SKENARIO 1
“KELUHAN SAKITKU”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
1. Perbedaan antara ketiga diagnosis yang tadi dipertimbangkan! (sindrom geriatric, OA,
arthritis gout)!
Jawab :
Sendi yang
paling sering
terkena
adalah sendi
jempol kaki,
pergelangan
kaki, lutut,
siku,
pergelangan
tangan, dan
jari-jari
tangan.
Sumber :
Cesari, et al. 2017. Geriatric syndromes: How to treat. Vol 8(5).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5538337/
Fenando, A., Widrich, J. 2021. Gout. Treasure Island: StatPearls
Sen, R., Hurley, J. A. 2021. Osteoarthritis. Treasure Island: StatPearls
Sumber :
Sumber :
Francheschi, et al. 2018. The Continuum of Aging and Age-Related Diseases:
Common Mechanisms but Different Rates. Vol 5(61).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5890129/
Sumber :
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2012. Buku pedoman
pelayanan gizi lanjut usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
7. Bagaimana pencegahan komplikasi yang muncul akibat penyakit yang ada?
Jawab :
Non-Farmakologis
Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi secara teratur
dan latihan di tempat tidur dapat dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya
kelemahan serta kontraktur otot dan sendi. Mobilisasi dini berupa turun dari tempat
tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi, dan latihan fungsional dapat dilakukan
secara bertahap. Latihan isometris secara teratur 10—20% dari tekanan maksimal
selama beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan kekuatan
isometris. Untuk mencegah kontraktur otot, dilakukan gerakan pasif 1—2 kali sehari
selama 20 menit. Untuk mencegah dekubitus, dihilangkan penyebab terjadinya ulkus,
yaitu bekas tekanan pada kulit. Pemberian minyak setelah mandi atau mengompol
dapat dilakukan untuk mencegah maserasi.
Untuk mencegah gesekan, dapat digunakan bantalan pergelangan kaki dan
tumit serta posisi pasien harus ditinggikan. Dalam hal memindahkan pasien, tidak
dilakukan dengan cara menarik dari kasur. Dapat digunakan matras bertekanan
rendah, gesekan rendah, atau regangan rendah (seperti kasur berfluidisasi atau udara-
tinggi atau anti-dekubitus), bila teknik reposisi tidak cukup memadai atau tidak
mungkin dilakukan.
Kontrol tekanan darah secara teratur, pengawasan penggunaan obat-obatan
yang dapat menurunkan tekanan darah, serta mobilisasi dini perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan
otot kaki akan menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien. Untuk mencegah
terjadinya trombosis, dapat dilakukan kompresi intermiten pada tungkai bawah.
Asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dimonitor untuk
mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian
terhadap kebiasaan buang air besar pada pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien dengan imobilisasi.
Lebih lanjut, pada pasien yang mengalami hipokinesis, perlu diberikan suplementasi
vitamin dan mineral.
Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis dapat diberikan sebagai upaya mencegah
komplikasi akibat imobilisasi, terutama mencegah terjadinya trombosis, yaitu dengan
pemberian antikoagulan. Heparin dosis rendah dan heparin berat molekul rendah
merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan imobilisasi
ataupun dengan risiko thrombosis non-pembedahan terutama stroke. Akan tetapi,
heparin tetap harus diberikan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Penurunan
fisiologi organ ginjal dan hepar, serta adanya interaksi obat, terutama antara warfarin
dengan beberapa obat analgetik atau obat nonsteroid antiinflamasi (NSAID)
merupakan hal yang harus diperhatikan.
Sumber :
Sunarti, et al. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia (Geriatri). Malang: UB
Press
c) Langkah 3
Tujuan untuk mengembalikan fungsi yang hilang. Sangat tergantung
berapa besar kemampuan fungsional yang hilang, dan seberapa berat kondisi
penyakitnya. Bila mungkin pasien kembali mampu berpakaian, jalan, aktif
menolong diri dan bekerja, serta bersosialasi. Hilangnya penyebab gangguan
fungsi, bukanlah tujuan utama. Artinya walaupun penyebab gangguan tak
dapat dihilangkan, pasien tetap mampu mandiri atau beraktifitas dengan
bantuan ringan.
d) Langkah 4
Latihan dilangkah ke 3, mengacu kepada masalah yang terjadi pada
komponen dasar fisik (kekuatan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi dan
daya tahan jantung paru) dan tingkat penilaian fungsi aktifitas menggunakan
indeks barthel. Adaptasi pasien kemampuan beradaptasi bagi pasien, agar
mampu bersosialisasi dilingkungannya. Adaptasi bagi pasien meliputi adaptasi
fisik, dengan bantuan berbagai jenis alat bantu (kursi roda, walker, tongkat dan
lain-lain) adaptasi penyesuaian psikis dan adaptasi sosial.
e) Langkah 5
Adaptasi Lingkungan dengan menciptakan lingkungan yang bersahabat
untuk kemudahan pasien beraktivitas. Seandainya pasien secara fisik telah
mampu ambulasi dengan walker, tetapi pintu rumah terlalu sempit untuk
dilalui, dengan sendirinya kemandirian pasien tidak tercapai.
f) Langkah 6
Adaptasi keluarga. Hampir 85% aktivitas pasien dilakukan dirumah,
dilingkungan keluarga. Tanpa dukungan keluarga, program rehabilitasi tak
akan tercapai tujuannya. Tidak mudah bagi para Lanjut Usia, untuk mengubah
cara hidup menyesuaikan dengan kondisi kecacatan. Mereka butuh waktu
untuk mengerti, memahami, dan menerima kondisinya yang ”berbeda”.
Dukungan positif dari keluarga menjadi dorongan semangat bagi pasien.
Sangat diperlukan informasi dari tenaga medis/para medis untuk keluarga,
agar keluarga tidak canggung untuk mendampingi pasien.
Sumber :