“ SEPSIS “
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
Nama Kelompok :
1. Resusitasi Cairan
Pasien dengan sepsis berat dan syok septik mengalami sirkulasi arteri
yang tidak efektif sehingga perfusi jaringan menjadi tidak baik. Hal ini
disebabkan vasoliditasi yang berhubungan dengan infeksi maupun cardiac
output yang terganggu. Perfusi yang buruk menyebabkan terjadinya hipoksia
jaringan global, yang berhubungan dengan meningkatnya kadar laktat serum.
Resusitasi sepsis tahap awal adalah pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg
secepatnya sebagai bolus pada kasus hipovolemia. Tanda – tanda kelebihan
cairan saat resusitasi harus diperhatikan seperti edema periorbita, ekstermitas
dan kesulitan bernafas. Monitoring yang paling obyektif adalah dengan
memperhatikan CVP adalah 8-12 mmHg.
2. Fokus Infeksi Awal harus Dieliminasi
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulent, khususnya untuk
infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong
jaringan gangrene. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti
resusitasi yang adekuat.
3. Pemberian Antibiotik
Saat sepsis berat teridentifikasi, antibiotik harus diberikan sedini
mungkin untuk mengobati infeksi yang mendasari. Antibiotik yang diberikan
adalah kombinasi antara antibiotik untuk gram positif dan negatif, serta
didasari oleh pola kuman di rumah sakit maupun di masyarakat. Sebelum ada
hasil biakan darah dan resistensi, pasien diberikan antibiotik spektrum luas,
tetapi jika telah ada hasil biakan darah, maka antibiotik harus disesuaikan
sesegara mungkin untuk mencegah terjadinya resistensi dan pemborosan.
Pemberian antibiotik harus selalu dinilai dalam waktu 48-72 jam.
Antimikrobial yang tidak menyebabkan pasien memburuk adalah
karbapenem, sefriakson, sefepun, glikopeptida, aminoglikosida, dan
quinolone. Perlu segera diberikan terapi emperik dengan antimikrobikal,
artinya bahwa diberikan antibiotic sebelum hasil kultur dan sensivitas
terhadap kuman didapatkan. Pemberian secara dini diketahui menurunkan
perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah hasil kultur dan sensivitas,
pengobatan tersebut akan mengurangi jumlah antibiotika yang diberikan
sebelumnya (diekskalasi). Diperlukan regimen antimicrobial dengan spectrum
aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur. Hal ini karena terapi antimikrobikal
hamper selalu diberikan sebelum organisme yang menyebabkan sepsis
diidentifikasi.
Obat berubah sejalan dengan waktu. Pilihan obat tersebut hanya untuk
menunjukan bahwa bahan antimikribial yang berada dipilih tergantung pada
penyebab sepsis. Regimen obat tunggal biasanya hanya diindikasikan bila
organism penyebab sepsis telah diidentifikasi dan uji sensivitas antibiotic
menunjukan macam antimkrobial yang terhadapnya organism memiliki
sensivitas.
1.5 Terapi Suportif
1. Pengukuran Saturasi Oksigen Vena Sentral
Telah lama diketahui bahwa penghantaran oksigen yang tidak
adekuat berakibat pada meningkatnya pengambilan oksiegen oleh
jaringan dan berakibat pada rendahnya saturasi campuran oksigen vena
( ScvO2) pada arteri pulmonalis. Saturasi oksigen vena sentral yang
diukur pada vena cava ( ScvO2) berhubungan dengan penghantaran
oksigen, dan dapat digunakan sebagai standar pengukuran yang reliable
untuk penghantaran oksigen jaringan yang adekuat selama resusitasi.
Kadar ScvO2 yang ditargetkan adalah > 70%. Angka 70% ini berasal dari
jmlah oksigen yang kembali ke paru, karena sejumlah 30% telah
diekstraksi oleh jaringan. Meningkatnya pengambilan oksigen, atau
menurunnya saturasi vena sentral ( ScvO2) merupakan salah satu
perameter yang menunjukkan bahwa telah terjadi suatu mekanisme
kompensasi untuk mengatasi ketidakseimbangan antara penghantaran
oksigen dengan kebutuhan oksigen jaringan.
2. Sasaran Terapi Ventilasi Mekanik
Penilaian awal dari jalan nafas ( airway ) dan pernafasan
( breathing ) agar penting pada pasien syok septik. Suplementasi oksigen
sebaiknya diberikan, bahkan intubasi dini dan penggunaan ventilasi
mekanik sebaiknya dipertimbangkan sejak awal terutama pada kasus
dengan peningkatan usaha nafas/ sesak nafas, hipotensi menetap, ataupun
perfusi perifer yang buruk.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa protokol EGDT
dimulia dengan bolus 20 mL/kg bb kristaloid atau koloid diberikan
dalam kurun waktu 30 menit untuk mencapai CVP 8-12 mmHg .jika
MAP kurang dari 5 mmHg, diberikan vasopressor, dan MAP yang lebih
dari 90 mmHg, diberikan vasodilator sampai mencapai 90 mmHg atau
kurang. Jika saturasi oksigen vena sentral ( ScvO2 ) kurang dari 70 % dan
kadar hematokrit < 30 %, diberikan sel darah merah yang dimampatkan
( Packed Red Cell, PRC ). Apabila stelah diberikan tranfusi PRC kadar
ScvO2 masih < 70%, diberikan inotropik dobutamin mulai dengan dosis
2,5 µg/kgbb/mneit. Dosis tersebut dapat dinaikkan 2,5 µg/kgbb/menit
setiap 30 menit sampai ScvO2 mencapai 70 % atau lebih atau sampai
dosis maksimal 20 µg/kgbb/menit. Dosis dobutamin diturunkan ataupun
dihentikan jika MAP kurang dari 65 mmHg atau jika denyut jantung
diatas 120 kali per menit. Untuk mengurangi konsumsi oksigen, pasien
dengan kndisi hemodinamik yang belum optimal dinberikan ventilasi
mekanik dan sedatif.
3. Pemberian Packed Red Cell ( PRC )
Salah satu kunci tatalaksana EGDT adalah menjaga saturasi
oksigen vena sentral agar mencapai target.jika pasien dengan hipovolemia
dan anemia, dengan kadar hematokrit kurang dari 30% dari vlume darah,
diberikan tranfusi PRC. Hal ini memiliki dua keuntungan yaitu
meningkatkan penghantaran oksigen ke jaringan yang hipoksia, dengan
menjaga tekanan vena sentral 8 mmHg untuk jangka waktu yang lebih
lama, dibandingkan dengan hanya pemberian cairan saja. Meskipun
penyebab takikardi pada pasien sepsis mungkin multifaktorial, terjadinya
penurunan denyut jantung dengan resusitasi cairan sering merupakan
pertanda membaiknya pengisisna intravaskuler.
4. Pemberian Vasopressor
Jika pemberian bolus cairan gagal untuk mempertahankan perfusi
organ dan tekanan arteri yang adekuat, maka agen vasopressor harus
segera diberikan. Dopamin ataupun norepinefrin yang diberikan mellaui
kateter vena sentral sesegara mungkin adalah pilihan utama agen
vasopressor untuk mengkoreksi hipotensi pada syok septik. Dopamin
merupakan precursor alami norepinefrin dan epinefrin serta memiliki
beberapa efek farmakologi yang tergantung dosis. Dopamin
meningkatkan MAP dengan cara meningkatkan cardiac index dengan
efek resistensi vaskuler sistemik yang minimal. Peningkatan cardiac
index akibat meningkatnya isi sekuncup dan meningkatnya detak jantung.
Meskiun demikian dopamin dapat mengurangi pH, hal ini dihubungkan
dengan berjurangnya aliran darah ke mukosa gaster, sehingga pCO2
gaster meningkat. Norepinefrin adalah agonis α – adrenwegik yang paten.
Norepinefrin dapat meningkatkan resistensi vaskuler sistemik karena
memilki efek vasokontriksi, dengan perubahan minimal pada detak
jantung dan cardiac output. Norepinefrin merupakan vasopressor ideal
pada syok hangat, dimana cardiac output normal atau meningkat, tapi
disertai hipotensi dan takikardi, dengan ekstermitas hangat. Epinefrin atau
fenilefrin sebaiknya tidak diberikan sebagai pilihan utama karena
mengurangi aliran darah splanchnic, meningkatkan produksi CO2 mukosa
gaster dan menurunkan pH.
5. Pemberian Inotropik
Pada EGDT, dobutamin direkomendasikan jika didapatkan adanya
hipoperfusi jaringan ( ScvO2 < 70% ), dengan syarat CVP, hematokrit
dan MAP telah dikoreksi trelbih dahulu dan mencapai nilai normal. Pada
beberapa kasus, cardiac output sendiri dapat berkurang karena sepsis yang
menginduksi disfungsi kardia. Pada kasus ini diberikan doutamin ( dosis
dapat dinaikkan sampai maksimum 20 µg/kg/menit ) untuk meningkatkan
penghantaran okisgen ke perifer dan mnecegah disfungsi organ lebih jauh
yang disebabkan hipoperfusi dan iskemia. Jika pemberian dobutamin
menyebabkan terjadinya hipotensi, disarankan penggunaan norepinefrin
untuk melawan efek vasodilatasi dobutamin.
6. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH < 7,2 atau serum
bikarbonat < 9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
7. Pemberian Nutrisi yang Adekuat
Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting
berupa makro dan mikronutriet. Makronutriet terdiri dari omega-3 dan
golongan nukluetida yaitu glutamine sedangkan micronutrient berupa
vitamin dan trace element.
8. Glukosa Kontrol
Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang
tidak mengalami dan yang mengalami diabetes mellitus. Sebaiknya kadar
gula darah dipertahankan sampai dengan <150mg/dL. Dengan melakukan
monitoring pada gula darah setiap 1-2jam dan dipertahankan minimal
sampai dengan 4 hari.
Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis
dengan menggunakan H2 broker protonpan inhibitor.Apabila terjadinya
kesulitan pernafasan penderita memerlukan ventilator dimana tersedia di
ICU.
9. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversial, ada yang
menggunakan pada awal terjadinya sepsis, ada yang menggunakan terapi
steroid seusai dengan kebutuhan dan kekurangan yang ada di dalam darah
dengan memeriksa kadar steroid pada saat itu (pengobatan suplementasi).
Penggunaan steroid ada yang menganjurkan setelah terjadi septic shock.
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses
corticosteroid>300mg hydrocotisone per hari dalam keadaan septic
shock. Penggunaan high doses corticosteroid tidak efektif sama sekali
pada keadaan sepsis dan septic shock. (sepsis campaign, 2008).
1.6 Pencegahan
Ada beberapa langkah dasar yang dapat diambil untuk mengurangi
kemungkinan sepsis berkembang dari infeksi di semua kelompok berisiko :