan. Rumah tangga sehat dengan perilaku hidup bersih
dan sehat. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Ducel G, Fabry J, Nicolle L. 2002. Prevention of hospital-acquired infections World Health


Organization A practical guide 2nd ed. Geneva: World Health Organization Department of
Communicable Disease, Surveillance and Response.

Hidayat A,A. & Uliyah M. 2004. Buku Saku Praktikum KeButuhan Dasar Manusia. Egc.
Jakarta.

Murray P.R, Ellen Jo Baron, et al. 2005. Sterilization, Decontamination & Disinfection
Procedurs of Microbiology Laboratory in manual of Clinical microbiology. Washington: ASM
Press.

Indan, Entjang. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit Alumni.

Anda mungkin juga menyukai