PADA Ny. E
Disusun Oleh:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Defenisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena adanya
peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri dapat
muncul apabila adanya suatu rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab arthritis
rheumatoid belum diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi dari genetic,
lingkungan, hormonal, dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah
faktor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus (Yuliati, 2013).
Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang
berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012).
Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil positif di
berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga
dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup
manusia, akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat (Zakir, 2014).
Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan
berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi.
Permasalahan pada lansia sebagian besar adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan,
ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan
tidak produktif. Banyaknya permasalahan yang dihadapi lansia, maka masalah kesehatanlah
yang jadi peran pertama dalam kehidupan lansia seperti munculnya penyakit-penyakit yang
sering terjadi pada lansia (BKKBN, 2012).
Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah
yaitu proses menua (Aging) dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun
sosial yang saling berinteraksi. Permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan dengan
perubahan kondisi fisik yang menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia
diantaranya adalah menurunnya kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk
(Nugroho, 2010).
Di Indonesia reumatik mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini menunjukkan bahwa
tingginya angka kejadian reumatik. Peningkatan jumlah populasi lansia yang mengalami
penyakit reumatik juga terjadi di Jawa Timur, berdasarkan data statistik Indonesia (2016), di
Jawa Timur jumlah lansia pada tahun 2015 adalah 173.606 orang, dengan status kesehatan
baik 64.818 orang, cukup baik 72.705 orang dan status kesehatan kurang baik 36.083 orang.
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo didapatkan jumlah 10 penyakit terbesar
di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2016 yang pertama adalah penyakit reumatik (16,76%),
kemudian diikuti hipertensi (14,96%), ISPA (13,15%), Maag (12,17%), Alergi (10.73%) dan
yang terakhir adalah mata (3,38%). Di Puskesmas Kecamatan Bungkal dalam dua bulan
terakhir juga menunjukkan bahwa mayoritas lansia mengalami penyakit reumatik yaitu
berjumlah 180 orang, adapun secara keseluruhan angka kesakitan penyakit reumatik
Puskesmas se Kabupaten Ponorogo yaitu 3.047 orang (Dinkes, 2016).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Lanjut Usia (Lansia)
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya
tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,
endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia
sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga
secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapateori yang dikemukakan
mengenai penyebab arthtritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus.
2. Endokrin.
3. Autoimun.
4. Metabolic.
5. Faktor genetik serta faktor pemicu.
Pada saat ini, arthtritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktorautoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II ; faktor injeksi mungkin disebabkan oleh
virus dan organismemikroplasma atau group difteriod yang menghasilkan antigen kolagen tipe
II dari tulang rawan sendi penderita.
Kelainan yang dapat terjadipada suatu arthtritis reumatoid yaitu :
1. Kelainan pada daerah artikulera.
a. Stadium I (stadium sinovitis)
b. Stadium II (stadium destruksi)
c. Stadium III (stadium deformitas)
2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikulerPada jaringan ekstra-artikuler akan terjadi
perubahan patologis, yaitu:
a. Pada otot terjadi miopati
b. Nodul subkutan
c. Pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima padapembuluh darah perifer
dan lesi pada pembuluh darah arterioldan venosad.
d. Terjadi nekrosis fokal pada saraf
e. Terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe sendi(Nurarif dan Kusuma,
2013).Sedangkan menurut Price (1995) dan Noer S, (1996), faktor-faktoryang
berperan dalam timbulnya penyakit Artritis Reumatoid adalah jeniskelamin,
keturunan, lingkungan dan infeksi (Lukman, 2009).
2.1.4 Patofisiologi
Reaksi factor R dengan
antibody, faktor metabolic, Reaksi peradangan
Nyeri
infeksi dengan
kecenderungan virus
Kurangnya informasi
Kekakuan sendi Synovial menebal
Hambatan mobilitas fannus
Defisiensi pengetahuan
fisik
ansietas
Infiltrasi dalam
nodul os.subcondria
Erosi kartilago
Kekuatan sendi
Ankilosis tulang Mudah
Kekuatan otot
luksasi dan
Keterbatasan gerakan sendi hilang
subluksasi
Resiko cidera
DefiSit perawatan diri
Keterbatasan gerakan sendi
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 miggu.
2. Rheumatoid arthritis deficit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritisdan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obatanti inflamasi non steroid (OAINS)
atau obat pengubah perjalananpenyakit DMARD (disease modifying antirheumatoid
drugs) yangmenjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
artritisrheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaranyang jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesineuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servika dan neuroati
iskemik akibat vaskulitik (mansjoer, 1999).
1. Tes faktor reumatoid positif, antinuclear antibody (ANA), posotif bermakna pada
sebagian penderita.
2. LED naik pada penyakit aktif : Umumnya meningkat pesat ( 80 – 100 mm/h) mungkin
kembali normal sewaktu gejala – gejala meningkat; anemia; albumin serum rendah dan
fosfatase alkali meningkat.
3. Rontgen menunjukkan erosi terutama pada sendi – sendi tangan, kaki dan pergelangan
pada stadium dini; kemudian, pada tiap sendi.
4. Kelainan destruktif yang progresif pada sendi dan disorganisasi pada penyakit yang
berat.
5. Kadar asam urat lebih dari 7 mg/dl.
2.1.9. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Memberikan Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi, penyebab
dan prognosis penyakit termasuk komponen penatalaksanaan regimen obat yang
kompleks. Pendidikan tentang penyakit ini kepada pasien, keluarga dan siapa saja yang
berhubungan dengan pasien.
Pendidikan pencegahan yang diberikan pada klien berupa istirahat yang cukup,
gunakan kaos kaki atau sarung tangan sewaktu tidur malam, kurangi aktivitas yang berat
secara perlahan – lahan.
2. Istirahat
Sangat penting karena Rematoid Artritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Oleh karena itu, pasien harus membagi waktu istirahat dan beraktivitas.
3. Latihan Fisik
Dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup
gerakan aktif dan pasif semua sendi yang sakit, minimalnya 2x sehari.
4. Termotrafi
Lakukan kompres panas pada sendi – sendi yang sakit dan bengkak mungkin
dapat mengurangi nyeri.
5. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi.
Adapun syarat – syarat diet atritis reumatoid adalah protein cukup, lemak sedang,
cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari.
Rata – rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat
diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1.Tinjauan Kasus
3.1.1 Pengkajian
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin :P
Agama : Islam
Suku : Jakarta
RIWAYAT KESEHATAN
b. Lamanya : 3 hari
Obat-obatan:
3.Voltaren
inj 75mg BD Mengobati nyeri pinggang dan radang persendian
1
Obat suplemen mineral untuk mengobati atau
4.KSR Tablet OD
mencegah jumlah kalium yang rendah dalam
darah
9.Cedocard
5mg TDS Menghilangkan nyeri dada
10. lotasbat
ointment, Topikal BD Untuk kulit gatal dan inflamasi
11. Aerius
(desloratadin
e)5mg PO OD Meredakan gejala alergi
Jika di RS (maka kebiasaan sehari2 dirumah), jika di STW maka kebiasaan sehari-hari di
STW
1. Nutrisi
a. Frekuensi makan : 3x sehari
b. Nafsu makan : Normal
c. Jenis makanan : Nasi tim dan daging ayam, buah semangka, pudding + snack
d. Makanan yang tidak disukai : Daging kambing
e. Alergi makanan/ pantangan : Tidak ada
f. Kebiasaan sebelum makan : Membuat teh manis
g. Berat badan / tinggi badan : 46kg, 152cm
2. Eliminasi
a. Berkemih
1. Frekuensi: 3x sehari
b. Defekasi
1. Frekuensi : 1xsehari
3. Waktu: Pagi hari
4. Konsistensi : normal
5. Keluhan yang berhubungan dengan defekasi : Tidak ada
6. Pengalaman memakai laksatif : Tidak ada
7. Warna : Kuning
8. Bau: Berbau
3. Hygiene personal
a. Mandi
1. Frekuensi : 2x sehari 2. Pemakaian sabun (ya/tidak) : Ya
b. Kebersihan mulut
1. Frekuensi : 2x sehari 2. Waktu : Saat mandi
c. Cuci rambut
1. Frekuensi : 2 hari sekali 2. Penggunaan sampo (ya/tidak): Ya
d. Gunting kuku
a. Frekuensi : Saat sudah mulai panjang
Jenis dan frekuensi : Jalan kaki, hampir setiap hari di sore hari
( ) Bersolek ( ) Mandi
5. Kebiasaan
a. Merokok ( ya/tidak)
Frekuensi /jumlah/lama pakai: Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
7. Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada pembesaran pada leher,
reflek menelan ada, tidak ada nyeri saat menelan
8. Dada :
- Inspeksi : bentuk thorax simetris, tidak ada sianosi
- Palpasi : Tactile Fremitus teraba pada kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya
- Auskultasi : Suara nafas normal vesikuler, kedua lapang paru, tidak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
9. Abdomen :
- Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada bayangan vena
- Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 x/menit
- Palpasi : Tidak ada benjolan, batas hepar 4cm
- Perkusi : Tidak ada ascites
10. Genitalia : Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran getah bening (lympha), tidak
ada kesulitan BAB
11. Ekstremitas : tidak ada atrofi otot, tidak ada kaku sendi, reflex patella positif,
reflex Babinski kanan kiri positif, tidak terdapat clubbing finger, tidak terdapat
varises tungkai
1. Daya orientasi (waktu, orang, tempat): Orientasi baik, namun pasien tidak ingat
waktu dan tanggal
2. Daya ingat: Sudah mengalami penurunan
3. Kontak Mata: Normal, saat berbicara ada kontak mata dengan pasien
4. Afek: Baik, tenang saat diajak bicara
5. Psikosis
Delusi: Tidak ada
3.1.6 Diagnosis
A. Diagnosis Medis
-Rheumatoid Arthritis
B. Diagnosa Keperawatan
Analisa data
Deformitas sendi
Gangguan deformitas
sendi
ASKEP
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
keperawatan
1 Nyeri b.d agen Tujuan : Mandiri : Membantu 17/01/2019 17/01/ 2019
pencedera, setelah - Kaji kualitas dalam 08:30 13:30
distensi jaringan dilakukan nyeri yang menentukan S: “terasa seperti
1.Mengkaji
oleh akumulasi intervensi komprehensif tingkat linu-linu suster”
cairan/ proses selama 3 x 24 , meliputi : keparahan kualitas nyeri
O: - pasien
inflamasi, jam nyeri lokasi, serta dalam pasien dengan
destruksi sendi. berkurang/ter karakteristik, menyusun tampak meringis
menggunakan
Ds : Px mengeluh atasi. durasi, intervensi yang dan memegang
nyeri disekitar NOC : kualitas, akan dilakukan komunikasi bagian tubuh
persendian. - Skala nyeri keparahan, selanjutnya. terpeutik. yang terasa nyeri:
Do : 1-2 dan faktor 2.Mengkaji ttv sendi,
- P : proses - Mengenali presipitasinya
pasien. pergelangan
inflamasi faktor .
- Q : nyeri dan penyebab dan - Observasi Mengurangi 3.Memberikan tangan dan jari-
panas menggunaka isyarat tingkat edukasi tentang jari.
- R : persendian n tindakan ketidaknyam kecemasan -skala nyeri A/i:
- S:6 untuk anan non pasien akibat nyeri,
7/5, nyeri lebih
- T : meningkat di mencegah verbal. nyeri yang penyebab nyeri terasa pada suhu
pagi hari. nyeri. HE : dirasakan.
dan cara udara dingin.
- Wajah meringis. - Melaporkan - Berikan
- Permukaan sendi kesejahteraan informasi Membantu mengatasi nyeri tampak
tampak merah. fisik dan tentang nyeri, mengurangi dengan cara pembengkakan di
psikologis. seperti rasa nyeri yang ruas-ruas jari
- Menunjukkan penyebab, dirasakan non
tangan.
tekhnik seberapa pasien. farmakologi. Permukaan sendi-
relaksasi lama akan
secara berlangsung, 11:00 sendi tampak
individual serta cara Membantu 1.Mengkaji memerah.
yang efektif mengantisipa menilai tingkat
tigkat nyeri - TTV :
untuk si nyeri keberhasilan TD : 130/90
mencapai tersebut. dari tindakan pasien.
mmHg.
kenyamanan. - Ajarkan yang dilakukan 2. HR : 115 x/menit.
penggunaan sebelumnya.
tekhnik non Mengobservasi RR : 24 x/menit.
farmakologi tetesan infus S : 37,6°C.
untuk - Pasien
serta ligkunga
mengendalik mengerti
an nyeri. pasien.
dan
Kolaborasi : paham
- Laporkan tentang
kepada penyebab
dokter jika nyeri dan
tindakan cara
tidak berhasil
menanga
atau
menimbulkan ninya.
keluhan A : Asuhan
lainnya. keperawatan
belum teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan.
18/01/ 2019.
18/01/2019.
08.00
13.30
1. Mengkaji
S : Pasien
kualitas nyeri
mengatakan
pasien dengan
sudah membaik
menggunakan dan tidak terasa
komunikasi nyeri-nyeri di
terpeutik. sendi-sendi
2.Mengkaji ttv ataupun di ruas-
pasien. ruas jari pasien.
O : pasien tampak
3.Memberikan
membaik dan
edukasi tentang
tidak memegangi
nyeri, daerah sendi-
penyebab nyeri sendi kembali.
dan cara Tidak tampak
mengatasi nyeri kemerahan pada
sendi-sedni
dengan cara
pasien. Tidak
non tampak
farmakologi. pembengkakkan
4. Memberikan atau peradangan
pada sendi-sendi
terapi obat
dan ruas-ruas jari
11:00
pasien.
1.Mengkaji -skala nyeri A/i:
tigkat nyeri 0/0
pasien. TTV:
TD : 110/80
2.Mengobserva
mmHg
si tetesan infus
HR : 76 x/menit.
serta ligkunga RR : 18 x/menit.
pasien. S : 36,2°C.
A : Asuhan
keperawatan
teratasi.
P : intervensi
dihentikan.
PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan Nyeri
1. Penegakan Diagnosa
Hasil pengkajian pada Ny. E, didapatkan data bahwa Ny. E mengalami rasa nyeri pada di
seluruh tubuh, terutama pada bagian sendi ( Pinggang, Lutut, Leher, Bahu, Siku dan jari-
jari kaki serta tangan ) ketika sedang mandi. Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa score
nyeri Ny. E yaitu : 7/5.
2. Intervensi
3. Implementasi
4. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 2x24 jam, pasien mengatakan nyeri
berkurang dari skala awal 7/5 menjadi 1/3.
Masalah pasien teratasi seluruhnya
Pasien direncanakan pulang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan intervensi selama 2 hari didapatkan hasil:
S: Pasien mengatakan sudah tidak merasa nyeri
O: Vital sign: TD: 125/80 mmHg, HR: 86x/menit, RR: 18x/menit, S: 36,2 C,
SPO2: 97 %
Skala nyeri: 1/3
A: Masalah keperawatan nyeri teratasi
P: Intervensi dihentikan ( Pasien pulang )
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penerapan kasus yang telah dilakukan pada klien, maka
penulis memberikan beberapa saran yang kiranya berguna bagi kita semua untuk
perbaikan dimasa yang akan datang.
b) Untuk Klien
1. Klien hendaknya tidak memikirkan permasalahan- permasalahan
yang dapat mengganggu kesehatanya.
2. Klien hendaknya lebih memiliki harapan dan menghilangkan rasa
kosong yang ada didalam diri klien.
3. Klien hendaknya terus melatih kekuatan seluruh otot
ekstrimitasnya dan beraktifitas secara normal dan istirahat yang
cukup untuk menjaga kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA