Ucapan puji syukur Alhamdulillah atas limpahan rahmat kepada kita, sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok mata kuliah “KMB” semester 3 tingkat 2 dengan
baik. Terimakasih juga kami ucapkan pada dosen Pembimbing atas supportnya dalam penulisan
makalah.
Dalam makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak yang perlu kami pelajari untuk
kedepannya lebih baik. Semoga pembaca bisa memberi saran dan kritik yang membangun untuk
makalah kami.
1
Daftar isi
Kata pengantar.............................................................................................1
Daftar isi.......................................................................................................2
BAB 1 Pendahuluan
Latar Belakang.................................................................................3
Rumusan Masalah............................................................................3
Tujuan..............................................................................................3
BAB II Pembahasan
Kesimpulan ...................................................................................19
Saran .............................................................................................19
Daftar pustaka ...............................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Komponen utama sel darah merah adalah hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen
dan sebagian kecil karbondioksida dan mempertahankan pH normal
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Jika
ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang
dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat
yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia".
jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap
awal polisitemia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari polisitemia?
2. Bagaimana gejala polisitemia?
3. Apa penyebab polisitemia?
4. Apa komplikasi polisitemia?
5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia?
6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu
Polisitemia
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui pengertian polisitemia.
b) Untuk mengetahui penyebab polisitemia.
c) Untuk mengetahui patofisiologi polisitemia
d) Untuk mengetahui manifestasi klinik polisitemia
e) Untuk mengetahui evaluasi diagnostic polisitemia
f) Untuk mengetahui bagaimana penata laksanaan polisitemia
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 ANATOMI
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit
terbentuk di dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang oleh
hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa. Semakin
bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin turun.
Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum
tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit, megakariosit (pembentuk keping
darah). Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan
dihancurkan dalam sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati.
2.3 ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak
diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan
genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah
merah.
2. Polisitemia sekunder
polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau
kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis
(kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru
parah, dan penyakit jantung.
5
Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah
yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
2.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem
cells) pada sumsum tulang.Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal
terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin.
Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan
mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang
berperan dalam produksi darah.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk eritrosit, leukosit, dan platelet.
Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan
pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan
sel darah merah dan tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh
vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan
terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk hematopoietik adalah
sebagai berikut:
1. tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik
2. adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel induk
hematopoietik normal.
3. Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3
GMCSF dan sistem cell faktor.
perjalanan klinis polisitemia yaitu :
Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit
yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara
teratur untuk menggendalikan viskositas darah dalam batasan normal.
Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode
panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis
6
dan leokositosis biasanya menetap.
Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis
menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi
metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi
trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%.
Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15
tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan.
Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat
5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat
sitostatik seperti klorambusil
7
2.5 PATHWAY
8
9
10
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang
bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis
sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.
Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia jaringan serta manifestasi
susunan saraf pusat berupa sakit kepala, dizziness, vertigo, stroke, tinitus, dan gangguan
penglihatan berupa pandangan kabur, skotoma, dan diplopia.
2. Manifestasi kardiovaskular :
Angina pectoris dan klaudikasio intermiten.
11
3. Manifestasi perdarahan (terjadi pada 10-30% kasus) : Epistaksis, ekimosis, dan perdarahan
gastrointestinal.
4. Thrombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli (terjadi pada 30-50% pasien)
2.8 PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis vena
dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Prinsip terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda.
12
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik.
Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk
pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan
merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada
permulaan penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil
darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah
mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target
hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan
perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau
konsentrasi platelet).
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari
kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat
dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang
dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu
sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan
tentang keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak
ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius.
Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali).
Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan
memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
13
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan
sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila
diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian
pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu
setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk
mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah
Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat
dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
2.9 KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA
3.1 PENGKAJIAN
A. Identitas klien
Nama klien :
Tgl Lahir :
Jenis kelamin :
Umur :
Alamat :
Nomor register :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Agama :
B. Riwayat kesehatan sekarang
Penderita penyakit polisitemia vera menampakkan gejala mencakup pusing, sakit kepala,
kemerahan pada wajah, kesulitan bernafas, kelelahan, gatal. Pada polisitemia sekunder
menampakan gejala kelesuhan, hipertensi, sesak nafas, batuk kronis, gangguan tidur(apnea
tidur), pusing.
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemumkinan pasien
pernah menderita penyakit sebelumnya seperti : kelesuan, sakit kepala, hipertensi dan riwayat
merokok.
D. Riwayat Kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit polisitemia pada anggota keluarga yang lain seperti : kelainan
genetic warisa yang abnormal menyebabkan tingkat tinggoi precursor sel darah merah PPOK,
tumor ginjal atau sindroma Chusing dan lain lain.
a. Pemeriksaan
Dalam pemeriksaan menunjukan gejala gejala sebagai berikut :
1. Peningkatan warna kulit sering kemerah merahan disebabkan oleh peningkatan kadar
hemoglobin.
15
2. Gejala gejala kelebihan beban sirkulasi ( peningkatan tekanan darah, sakit kepala dan
pusing ).
3. Spenomegali.
4. Hepatomegaly.
5. Gatal – gatal.
6. Riwayat pendarahan.
Intervensi
No Diagnosa
Kriteria hasil Intervensi
. keperawatan
1. Nyeri akut yang - keluhan nyeri menurun 1. Observasi
berhubungan dengan -Meringis menurun -Identifikasi lokasi,
agen cedera fisiologis. -Sikap protektis menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
-Gelisah menurun kualitas, intensitas nyeri.
-Kesulitan tidur menurun -Identifikasi skala nyeri
-Menarik diri menurun -Identifikasi respons nyeri non
-Berfokus pada diri verbal
sendiri menurun -Identifikasi factor yang
-Diaforesis menurun memperberat dan memperingan
-Perasaan depresi nyeri
(tekanan) menurun -Identifikasi pengetahuan dan
-Perasaan takut keyakinan tentang nyeri
mengalami cedera -Identifikasi pengaruh budaya
berulang menurun terhadap respon nyeri
-Anoreksia menurun -Identifikasi pengaruh nyeri
-Perineum terasa tertekan pada kualitas hidup
menurun -Monitor keberhasilan terapi
-Uterus teraba membulat komplementer yang sudah
menurun diberikan
-Ketegangan otot -Monitor efek samping
16
menurun penggunaan analgesic
-Pupil dilatasi menurun 2. Terapeutik
-Muntah menurun -Berikan teknik
-Mual menurun nonfarmakologis untuk
-Pola napas meningkat mengurangi rasa nyeri (mis.
-tekanan darah TENS, hypnosis, akupresur,
meningkat terapi music, biofeedback,
-Proses berpikir terapi pijat, aromaterapi, teknik
meningkat imajinasi terbimbing, kompres
-Fokus meningkat hangat/dingin, terapi bermain)
-Fungsi berkemih -Kontrol lingkungan yang
meningkat memperberat rasa nyeri (mis.
-Perilaku membaik Suhu ruangan, pencahayaan,
-Nafsu makan membaik kebisingan)
-Pola tidur membaik -Fasilitasi istirahat dan tidur
(L.08066) -Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
-Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
-Jelaskan strategi meredakan
nyeri
-Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
-Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
-Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
(I08238)
17
1. Observasi
-Identifikasi riwayat alergi
obat
-Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic
(mis.narkotika, non
narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
-Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
-Monitor efektivitas
analgesic
2. Terapeutik
-Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,
jika perlu
-Pertimbangkan penggunaan
infus kontinue,atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
-Tetapkan target efektivitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respons
pasien
-Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
-Jelaskan efek terapi dan
efek terapi obat
18
4. Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesic,
sesuai indikasi
(I.08243)
2. Hambatan mobilitas -Pergerakan ekstermitas 1. Observasi
fisik yang berhubungan meningkat -Identifikasi adanya nyeri atau
dengan penurunan -Kekuatan otot keluhan fisik lainnya
kekuatan otot. meningkat -Identifikasi toleransi fisik
-Rentan gerak (ROM) melakukan ambulasi
meningkat -Monitor frekuensi jantung dan
-Nyeri menurun tekanan darah sebelum memulai
-Kecemasan menurun ambulasi
-Kaku sendi menurun -Monitor kondisi umum selama
-Gerakan tidak melakukan ambulasi
terkoordinasi menurun 2. Terapeutik
-Gerakan terbatas -Fasilitasi aktivitas ambulasi
menurun dengan alat bantu (mis.tongkat,
-Kelemahan fisik kruk)
menurun -Fasilitasi melakukan mobilisasi
(L.05042) fisik, jika perlu
-Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
-Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
-Anjurkan melakukan ambulasi
dini
-Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan
(mis.berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
19
berjalan sesuai toleransi)
(I.06171)
1. Observasi
-Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
-Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
-Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai mobilitas
-Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
2. Terapeutik
-Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu
(mis.pagar tempat tidur)
-Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Edukasi
-Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
-Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.duduk
ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
(I.05173)
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
20
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel darah
merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin,
atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi
18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal
sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh
gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah
karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-
faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau
sindroma Cushing.
Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut. Polisitemia
sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan
jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak diketahui,
maka yang diperlukan adalah monitor teratur.
4.2 SARAN
Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari Rekan-rekan
kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru.
2. PPNI(2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
3. PPNI(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
4. PPNI(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
5. Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002
6. Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.
7. Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com
8. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_PenilaianHasil
Pemeriksaan.html
22