Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN KASUS SEPSIS


DI RUANG ICU RSUDr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO

Disusun Oleh:
Nurul Wilkyis (01.18.030)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DIAN HUSADA MOJOKERTO

2021
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Di Ruang ICU
RSUDr Wahidin Sudiro Husodo

Nama Mahasiswa : Nurul Wilkyis

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing RS

Heti Aprilin, S,Kep., Ns, M.M B Siti Arofah, S.Kep. Ns

NPP. 10.02.012 NIP. 198003312009032004

MENGETAHUI

Kepala Ruangan

Imam Taufik, S.kep.Ns


NIP.198006262029031005
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Sepsis


A. Pengertian
Sepsis adalah SIRS (systemic inflamatory response syndrome) ditambah
tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme
dari tempat tersebut).

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik


(inflammatory sytemic rection) yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri, virus,
jamur atau parasit. Selain itu, sepsis dapat juga disebabkan oleh adanya kuman-kuman
yang berproliferasi dalam darah dan osteomyelitis yang menahun. Efek yang sangat
berbahaya dari sepsis adalah terjadinya kerusakan organ dan dalam fase lanjut akan
melibatkan lebih dari satu organ.

Respons inflamasi sistematik adalah keadaan yang melatarbelakangi sindrom


sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya bakterikimia, tetapi juga oleh
sebab-sebab lain. Pendapat ini sangat kontras dengan pendapat sebelumnya yang
menganggap bahwa keadaan sindrom sepsis ini semata-mata ditentukan oleh adanya
bakteri dalam darah. Sekarang diketahui bahwa kerusakan dan disfungsi organ
bukanlah disebabkan infeksinya, tetapi respon tubuh terhadap infeksi dan beberapa
kondisi lain yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sindrom sepsis tersebut.
Pada keadaan normla, respon dapat beradaptasi, tetapi pada sepsis respon tersebut
menjadi berbahaya. Sebagai contoh : reaksi dari mediator leukotriene dan PAF adalah
untuk merangsang neutrofil yang mengadakan agregasi disekitar sumber pelepas
mediator ini. Akibatnya akan meningkatkan kemampuan neutrofil untuk membunuh
bakteri yang difagositosis. Normalnya hal ini sangat menguntungkan. Tapi pada sepsis
sebagian dari molekul realatif akan dilepaskan langsung pada sel endotel permukaan.

Hal ini merupakan salah satu penyebab dari kerusakan endotel yang khas
terjadi pada sepsis dan berakibat kerusakan organ. Banyak sekali mediator yang
belakangan ini ditemukan berperan dalam patogenesis sepsis dengan efek yang
berbeda beda. (Bakta, 1999)
B. Etiologi
Penyebab dasar dari sepsis dan syok septik yang paling sering adalah infeksi
bakteri. Pada era sebelum pemkaiain antibiotik meluas, penyebab tersering adalah
bakteri gram positif terutama dari spesies streptokokus dan stafilokokus. Tetapi
setelah antibiotik poten (kuat) berspektrum luas mulai tersedia, maka sepsis sering
timbul sebagai akibat infeksi nosokomial oleh bakteri bakteri gram negatif. Sekarang
keadaanya kurang lebih seimbang antara gram positif dan negatif.

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60
sampai 70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun.
Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang dapat
berperan penting terhadap sepsis adalah lipoposikarida (LPS). LPS atau endutoksin
glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
gram negatif LPS merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita
yang terinfeksi.

Faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif dan
dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan
sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menyebabkan perkembangan gejala
septikemia. LPS sendiri tidak memiliki sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran
mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis.

Belakangan ini ditekankan fakta bahwa sepsis merupakan satu contoh dari
respons inflamasi sistemik yang dapat dicetuskan tidak hanya oleh infeksi, tetapi juga
oleh kelainan noninfeksi seperti misalnya trauma dan pankreatitis. Kemajuan
dibidang biologi molekuler memberi jalan untuk menjelaskan keadaan patologi yang
terjadi pada sepsis. Banyak mediator belakngan ini ditemukan berperan dalam
patogenesis sepsis, termasuk TNF-a (Tumor Necrosis Factor Alpha) (Bakta, 1999).

