Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

DI RUANG IGD RSUD Dr. SELAMET GARUT


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Oleh :
Lusi Heriyanti
191FK01066

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS
A. Pengertian
Sepsis adalah SIRS (systemic inflamatory response syndrome) ditambah
tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme
dari tempat tersebut). Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon
sistematik terhadap infeksi. Respons inflamasi sistematik adalah keadaan yang
melatarbelakangi sindrom sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya
bakterikimia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Pendapat ini sangat kontras dengan
pendapat sebelumnya yang menganggap bahwa keadaan sindrom sepsis ini semata-
mata ditentukan oleh adanya bakteri dalam darah. Sekarang diketahui bahwa
kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan infeksinya, tetapi respon tubuh
terhadap infeksi dan beberapa kondisi lain yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan
pada sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan normla, respon dapat beradaptasi, tetapi
pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya. Sebagai contoh : reaksi dari mediator
leukotriene dan PAF adalah untuk merangsang neutrofil yang mengadakan agregasi
disekitar sumber pelepas mediator ini. Akibatnya akan meningkatkan kemampuan
neutrofil untuk membunuh bakteri yang difagositosis. Normalnya hal ini sangat
menguntungkan. Tapi pada sepsis sebagian dari molekul realatif akan dilepaskan
langsung pada sel endotel permukaan.
Hal ini merupakan salah satu penyebab dari kerusakan endotel yang khas
terjadi pada sepsis,dan berakibat kerusakan organ. Banyak sekali mediator yang
belakangan ini ditemukan berperan dalam patogenesis sepsis dengan efek yang
berbeda beda (Bakta, 1999).

B. Etiologi
Penyebab dasar dari sepsis dan syok septik yang paling sering adalah infeksi
bakteri. Pada era sebelum pemkaiain antibiotik meluas, penyebab tersering adalah
bakteri gram positif terutama dari spesies streptokokus dan stafilokokus. Tetapi
setelah antibiotik poten (kuat) berspektrum luas mulai tersedia, maka sepsis sering
timbul sebagai akibat infeksi nosokomial oleh bakteri bakteri gram negatif. Sekarang
keadaanya kurang lebih seimbang antara gram positif dan negatif.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60
sampai 70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun.
Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang dapat
berperan penting terhadap sepsis adalah lipoposikarida (LPS). LPS atau endutoksin
glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
gram negatif LPS merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita
yang terinfeksi.
Faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif dan
dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan
sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menyebabkan perkembangan gejala
septikemia. LPS sendiri tidak memiliki sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran
mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis.
Belakangan ini ditekankan fakta bahwa sepsis merupakan satu contoh dari
respons inflamasi sistemik yang dapat dicetuskan tidak hanya oleh infeksi, tetapi juga
oleh kelainan noninfeksi seperti misalnya trauma dan pankreatitis. Kemajuan dibidang
biologi molekuler memberi jalan untuk menjelaskan keadaan patologi yang terjadi
pada sepsis. Banyak mediator belakngan ini ditemukan berperan dalam patogenesis
sepsis, termasuk TNF-a (Tumor Necrosis Factor Alpha) (Bakta, 1999).

C. Patofisiologi
Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor
penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema
paru difus dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru.
Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis. Hal ini
jelas tidak berhubungan dengan hipotensi saja, karena hal ini juga dapat timbul pada
klien dengan sepsis tanpa syok
Sepsis sering ditemukan pada klien yang diduga menderita insufisiensi paru
pascatrauma sehingga diperkirakan sebahai faktor penyebab kecuali pada luka bakar,
lesi intrakranial, atau kontusio paru.

D. Tanda dan gejala (Manifestasi klinis)


Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:
 Suhu badan > 380 C atau < 360 C
 Denyut jantung > 90 denyut/menit
 Respirasi >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
 Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk sel muda
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda
sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
kebingungan, dan gelisah. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai
pada banyak macam kondisi. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat saat memasuki usia
lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan
granulosiopenia, yang sering diikuti gejala MODS sampai terjadinya syok sepsis.
Tanda MODS:
a. Sindrom distress pernafasan pada dewasa
b. Koagulasi intravaskuler
c. Gagal ginjal akut
d. Perdarahan usus
e. Gagal hati
f. Disfungsi system saraf pusat
g. Gagal jantung
h. Kematian
(Sudoyo, 2006)
Gejala klinis sepsis (De La Rosa et al, 2008)
1) Variabel Umum
- Suhu badan inti > 380 C atau <360 C
- Heart Rate >90 denyut/menit
- Takipnea
- Penurunan status mental
- Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam
- Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.
2) Variable Inflamasi
- WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
- Peningkatan plasma C-reactive protein
- Peningkatan plasma procalcitonin
3) Variabel Hemodinamik
- Sistolik < 90 mmHg atau penurunan sistolik > 40 mmHg dari sebelumnya.
- MAP < 70 mmHg
- SpO2 > 70%
- Cardiak Indeks > 3,5 L/m/m3
4) Variable Perfusi Jaringan
- Serum laktat > 1 mmol/L
- Penurunan kapiler refil
5) Variable Disfungsi Organ
- PaO2 / Fi O2 < 300
- Urine output < 0,5 ml/kg/jam
- Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl
- INR >1,5 atau APTT > 60 detik
- Ileus
- Trombosit < 100.000mm3
- Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

E. Pemeriksaan penunjang
Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam
menyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk itu pemeriksaan
penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan khusus sering
diperginakan dalam membantu menegakkan diagnosis. Upaya ini tampaknya masih
belum adapt diandalkan. Saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang memiliki
sensitifitas dan spesifitas tinggi sebagai indicator sepsis belum ditemukan. Berikut
beberapa pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai
perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopenia, neutropenia,
peningkatan rasio netrofil imatur total lebih dari 0,2.
b. Peningkatan protein akut (C-reactive protein), peningkatan IgM.
c. Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram pada sampel
darah, urin, dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman.
d. Analisa gas darah: hipoksia, asidosis metabolic, asidosis laktat.
e. Pada pemeriksaan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah leukosit terutama
PMN, jumlah leukosit > 20/ml.
f. Gangguan metabolic hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolic.
g. Peningkatan kadar bilirubin. 
F. Pengkajian primer
1) Airway
 Cek ada tidaknya sumbatan jalan nafas total/jalan nafas tertutup pada pasien
sadar pasien memegang leher, gelisah, sianosis, sedangkan pada pasien tidak
sadar tidak terdengar suara nafas dan sianosis parsial/masih ada proses
pertukaran gas
 Tampak kesulitan bernafas, takhipneu, bradipneu, irregular. Juga terdengan
suara nafas gargling, snoring, atau stridor.
 Periksa ada tidaknya kemungkinan fraktur servikal
2) Breathing/ventilasi
 Look : lihat pergerakan dada simetris atau tidak, irama teratur atau tidak,
kedalaman frekuensi cepat atau tidak, kaji ada luka, jejas atau hematom.
 Listen : dengarkan dengan telinga atau stetoskop adanya suara tambahan
 Feel : rasakan adanaya aliran udara
3) Circulation
 Periksa ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah besar (nadi karotis,
nadi femoralis)
 Mengenal ada tidaknya tanda-tanda syok, serta ada tidaknya perdarahan
eksternal yang aktif.
4) Disability
 Metode AVPU (alert-verbal-pain-unresponse)
 Penilaian GCS/Glasgow Coma Scale
 Lihat pupil isokor/anisokor
5) Pengkajian skunder
Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke pengkajian
sekunder.
 Pengkajian riwayat penyakit : anamnesa penyakit dahulu dan sekarang,
riwayat alergi, riwayat penggunaan obat-obatan, keluhan utama.
 Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontagen, EKG.
6) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
b. Gangguan pertukaran gas
c. Resiko infeksi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kabutuhan tubuh
7) Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan erifer
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
 Monitor adanya paratese
 Observasi kulit jika ada laserasi atau lesi
 Monitor adanya tromboplebitis
 Kolaborasi pemberian analgetik.
b. Gangguan pertukaran gas
airway managmenet
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi asien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Auskultasi suara nafas
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suctioin.
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Respiratory monitoring
 Monitor rata-rata kedalaman , irama, dan usaha respirasi.
 Catat pergerakan dada, amati, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal.
 Monitor suara nafas.
 Monitor pola nafas
 Monitor kelelahan otot diafragma
 Auskultasi suara nafas
c. Resiko Infeksi
Infectious control
 Pertahankan teknik isolasi
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Tingkatkan intake nutrisi
d. Ketidakesimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrition Management
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk jumlah kalori
 Anjurkan pasien meningkatkan protein dan vitamin C
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Catat adanya edema
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I. Made & Suastika I. Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Depatemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djojodibroto.2009. Respirologi. Jakarta: EGC
Maryunani, Aniek. 2002. Safe Motherhood, Modul Sepsis Puerperalis: Materi Pendidikan
untuk Kebidanan. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Media Action.
Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Depatemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai