Anda di halaman 1dari 16

LEARNING OBJECTIVE

BLOK 15: ELEKTIF MODUL GERIATRI

SKENARIO 1

“KELUHAN SAKITKU”

NAMA : Mellybeth Indriani Louis


STAMBUK : N10118112
KELOMPOK: 3

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
1. Perbedaan antara ketiga diagnosis yang tadi dipertimbangkan! (sindrom geriatric, OA,
arthritis gout)!
Jawab :

Sindrom Osteoarthritis Arthritis gout


geriatric
Definisi Serangkaian Bentuk arthritis yang Salah satu etiologi
kondisi yang paling umum di paling umum dari
menunjukkan dunia. Ini dapat arthritis inflamasi
kerusakan organ diklasifikasikan menjadi kronis, yang ditandai
pada orang 2 kategori: osteoartritis dengan deposisi
dewasa yang primer dan osteoartritis kristal monosodium
lebih tua atau sekunder urat (MSU) di
lansia. jaringan. 
Tanda dan Mencakup  Pembengkakan  Nyeri yang
gejala sekelompok pada sendi tiba-tiba dan
tanda dan gejala  Munculnya suara parah pada
yang terjadi gesekan pada sendi,
secara bervariasi sendi ketika biasanya di
bersama-sama digerakkan tengah
dan mencirikan  Melemahnya malam atau
kelainan otot dan dini hari.
tertentu. Latar berkurangnya
 Nyeri di
belanag yang massa otot
sendi. Rasa
multifaktorial  Munculnya taji
nyeri bisa
dan sangat atau tulang
terasa hangat
heterogeny. tambahan
pada saat
 Munculnya
disentuh dan
benjolan pada
terlihat
sendi yang ada di
merah atau
jari tangan
ungu.
 Membengkoknya
jari tangan
 Kekakuan
pada sendi
menyebabkan
terbatasnya
pergerakan.

 Sendi yang
paling sering
terkena
adalah sendi
jempol kaki,
pergelangan
kaki, lutut,
siku,
pergelangan
tangan, dan
jari-jari
tangan.

Sumber :
Cesari, et al. 2017. Geriatric syndromes: How to treat. Vol 8(5).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5538337/
Fenando, A., Widrich, J. 2021. Gout. Treasure Island: StatPearls
Sen, R., Hurley, J. A. 2021. Osteoarthritis. Treasure Island: StatPearls

2. Bagaimana prinsip perubahan anatomi, fisiologis, endokrin/biomolekuler yang


mempengaruhi homeostasis pada orang geriatri termasuk perubahan mental akibat
aging processed?
Jawab :
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah:
a) Perubahan fisik
 Sel
Terjadinya penurunan jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel,
berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme
perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
 Sistem Persyarafan
Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel
syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan
persyarapan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi
khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitive terhadap sentuan.
 Sistem Pendengaran
Terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu
gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya
otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
 Sistem Penglihatan
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada
cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau
hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran
pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat
dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas,
semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia
sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
 Sistem Kardiovaskuler
Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk
memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi
yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh
darah perifer.
 Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja
sebagai thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperature suhu tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologik kurang lebih 35oC, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
 Sistem Respirasi
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas
silia menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas
bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri
tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas
terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema
senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan
menurun seiring pertambahan usia.
 Sistem Pencernaan
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa
terjadi setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya
sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit,
esophagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah
dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin
mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
 Sistem Perkemihan
Ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjal disaring oleh
satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di
glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus
berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun,
berat jenis urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah,
sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
buang air seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga
terkadang menyebabkan retensi urine pada pria.
 Sistem Endokrin
Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal
metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun, Produksi aldosteron
menurun, Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen,
dan testoteron menurun.
 Sistem Integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, Timbul bercak
pigmentasi, Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
Berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi,
Kuku jari menjadi keras dan rapuh, Jumlah dan fungsi kelenjar
keringat berkurang.
 Sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh,
kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya
berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot,
serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram,
dan manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan
proses menua. Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan
kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek, penurunan irama.
Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung
gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia
susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
b) Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan
fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka
panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa
perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan
buruk). I.Q. (Intellegentian Quantion) tidak berubah dengan informasi
matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan
ketrampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya membayangkan
karena tekanan–teanan dari faktor waktu).

Sumber :

Francheschi, et al. 2018. The Continuum of Aging and Age-Related Diseases:


Common Mechanisms but Different Rates. Vol 5(61).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5890129/

3. Bagaimana perubahan kejiwaan agitasi, dimensia, delirium, depresi pada lansia?


Jawab :
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan
fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi neuron di otak
secara progresif. Kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke otak,
lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat.

Sumber :
Francheschi, et al. 2018. The Continuum of Aging and Age-Related Diseases:
Common Mechanisms but Different Rates. Vol 5(61).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5890129/

4. Penatalaksanaan terapi farmakologi pada geriatri termasuk pemberian obat akibat


perubahan luas permukaan tubuh, berat badan dan nutrisinya termasuk cairan tubuh
dan sensitivitas saraf pusat!
Jawab :
Pada lanjut usia masukkan cairan perlu diperhatikan karena adanya perubahan
mekanisme rasa haus, dan menurunnya cairan tubuh total (dikarenakan penurunan
massa bebas lemak). Sedikitnya dianjurkan 1500 ml/hari, untuk mencegah terjadinya
dehidrasi, namun jumlah cairan harus disesuaikan dengan ada tidaknya penyakit yang
memerlukan pembatasan air seperti gagal jantung, gagal ginjal dan sirosis hati yang
disertai edema maupun asites.
Area permukaan tubuh (BSA) telah terbukti menjadi ukuran yang berguna
tentang dosis obat apa yang sesuai untuk digunakan untuk pasien tertentu. Hal ini
umumnya ditentukan oleh penggunaan nomogram, bagan yang memungkinkan
estimasi BSA dari data tinggi dan berat badan pasien.
Sumber :

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 Tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat.
https://www.regulasip.id/electronic-book/5008

Reiss, B. S., Evans, M. E. 2002. Pharmacological Aspects of Nursing Care. Edisi 6.


Albany: Delmar
5. Penatalaksanaan geriatri berkaitan dengan keamanan obat yang digunakan seperti
koagulan, obat anti geriatri akibat penurunan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular!
Jawab :
Penerapan kriteria STOPP / START meningkatkan kesesuaian obat pada
pasien usia lanjut dan mengurangi polifarmasi. Kriteria STOPP terdiri atas obatobatan
yang dihindari pada pasien usia ≥ 65 tahun yang terdiri dari 7 sistem organ, obat
dengan efek samping mengakibatkan jatuh, obat analgetik, dan kelas obat duplikasi.
Pasien riwayat jatuh dalam waktu 3 bulan terakhir, penggunaan benzodiazepin,
antihistamin generasi pertama, opiat jangka lama dihindari karena dapat mencetuskan
jatuh. Berikut merupakan contoh peresepan yang dihindari menurut kriteria STOPP.

Sedangkan berikut merupakan contoh obat yang direkomendasikan untuk


diberikan berdasarkan kriteria START.
Sumber :
Fauziah, H., Mulyana, R., Martini, R. D. 2020. Polifarmasi pada Pasien Geriatri. Vol
5(3). https://ojs.fdk.ac.id/index.php/humancare/article/download/796/pdf

6. Bagaimana konseling gizi, diet, gaya hidup pada geriatric?


Jawab :
a) Makanlah aneka ragam makanan
Makanan yang beraneka ragam adalah makanan yang terdiri dari minimal 4
sumber bahan makanan yaitu bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan
buah. Semakin beraneka ragam dan bervariasi jenis makanan yang dikonsumsi,
semakin baik. Sayur dan buah sangat baik untuk dikonsumsi (dianjurkan 5 porsi
per hari).
b) Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Karbohidrat diperlukan guna memenuhi kebutuhan energi. Bagi lanjut usia,
dianjurkan untuk memilih karbohidrat kompleks seperti beras, beras merah,
havermout, jagung, sagu, ubi jalar, ubi kayu dan umbi-umbian. Karbohidrat yang
berasal dari biji-bijian dan kacang-kacangan utuh berfungsi sebagai sumber energi
dan sumber serat. Dianjurkan agar lanjut usia mengurangi konsumsi gula
sederhana seperti gula pasir dan sirup.
c) Batasi konsumsi lemak dan minyak
Bagi lanjut usia, mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi
tidak dianjurkan, karena akan menambah risiko terjadinya berbagai penyakit
degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung, ginjal, dan lain-lain. Sumber
lemak yang baik adalah lemak tidak jenuh yang berasal dari kacang-kacangan,
alpukat, miyak jagung, minyak zaitun. Lemak minyak ikan mengandung omega 3,
yang dapat menurunkan kolesterol dan mencegah arthritis, sehingga baik
dikonsumsi oleh lanjut usia. Lanjut usia sebaiknya mengkonsumsi lemak tidak
lebih dari seperempat kebutuhan energi.
d) Makanlah makanan sumber zat besi
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah
merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan seperti daging, hati dan
sayuran hijau. Kekurangan zat besi yang dikonsumsi bila berkelanjutan akan
menyebabkan penyakit anemia gizi besi dengan tandatanda pucat, lemah, lesu,
pusing, dan mata berkunang-kunang. Demikian juga pada lanjut usia, perlu
mengkonsumsi makanan sumber zat besi dalam jumlah cukup.
e) Biasakan makan pagi
Makan pagi secara teratur dalam jumlah cukup dapat memelihara ketahanan
fisik, mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan produktifitas kerja.
Lanjut usia sebaiknya membiasakan makan pagi agar selalu sehat dan produktif.
f) Minumlah air bersih dan aman yang cukup jumlahnya
Air minum yang bersih dan aman adalah air yang tidak berbau, tidak
berwarna, tidak berasa dan telah dididihkan serta disimpan dalam wadah yang
bersih dan tertutup. Air sangat dibutuhkan sebagai media dalam proses
metabolisme tubuh. Apabila terjadi kekurangan air minum akan mengakibatkan
kesadaran menurun.
g) Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
Agar dapat mempertahankan kebugaran, lanjut usia harus tetap berolah raga.
Aktifitas fisik sangat penting peranannya bagi lansia. Dengan melakukan aktifitas
fisik, maka lanjut usia dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat
kesehatannya. Namun, karena keterbatasan fisik yang dimilikinya perlu dilakukan
penyesuaian dalam melakukan aktifitas fisik sehari-hari.
h) Jangan mengonsumsi alkohol dan biasakan membaca label makanan.

Sumber :

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2012. Buku pedoman
pelayanan gizi lanjut usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
7. Bagaimana pencegahan komplikasi yang muncul akibat penyakit yang ada?
Jawab :
Non-Farmakologis
Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi secara teratur
dan latihan di tempat tidur dapat dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya
kelemahan serta kontraktur otot dan sendi. Mobilisasi dini berupa turun dari tempat
tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi, dan latihan fungsional dapat dilakukan
secara bertahap. Latihan isometris secara teratur 10—20% dari tekanan maksimal
selama beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan kekuatan
isometris. Untuk mencegah kontraktur otot, dilakukan gerakan pasif 1—2 kali sehari
selama 20 menit. Untuk mencegah dekubitus, dihilangkan penyebab terjadinya ulkus,
yaitu bekas tekanan pada kulit. Pemberian minyak setelah mandi atau mengompol
dapat dilakukan untuk mencegah maserasi.
Untuk mencegah gesekan, dapat digunakan bantalan pergelangan kaki dan
tumit serta posisi pasien harus ditinggikan. Dalam hal memindahkan pasien, tidak
dilakukan dengan cara menarik dari kasur. Dapat digunakan matras bertekanan
rendah, gesekan rendah, atau regangan rendah (seperti kasur berfluidisasi atau udara-
tinggi atau anti-dekubitus), bila teknik reposisi tidak cukup memadai atau tidak
mungkin dilakukan.
Kontrol tekanan darah secara teratur, pengawasan penggunaan obat-obatan
yang dapat menurunkan tekanan darah, serta mobilisasi dini perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan
otot kaki akan menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien. Untuk mencegah
terjadinya trombosis, dapat dilakukan kompresi intermiten pada tungkai bawah.
Asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dimonitor untuk
mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian
terhadap kebiasaan buang air besar pada pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien dengan imobilisasi.
Lebih lanjut, pada pasien yang mengalami hipokinesis, perlu diberikan suplementasi
vitamin dan mineral.
Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis dapat diberikan sebagai upaya mencegah
komplikasi akibat imobilisasi, terutama mencegah terjadinya trombosis, yaitu dengan
pemberian antikoagulan. Heparin dosis rendah dan heparin berat molekul rendah
merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan imobilisasi
ataupun dengan risiko thrombosis non-pembedahan terutama stroke. Akan tetapi,
heparin tetap harus diberikan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Penurunan
fisiologi organ ginjal dan hepar, serta adanya interaksi obat, terutama antara warfarin
dengan beberapa obat analgetik atau obat nonsteroid antiinflamasi (NSAID)
merupakan hal yang harus diperhatikan.

Sumber :
Sunarti, et al. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia (Geriatri). Malang: UB
Press

8. Tatalaksana Non Farmakologis (Rehabilitasi Medik) termasuk intervensi adaptif yang


mengalami penurunan fungsi!
Jawab :
Proses rehabilitasi medik pada lanjut usia berbeda dibandingkan dengan usia
muda, walaupun diagnosisnya sama. Perbedaan yang paling jelas adalah pada target
pencapaian keberhasilan baik proses ataupun tingkat capaiannya. Pada Lanjut Usia
umumnya target capaian lebih rendah, serta kecepatan langkah-langkah tahapan
rehabilitasi umumnya lebih lambat.
a) Langkah 1
Upayakan agar masalah medis utama diatasi terlebih dahulu sampai
pasien berada dalam keadaan stabil. Batasan kondisi stabil adalah keadaan
umum dan tanda-tanda vital stabil. Untuk mencapai kondisi stabil pada Lanjut
Usia, sering memerlukan waktu lama dan perlu pendekatan khusus, apalagi
bila pasien ini menderita gangguan medik majemuk yang saling interaksi.
Misalnya, kemampuan ambulasi adalah target pencapaian yang amat berat
bagi pasien stroke Lanjut Usia. Berjalan dengan hemiparese/plegi
membutuhkan energi sangat lebih besar dibandingkan berjalan dengan dua
tungkai normal. Untuk pasien stroke usia muda, mungkin tujuan ambulansi
dapat dicapai lebih mudah, tidak demikian dengan pasien yang berusia 80
tahun. Kondisi stabil, menjadi landasan untuk mengawali program rehabilitasi
medis secara intensif.
b) Langkah 2
Cegah komplikasi sekunder, karena komplikasi sekunder sangat sering
terjadi pada pasien lanjut usia, seperti:
1) Malnutrisi
2) Gangguan kognisi
3) Kontraktur
4) Sindroma dekondisi
5) Depresi
6) Inkontinensia
7) Pneumonia
8) Dekubitus
9) Ketergantungan psikologis
10) Trombosis vena dalam

Resiko terjadinya komplikasi sekunder akan meningkat bila pasien


inaktif atau imobilisasi. Oleh karena itu, upaya pencegahan komplikasi
sekunder harus segera dilakukan dengan cara mobilisasi dini, baik secara pasif
(dibantu penuh oleh orang lain), aktif asistif (pasien aktif ditambah dengan
bantuan oleh orang lain) ataupun aktif (pasien melakukannya mandiri).
Aktifitas mobilisasi dini meliputi kegiatan latihan lingkup gerak sendi, latihan
perubahan posisi (miring, duduk, berdiri), latihan penguatan otot, latihan
keseimbangan statis baik duduk ataupun berdiri. Semua latihan dilakukan
secara bertahap, sesuai kondisi pasien.

c) Langkah 3
Tujuan untuk mengembalikan fungsi yang hilang. Sangat tergantung
berapa besar kemampuan fungsional yang hilang, dan seberapa berat kondisi
penyakitnya. Bila mungkin pasien kembali mampu berpakaian, jalan, aktif
menolong diri dan bekerja, serta bersosialasi. Hilangnya penyebab gangguan
fungsi, bukanlah tujuan utama. Artinya walaupun penyebab gangguan tak
dapat dihilangkan, pasien tetap mampu mandiri atau beraktifitas dengan
bantuan ringan.
d) Langkah 4
Latihan dilangkah ke 3, mengacu kepada masalah yang terjadi pada
komponen dasar fisik (kekuatan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi dan
daya tahan jantung paru) dan tingkat penilaian fungsi aktifitas menggunakan
indeks barthel. Adaptasi pasien kemampuan beradaptasi bagi pasien, agar
mampu bersosialisasi dilingkungannya. Adaptasi bagi pasien meliputi adaptasi
fisik, dengan bantuan berbagai jenis alat bantu (kursi roda, walker, tongkat dan
lain-lain) adaptasi penyesuaian psikis dan adaptasi sosial.
e) Langkah 5
Adaptasi Lingkungan dengan menciptakan lingkungan yang bersahabat
untuk kemudahan pasien beraktivitas. Seandainya pasien secara fisik telah
mampu ambulasi dengan walker, tetapi pintu rumah terlalu sempit untuk
dilalui, dengan sendirinya kemandirian pasien tidak tercapai.
f) Langkah 6
Adaptasi keluarga. Hampir 85% aktivitas pasien dilakukan dirumah,
dilingkungan keluarga. Tanpa dukungan keluarga, program rehabilitasi tak
akan tercapai tujuannya. Tidak mudah bagi para Lanjut Usia, untuk mengubah
cara hidup menyesuaikan dengan kondisi kecacatan. Mereka butuh waktu
untuk mengerti, memahami, dan menerima kondisinya yang ”berbeda”.
Dukungan positif dari keluarga menjadi dorongan semangat bagi pasien.
Sangat diperlukan informasi dari tenaga medis/para medis untuk keluarga,
agar keluarga tidak canggung untuk mendampingi pasien.

Sumber :

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 Tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat.
https://www.regulasip.id/electronic-book/5008

Anda mungkin juga menyukai