Anda di halaman 1dari 9

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 1 BLOK 14
“BATUKKU MEMBAWA PENDERITAAN”

OLEH:
Nama : Mellybeth Indriani Louis
Stambuk : N10118112
Kelompok : 7 (Tujuh)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
1. Pengobatan atau tatalaksana untuk pasien sepsis, serta perbedaan sepsis dan badai
sitokin?
Jawab :
Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan
ESICM yaitu “Surviving Sepsis Guidelines”. Komponen dasar dari penanganan sepsis
dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik,
pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan
radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi
(Irvan et al., 2018).
Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, direkomendasikan keadaan
sepsis diberikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau
kurang. Protokol ini menekankan pemeriksaan ulang klinis sesering mungkin dan
pemeriksaan kecukupan cairan secara dinamis (variasi tekanan nadi arterial). Protokol ini
menekankan bahwa klinisi harus melakukan teknik “fluid challenge” untuk mengevaluasi
efektivitas dan keamanan dari pemberian cairan. Ketika status hemodinamik membaik
dengan pemberian cairan, pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan. Namun
pemberian carian harus dihentikan apabila respon terhadap pemberian cairan tidak
memberikan efek lebih lanjut. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan seperti carotid
doppler peak velocity, passive leg raising, ekokardiografi (Irvan et al., 2018).
Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan komponen
penting dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat dengan adanya
penundaan penggunaan antimikroba. Untuk meningkatkan keefektifitas penggunaan
antibiotik, penggunaan antibiotik berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan
identifikasi sumber penularan kuman, dan hal ini harus dilakukan sesegera mungkin.
Protokol terbaru merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik harus diberikan
maksimal dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini berdasarkan berbagai penelitian yang
meunjukkan bahwa penundaan dalam penggunaan antibiotik berhubungan dengan
peningkatan resiko kematian. Penggunaan vasopressor yang direkomendasikan adalah
norepinefrin untuk mencapai target MAP ≥ 65 mmHg. Penggunaan cairan yang
direkomendasikan adalah cairan kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan diberikan
dengan melakukan fluid challenge selama didapatkan peningkatan status hemodinamik
berdasarkan variabel dinamis (perubahan tekanan nadi, variasi volum sekuncup) atau
statik (tekanan nadi, laju nadi). Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Bernard et al ,
penggunaan drotrecogin α (Human Activated Protein C) menurunkan tingkat kematian
pada pasien dengan sepsis. Protein C yang teraktivasi akan menghambat pembentukan
thrombin dengan menginaktifasi factor Va, VIIIa dan akan menurunkan respon inflamasi
(Irvan et al., 2018).
Pada sepsis berat terjadi peningkatan sitokin pro-inflamasi IL-1β, IL-6, IL-8, IL-
12, IFN, dan TNF-α yang dikenal dengan badai sitokin dan berhubungan dengan
mortalitas pada sepsis (Utomo, 2020).

2. Gold standar untuk pneumonia, sepsis, dan TB?


Jawab :
- Pneumonia
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram,
penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas (Ryusuke, 2017).
- Sepsis
Sepsis merupakan keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa, akibat
disregulasi respon host terhadap infeksi. Hingga saat sekarang, sepsis merupakan
kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia. Karena kurangnya alat
diagnostic dan pengobatannya yang sulit, menyebabkan angka kematiannya akibat
sepsis cukup tinggi. Dengan demikian, sepsis masih menjadi masalah utama termasuk
dalam 10 besar penyebab kematian. Selama beberapa tahun, kriteria systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) dianggap sebagai yang utama dalam
mendiagnosis sepsis, namun terlalu sensitif dan pada saat bersamaan menghasilkan 1
negatif palsu dari 8 kasus infeksi dan kegagalan organ. Pada tahun 2016 muncul
definisi sepsis terbaru dengan rekomendasi Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA) scoring dan quick SOFA (qSOFA) sebagai alat diagnostik sepsis (Irvan et al.,
2018).
- TB
Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan
metode baku emas (gold standard) . Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu
lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS)
dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur
atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling
efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit
laboratorium (Mardiah, 2015).

3. Gambaran air bronchogram sign?


Jawab :
4. Diagnosis dan diagnosis banding dari kasus?
Jawab :
Sepsis merupakan komplikasi umum yang terjadi akibat infeksi dan dapat
meningkatkan morbiditas serta mortalitas pada pasien. Community-acquired pneumonia
(CAP) merupakan penyebab sepsis terbanyak dari beberapa penelitian. Sekira 40-50%
pasien sepsis menunjukkan penyebab sepsis berasal dari infeksi saluran napas (I. M. P.
Putra, 2018).
Untuk diagnosis banding dari sepsis yaitu SIRS, Sepsis Berat,Syok Sepsis. Pada
sepsis yang menimbulkan disfungsi organ merupakan sepsis berat yang berkembang
menjadi syok sepsis. Dimana setiap diagnosis banding ini memiliki kriteria masing-
masing sebagai berikut (I. M. P. Putra, 2018):

5. Etiologi dari sepsis?


Jawab :
Masuknya mikroba ke aliran darah bukan merupakan sesuatu yang mendasar
terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal dengan penyebab bakteri yang
menghasilkan produk patogen seperti eksotoksin, dapat juga memicu respon inflamasi
sistemik sehingga menimbulkan disfungsi organ di tempat lain dan hipotensi. Kultur
darah yang positif hanya ditemukan pada sekitar 20-40% kasus sepsis berat dan
persentasenya meningkat seiring tingkat keparahan dari sepsis, yaitu mencapai 40- 70%
pada pasien dengan syok septik. Bakteri Gram negatif atau positif mencakup sekitar 70%
isolat, dan sisanya ialah jamur atau campuran mikroorganisme. Pada pasien dengan
kultur darah negatif, agen penyebab sering ditegakkan berdasarkan kultur atau
pemeriksaan mikroskopik dari bahan yang berasal dari fokus infeksi (Purwanto &
Astrawinata, 2018).
Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas dan
nosokomial. Pneumonia ialah penyebab paling umum, mencapai setengah dari semua
kasus, diikuti oleh infeksi intraabdominal dan infeksi saluran kemih. Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae ialah bakteri Gram positif paling sering,
sedangkan Escherichia coli, Klebsiella spp, dan Pseudomonas aeruginosa predominan di
antara bakteri Gram negatif (Purwanto & Astrawinata, 2018).

6. Pencegahan untuk pnemonia?


Jawab :
Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat
mirip dengan flu, cara mencegahnya adalah sebagai berikut:
- Menghindarkan bayi atau anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan
- Menghindari kontak dengan penderita ISPA
- Membiasakan memberikan ASI
- Segera beribat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika
disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya terikan pada otot diantara rusuk
(retraksi).
- Periksakan Kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan, dan segera
ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.
- Imuniasai, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhdapa penyakit infeksi seperti
imunisasi DPT

7. Prognosis dari kasus?


Jawab :
Pengenalan dan penanganan awal untuk sepsis dan septik syok akan
meningkatkan prognosis yang baik. Nilai qSOFA juga mempengaruhi prognosis. Jika
nilai qSOFA adalah 0, maka angka mortality akan kurang dari 1%. Jika nilai qSOFA
adalah 1, maka angka mortality akan berada di kisaran 2-3%. Jika nilai qSOFA adalah>2,
maka angka mortality akan mencapai >10% (Marik & Taeb, 2017).

8. Kriteria qSOFA dan interpretasi?


Jawab :
qSOFA dinyatakan positif apabila terdapat 2 dari 3 kriteria. Skoring tersebut cepat
dan sederhana serta tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium (I. A. S. Putra, 2019).

Kriteria qSOFA Nilai


Laju pernapasan >22x/menit 1
Perubahan status mental/kesadaran 1
Tekanan darah sistolik 1

9. Anatomi sistem respirasi?


Jawab :
- Paru
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk
pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung sternal kosta
pertama, permukaan costovertebral yang melapisi dinding dada, basis yang terletak di
atas diafragma dan permukaan mediastinal yang menempel dan membentuk struktur
mediastinal di sebelahnya (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fissura obliqus dan
horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura obliqus sehingga tidak ada lobus tengah.
Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan.
Namun, secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang
masuk dan keluar dari paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh kantung pleura
yang longgar (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda yang membrannya
melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi permukaan luar paru. Setiap pleura
mengandung beberapa lapis jaringan ikat elastik dan mengandung banyak kapiler.
Diantara lapisan pleura tersebut terdapat cairan yang bervolume sekitar 25-30 mL
yang disebut cairan pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk
gerakan paru di dalam rongga (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari arteri bronkialis
cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena bronkialis, yang juga
berhubungan dengan vena pulmonalis, mengalirkan darah ke vena azigos dan vena
hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri
pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang
vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke
atrium kiri jantung (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Drainase limfatik paru mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar
getah bening trakeobronkial hilar dan selanjutnya menuju trunkus limfatikus
mediastinal (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Paru dipersyarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal paru. Pleksus
ini terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis
(dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan
serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli (Wahyuningsih &
Kusmiyati, 2017).

- Saluran Napas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua bagian, yakni
saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah (Wahyuningsih & Kusmiyati,
2017).
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan
dan dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui
bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan duktus alveolaris sampai alveolus
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran udara.
Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang
meyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas bronkus,
bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan
zona peralihan dan zona respirasi, dimana proses pertukaran gas terjadi, terdiri atas
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus. Adanya percabangan saluran
udara yang majemuk ini meningkatkan luas total penampang melintang saluran udara,
dari 2,5 cm2 di trakea, menjadi 11.800 cm 2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran
udara di dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang sangat rendah
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di sebagian besar daerah,
udara dan darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus dan endotel kapiler sehingga
keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 μm. Tiap alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel,
yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2. Sel tipe 1 merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis
utama, sedangkan sel tipe 2 (pneumosit granuler) lebih tebal, banyak mengandung
badan inklusi lamelar dan mensekresi surfaktan. Surfaktan merupakan zat lemak yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan (Wahyuningsih & Kusmiyati,
2017).

- Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75%
selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga
toraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti
piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
sampai 7 cm saat inspirasi dalam (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang
berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi
pada vertebra sehingga ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga
dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan
memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga
meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus
dan diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Musculus scalenus dan musculus sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi
tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar
dan dalam (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan
volume intratoraks berkurang. Musculus intercostalis internus bertugas untuk
melakukan hal tersebut karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan
belakang dari iga ke iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik
rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga membantu
proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan
meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke atas
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).

10. Epidemiologi dari kasus?


Jawab :
Sepsis masih menjadi penyebab kematian utama di beberapa negara Eropa setelah
infark miokard akut, stroke, dan trauma. Hampir 50% pasien intensive care unit (ICU)
merupakan pasien sepsis. Angka kematian disebabkan sepsis di ICU RSUP dr Kandou
Manado sebesar 65,7%. Di RSUP dr Soetomo Surabaya, angka syok septik sebesar
14,58%, dan 58,33% sisanya sepsis. Salah satu penyebab kematian disebabkan karena
terlambatnya penanganan awal sepsis terutama saat masih di Unit Gawat Darurat;
keterlambatan ini sering disebabkan menunggu hasil laboratorium atau pemeriksaan
penunjang lain. Penanganan pasien syok septik harus segera dilakukan pada 1 jam awal
(I. A. S. Putra, 2019).

11. Sistem rujukan dan termasuk SKDI brapa?


Jawab :
Sepsis adalah stadium terminal dari infeksi dari berbagai organ, sehingga untuk
sistem rujukan mengikuti diagnosis awal atau infeksi awal yang terjadi. Pada kasus ini
pasien dapat dirujuk di dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis paru. Kasus
sepsis merupakan kompetensi 3B (Taher, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Irvan, I., Febyan, F., & Suparto, S. (2018). Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru.
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(1), 62. https://doi.org/10.14710/jai.v10i1.20715
Mardiah, A. (2015). SKRINING TUBERKULOSIS (TB) PARU DI KABUPATEN BANYUMAS
PROVINSI JAWA TENGAH. 20.
Marik, P. E., & Taeb, A. M. (2017). SIRS, qSOFA and new sepsis definition. Journal of
Thoracic Disease, 9(4), 943–945. https://doi.org/10.21037/jtd.2017.03.125
Purwanto, D. S., & Astrawinata, D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis dan Syok
Septik. Jurnal Biomedik (Jbm), 10(3), 143. https://doi.org/10.35790/jbm.10.3.2018.21979
Putra, I. A. S. (2019). Update Tatalaksana Sepsis. Cdk-280, 46(11), 681–685.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.cdkjournal.com/
index.php/CDK/article/download/
411/205&ved=2ahUKEwjlktPK3_jvAhUdyzgGHbzHBo4QFjAHegQIHBAC&usg=AOvVa
w2xFT0sxE8h0bqkOiE9sGZn
Putra, I. M. P. (2018). Pendekatan Sepsis dengan Skor SOFA. 45(8), 606–609.
Ryusuke, O. (2017). Tugas responsi Pneumonia.
Taher, A. (2014). Panduan Praktik Klinis.
Utomo, M. T. (2020). Zinc Supplementation in Cytokine Regulation During LPS-induced Sepsis
in Rodent. Journal of International Dental and Medical Research, 13(1), 46–50.
Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi Fisiologi. Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai