Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KONSEP PENYAKIT

I. TINJAUAN PENYAKIT
A. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi
ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula
darah) atau ketika tubuh tidak dapat secara aktif menggunakan insulin yang
dihasilkan (World Health Organization, 2020).

B. Etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA), (2020) etiologi diabetes melitus
adalah :
1. Diabetes Tipe 1
a. Faktor genetik
Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan sendirinya,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik dari diabetes
tipe 1, dan kerentanan genetik ini ada pada individu dengan antigen tipe
HLA.
b. Faktor-fakror imunologi
Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di mana
antibodi secara langsung terarah pada jaringan manusia normal dengan
bereaksi terhadap jaringan yang dianggap sebagai benda asing yaitu
autoantibodi terhadap sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe 2
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor genetik berperan dalam
perkembangan resistensi insulin menurut Utomo et al (2020), adalah sebagai
berikut:
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

C. Manifestasi klinis
Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah:
1. Poliuria (sering kencing)
2. Polidipsia (sering merasa haus)
3. Polifagia (sering merasa lapar)
4. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Selain hal-hal tersebut, gejala lain adalah:
1. Mengeluh lemah dan kurang energi
2. Kesemutan di tangan atau kaki
3. Mudah terkena infeksi bakteri atau jamur
4. Gatal
5. Mata kabur
6. Penyembuhan luka yang lama.
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut (IDF, 2019) adalah :
1. Tipe IDDM seperti :
a. Poliuria, polipagia, polidipsia, BB menurun, lemah, dan somnolen
berlangsung beberapa hari atau minggu.
b. Ketoasidosis dan dapat meninggal jika tidak segera ditangani.
c. Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat.
2. Tipe NIIDM seperti :
a. Jarang menunjukkan gejala klinis
b. Diagnosis didasarkan pada tes darah laboratorium dan tes toleransi
glukosa, Jarang menderita ketoasidosis.
c. Hiperglikemia berat, poliuria, poliuria, kelemahan dan kelesuan.

D. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa menyerang
seluruh organ tubuh. Apabila kadar gula darah tidak dikendalikan maka akan
terjadi komplikasi baik jangka pendek (akut) maupun jangka panjang (kronis).
Menurut Febrinasari et al (2020) komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua) yaitu
1. Komplikasi diabetes melitus akut
Komplikasi diabetes akut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu naik turunnya
kadar gula darah secara drastis. Keadaan ini membutuhkan perhatian medis
segera, karena jika terlambat dapat menyebabkan hilangnya kesadaran,
kejang dan kematian. Terdapat 3 macam komplikasi diabetes melitus akut:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dimana turunnya kadar gula
darah secara drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu
banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejala berupa penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala,
gemetar, berkeringat dingin dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu
rendah dapat menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma (Widiastuti,
2020).
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik merupakan keadaan darurat medis yang
disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Ini merupakan
komplikasi penyakit diabetes yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga
tubuh mengolah lemak dan menghasilkan keton sebagai sumber energi.
Jika tidak segera mencari pertolongan medis, kondisi ini dapat
menyebabkan penumpukan asam yang berbahaya di dalam darah,
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan
kematian (Istianah, 2019).
c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat, dan tingkat
situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat dimana angka
kematian mencapai 20%. Terjadinya HHS disebabkan oleh peningkatan
mortalitas sebesar 20%. HHS terjadi karena lonjakan kadar glukosa
darah yang sangat tinggi selama periode waktu tertentu. Gejala HHS
ditandai dengan rasa haus, kejang, kelemahan dan gangguan kesadaran
yang menyebabkan koma. Selain itu, penyakit diabetes yang tidak
terkontrol juga dapat menyebabkan komplikasi serius lainnya yaitu
hiperglikemia non ketosis dan sindrom hiperglikemia. Komplikasi akut
diabetes adalah kondisi medis serius yang memerlukan perawatan dan
pemantauan oleh dokter di rumah sakit (Mutia et al, 2021).
2. Komplikasi diabetes melitus kronis
Seringkali komplikasi jangka panjang secara bertahap terjadi saat
diabetes tidak terkontrol dengan baik. Tinggi kadar gula darah yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu akan menyebabkan kerusakan serius pada
semua organ tubuh Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit
diabetes melitus menurut Febrinasari et al., 2020 yaitu:
a. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Tingginya kadar gula darah bisa membahayakan pembuluh darah
di retina yang berpotensial menyebabkan kebutaan. Kerusakan
pembuluh darah di mata juga meningkatkan risiko gangguan
penglihatan, seperti katarak dan glaukoma. Deteksi dini dan pengobatan
retinopati dapat dicegah atau ditunda secepat mungkin kebutaan.
Dorong penderita diabetes menjalani pemeriksaan mata secara teratur
(Hariyani, 2020).
b. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM disebut dengan
nefropati diabetik. Situasi ini bisa menyebabkan gagal ginjal dan bahkan
bisa mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat
terjadi gagal ginjal, pasien harus melakukan dialisis rutin atau
transplantasi ginjal. Dikatakan bahwa diabetes adalah silent killer,
karena biasanya tidak menimbulkan gejala khas pada tahap awal.
Namun, pada stadium lanjut, gejala seperti anemia, kelelahan,
pembengkakan pada kaki, dan gangguan elektrolit dapat terjadi.
Diagnosis dini, kontrol gula darah dan tekanan darah, manajemen
pengobatan pada tahap awal kerusakan ginjal, dan membatasi asupan
protein adalah cara yang bisa dilakukan dalam menghambat
perkembangan diabetes yang menyebabkan gagal ginjal (Muhammad,
2018).
c. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf, terutama
saraf di kaki. Kondisi ini disebut neuropati diabetes, ini karena saraf
mengalami kerusakan baik secara langsung akibat tingginya gula darah,
maupun karena penurunan aliran darah menuju saraf. Rusaknya saraf
dapat menyebabkan gangguan sensorik dengan gelaja berupa mati rasa,
kesemutan, dan nyeri. Kerusakan saraf juga bisa mempengaruhi saluran
pencernaan (gastroparesis). Gejalanya berupa mual, muntah dan cepat
merasa kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi diabetes bisa
menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Komplikasi ini dapat
dicegah dan penundaan hanya bila diabetes terdeteksi sejak dini agar
kadar gula darah bisa terkontrol melalui pola makan dan gaya hidup
sehat dan minum obat yang sesuai rekomendasi dokter (Isnaini, 2018).
d. Masalah kaki dan kulit
Komplikasi yang juga sangat umum adalah masalah kulit dan
luka pada kaki yang sulit sembuh. Ini karena kerusakan pembuluh darah
dan saraf serta aliran darah kaki yang sangat terbatas. Gula darah yang
tinggi bisa mempermudah bakteri dan jamur berkembang biak. Selain
itu, akibat diabetes, kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya
sendiri juga berkurang. Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita
diabetes berisiko mengalami cedera dan infeksi, yang dapat
menyebabkan gangren dan ulkus diabetes. Perawatan luka di kaki
penderita diabetes adalah dengan memberi antibiotik, perawatan luka
yang baik, hingga dapat diamputasi jika jaringan rusak ini sudah parah .
e. Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan rusaknya
pembuluh darah sehingga seluruh sirkulasi darah tersumbat termasuk
jantung. Komplikasi yang menyerang jantung dan pembuluh darah yaitu
penyakit jantung, stroke, serangan jantung dan penyempitan arteri
(aterosklerosis). (Isnaini, 2019).

E. Patofisiologi dan pathway


Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kedua masalah
inilah yang menyebabkan GLUT dalam darah aktif (Brunner & Suddarth, 2018).
Glukose Transporter (GLUT) yang merupakan senyawa asam amino yang
terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa.
Insulin mempunyai tugas yang sangat penting pada berbagai proses metabolisme
dalam tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat
berperan dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama pada otot, lemak dan hepar (Rini P. S et al, 2018). Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin
receptor substrate) yang terdapat pada membrane sel tersebut. Ikatan antara
insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi
proses metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme
kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksinya
berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (Setyawati, 2020).
Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan
glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk
menghasilkan suatu proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan
mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin
yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi
jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya
diabetes, khususnya diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena
sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak bekerja dengan baik dimana insulin yang
ada tidak mampu memasukkan glukosa dari peredaran darah untuk ke dalam sel-
sel tubuh yang memerlukannya sehingga glukosa dalam darah tetap tinggi yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi bukan hanya
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat
bersamaan juga terjadi rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin
(resistensi insulin) (Usman, J, 2021).
Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi hormon
glukagon dan epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula
meningkatkan glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi glukosa dan
kemudian meningkatkan glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat oleh
protein dan beberapa zat lainnya oleh hati. Epinefrin selain meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di
jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis,
serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku glukoneogenesis
hati. Faktor atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan
mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa
akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses
kerusakan berbagai jaringan tubuh (Nasution, 2021).
Pathway

Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe Diabetes melitus gestasional


2
Obesitas, gaya hidup
Genetik
tidak sehat, kurang gerak Pengeluaran hormone
estrogen, progesterone dan
Kerusakan sel beta pankreas Retensi insulin hormone kehamilan

Hiperglikemia Resiko ketidakstabilan


kadar glukosa darah
Menyerang kulit dan
infeksi jaringan subkutan

Menyerang secara sistemik

Mekanisme radang

Akselerasi Edema Kurang informasi Luka


deakselerasi saraf kemerahan tentang penyakit dan terkontaminasi
jaringan sekitas penatalaksanaannya mikroorganisme
Nyeri
Nyeri tekan Mikroorganisme System imun
otot menginfeksi dermis berespons dgn
dan subkutis menaikan
antibody
Gangguan rasa
nyaman dan nyeri
Proses Reaksi Ag-Ab
fagositosis
Nyeri akut Eritema lokal
pada kulit

Kerusakan kulit Lesi

Trauma jaringan Kerusakan


lunak integritas
jaringan
Resiko infeksi
Sumber : Aggit (2019), Rohmawardani (2018).
F. Penatalaksanaan
Menurut Putra, I. W. A., & Berawi (2018) penatalaksanaan diabetes melitus
dikenal dengan 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan
komplikasi. Empat pilar tersebut adalah:
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pahami perjalanan penyakitnya,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi dan resikonya, pentingnya
intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, bagaimana menangani
hipoglikemia, kebutuhan latihan fisik teratur, dan metode menggunakan
fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien bisa mengontrol
gula darah dan kurangi komplikasi serta meningkatkan keterampilan
perawatan diri sendirian. Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada saat gaya
hidup dan perilaku terbentuk kuat. Petugas kesehatan mendampingi pasien
dan memberikan pendidikan dalam upaya meningkatkan motivasi dan
perubahan perilaku. Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan
memberikan edukasi antara lain: Penderita diabetes bisa hidup lebih lama
dalam kebahagiaan karena kualitas hidup sudah menjadi kebutuhan
seseorang, membantu penderita diabetes bisa merawat diri sendiri sehingga
kemungkinan komplikasi dapat dikurangi, kselain itu jumlah hari sakit bisa
ditekan, meningkatkan perkembangan penderita diabetes, sehingga bisa
berfungsi normal dan manfaatkan sebaik-baiknya (Imelda, 2019).
2. Terapi nutrisi
Perencanaan makan yang bagus merupakan bagian penting dari
manajemen diabetes yang komprehensif. Diet keseimbangan akan
mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin dalam
mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter,
perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya. Intervensi nutrisi
bertujuan untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki gula darah dan
lipid darah pada pasien diabetes yang kegemukan dan menderita morbiditas.
Penderita diabetes dan kegemukan akan memiliki resiko yang lebih tinggi
daripada mereka yang hanya kegemukan (Nurdin, 2021).
3. Aktifitas fisik
Kegiatan fisik setiap hari latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu
sekitar 30 menit), adalah salah satu pilar pengelolaan DMT2. Aktivitas
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, naik turun tangga, dan berkebun
tetap harus dilakukan untuk menjaga kesehatan, menurunkan berat badan,
dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan fisik dianjurkan yaitu berupa
senam aerobik seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, dan berenang,
sebaiknya latihan fisik disesuaikan dengan umur dan status kesegaran. Bagi
mereka yang relatif sehat, dapat meningkatkan intensitas latihan fisik, dan
mereka yang mengalami komplikasi diabetes dapat dikurangi (Kistianita,
2018).
4. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan diet dan latihan fisik
(gaya hidup sehat). Pengobatan termasuk dari obat-obatan oral dan suntikan.
Obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5
golongan: Memicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid, peningkatan
metformin insulin dan thiazolidinone, penghambat glukoneogenesis,
penghambat penyerapan glukosa: penghambat glukosidase, penghambat
alfa.DPP-IV inhibitor pertumbuhan dan status gizi, usia, stres akut dan
latihan fisik untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang ideal.
Total kalori yang dibutuhkan dihitung berdasarkan berat tubuh ideal
dikalikan dengan kebutuhan kalori dasar (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan
25 Kkal/kg BB untuk wanita). Lalu tambahkan kalori yang dibutuhkan untuk
aktivitas (10-30% atlet dan pekerja berat bisa lebih banyak lagi, sesuai
dengan kalori yang dikeluarkan). Makanan berkalori berisi tiga makanan
utama pagi (20%), sore (30%) dan malam (25%) dan 2-3 porsi (makanan
ringan 10-15%) (Priyanto, 2018).
II. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan badannya
lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat badan
turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien diabetes dengan ulkus
diabetic biasanya muncul luka yang tidak kunjung sembuh.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada
pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa kontrol
rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat
4) Riwayat kesehatan dahulu
Dalam hal ini yang perlu dikaji yaitu tentang penyakit apa saja yang
pernah diderita. Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya seperti penyakit payudara jinak, hyperplasia tipikal.
5) Riwayat penyakit keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita penyakit
