Anda di halaman 1dari 8

Choosing antibiotics appropriate in severe infection

Usman Hadi
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK.UNAIR / RSUD. Dr. SOETOMO Surabaya.

Penyakit infeksi masih merupakan masalah utama di seluruh dunia tidak terkecuali di
Indonesia. Saat ini berdasarkan pada konsensus yang terbaru tahun 2016, infeksi berat
dIkelompokkan menjadi dua yaitu sepsis dan septik syok dengan memasukkan kriteria
kegagalan fungsi multi organ kedalam pembagian tersebut (Singer et al., 2016; Rhodes et
al., 2017). Insidens sepsis masih cukup tinggi, di Amerika Serikat kejadian setiap tahun
sekitar 750 000 kasus dengan angka kematian sekitar 20-30 %. Mortalitas septik syok di
Indonesia dilaporkan sekitar 50-70 % (Guntur, 2011; Marik, 2011)
Penyebab sepsis terbanyak sebelum tahun 1987 adalah bakteri gram negatif,
sedangkan sejak tahun 1987 hingga 2000 bakteri gram positif menjadi penyebab terbanyak
(52% kasus), disamping penyebab yang lain seperti jamur dan parasit. Kasus sepsis
bertambah karena meningkatnya penggunaan prosedur invasif, obat imunosupresan,
khemoterapi, transplantasi, infeksi HIV, dan resistensi terhadap antimikroba (Martin, et al.
2003).
Pemberian antibiotik yang tepat dan cepat merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan angka kesembuhan penderita sepsis, prinsip umum dalam menentukan
pemilihan, antara lain dugaan etiologi dan suseptibilitas penyebab infeksi, dosis, dan cara
pemberian, underlying host factor, serta hasil monitor respons terapi. Penggunaan
antibiotika secara bijak dan optimal sangat diperlukan tidak dapat hanya bersandar pada
spektrum antibiotika, namun juga pada farmakokinetik dan farmakodinamik, potensi
resistensi yang timbul, safety profile, dan biaya yang harus dikeluarkan (Rhodes et al.,
2017)
Pada makalah ini akan dibahas tentang kriteria diagnosis sepsis dan syok septik
dan penatalaksanaan secara tepat dan cepat, khususnya penggunaan antibiotik, sehingga
diharapkan mortalitas akibat sepsis dapat menurun.

1
DEFINISI

Sepsis Life-threatening organ disfunction caused by a dysregulated host response to


infection

Organ dysfunction:
Acute change in total SOFA score ≥ 2 points consequent to the infection
Quick SOFA score: Respiratory rate ≥ 22/min.; Altered mentation; Systolic
blood pressure ≥ 100 mm Hg.

Septic Sepsis in which underlying circulatory and cellular/metabolic


shock abnormalities are profound enough to substantially increase
mortality

Septic shock can be identified with: persisting hypotension requiring


vasopressors to maintain MAP ≥ 65 mm Hg and having serum lactate > 2 mmol
/L (18 mg/dL) despite adequate volume resusitation

(Singer et al., JAMA 2016)

2
Penatalaksanaan Sepsis dan Septik shock
Prinsip pengelolaan pasien sepsis dan septik shock adalah berikut:
1. Resusitasi awal: Sepsis dan septik shock merupakan keadaan darurat sehingga
perlu segera dilakukan resusitasi. Dianjurkan resusitasi awal dengan pemberian
cairan kristaloid intravena sedikitnya 30 ml/kg dan diberikan pada 3jam pertama.
2. Mulai terapi antibiotik intravena dalam 1 jam pertama yang adekuat, dosis yang
tepat dan spektrum mencakup kemungkinan organisme penyebab sedini
mungkin. Dianjurkan penggunaan antibiotik empiris dengan spektrum luas dapat
tunggal atau kombinasi.
3. Mengidentifikasi dan menangani sumber infeksi secara baik, apabila kuman
penyebab sudah teridentifikasi maka harus dilakukan penyesuaian penggunaan
antibiotik sesuai dengan sensitivitas kuman penyebab dengan menggunakan
spektrum yang sempit.
4. Menjaga fungsi sistem organ tubuh tetap baik untuk mencegah gangguan fungsi
multi organ (MODS) (Kalil, 2015)
Berdasarkan pada “survival sepsis campaign” ditetapkan paket resusitasi yang sebaiknya
dilaksanakan dalam pelaksanaan perawatan penderita sepsis:
1. Pengukuran kadar serum lactate atau procalcitonin untuk menentukan derajat
sepsis.
2. Pengambilan sampel darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
mikrobiologi, untuk kultur darah perlu diperhatikan bahwa jumlahnya harus
cukup agar hasil positif kulturnya meningkat, dianjurkan 10 cc dari lengan
kiri dan 10 cc dari lengan kanan.
3. Pemberian antibiotik spektrum luas dalam jam pertama setelah terdiagnosis
4. Mengatasi hipotensi dan atau peningkatan serum lactate dengan pemberian
cairan
- Pemberian obat-obat vasopresor apabila tidak ada respon terhadap
pemberian cairan kristaloid awal,
- Disarankan pemberian norepinephrine atau dopamin sebagai pilihan
pertama vasopressor, dan apabila tidak ada respon terhadap obat ini
maka diberi epinephrine sebagai pilihan pertama.
5. Pada keadaan tekanan darah tetap rendah walaupun sudah dilakukan
resusitasi cairan ( kondisi septik syok) atau kadar asam laktate > 4 mmol/l .

3
Maka perlu dipertahankan secara adekuat central venous pressure dan
saturasi oksigen
- Pertahankan tekanan vena central (CVP) > 8 (8-12) mmHg
- Pertahankan saturasi oksigen vena sentral > 70%
6. Pertimbangkan pemberian kortikosteroid dosis rendah pada penderita septik
syok yang membangkang terhadap resusitasi cairan dan vasopresor
- dianjurkan tidak menggunakan deksamethasone apabila tersedia
diberikan hydrocortison, dosis setara dengan ≤300 mg hydrocortison
per hari
- apabila penderita sudah tidak memerlukan vasopresor lagi maka dosis
kortikostreroid harus di tappering off.
7. Pertimbangkan pemberian Activated Protein C (Rh APC) pada penderita
dengan sepsis berat dan resiko kematian tinggi. Dengan APACHE II > 25
atau multiple organ failure, serta tidak ada kontra indikasi pemberian Rh
APC (meningkatnya resiko perdarahan).
Kontra indikasi pemberian Rh APC:
- Internal bleeding aktif, Stroke perdarahan ( dalam 3 bulan)
- Pembedahan intrakranial/spinal, trauma kepala berat (2 bulan
terakhir)
- Terpasang epidural kateter, Tumor otak
- Allergi terhadap Rh.APC
8. Pemberian insulin therapi bila ada hiperglikemia pada penderita Diabetes
Mellitus
- setelah regulasi awal dari kadar gula , pada penderita sepsis berat yang di
ICU dianjurkan penggunaan insulin iv untuk menurunkan kadar gulanya
(target sekitar <150 mg/dl)
- dianjurkan penderita yang mendapat insulin iv juga mendapat sumber
energi yang berasal dari glukosa, dan dimonitor tiap 1-2 jam kadar gulanya
setelah stabil dimonitor tiap 4 jam
Paket terapi ini sebaiknya dilaksanakan secara lengkap dalam waktu sekitar 6 jam
sejak awal diagnosis sepsis dibuat/ditegakkan (Dellinger et al., 2008).

4
Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik empiris segera dilakukan setelah pengambilan spesimen
untuk indentifikasi kuman penyebab, dengan antibiotik spektrum sempit bila dugaan
kuman penyebab jelas, tetapi bisa menggunakan antibiotik spektrum luas jika penyebab
tidak jelas. Apabila hasil identifikasi kuman penyebab sudah selesai dan sudah diketahui
hasilnya maka pemberia antibiotik diganti dengan (pemeriksaan kultur) spektrum sempit
sesuai dengan sensitivitasnya. Pemilihan antibiotik empiris bisa berdasarkan pada, lokasi
sumber infeksi, tempat infeksi terjadi apakah di rumah sakit atau di komunitas, dan peta-
medan kuman di tempat tersebut.
Pemilihan antibiotik definitif didasarkan pada identifikasi mikroba dan tes
sensitivitas. Karena itu semua spesimen yang dibutuhkan (darah, pus, urine, cairan
serebrospinal) harus diambil untuk diperiksa sebelum memberikan antibiotika apapun,
Disamping untuk kepentingan terapi definitif hal ini sangat berguna untuk membuat suatu
peta medan kuman di suatu tempat atau rumah sakit serta pola sensitivitasnya.
Lama pemberian antibiotik disarankan sekitar 7-10 hari pada penderita sepsis dan
septik syok, pemberian dapat diperpanjang pada penderita yang responnya lambat, adanya
focus yang tidak dapat dilakukan drainase, serta pada penderita gangguan imunologis
(Rhodes, 2017).

Pemilihan jenis antibiotik berdasarkan lokasi infeksi


1. Infeksi paru
2. Infeksi intra abdomen
3. Infeksi intravaskular
4. Infeksi sauran kencing
5. Infeksi pada luka dan jaringan kulit
Pemberian antibiotik pada infeksi paru
Sepsis pada paru yang paling sering ditemukan akibat infeksin nosocomial dan
infeksi yang berhubungan dengan pemasangan ventilator, kuman penyebabnya
biasanya (50%) sudah kebal terhadap berbagai antibiotik
Faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial: aspirasi, pemasangan ventilator yang
lama, penggunaan imunosupresan, dan imobilisasi lama
Kuman penyebab infeksi nosokomial pada paru.
Infeksi awal: Strept.pneumoniae Legionella spp. Mycoplasma pneumoniae

5
Chlamydia pneumoniae Staphylococcus aureus Haemophilus spp.
Klebsiella spp, Neisseria spp.
Antibiotik pilihan:
Third-generation cephalosporins: Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceftizoxime.
Quinolones dan Macrolides
Infeksi lanjutan: Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp., Klebsiella spp.,
Escherichia., coli. Acinetobacter spp
Antibiotik pilihan: Anti-pseudomonal β-lactam + / - aminoglycoside
Anti-pseudomonal β-lactam +/- quinolone, Carbapenem +/-
aminoglycoside, Fourth-generation cephalosporin

Pemberian antibiotik pada infeksi intra-abdominal


Classification Intra Abdominal infection
Primer: Spontanues Bacterial Peritonitis
Kuman penyebab: Enterobacteriaceae, Streptococcus pneumoniae
Enterococcus faecalis
Antibiotik pilihan: Third-generation cephalosporin, Cefotaxime
Ceftriaxone , Quinolones, Imipenem-cilastatin, Piperacillin-
tazobactam

Secondary: Trauma, Perforasi, Post op Abdomen


Kuman penyebab: Aerobic Gram-negatives eg. Bacteroides fragilis,
Enterococcus spp., Pseudomonas aeruginosa, Candida spp.
Antibiotik pilihan: Carbapenem +/- aminoglycoside,
Antipseudomonal β-lactam, Third-generation cephalosporin
+ metronidazole, Quinolone + metronidazole. Third-generation
Cephalosporin +/- aminoglycoside +/- amphotericin B.
Tertiary peritonitis: Persistent & Recurrent infection
Kuman penyebab: Enterococcus spp., Candida spp., Staphyloccus
epidermidis.
Antibiotik pilihan: Carbapenem +/- aminoglycoside, +/-
amphotericin B, Antipseudomonal β-lactam, Third-generation
cephalosporin + metronidazole, Quinolone + metronidazole. Third-
generation, Cephalosporin +/- aminoglycoside +/- amphotericin B.
6
Pemberian antibiotik pada infeksi intra-vaskular
Infeksi intravaskuar sering terjadi terutaman pada pemberian cairan intra vena
angka kejadian diperkirakan sekitar 150.000 kasus pertahun, merupakan suatu
infeksi nosokomial akibat pemasangan kateter yang terkntaminasi kuman
Kuman penyebab terbanyak adalah bakteri Gram (+)
Terapi antibiotik empiris yang dapat digunakan golongan cephalosporin dengan
spektrum luas atau vancomycin

Pemberian antibiotik pada infeksi saluran kencing


Pada pemasangan kateter saluran kencing lebih dari 10 hari akan menimbulkan kolonisasi
bakteri di kandung kencing.
Adanya sumbatan di saluran kencing merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran
kencing misalnya: batu saluran kencing, hyperthrofi prostat, abses ginjal, dll.
Kuman penyebab infeksi saluran kencing terbanyak adalah bakteri Gram (-)
Antibiotik pilihan adalah golongan fluorokuinolon

Resume
Sepsis dan septik syok merupakan keadaan darurat yang harus ditangani segera secara
cepat dan tepat prinsip terapi sepsis meliputi, resusitasi untuk memperbaiki hipoksia,
hipotensi, dan gangguan oksigenasi jaringan (hipoperfusi), terapi antibiotik yang adekuat.
Mengidentifikasi dan menangani sumber infeksi secara baik serta menjaga fungsi sistem
organ tubuh tetap baik untuk mencegah gangguan fungsi multi organ.

Daftar Pustaka
1. Angus DC, and van der Poll T. 2013. Severe Sepsis and Septic Shock. N Engl J
Med 369(9): 840-851.
2. Bone RC, Grodzin CJ, Balk RA (1997). Sepsis: A new hypothesis for pathogenesis
of the disease process. Chest 112: 235-43.
3. Dellinger RP. Carlet JM, Masur H., et al (2004). Surviving Sepsis Campaign
guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Crit Care Med 32: 858-
872.

7
4. Dellinger RP., Levi MM., Carlet JM, et al (2008). Surviving Sepsis Campaign:
International guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Intensive
Care Med 34: 17-60.
5. Guntur H. (2011). Sepsis in elderly. Simposium Geriatri Semarang.
6. Young LS (1995). Sepsis Síndrome. In: Mandell GL; Bennet SE; Dolin R [eds],
Principles and Practice of Infectious Disease 4h Ed. Churchill Livingstone, New York.
P.690-705.
7. Kalil A. (2015) Septic Shock Treatment and Management. Available in
www.emedicine.medscape.com/article/16842-treatment. Accessed : May 9th. 2016.
8. Marik E. 2011. Surviving sepsis: going beyong the guidelines. Annals of Intensive
Care. 1: 17.
9. Martin GS, Mannino DM, Eaton S, Moss M. (2003). The epidemiology of sepsis in
the U.S from 1979 through 2000. N Engl J Med 348: 1546-54.
10. Rhodes A, Evans LE, Alhasan W et al. 2017. Surviving Sepsis Campain:
International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock:2016. Intensive
Care Med. DOI 10.1007/s00134-017-4683-6.
11. Riedemann NC, Guo RF, Ward PA (2003). The enigma of sepsis. J Clin Invest
112: 46-67.
12. Sagy M., Al Qaqaa Y., Kim P. (2013). Definitions and Pathophysiology of Sepsis.
Curr.Probl.Pediatr.Adolesc. Health Care. 43: 260-2 23: 63.
13. Singer M, Deutschman CS., Seymour CW., Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M,
Bellomo R, Bernard GR, Chiche J, Coopersmith CM, Hotchkiss RS, Levy MM,
Marshal JC, Martin GS, Opal, SM, Rubenfeld GD, vd Poll T, Vincent J, Angus D.
(2016). The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock
(Sepsis-3). JAMA 315(8): 801-810.

Anda mungkin juga menyukai