Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

A. Definisi
Sepsis adalah sindrom klinis yang terjadi sebagai manifestasi proses
inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap
rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi
kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi,
dan respon koagulasi. Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang
mengancam jiwa disebabkan oleh disregulasi dari respon tubuh pasien
terhadap infeksi. (Asmoro, 2017)
B. Etiologi
Sepsis secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram negatif,
tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain misalnya bakteri
gram positif, jamur, virus, bahkan parasite. (Asmoro, 2017)
Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida
(LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen
utama membran terluar dari bakteri gram negatif. Lipopolisakarida
merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang
terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam
tubuh penderita. Interaksi antara proses infeksi kuman patogen yang
menghasilkan LPS, inflamasi, dan jalur koagulasi sebagai ketidakseimbangan
sitokin proinflamasi dengan sitokin antiinflamasi memberikan manifestasi
klinis sebagai tanda-tanda sepsis. (Asmoro, 2017)
Baik respon imun maupun karakteristik infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan tingkat
morbiditas sepsis. Sepsis dengan kegagalan fungsi organ primer terjadi ketika
tubuh terhadap infeksi tidak cukup kuat untuk melawan. Permasalahan sepsis
yang paling besar terletak pada karakteristik mikroorganisme, seperti beratnya
infeksi yang diakibatkan serta adanya superantigen maupun agentoksik
lainnya yang resisten terhadap antibodi maupun fagositosis. (Asmoro, 2017)
C. Klasifikasi
1. SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)
Gejala SIRS adalah sebagai berikut :
a. Temperatur > 38 0 C atau 36 0C
b. HR > 90 per menit
c. RR > 20 per menit
d. PaCO2 < 4,27 kPa
e. Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3 atau neutofil imatur > 10%
2. Sepsis : SIRS dengan suspek infeksi
3. Sepsis Berat & Septic Syok
Gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
a. SBP < 90mmHg atau MAP < 70 mmHg minimal selama 1 jam
walaupun telah dilakukan resusitasi adekuat atau vasopresor
b. Output urin < 0,5 ml/kg/jam untuk 1 jam walaupun telah diberikan
resusitasi yang adekuat
c. PaO2/FiO2 < 250 pada adanya kelainan organ atau kelainan system
yang lain atau < 200 jika hanya paru yang mengalami disfungsi
d. Penghitungan platelet < 80000/mm3 atau turun sebanyak 50% dari
harga awal selama 3 hari
e. Asidosis metabolic pH < 7,30 atau defisit basa > 5,0 mmol/L
f. Level laktat > 1,5 kali dari normal
4. MODS (Multiple Organ Disfunction Syndrome) : Kerusakan lebih dari
satu organ yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatur
homeostasis tanpa intervensi lanjutan (Asmoro, 2017)
F. Manifestasi klinis
1. Tanda dan Gejala Umum
a. Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
b. Aktivitas lemah atau tidak ada
c. Tampak sakit
2. Sistem Pernafasan
a. Dispenu- Takipneu- Apneu
b. Tampak tarikan otot pernafasan
c. Merintik- Mengorok
d. Pernapasan cuping hidung
e. Sianosis
3. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipotensi
b. Kulit lembab dan dingin- Pucat- Takikardi
c. Bradikardi- Edema- Henti jantung
4. Sistem Pencernaan
a. Distensi abdomen- Anoreksia- Muntah- Diare
b. Peningkatan residu lambung
c. Darah samar pada feces- Hepatomegali
5. Sistem Saraf Pusat
a. Refleks moro abnormal- Intabilitas
b. Kejang
c. Hiporefleksi
d. Fontanel anterior menonjol
e. Tremor
f. Koma
g. Pernafasan tidak teratur
h. High-pitched crY
6. Hematologi
a. Ikterus
b. Petekie
c. Purpura
d. Perdarahan
e. Splenomegali
f. Pucat
g. Ekimosis (Saadat, 2008)
G. Pemeriksaan diagnostik
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat
keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi. Bila pasien
mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik dimulai
lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu
untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut
nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi
kulit), dan inisiasi cepat resusitasi. Kemudian dilakukan anamnesis riwayat
penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
(Shapiro et.al, 2010; Russell, 2012 )
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas,
masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia
dan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi
kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup
evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada
sinus, injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru.
(Shapiro et.al, 2010)
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis.
Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor
pemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah,
dan diare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda
iritasi peritoneal, nyeri perut, dan bising usus , sangat penting dalam
mengidentifikasi sumber sepsis perut. Perhatian khusus harus diberikan
temuan fisik memberkesan sumber umum infeksi atau penyakit tanda Murphy
menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney menunjukkan usus buntu,
nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan divertikulitis, dan pemeriksaan rektal
mengungkapkan abses rektum atau prostatitis. Sistem neurologis diperiksa
dengan mencari tanda-tanda meningitis, termasuk kaku kuduk, demam, dan
perubahan kesadaran.( Shapiro et.al, 2010)
Pemeriksaan neurologis terperinci adalah penting. Letargi atau perubahan
mental mungkin menunjukkan penyakit neurologis primer atau hasil dari
penurunan perfusi otak dari keadaan shock. Riwayat urogenital termasuk
pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang, disuria, poliuria, discharge,
pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital. Riwayat seksual untuk
menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga harus diperiksa
untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva.
Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran
prostat, konsisten dengan prostatitis. (Shapiro et.al, 2010)
Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses tuba-ovarium. Riwayat
muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan, pembengkakan,
dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan kemampuan
gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin arthrocentesis.
Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat selulitis,
abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit untuk
mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksi
Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin
dari pathogen seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes
(Shapiro et.al,2010).
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.. Pemeriksaan
penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur
radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi primer
(Opal, 2012)
H. Diagnosa pembanding
Beberapa diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan oleh klinisi antara
lain :
1. Penyebab SIRS Non-Infeksius
SIRS dapat terjadi secara nonspesifik, biasanya pada saat penyembuhan
post-operasi, trauma, luka bakar, rejeksi transplantasi, hipertiroid,
imunisasi, serum sickness, dan infark atau perdarahan pada sistem saraf
pusat.
2. Infark Miokard
Tanda dan gejala dari infark miokard dapat berupa nyeri dada yang
menjalar ke daerah epigastrium. Pasien dapat mengalami hipotensi
dan syok kardiogenik. Namun pada pemeriksaan elektrokardiogram
didapatkan ada perubahan iskemik dan peningkatan hasil creatine kinase-
MB dan Troponin.
3. Pankreatitis Akut
Pada pankreatitis akut dapat terjadi nyeri abdomen, demam, dan
hypovolemia. Biasanya terdapat riwayat batu empedu, penggunaan
alkohol, dan infeksi virus. Terdapat peningkatan serum amilase, lipase,
dan kalsium.
4. Leukemia
Dapat terjadi demam, leukositosis, anemia, takikardi, disfungsi
multiorgan, dyspnea. Untuk memastikan terjadinya leukemia diperlukan
pemeriksaan apusan darah, biopsi sumsum tulang, atau nodus limfa.
Identifikasi agen infeksius spesifik merupakan tindakan definitif dalam
membedakannya dengan SIRS.
5. Emboli Pulmonal Massif
Ditandai dengan adanya dyspnea akut dan hipotensi. Gejala dapat berupa
demam, penurunan status mental, sinkop, dan nyeri dada pleuritis. (Saadat,
2008)
I. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :
1. Nonfarmakologi Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi
>70% dengan melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan
IV dan vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65
mmHg, menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin)
bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat
dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini
membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin
menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka
kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien dengan syok
sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering
sebagai rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan
antibiotik spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram
negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negative
(atau jamur jika terindikasi secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II
skor >24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat
menurunkan angka mortalitas.
3. Sepsis kronis Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya
terapi dilanjutkan minimal selama 2 minggu. (Asmoro, 2017)
J. Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan
hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/
ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis
yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk
opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang
septik yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya
mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah
resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi
secara difussebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana
kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru
terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan
trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien
berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan.
Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih
buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung
molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis
memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu
sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama
pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor
(yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengan
berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi
sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status
hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya
gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria,
azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal
berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai,
maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis)
diindikasikan.
6. Sindroma disfungsi multiorgan Disfungsi dua sistem organ atau lebih
sehingga intervensi diperlukan untuk mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh
infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan
fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau
ARDS pada keadaan urosepsis (Asmoro, 2017)
K. Asuhan keperawatan
a) Pengkajian
1. Keadaan Umum
a. Pasien biasanya dengan penurunan kesadaran
b. Buruknya kontrol suhu : hypothermi, hyperthermi
2. Sistem sirkulasi
Pucat, cyanosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung abnormal
(bradikardi, takikardi, aritmia).
3. Sistem pernapasan
Pernapasan irreguler, apneu/tachipneu, retraksi.
4. Sistem syaraf
a. Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,
pusing, pingsan.
b. Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.
c. Gerakan bola mata tidak normal
d. Tonus otot menigkat/berkurang.
5. Sistem Saluran cerna
Anoreksia, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.
6. Sistem Hemopoeitik
Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organismec
penyebab sepsis
b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.
c. Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan
d. fungsi ginjal.
e. Glukosa serum : Hiperglikemia.
f. GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.
Menggunakan pendekatan ABCDE
1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika
perlu (guedel atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi
pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.
2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk
mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis, berikan 100%
oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui
adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.
3. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan, monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu
pengisian kapiler, pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar,
berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel, pasang kateter, lakukan
pemeriksaan darah lengkap, siapkan untuk pemeriksaan kultur, catat
temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan antibiotic spectrum
luas sesuai kebijakan setempat.
4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka
dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
6. Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan
kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap
kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai
berikut:
a. Penurunan fungsi ginjal
b. Penurunan fungsi jantung
c. Hypoksia
d. Asidosis
e. Gangguan pembekuan darah
f. Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema
pulmonal.
b) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
(00032)
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.(00029)
3. Hipertermi berhubungan dengan sepsis (00007)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.(00092)
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan sepsis (00028)
c) intervensi
DIAGNOSA NOC NIC
Ketidakefektifan  Status pernapasan (0415)  Manajemen asma
pola nafas Kode Indikator SA ST (3210)
berhubungan 04150 Frekuensi 4 5 1. Monitor kecepatan,
dengan gangguan 1 pernapasan irama kedalaman dan
04150 Irama 3 5
neurologis usaha bernapas
2 pernapasan
04150 Saturasi O2 3 5 2. Amati pergerasakan
8 dada, simetris atau
Keterangan: tidak, menggunakan
1 = deviasi berat otot bantu napas atau
2 = deviasi cukup berat tidak, auskultasi suara
3 = deviasi sedang napas
4 = deviasi ringan
5 = tidak ada deviasi
 Status pernapasan: pertukaran  Monitor tanda tanda
gas ( 0402) vital (6680)
Kode Indikator SA SAT 1. Monitor tekanan
04020 dispnea 3 5 darah, nadi, suhu, dan
3 saat status pernapasan
istirahat 2. Monitor suara paru-
04020 Perasaan 3 5
paru
5 kurang
3. Monitor adanya
istirahat
Keterangan : polapernapasan
1 = deviasi berat abnormal
2 = deviasi cukup berat 4. Monitor warna kulit,
3 = deviasi sedang suhu dan kelembapam
4 = deviasi ringan
5 = tidak ada deviasi
Hipertermi  Termoregulasi (0800)  Perawatan demam
berhubungan Kode Indikator SA ST (3740)
dengan sepsis 08001 Peningkatan 3 5 1. Pantau suhuh dan
suhu kulit tanda tanda vital
080007 Perubahan 3 5
lainnya
warna kulit
080014 dehidrasi 3 5 2. Monitor asupan dan
Keterangan : pengeluaran cairan,
1= sangat terganggu sadari adanya
2= banyak terganggu pengeluaran cairan
3=cukup terganggu yang tak dirasakan
4=sedikit terganggu 3. Mandikan/kompres
5= tidak terganggu pasien dengan spons
hangat
4. Dorong konsumsi
 Tanda-tanda vital (0802) cairan
Kode Indikator SA ST 5. Anjurkan pasien
08020 Denyut 3 5
menggunakan
3 nadi
selimut atau baju
radial
08020 Tekanan 3 5 tipis sesuai dengan
9 darah fase demam
Keterangan :
1 = deviasi berat
2 = deviasi cukup berat
3 = deviasi sedang
4 = deviasi ringan
5 = tidak ada deviasi
Intoleransi  Daya tahan (0001)  Manajemen energi
aktivitas Kode Indikator SA ST (0180)
berhubungan 00010 Daya tahan 3 5 1. Anjurkan pasien
ketidakseimbanga 6 otot mengungkapkan
00011 hemoglobin 3 5
n antara suplai dan secara verbal
3
kebutuhan 00011 hematokrit 3 5 mengenai
oksigen. 4 keterbatasan yang
Keterangan : dialami
1= sangat terganggu 2. Monitor
2= banyak terganggu intak/asupan nutrisi
3=cukup terganggu untuk mengetahui
4=sedikit terganggu nutrisi yang adekuat
5= tidak terganggu 3. Konsulkan dengan
ahli gizi terkait cara
meningkatkan
asupan energi energi
makan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria, et al. 2013. Nursing Interventions Classification. ELSEVIER
Dr. dr. Asmoro, Aswoco Andyk, Sp. Ank. 2017. Problematika Penanganan
Sepsis Ketamin Awal Sebuah Pemikiran. Malang : UB Press
Heardman, T. & Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Penetbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta
Moorhead, Sue, et al. 2013. Nursing Outcome Classification. ELSEVIER
Opal , SM, et al. 2012. Surviving sepsis campaign: international guidelines for
management of severe sepsis and septic shock. Critical care medicine.
Russell, J.A., 2012. Shock Syndromes Related to Sepsis. In: Goldman, L., and
Schaffer, A.I., ed. Goldman’s Cecil Medicine. 24th ed. Elsevier
Saadat, S., 2008. Deja Review Internal Medicine. USA: Mc Graw Hill.
Shapiro et al. 2010. The association of endothelial cell signaling, severity of
illness, and organ dysfunction in sepsis. Critical care medicine.
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS

Oleh :
Nama : Ulfatun Nafisah
NIM : 19020091

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2019/2020

Anda mungkin juga menyukai