C. Faktor dan Resiko Sepsis


a. Faktor – faktor pejamu
- Umur yang ekstrim
- Malnutrisi
- Kondisi lemah secara umum
- Penyakit kronis
- Penyalagunaan obat dan alkohol
- Neutropenia
- Splenektomi
- Kegagalan banyak organ
b. Faktor – faktor yang berhubungan
- Penggunaan kateter invasif
- Prosedur-prosedur operasi
- Luka karena cidera atau terbakar
- Prosedur diagnostik invasif
- Obat-obatan (antibodi, agen-agen sitotoksik, steroid)..

D. Manifestasi Klinis
Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:

 Suhu badan > 380 C atau < 360 C

 Denyut jantung > 90 denyut/menit

 Respirasi >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

 Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk sel muda

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda
sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
kebingungan, dan gelisah. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat
dijumpai pada banyak macam kondisi. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat saat
memasuki usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien
dengan granulosiopenia, yang sering diikuti gejala MODS sampai terjadinya syok
sepsis.

 Tanda MODS:

a. Sindrom distress pernafasan pada dewasa

b. Koagulasi intravaskuler

c. Gagal ginjal akut

d. Perdarahan usus
e. Gagal hati
f. Disfungsi system saraf pusat
g. Gagal jantung
h. Kematian
(Sudoyo, 2006)
 Gejala klinis sepsis (De La Rosa et al, 2008)
1) Tanda dan gejala umum
 Demam atau hypothermi
 Berkeringat
 Sakit kepala
 Nyeri otot
2) Sistem Pernafasan
 Dispneu
 Takipneu
 Apneu
 Tampak tarikan otot pernafasan
 Merintik  
 Pernapasan cuping hidung
 Sianosis
3) Sistem Kardiovaskuler
 Hipotensi
 Kulit lembab dan dingin
 Pucat
 Takikardi
 Bradikardi
 Edema
 Henti jantung
4) Sistem Pencernaan
 Distensi abdomen
 Anoreksia
 Muntah
 Diare
5) Sistem Saraf Pusat
 Kejang
 Hiporefleksi
 Tremor
 Koma
 Pernafasan tidak teratur
6) Hematologi
 Ikterus
 Petekie
 Perdarahan
 Pucat
 Ekimosis

E. Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan terbaru sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi
penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
1) Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2) SDP: Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
3) Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4) Trombosit: penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5) PT/PTT: mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang diasosiasikan
dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6) Laktat serum: Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7) Glukosa Serum: hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolisme
8) BUN/Kreatinin: peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
9) GDA: Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam
tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi
10) EKG: dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai
infark miokard
F. Komplikasi
Kematian karena sepsis berat dan syok septik cukup tinggi. Sudah dijelaskan
sebelumnya, spectrum sepsis dapat berkembang dari SIRS sampai ke disfungsi
multiorgan (MODS). Umumnya SIRS akan reversible apabila diobati dengan cepat,
namun apabila sudah tetrjadi MODS maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama
untuk pemulihannya. Konsekuensi yang paling serius dari sepsis adalah kematian.
Apabila tedak terobati sepsis akan menyebabkan gangguan fisiologi dan biokimia
yang berat (Daniels R, 2011).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab
infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila
diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau
renjatan. Vasopresor dan inotropic terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan
koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap
infeksi.
a. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan
oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang
mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65
mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam
resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan
CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit
>30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).
b. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada
umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami
obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat
mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
c. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi
antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis
berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang
memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke
tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan
oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan
endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan
dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ. Pemberian antimikrobial dinilai kembali
setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen
penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.
d. Terapi suportif
1) Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
2) Terapi cairan
 Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau
ringer laktat) maupun koloid.
 Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
 Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar
Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan
septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-
10 g/dL.
3) Vasopresor dan inotropik
Vasopressor dapat diberikan apabila terapi cairan tidak dapat mengatasi
cardiac output (arterial pressure dan organ perfusion adekuat). Sedangkan
pemberian obat inotropic apabila resusitasi cairan adekuat dengan kondisi
pasien yang mengalami hiperdinamik, tetapi kontraktilitas mikardium yang
dinilai dari ejection fraction mengalami gangguan. Dapat diberikan jika
kondisi pasien mengalami penurunan CO. obat inotropic meliputi: dopamine,
dobutamine, dan epinephrine. Vasopressor potensial:
 Norepinephrine
Meningkatkan tekanan darah dan kadar gula dalam darah dengan dosis
pemberian:
Hipotensi; dosis awal 2-4 mcg/mnt (80-100 mmHg sistolik) melalui IV
Syok ; 2-4 mcg/mnt melalui IV
 Dopamine
Digunakan untuk obat gangguan jantung, gangguan aliran darah ke
pembuluh-pembuluh darah kapilar, dan kondisi syok atau penurunan
kesadaran akibat infeksi bakteri yang berat (septikemia endotoksik).
Dopamin bekerja dengan meningkatkan kekuatan pompa jantung dan aliran
darah ke ginjal dengan dosis awal untuk kondisi syok 1-5 mcg/KgBB/mnt
melalui IV
 Epinerphrine
Meningkatkan pernapasan, merangsang jantung, meningkatkan tekanan
darah yang menurun, meredakan gatal-gatal, dan mengurangi
pembengkakan wajah, bibir, dan tenggorokan dengan dosis awal saat
kondisi syok:
IV 2-10 mcg/menit (1 mg dalam 250 ml D%W atau 4 mcg/ml)
Endotrakeal: 1 mg (10 mL 1: 10.000) sekali, diikuti oleh 5 insufflations
cepat.
Intrakardial: 0,3-0,5 mg (3-5 ml 1: 10.000) dengan injeksi langsung ke
ruang ventrikel kiri sekali
4) Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.
5) Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan
penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin
6) Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.
7) Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
8) Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.
H. Pathway Port de’entri kuman

Pertahanan primer/sekunder
tidak adekuat
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/ virus

Risiko Infeksi
Pelepasan Endotoksin

Panas, Kulit hangat Dilatasi arteriol/venula Vasodilatasi kapiler


kemerahan
Tekanan darah
Hipertermik Permeabilitas kapiler

Curah jantung
Perpindahan eksudat plasma
Kehilangan volume ke intertisial
intravaskular melalui kapiler Suplai oksigen seluler

Oedema Ruang kapiler Alveoli


Perfusi jaringan
Risiko Hipovolemia
Penurunan Difusi O2 Sesak napas
Kerusakan metabolisme sel

Gangguan Pertukaran Gas

Penurunan Saturasi O2

Hipoksia jaringan Ketidakefektifan Perfusi


Jaringan Perifer

12
Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Klien
Meliputi nama, No. RM, usia, status perkawinan, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku, alamat rumah, sumber biaya, tanggal masuk RS, diagnosa
medis.
b. Riwayat Kesehatan Sekunder
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien  sepsis pada umumnya adalah
demam, lemas, cemas, takikardi, dan takipnea, serta perubahan status mental.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien dengan sepsis biasanya penurunan kesadaran dan buruknya
kontrol suhu, seperti hypothermi, hyperthermi, demam, berkeringat, sakit
kepela, dan nyeri pada otot.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan sepsis pernah mengalami osteoporosis atau pernah
menderita penyakit paru selain itu juga bisa ada riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, bahkan sampai riwayat kejang demam

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit keluarga juga menjadi salah satu faktor pendukung seperti
memiliki riwayat penyakit keluarga yang sama atau hipertensi ataupun
diabetes militus.

c. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada pemeriksaan jalan napas biasanya ditemukan adanya sumbatan atau
obstruksi pada jalan napas yang disebabkan oleh penumpukan secret sehingga
terdengar ronchi pada bunyi napas, dyspneu.
b. Breathing
Biasanya pernafasan pasien lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, status oksigenasi juga kemungkinan asidosis, sehingga pernapasan
yang sulit dan tidak teratur, terlihat sesak sehingga dibutuhkan retraksi otot
bantu napas.

13
c. Circulation
TD dapat normal dan meningkat, hipertensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
distrimia, kulit dan membrane mukosa pucat, dingin/hangat, sianosis pada
tahap lanjut, tingkat kesadaran somnolen.
d. Disability
Keadaan umum lemah, jika pasien sadar bingung juga merupakan salah satu
tanda pertama pada pasien sepsis.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengalami perubahan status mental, penurunan
kesadaran atau delirium/koma
 Tanda-tanda vital:
TD 80-160 untuk sistolik dan mengalami hipertensi,
HR > 100 x/menit, RR >24 x/menit, Suhu > 380C atau <360C
2) Pemeriksaan integument
Pada pasien dengan kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek, dan adanya clubbing finger
pada kuku atau cyanosis
3) Pemeriksaan dada
Biasanya menggunakan otot bantu napas, terdengar suara ronchi, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan dan adanya hambatan
jalan nafas.
4) Pemeriksaan Abdomen
Nyeri perut, adanya rasa mual, dan adanya diare, dan nilai bising usus >10
x/menit
5) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Mengalami retensi urin atau terasa nyeri saat berkemih
6) Pemeriksaan ekstremitas
Penurunan kekuatan otot ekstermitas atas dan bawah
7) Pemeriksaan Neurologis
Biasanya terdapat tanda-tanda meningitis: kaku kuduk, demam, dan kejang

14
J. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. (D.0003)
2) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan peurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah; hipovolemia; gangguan pertukaran;
perubahan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen. (D.0015)
3) Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer atau sekunder tidak

adekuat, kulit yang rusak. (D.0142)

K. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014)
gas berhubungan keperawatan diharapkan Observasi
dengan perubahan Gangguan pertukaran gas - Monitor frekuensi, irama,
membran kapiler- meningkat dengan kriteria kedalaman, dan upaya nafas
alveolar, hasil : - Monitor pola nafas (seperti
ketidakseimbangan bradipnea, takipnea,
- Dispnea menurun
perfusi-ventilasi. hiperventilasi, kussmaul,
- Bunyi nafas tambahan
(D.0003) cheyne-stokes, ataksisk)
menurun
- Monitor saturasi oksigen
- Gelisah menurun
- Auskultasi bunyi nafas
- PCO2 membaik
- PO2 membaik - Palpasi kesimetrisan ekspansi

- Takikardia membaik paru

- pH arteri membaik - Monitor nilai AGD


- Monitor hasil x-ray thoraks
(L.01003)
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

15
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi oksigen (I.08250)
Observasi
- Monitor kecepatan aliran
oksigen
- Monitor alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. Oksimetri,
AGD), jika perlu
- Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
- Monitor tanda tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelectasis
- Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika perlu
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan,
jika perlu

16
- Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok (I.02068)
Perfusi Jaringan Perifer keperawatan diharapkan Observasi:
berhubungan dengan Perfusi jaringan perifer - Monitor status
peurunan konsentrasi meningkat dengan kriteria kardiopulmonal(frekuensi dan
hemoglobin dalam hasil: kekuatan nadi, frekuensi napas,
darah; hipovolemia; - Penyembuhan luka TD. MAP)
gangguan pertukaran; meningkat - Monitor status oksigenasi
perubahan kemampuan - Sensasi meningkat (oksimetri nadi, AGD)
hemoglobin untuk - Warna kulit pucat - Monitor status cairan
mengikat oksigen. menurun (masukan dan haluaran, tugor
(D.0015) - Edema perifer menurun kulit, CTR)
- Nyeri ekstremitas - Monitor tingkat kesadaran dan
menurun respon pupil
- Kelemahan otot menurun Terapeutik

- Nekrosis menurun - Berikan oksigen untuk

- Akral membaik mempertahankan saturasi

- Tugor kulit membaik oksigen >94%

- Tekanan darah sistolik - Persiapkan intubasi dan

17
membaik ventilasi mekanis, jika perlu.
- Tekanan darah diastolic - Pasang jalur IV, jika perlu
membaik - Pasang kateter urine, jika
(L.02011) perlu
Edukasi
- Jelaskan penyebab/factor
risiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
- Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
keperawatan diharapkan Observasi
berhubungan dengan
risiko infeksi menurun - Monitor tanda dan gejala
pertahanan primer atau
(L.08063) infeksi local dan sistemik
sekunder tidak adekuat, Kriteria hasil: Terapeutik

kulit yang rusak. - Kebersihan badan - Batasi jumlah pengunjung


meningkat - Berikan perawatan kulit pada
(D.0142)
- Demam menurun area edema
- Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum dan
- Nyeri menurun sesudah kontak dengan
- Bengkak menurun pasiendan lingkungan pasien
- Drainase purulent - Pertahankan Teknik aseptic
menurun pada pasien berisiko tinggi
- Gangguan kognitif Edukasi
menurun - Jelaskan tanda dan gejala
- Kultur area luka membaik infeksi

(L.14137) - Ajarkan cara memeriksa


kondisi luka atau luka operasi

18
DAFTAR PUSTAKA

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).Jakarta

PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).Jakarta

Chen, K., and Pohan, H.T., 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256.
Munford, R.S., 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Fauci et al., ed.
Harrison,s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill,
1695-1702.
Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx
et al., ed. Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th
ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 1869-1879.
Sumantri, S. 2012. Tinjauan Imunopatogenesis dan Tatalaksana Sepsis. (Online). Residen
Tahap II Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPNCM.
https://www.scribd.com/document/384919975/1-LP-SEPSIS (diakses pada tanggal 24
September 2021).
https://www.scribd.com/doc/308284543/Lp-dan-askep-Sepsis (diakses pada tanggal 24
September 2021).

19
2. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Sepsis

Nama Mahasiswa : Nurul Wilkyis


NIM : 0118030 Pengkajian diabil : 24 September 2021
Ruangan : ICU Jam : 14:30

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 24 September 2021, Pukul 14:30 WIB
Ruang : ICU
Cara Pengkajian :Interview, observasi, dan pemeriksaan fisik
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 79 tahun
No. Register : W1xxxxxx320
Alamat :-
Pekerjaan :-
Pendidikan Terakhir :-
Diagnosa Medis : Sepsis, Post op femur, hipoalbumin, dvt
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama
Pasien koma setelah melakukan post op femur.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dari rujukan RS Islam Sakinah dengan keadaan koma setelah
melakukan tindakan operasi femur akibat osteoporosis dengan hasil observasi
pada luka post op terdapat cairan berwarna keruh kemerahan dan juga
mengeluarkan bau dari luka post op dengan diagnose post op amp, sepsis,
hipoalbumin, dvt.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

20
Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien memiliki Riwayat
osteoporosis, tetapi tidak memiliki riwayat patah tulang, tidak mempunyai
riwayat penyakit menular dan keturunan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit seperti
pasien dan keluarga pasien tidak ada yang mempunyai Riwayat penyakit
menular atau penyakit keturunan.
3. Pemeriksaan Fisik

a. B1(breathing) : napas spontasn, menggunakan simple mask 6 lpm, wheezing


(-), ronchi (+), RR : 34, SpO2 : 90
b. B2(blood) : Hr: 119x/mnt, TD: 150/70 mmHg, S: 37,8ᵒc
c. B3(brain) : GCS: 2-2-2
d. B4(bladder) : produksi urine (+), terpasang cateter
e. B5(bowel) : terpasang NGT tertutup, diet susu dan obat
B6(bone) :Lemah, kulit dan membrane mukosa pucat, akral dingin, tidak
ada mobilitas fisik yang diakibatkan oleh infeksi pada luka post op femur
sinistra atau pada bagian paha kiri luar dengan diameter panjang luka kurang
lebih 10 cm dan mengeluarkan cairan kental berwarna keruh kemerahan yang
bercampur dengan darah dan mengeluarkan bau dari luka, terdapat odem
anasarka terutama di daerah luka post op.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 26-09-2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Albumin L 2.1 g/dL 3.2 - 4.6
Kalsium HH 18.40 mg/dL 8.40 - 10.20
Natrium 138.5 mmol/L 136.0 - 145.0
Kalium 4.29 mmol/L 3.5 - 5.1
Golongan Darah H 109.4 mmol/L 98.0 - 107.0

5. Terapi Obat/Cairan
Ceftriaxone 2x1 gr
Ranitidine 2x50 mg
Antrain 3x1 amp

21
Citicoline 3x500 mg
Omz 1-0-1
Furamin 2x1 amp
Albumin 25% 100cc
Allpurinol 1x300 mg
Lip albumin 2x1
Coralan 5 mg 1-0-1
Isdn 5 mg 2x1
Sucralfate syrup 3xct
B. ANALISA DATA
No Analisa data Etiologi Masalah

1. Ds : Odem anasarka Hipervolemia

Do :
- Terdapat odem diseluruh
tubuh
- Mengeluarkan cairan
nanah dari bekas luka
- Kondisi umum : lemah
- Gcs : 2-2-2
- TD : 150/70 mmHg
- Urin : 360cc

2 Ds : Membrane mukosa pucat ketidakefektifan


akral dingin
perfusi jaringan
Do :
perifer
- RR meningkat
- Akral ekstremitas dingin
- Kulit pucat
- Terdapat edema di seluruh
tubuh dan sekitar luka
- Perubahan tekanan darah

22
- Perubahan suhu kulit 36-
38ᵒc
C. DIAGNOSA
1) Hipervolemia berhubungan dengan edema anasarka (D.0022)
2) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan membrane mukosa
pucat, akral dingin pucat , akral dingin. (D.0015)
1. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipervolemia Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan (1.03114)
edema anasarka Observasi
(D.0022) - Periksa tanda dan gejala
hipervolemia ( mis. edema,
suara nafas tambahan)
- Identifikasi penyebab
hipervolemia
- Monitor status hemodinamik (
mis. frekuensi jantung,
tekanan darah)
- Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik
- Tinggikan kepala tempat tidur
30-400
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat/cairan
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok (I.02068)
Perfusi Jaringan Perifer keperawatan diharapkan Observasi:
berhubungan dengan Perfusi jaringan perifer - Monitor status kardiopulmonal
membrane mukosa meningkat dengan kriteria (frekuensi dan kekuatan nadi,
pucat, akral dingin hasil: frekuensi napas, TD)
pucat , akral dingin. - Penyembuhan luka - Monitor status oksigenasi

23
(D.0015) meningkat (oksimetri nadi)
- Warna kulit pucat - Monitor status cairan
menurun (masukan dan haluaran, tugor
- Edema menurun kulit)
- Kelemahan otot menurun - Monitor tingkat kesadaran dan
- Nekrosis menurun respon pupil

- Akral membaik Terapeutik

- Tugor kulit membaik - Berikan oksigen untuk

- Tekanan darah sistolik mempertahankan saturasi

membaik oksigen >94%

- Tekanan darah diastolic


membaik
(L.02011)

2. IMPLEMENTASI

No Diagnosa Tanggal Tindakan TTD

1. Hipervolemia 25/09/2021 - Mengontrol pola pernapasan

pasien

25/09/2021 - Mengkaji tanda dan gejala


hipervolemia
25/09/2021 - Mengontrol frekuensi jantung,
tekanan darah)
25/09/2021 - Memantau intake dan output
cairan
25/09/2021 - Memberikan terapi
kenyamanan pasien
25/09/2021 - Kolaborasi pemberian
obat/cairan
Citicoline 3x500 mg

24
2 Ketidakefektifan Perfusi 25/09/2021 - Melakukan Monitor status

Jaringan Perifer kardiopulmonal (frekuensi

dan kekuatan nadi, frekuensi

napas, TD)

25/09/2021 - Memantau status oksigenasi

- Menganjurkan keluarga untuk

25/09/2021 memantau posisi bagian tubuh

pasien,

- Berkolaborasi dengan tenaga


25/09/2021 medis pemberian terapi
antibiotic
- Memberikan obat-obatan

25/09/2021 sesuai pesanan :


 Ceftriaxone 2x1 gr
 Antrain 3x1 amp
 Furamin 2x1 amp
 Albumin 25% 100cc

3. EVALUASI KEPERAWATAN

No Tanggal Evaluasi TTD


S:
O:
- Edema anasarka
- Kesadaran coma
- Pasien masih terlihat sesak dengan
penambahan suara ronchi
- SpO2 : 99x/mnt
- TD : 145/77 mmHg

25
- Hr : 99x/mnt
- Produksi urin sedikit
Intake cairan : 1150cc/24 jam
Output cairan ; 360cc/24 jam
A:
Hipervolemia belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
2. S:

O:
- TD 145/77 mmHg
- RR 24x/mnt
- Hr 99x/mnt
- Akral dingin
- Warna kulit pucat
- Masih terlihat edema disekitar luka dan
diseluruh badan

A:
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan

Catatan keteranagan

Pasien Ny. S telah meninggal dunia pada hari selasa pagi tanggal 28 september 2021
pada jam 05:30 WIB di ruangan ICU RSUDr. Wahidin Sudiro Mojokerto.

26

Anda mungkin juga menyukai