DM.
6) Pola sehari-hari
1) Persepsi, persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran
negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan
perawatan.
2) Nutrisi, akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang
insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga
menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak minum,
BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi
status kesehatan.
3) Eliminasi, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4) Tidur/istirahat, Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada
kaki diabetik, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
5) Aktivitas dan latihan kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu
melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka
gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6) Kognitif persepsi, pasien dengan gangren cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri, adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Peran hubungan, luka gangren yang susah sembuh dan berbau
menjadikan penderita kurang percaya diri dan menghindar dari
keramaian.
9) Seksualitas, menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan
potensi seks, adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi, waktu perawatan yang lama, perjalanan penyakit
kronik, tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung,
dapat mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh
dan luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melakukan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya
7) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1) Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar
gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah (TD): biasanya mengalami hipertensi dan juga
ada yang mengalami hipotensi.
b) Nadi (N): biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
c) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
d) Suhu (S): biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan
jika terindikasi adanya infeksi.
e) Berat badan: pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB
secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan
terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola
makan yang terkontrol.
4) Kepala dan leher
a) Wajah, inspeksi lihat apakah kulit kepala dan wajah terdapat lesi,
edema atau tidak. Pada rambut terlihat kotor, kusam dan kering.
Lihat apakah wajah simetris atau tidak. Palpasi raba dan tentukan
ada benjolan atau tidak di kepala, tekstur kulit kasar/halus, ada
nyeri tekan atau tidak dan raba juga apakah rambut halus/kasar
maupun adanya kerontokan.
b) Mata, inspeksi lihat bentuk mata simetris, ada lesi dikelopak
mata, amati reaksi pupil terhadap cahaya isokor/anisokor dan
amati sklera ikterus/tidak. Palpasi raba apakah ada tekanan intra
okuler, kaji apakah ada nyeri tekan pada mata.
c) Hidung, inspeksi lihat apakah hidung simetris/tidak, terdapat
secret, lesi, adanya polip, adanya pernafasan cuping hidung, kaji
adanya nyeri tekan pada sinus.
d) Telinga, inspeksi cek apakah telinga simetris, lesi,
serumen/tidak. Palpasi adanya nyeri tekan pada telinga, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
e) Mulut, inspeksi mengamati bibir apakah ada kelainan kongenital
(bibir sumbing), mukosa bibir pucat kering, jika dalam kondisi
dehidrasi akibat diuresis osmosis dan kurang bersih, gusi mudah
terjadi pendarahan. Palpasi Apakah ada nyeri tekan pada daerah
sekitar mulut.
f) Leher, inspeksi mengamati adanya bekas luka, kesimetrisan,
ataupun massa yang abnormal. Palpasi Mengkaji adakah
pembesaran vena jugularis, kelenjar getah bening dan kelenjar
tiroid.
5) Thorax dan paru-paru
Inspeksi bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan, nyeri
dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya kelainan suara
nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
Palpasi lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa. Perkusi rasakan
suara paru sonor atau hipersonor. Auskultasi, dengarkan suara paru
vesikuler atau bronkovesikuler. Gejala: merasa kekurangan oksigen,
batuk dengan atau tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi
atau tidak).
Tanda: frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.
6) Abdomen
Inspeksi, amati kesimetrisan perut, bentuk, warna dan ada tidaknya
lesi. Auskultasi dengarkan peristaltic usus selama satu menit
(normalnya 5-35 x/menit). Perkusi Suara perut biasanya timpani
(normal). Palpasi Tidak ada distensi abdomen, dan tidak terdapat
nyeri tekan pada area abdomen.
7) Integument
Kulit biasanya kulit kering atau bersisik, tampak warna kehitaman
disekitar luka karena adanya gangren, daerah yang sering terpapar
yaitu ekstremitas bagian bawah. Turgor menurun karena adanya
dehidrasi, kuku sianosis, kuku biasanya berwarna pucat, rambut
sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
8) Sirkulasi, gejalanya adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan lama.
Tandanya adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, disritmia.
9) Genetalia, adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasanyeri seperti terbakar pada bagian organ genetalia,
kesulitan berkemih (infeksi).
10) Neurosensori, terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas
pada otot. Tandanya disorientasi seperti mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut).
ANALISA DATA

Data/Problem Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Faktor resiko Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri (usia, makanan, genetic,
dikaki, nyeri seperti ditekan, obesitas, pola hidup)
nyeri hilang timbul
-pasien mengatakan terganggu Retensi insulin
istirahat tidurnya karna nyeri
pada luka dikaki hiperglikemia

DO : Menyerang kulit dan infeksi


- kaki pasien membesar dan jaringan subkutan
edema
- Pasien terlihat merintih Menyerang secara sistemik
kesakitan
P : Pasien mengatakan Mekanisme radang
terganggu karena nyeri pada Akselerasi deakselerasi saraf
daerah kaki serta luka pada jaringan sekitas
kaki sebelah kanan
Q : Pasien mengatakan nyeri Nyeri otot
seperti ditekan
R : Pasien mengatakan nyeri Gangguan rasa nyaman dan
terasa pada kaki sebelah nyeri
kanan
S : Skala nyeri 3 (sedang) Nyeri akut
T : Pasien mengatakan nyeri
hilang timbul
TD : 140/90 mmhg
T : 35,8 C
RR : 22x/m
N : 80x/m
DS: Faktor resiko Resiko infeksi
- Pasien mengatakan luka (usia, makanan, genetic,
mengeluarkan cairan dan obesitas, pola hidup)
nanah
Retensi insulin
DO:
- Kaki pasien tampak bengkak hiperglikemia
- luka tampak kemerahan dan
pucaet Menyerang kulit dan infeksi
- Terdapat luka ganggren dikaki jaringan subkutan
sebelah kanan
TD : 140/90 mmhg Menyerang secara sistemik
T: 35,8 C
RR : 22x/m Mekanisme radang
N : 80x/m Luka terkontaminasi
mikroorganisme

Mikroorganisme menginfeksi
dermis dan subkutis

System imun berespons dgn


menaikan antibody

Reaksi Ag-Ab

Eritema lokal pada kulit

Lesi Kerusakan kulit

Trauma jaringan lunak

Resiko infeksi

DS: Faktor resiko Resiko ketidakstabilan


- pasien mengatakan tidak nafsu (usia, makanan, genetic, kadar glukosa darah
makan, sering bab, sering bak, obesitas, pola hidup)
kepala pusing dan lemah
Kerusakan sel beta pankreas
DO:
- pasien mengalami polidipsi, Retensi insulin
polifagi, poliuri Metabolisme protein lemak
TD : 140/90 mmhg terganggu
T: 35,8 C
RR : 22x/m Polifagia
N : 80x/m Pola makan tidak seimbang
Kadar glukosa darah : 221
mg/dL Hiperglikemia

Penggunaan insulin/obat
yang kurang tepat/berlebih

Keterlambatan absorbsi
karbohidrat

Hipoglikemia

Resiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
DS: Faktor resiko Kerusakan integritas
- Pasien mengatakan nyeri pada (usia, makanan, genetic, jaringan
luka ganggren obesitas, pola hidup)
- Pasien mengatakan luka
mengeluarkan cairan dan Retensi insulin
nanah
hiperglikemia
DO: Menyerang kulit dan infeksi
- Terdapat jaringan dekubitus jaringan subkutan
- Kaki dan tangan pasien
tampak bengkak Menyerang secara sistemik
- Terdapat luka ganggren dikaki
sebelah kiri Mekanisme radang
- Luka tampak kemerahan dan Luka terkontaminasi
putih pucat mikroorganisme
TD : 140/90 mmhg Mikroorganisme menginfeksi
T: 35,8 C dermis dan subkutis
RR : 22x/m
N : 80x/m System imun berespons dgn
menaikan antibody

Reaksi Ag-Ab

Eritema lokal pada kulit

Lesi Kerusakan kulit

Trauma jaringan lunak

Kerusakan integritas
jaringan
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
4. Kerusakan integritas jaringan

PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN


1. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Kerusakan integritas jaringan
3. Nyeri akut
4. Resiko infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PES)
1. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan penambahan berat
badan berlebih
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan status metabolik
neuropati perifer ditandai dengan ganggrene pada extremitas
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis diabetes melitus
Nursing Care Plan (NCP)

No. Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi
(NIC)
Resiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Hiperglikemia:
glukosa darah dibuktikan dengan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan 1. Pantau tanda dan gejala poliuria,
penambahan berat badan berlebih kadar glukosa darah menurun. Dengan kriteria polidipsia, dan polifagia
hasil: 2. Memantau tekanan darah dan denyut nadi
No Kriteria A T 3. Mengelola insulin
1. Glukosa darah 2 5 4. Mendorong asupan cairan oral
4. Urin glukosa 3 5 5. Memberi cairan IV sesuai kebutuhan
5. Urin keton 3 5 6. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran
normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Luka :
berhubungan dengan perubahan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Monitor karakteristik luka.
status metabolik neurpati perifer integritas kulit dan jaringan meningkat. 2. Monitor tanda-tanda infeksi
ditandai dengan ganggren pada Dengan kriteria hasil: 3. Bersihkan jaringan nekrotik dengan cairan
extremitas No Kriteria A T NaCl atau pembersih nontoksik sesuai
1. Elastisitas meningkat 2 5 kebutuhan.
2. Hidrasi meningkat 2 5 4. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,
3. Perfusi jaringan meningkat 3 5 jika perlu.
5. Pasang balutan sesuai jenis luka.
4. Kerusakan jaringan menurun 3 5
6. Pertahankan teknik steril saat melakukan
5. Kerusakan lapisan kulit 3 5
perawatan luka.
menurun 7. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
Keterangan: 8. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
1. Berat mandiri
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri :
agen cedera biologis selama 2x24 jam, Tingkat nyeri pasien dapat 1. Monitor TTV
diamati dan dilaporkan . Dengan kriteria hasil: 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
No. Kriteria A T komprehensif P,Q,R,S,T
1. Nyeri yang dilaporkan 2 5 3. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Panjangnya episode nyeri 2 5 mempengaruhi nyeri
3. Ketegangan otot 3 5 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
4. Ekspresi nyeri 3 5 untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
5. Tidak bisa beristirahat 3 5 sampaikan penerimaan pasien terhadap
nyeri.
Keterangan:
5. Ajarkan penggunaan teknik non
1. Berat
farmakologi: relaksasi nafas dalam
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Resiko infeksi dibuktikan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Perlindungan infeksi
penyakit kronis diabetes mellitus keperawatan selama 2x24 jam resiko infeksi 1. Monitor
menurun. Dengan kriteria hasil: adanya tanda dan gejala infeksi sistemik
No Kriteria A T dan lokal
1. Mengindentifikasi faktor 3 5 2. Periksa
resiko infeksi kondisi setiap sayatan bedah atau luka
2. Mengidentifikasi tanda 3 5 3. Periksa kulit
dan gejala infeksi dan selaput lendir untuk adanya
3. Mengklarifikasi resiko 2 5 kemerahan atau drainase
infeksi yang di dapat 4. Anjurkan
4. Memonitor Faktor 2 5 asupan cairan dengan tepat
lingkungan yang 5. Ajarkan
berhubungan dengan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
resiko infeksi gejala infeksi dan kapan harus melapor
Keterangan: kepada pemberi pelayanan kesehatan
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menujukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

Hari, Tgl Hari, Tgl


No. Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
&Jam &Jam
Resiko Minggu, 1. Memantau tanda dan gejala Senin, S : Pasien mengatakan balutan luka bagus, Perawat
ketidakstabilan 24/08:30 poliuria, polidipsia, dan 25/13:00 jaringan nekrtik tidak ada, cairan dan pus
kadar glukosa polifagia yang keluar masih ada
darah dibuktikan 2. Memantau tekanan darah dan O:
dengan denyut nadi - Sens: composmentis
penambahan berat 3. Mengelola insulin - TD : 140/90 mmhg
badan berlebih 4. Mendorong asupan cairan oral - T : 35,8oC
5. Memberi cairan IV sesuai - RR : 22x/m
kebutuhan - N : 80x/m
6. Mengidentifikasi - Kadar glukosa darah : 170 mg/dL
kemungkinan penyebab A: Masalah ketidakstabilan kadar glukosa
hiperglikemia darah teratasi sebagian
No. Kriteria A T A
Glukosa darah 2 5 4
Urin glukosa 3 5 5
Urin keton 3 5 4
P: Intervensi dilanjutkan
- Memantau tanda dan gejala poliuria,
polidipsia, dan polifagia
- Memantau tekanan darah dan denyut
nadi
- Mengelola insulin
- Mendorong asupan cairan oral
- Memberi cairan IV sesuai kebutuhan
- Mengidentifikasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
Kerusakan Minggu, 1. Memonitor karakteristik luka. Senin, S : Pasien mengatakan balutan luka bagus, Perawat
integritas jaringan 24/09:30 2. Memonitor tanda-tanda 25/13: 40 jaringan nekrotik ada, cairan dan pus yang
berhubungan infeksi keluar masih ada
dengan perubahan 3. Membersihkan jaringan O:
status metabolik nekrotik dengan cairan NaCl - Sens: composmentis
neurpati perifer atau pembersih nontoksik - TD : 110/70 mmhg 140/90 mmhg
ditandai dengan sesuai kebutuhan. - T : 35,8oC
ganggrene pada 4. Memberikan salep yang sesuai - RR : 22x/m
extremitas ke kulit/lesi, jika perlu. - N : 80x/m
5. Memasang balutan sesuai A: Masalah integritas jaringan teratasi
jenis luka. sebagian
6. Mempertahankan teknik steril No. Kriteria A T A
saat melakukan perawatan Elastisitas 2 5 4
luka. meningkat
7. Menjadwalkan perubahan Hidrasi 2 5 4
posisi setiap 2 jam atau sesuai meningkat
kondisi pasien Perfusi jaringan 3 5 5
8. Mengajarkan prosedur meningkat
perawatan luka secara mandiri Kerusakan 3 5 5
jaringan menurun
Kerusakan lapisan 3 5 4
kulit menurun
P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor karakteristik luka.
- Memonitor tanda-tanda infeksi
- Membersihkan jaringan nekrotik
-dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik sesuai kebutuhan.
- Memberikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu.
- Memasang balutan sesuai jenis luka.
- Mempertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka.
- Menjadwalkan perubahan posisi setiap 2
jam atau sesuai kondisi pasien
- Mengajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri.
Nyeri akut Minggu, 1. Memonitor TTV pasien Senin, S : Pasien mengatakan nyeri pada kaki Perawat
berhubungan 24/10:00 2. Melakukan pengkajian nyeri 25/14: 00 masih ada, nyeri dirasakan hilang timbul
dengan agen secara komprehensif O:
cedera biologis P,Q,R,S,T P : Pasien mengatakan masih terganggu
3. Mengontrol lingkungan yang karena nyeri pada daerah kaki serta luka
dapat mempengaruhi nyeri pada kaki sebelah kanan
4. Menggunakan strategi Q : Pasien mengatakan nyeri seperti
komunikasi terapeutik untuk ditekan
mengetahui pengalaman nyeri R : Pasien mengatakan nyeri terasa pada
dan sampaikan penerimaan kaki sebelah kanan
pasien terhadap nyeri. S : Skala nyeri 3 (sedang)
5. Mengajarkan penggunaan T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul
teknik non farmakologi: - Sens: composmentis
relaksasi nafas dalam - Skala nyeri 3 (sedang)
- TD : 140/90 mmhg
- T : 35,8oC
- RR : 22x/m
- N : 80x/m
A: Masalah nyeri teratasi sebagian
No. Indikator A T A
Nyeri yang 3 5 4
dilaporkan
Panjangnya 4 5 5
episode nyeri
Menggosok area 4 5 4
yang terkena
dampak
Mengerang dan 3 5 5
menangis
Ekspresi nyeri 4 5 4
Tidak bisa 3 5 4
beristirahat
P: Intervensi dilanjutkan
- Mengkaji nyeri
- Mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam
- Memonitor TTV pasien
- Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
Resiko infeksi Minggu, 1. M Senin, S : Pasien mengatakan luka masih nyeri, Perawat
dibuktikan 24/10: 30 emonitor adanya tanda dan 25/14: 30 luka masih mengeluarkan cairan dan pus,
dengan penyakit gejala infeksi sistemik dan O:
kronis diabetes lokal - Pasien tampak lemah
melitus 2. M - Luka tampak kemerahan
emeriksa kondisi setiap - Tercium bau
sayatan bedah atau luka - Sens: composmentis
3. M - TD : 140/90 mmhg
emeriksa kulit dan selaput - T : 35,8oC
lendir untuk adanya - RR : 22x/m
kemerahan atau drainase - N : 80x/m
4. M A: Masalah resiko infeksi teratasi
enganjurkan asupan cairan sebagian
dengan tepat
5. M
engajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda dan P: Intervensi dilanjutkan
gejala infeksi dan kapan harus
melapor kepada pemberi No. Kriteria A T A
pelayanan kesehatan Mengindentifikasi 3 5 4
faktor resiko
infeksi
Mengidentifikasi 3 5 5
tanda dan gejala
infeksi
Mengklarifikasi 2 5 4
resiko infeksi yang
di dapat
Memonitor Faktor 2 5 5
lingkungan yang
berhubungan
dengan resiko
infeksi
- Menganjurkan pasien mengungkapkan
perasaan secara verbal
- Memonitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Memeriksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka
- Memeriksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan atau drainase
- Menganjurkan asupan cairan dengan
tepat
- Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melapor kepada pemberi
pelayanan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2016). Definition of Diabetes Melllitus.


www.diabetes.org. diakses tanggal 10 November 2020.
Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N., Maret, U.
S., Putra, S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes melitus untuk awam.
November. diakses tanggal 20 November 2020.
IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas, 9th edn. Brussels, Belgium. In Atlas de la Diabetes
de la FID.
Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2018). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2. Majority, 4(9), 8–12.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1401. diakses
tanggal 20 November 2020.
WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes Mellitus.
diakses pada tanggal 20 Januari 2021 di http://www.who.int/healthtopics/
diabetes.
Hariani et al. (2020). Hubungan Lama Menderita Dan Komplikasi DM Terhadap
Kualitas Hidup pasien DM Tipe 2 Diwilayah Puskesmas Batua Kota Makassar.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 15 Nomor 1 Tahun 2020.
Utomo Alya Azzahra et al. (2020). Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2:
Systematic Review. Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR Vol. 01 Nomor 01
Agustus 2020 Hal. 44 – 52.
Muhammad, I. A. (2018). Diabetic Foot Ulcer: Synopsis of the Epidemiology and
Pathophysiology. International Journal of Diabetes and Endocrinology, 3(2),
23. https://doi.org/10.11648/j.ijde.20180302.11
Priyanto, (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan
Kekambuhan Luka Diabetik, Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 3,
Desember 2018, hlm. 233–240.
Istianah (2019). Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di Kota Depok Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Indonesia (The Indonesian
Journal of Health), Vol. X, No. 2, Maret 2020.
Widiastuti Linda. (2019). Acupressure Dan Senam Kaki Terhadap Tingkat
Peripheral Arterial Disease Pada Klien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan
Silampari Volume 3, Nomor 2, Juni 2020.
Nurdin Fitriyanti. (2021). Persepsi Penyakit Dan Perawatan Diri Dengan Kualitas
Hidup Diabetes Mellitus Type 2. Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4,
Nomor 2, Juni 2021.
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes
Tipe Dua. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyah, 14(1), 59–68.
Fitriani Nasution. (2021). .Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu
Kesehatan Vol. 9 No.2, Mei 2021
Imelda, S. I. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes Melitus
di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Scientia Journal, 8(1), 28–39. JOUR.
Kistianita, A. N., Yunus, M., & Gayatri, R. W. (2018). Analisis faktor risiko diabetes
mellitus tipe 2 pada usia produktif dengan pendekatan WHO stepwise step 1
(core/inti) di Puskesmas Kendalkerep Kota Malang. Preventia: The Indonesian
Journal of Public Health, 3(1), 85–108. JOUR.
Mutia, A., & Lubis, R. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Komplikasi Sirkulasi Perifer Pasien DM Tipe 2 di Rs Haji Medan Tahun 2020
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30410/161000092.pdf.
Rini, P. S., Apriany, A., & Romadoni, S. (2019). Hubungan antara Usia dan Lama
Menderita DM dengan Kejadian Disfungsi Ereksi (DE) pada Pasien Diabetes
Melitus. Babul Ilmi: Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, 11(1), 196–205.
https://doi.org/https://doi.org/10.36729/bi.v11i1.271.
Setyawati, A. D., Ngo, T. H. L., Padila, P., & Andri, J. (2020). Obesity and Heredity
for Diabetes Mellitus among Elderly. JOSING: Journal of Nursing and Health,
1(1), 26–31.
https://doi.org/https://doi.org/https://doi.org/10.31539/josing.v1i1.1149
Usman, J., Rahman, D., Rosdiana, R., & Sulaiman, N. (2020). Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada Pasien di RSUD Haji
Makassar. Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat, 2(1), 16–22. 759-Article
Text-2387-1-10-20200806.pdf

Anda mungkin juga menyukai