Anda di halaman 1dari 27

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, dan anugerah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SISTEM PERKEMIHAN. Meskipun
telah berusaha menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, penyusun menyadari
bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Terima kasih kepada Ketua STIKes Abdi Nusantara, Kepala Prodi S1


Keperawatan, dan juga Koordinator Mata Kuliah Sekaligus Dosen Pengajar yang
telah membimbing dalam menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Untuk itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, semoga makalah
ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Maret 2019

Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................... 01

Daftar Isi ............................................................................................................. 02

Bab I ................................................................................................................... 03

Bab II .................................................................................................................. 05

Bab III ................................................................................................................ 14

Bab IV ................................................................................................................ 26

Daftar Pustaka .................................................................................................... 27

2
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu keperawatan, maka berkembang
pulalah berbagai macam jenis penyakit yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu penyakit yang mempunyai prognosis buruk adalah penyakit dalam,
karena merupakan salah satu penyebab terbesar yang menimbulkan kematian.

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi menyaring


darah, mengeluarkan zat sisa, serta juga racun yang dikeluarkan melalui urine.

Gagal ginjal kronis melupakan salah satu penyakit dalam yang mematikan
didunia. Penyakit Ginjal Kronis di dunia saat ini mengalami peningkatan dan
menjadi masalah kesehatan serius ,hasil penelitian Global Burden of Disease
tahun 2010, Penyakit Ginjal Kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke
27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010.
(Nila F. Moelek, Hari Ginjal Sedunia,8 Maret 2018)

Menurut survey evaluasi kesehatan dan gizi nasional tahun 2012 di


Amerika Serikat, dari 100 orang dewasa, 31 orang diantaranya mengidap
penyakit ginjal tahap akhir. Insiden dan prevalensi gagal ginjal kronik
semakin meningkat sekitar 8 persen setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Tingginya insiden penyakit ini diikuti oleh biaya yang harus ditanggung oleh
pasien penyakit ginjal tahap akhir yaitu $ 69,758 atau sekitar Rp. 640
juta/tahun per orang.

Di indonesia sendiri gagal ginjal kronis berada di peringkat ke 6 penyakit


tidak menular dengan prevalensi 2% (499.800 jiwa) (RISKESDAS, 2013). Pusat
Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia menunjukkan
bahwa perkiraan pasien gagal ginjal kronik berjumlah lebih kurang 50
orang per sejuta penduduk, 60% diantaranya berusia dewasa dan

3
lansia (Depkes RI, 2013). Di Provinsi Jawa Barat dan Banten pada tahun 2013
tercatat 2.260 kasus penderita gagal ginjal (Profil Kesehatan Propinsi Jawa
Barat dan Banten, 2013).

B. Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Perkemihan.

Makalah ini merangkum informasi tentang gagal ginjal kronis yang bisa
dimanfaatkan dan dijadikan rujukan materi untuk belajar mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronis.

C. Metode

Metode yang digunakan kelompok pada penyusunan makalah kali ini


adalah literasi dimana kelompok mengumpulkan informasi dari buku, jurnal,
internet, dan media lainnya untuk dirangkum menjadi satu makalah “Asuhan
Keperawatan Gagal Ginjal Kronis”.

4
Bab II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal


progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam,2011).

Gagal ginjal kronik (Cronic Kidney Disease) merupakan penurunan fungsi


ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya
uremia dan azotemia (Smeltxer & Bare,2004).CKD disebabkan oleh berbagai
penyakit seperti glomerolunefritis akut; gagal ginjal akut; penyakit ginjal
polikistik; obstruksi saluran kemih; pielonefritis; nefrotoksin; dan penyakit
sistemik, seperti diabetes meilitus, hipertensi, lupus erimatosus, poliartritis,
penyakit sel sabit, serta amilodiosis (Black & Hawks, 2005). (Dalam “Klien
Gagal Ginjal Kronik” Bayhakki, 2013)

Gagal ginjal kronik (Cronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal
sudah mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ini ireversibel. Eksasebarsi
nefritis, saluran kemih, kerusakan vaskular akibat DM, dan hipertensi yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut
yang menyebabkan hilangnya ginjal secara progresif. (Mary Baradero,dkk,
2009)

Jadi menurut kami gagal ginjal kronis/cronic kidney disease (selanjutnya


disebut CKD) merupakan penyakit kerusakan ginjal yang bersifat progresif

5
dan ireversibel ditandai dengan uremia, biasanya disebabkan oleh komplikasi
penyakit lain seperti DM, hipertensi, lupus, dll.

B. Klasifikasi
Stadium CKD
Stadium Deskripsi Istilah lain GFR(ml/mnt/1,73m2)

I Kerusakan Beresiko >90


ginjal dengan
GFR normal
II Kerusakan Insufisiensi 60-80
ginjal dengan ginjal
GFR turun kronik(IGK)
ringan
III GFR turun IGK, gagal 30-59
sedang ginjal kronik
IV GFR turun Gagal ginjal 15-29
berat kronik
V Gagal ginjal Gagal ginjal <15
tahap
akhir(End-stage
renal disease)

C. Etiologi
1. Nefropati diabetik : peningkatan awal laju aliran glomerulus
menyebabkan hiperfiltrasi dengan akibat kerusakan glomerulus,
penebalan dan seklerosis membran basalis glomerulus dan glomerulus;
kerusaka bertahap nefron menybabkan penurunan GFR.
2. Nefroklerosis hipertensi : hipertensi jangka panjang menyebabkan
seklerosis dan penyempitan arteriol ginjal dan arteri kecil dengan
akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia, kerusakan
glomerulus, dan atropi tubulus.

6
3. Glomerulonefritis kronik : inflasi interstisial kronik pada parenkim
ginjal menyebabkan obstruksi dan kerusakan tubulus dan kapiler yg
mengelilinginya memengaruhi filtrasi glomerulus dan sekresi dan
reabsorpsi tubulus, dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap.
4. Pielonefritis kronik : infeksi kronik yang bisa dikaitkan repluksi
vesikoureter menyebabkan jaringan perut dan deformitas kaliks dan
pelvis ginjal, yg menyebabkan refluks intra renal dan nefropati.
5. Penyakit ginjal polisistik : kista bilatera;l multipel menekan jaringan
ginjal yg merusak perfusi ginjal dan menyebabkan iskemia remodeling
dan vaskular ginjal, pelepasan mediator inflamasi, yg merusak dan
menghancurkan jringan ginjal normal.
6. Eritematosa lupus sistemik : kompleks imun terbentuk di membran
basalis kapiler yang menyebabkan inflamasi dan sklerosis dengan
glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus.

D. Patofisiologi

Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun


dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya urenia dan memengaruhi
seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala
semakin berat.

Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yg


berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa
clearance kreatinin urin tampung 24 jam yg menunjukkan penurunan
clearance kreatinin dan peningkatan kreatinin serum.

Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan


hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktifitas aksis renin angitensin dan
kerja sama kedua nya meningkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam

7
mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.

Asidosis metabolik ginjal tidak mampu mensekresi asam (H+) yang


berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu
mensekresi amonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat(HCO3-)
penurunan ekskresi prospat dan asam organik lain terjadi.

Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yg memadai, memendeknya


usia sel darah merah, defisiensi nutris, dan kecenderungan untuk mengalami
pendarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan.
Eritropoitein yang di produksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah, dan produksi Eritropoitein menurun sehingga
mengakibatkan anemia berat yg disertai keletihan, angina, dan sesak nafas.

Ketidak seimbangan kalsium dan frosfat merupakan gangguan


metabolisme. Kadar serum kalsium dan frosfat tubuh memiliki hubungan
timbal balik. Jika sa;ah satunya meningkat maka fungsi yg lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan
kadar frosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium di tulang menurun,
menyebabkan terjadinya perubuhan tulang dan penyakit tulang. Demikian
juga, vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yg dibentuk di ginjal menurun
seiring perkembangan gagal ginjal.

E. Manifestasi Klinis
1. Gastrointestinal: ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.
2. Kardiovaskuler: Hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi
perikardium, dan tamponade perikardium.
3. Respirasi: edema paru, efusi pleura, dan pleuritis.

8
4. Neuromuskular: lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi,
gangguan muskular, neuropati perifer, bingung, dan koma.
5. Metabolik/endokrin: inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan
hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan
ammenorhea.
6. Cairan-elektrolit: ganggua asam-basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
7. Dermatologi: pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, dan
uremia frost.
8. Abnormal skeletal: osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.
9. Hematologi: anemia,defek kualitas flatelat, dan perdarahan
meningkat.
10. Fungsi psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, serta
gangguan proses kognitif.

Penurunan Fungsi Ginjal:


1. Bervariasi sesuai kondisi yang mendasari.
2. Tahap penurunan ginjal berat menyebabkan insufiensi ginjal
sehingga terjadi gagal ginjal akibat uremia.
3. Retensi sodium dan air menyebabkan edema, gagal ginjal kronis,
hipertensi, dan asites.
4. Penurunan GFR menyebabkan stimulasi reninn sehingga
angiotensin aksis dan penurunan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan hipertensi.
5. Asidosis metabolik akibatkan ketidakmampuan ginjal
mengeluarkan ion hidrogen, memproduksi amonia, dan konservasi
bikarbonat.
6. Penurunan filtrasi menyebabkan penurunan serum kalsium dan
reabsorpsi kalsium dan tulang.
7. Penurunan produksi eritropoetin oleh ginjal menyebabkan anemia.

9
8. Efek uremia terhadap SSP menyebabkan gangguan fungsi mental
dan perubahan gangguan kesadaran serta koma.
F. Komplikasi
1. Cairan dan Elektrolit
2. Kardiovaskuler
3. Hematologi
4. Sistem imun
5. Gastrointestinal
6. Neurologis
7. Muskuloskeletal
8. Endokrin dan metabolik
9. Dermatologi

10
Gambar: Efek Multisistem pada penyakit Gagal Ginjal Kronis

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik digunakan baik untuk mengidentifikasi CKD


maupun memonitor fungsi ginjal. Sejumlah pemeriksaan dapat dilakukan
untuk menentukan penyebab ganguan ginjal. Ketika diagnosis ditegakkan,

11
fungsi ginjal dimonitor terutama lewat kadar sisa metabolik dan elektrolit
dalam darah.

1. Urinalisis dilakukan untuk mengukur berat jenis urine dan mendeteksi


komponen urine yang abnormal.
2. Kultur Urine diinstruksikan untuk mengidentifikasi infeksi saluran kemih
yang mempercepat perkembangan CKD.
3. BUN dan kreatinin serum diambil untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan
mengkaji perkembangan gagal ginjal.
4. eGFR digunakan untuk mengevaluasi GFR dan stadiu penyakit ginjal
kronik.
5. Elektrolit serum dimonitor lewat perjalanan CKD.
6. CBC menunjukkan anemia sedang ke arah berat.
7. USG ginjal dilakukan untuk mengevaluasi ukuran ginjal.
8. Biopsi ginjal dapat dilakukan untuk mengidentifikasi proses penyakit
penyebab jika ini tidak jelas.

H. Penatalaksanaan
1. Tujuan konservasi fungsi ginjal sedapat mungkin:
a. Deteksi dan obati penyakit gagal ginjal (kontrol DM, terapi
hipertensi).
b. Diet teratur rendah protein dengan asam amino esensial
untuk meminimalkan keracunan uremia dan cegah limbah
serta malnutrisi.
c. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan
peningkatan dinamik ginjal.
 Anemia: rekombinan dan human eritropoetin
 Eigen: pengganti hormon ginjal.
 Asidosis: ganti bikarbonat dengan infus sodiom
bikarbonat/oral.
 Hiperkalemia: diet potasium-kation pengganti renin.

12
 Retensi fosfat: kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan
karbonat dalam saluran pencernaan).
2. Lakukan dialisis atau transplantasi ginjal (ketika ginjal dapat
dikontrol dalam waktu singkat).

13
Bab III

Asuhan Keperawatan

A. Kasus

Ibu M, 49 tahun, masuk ke rumah sakit dengan keluhan kejang-kejang 2,5


jam sebelum masuk rumah sakit. Klien kejang seluruh tubuh selama kurang
dari 5 menit. Dalam 1,5 jam klien kejang dua kali. Sehari sebelumnya klien
juga kejang. Sebelum kejang, klien tidak merasakan sakit kepala. Saat kejang,
klien tidak sadar. Setelah kejang klien kembali sadar, badan terasa lemas dan
sesak napas. Selain itu, klien juga merasa kedua kaki bengkak.

Klien mengatakan ada batuk, tetapi tidak berdahak. Demam tidak ada,
pusing, mual, dan muntah tidak ada. Sesak nafasa semakin berat sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Klien belum pernah kejang sebelumnya. Klien
sudah menjalani hemodialisis di IGD. Klien masuk IGD dengan diagnosis
medis Ensefalopati uremikum CKD stadium V; hasil pemeriksaan
laboratorium pada klien, yaitu kadar ureum 355 mg/dl, kreatinin 21,5 mg/dl,
dan hitung CCT 2,35ml/mnt. Klien masuk ruang rawat tanggal 11 oktober
2007.

Delapan hari sebelum masuk rumah sakit,klien tidak nafsu makan, lalu di
bawa ke poliklinik RS X dan dsivonis mengalami penyakit ginjal stadium
akhir. Klien juga sudah mendapat penjelasan perlu terapi cuci
darah/hemodialisis. Akan tetapi, klien mengatakan mau piker-pikir dahulu dan
dipulangkan karena buang air kecil masih banyak.. klien tidak memiliki
riwayat batu ginjal , tidak memiliki riwayat demam lama, dan tidak
mengalami kencing berpasir. Satu tahun terakhir klien menderita tekanan
darah tinggi dan rajin control dan minum obat di puskesmas.

Klien tidak memiliki riwayat penyakit DM dan penyakit jantung pada


keluaraga. Klien mengatakan sebelum sakit minum tidak banyak , sekitar 5
gelas perhari. Klien sebagai ibu rumah tangga dan suami klien bekerja sebagai
pedagang. Klien memiliki 2 anak, anak pertama sudah berkeluarga dan tinggal
diluar kota, dan anak kedua laki-laki sedang kuliah. Suami dan anak klien
bergantian menjaga klien dan klien menggukangakin untuk membiayyai
pengobatan di rumah sakit.

14
B. Pengkajian

Hasil pengkajian dan justifikasi utama (Rasional) terkait hasil pengkajian


kepada ibu M.

Riwayat kesehatan dan penyakit klien yg terdapat pada riwayat singkat


klien penting diketahui sebagai bagian dari pengkajian menyeluruh terhadap
klien dan menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana asuhan
keperawatan yg tepat untuk klien. Hasil pengkajian pada Ny.M yg dilakukan
pada tanggal 29 oktober 2007, dan Rasionalnya dibahas dibawah.

1. Tanda vital: TD: 130/80 mmhg ; nadi: 80x/menit; susu:360C; dan


pernapasan: 20x/mnt.
Rasional :
Hamper semua klien CKD mengalami hipertensi. Hipertensi dapat
menjadi penyebab sekaligus akibat CKD. Hipertensi menjadi penyebab
CKD tersebab karena tekanan darah yg tinggi dapat merusak pembuluh
darah dalam glomerulus yg seriong kali berkembang menjadi gagal
ginjal. Sementara itu, CKD juga dapat menyebabkan hipertensi karena
kelebihan volume cairan dan natrium dan malfungsi system renin-
angiotensin-aldosteron (Ignatavicius & workman, 2006).
Hipometabolisme dan suhu tubuh yg rendah dapat terlihat pada
klien yg mengalami uremia lanjut non kompleks( wadhwa, 2007).
Efek CKD pada system pernapasan, seperti edema paru dapat
disebabkan oleh overload cairan. Pernapasan dapat meningkat
disebabakan karena usaha kompensasi paru untuk mempertahankan pH
normal dengan meningkatkan kecepetan dan kedalaman napas untuk
membuang CO2 melalui paru. Pernapasan tersebut dinamakan
pernapasan kussmaul, yg meningkat seiring pemburukan kondisi CKD
(Ignatavicius & Workman, 2006). Has ail pengkajian menunjukan
frekuensi pernapasan klien masih dalam batas normal dan tidak terlihat
pernapasan yg dalam.

2. Kesadaran
Klien compos metis(CM)
Rasional:
Akumulasi sampah dalam ureum dalam darah dapat menyebabkan
gangguan neurologis, seperti penurunan kesadaran, tidak dapak

15
berkonsentrasi, dan kejang(smeltzer& Bare, 2004). Selain itu, dapat
terjadi neuropati perifer, burning feet, restless leg syndrome, paraplegia,
pelupa rentang perhatian menyempit, koma, nistagmus, disartria, dan
depresi SPP (Black &Hawks, 2005).
Klien sebelum masuk rumah sakit menalami kejang, tetapi setelah
menjalani hemodialisis di IGD kejang berkurang dan tidak timbul lagi.
Keasadaran klien saat ini CM dan klien dapat memusatkan perhatian,
konsentrasi dan dapat menceritakan riwayat penyakitnya dengan lancer
meskipun kadar ureum dan kreatinin klien pada tanggal 28/10/07 masih
tinggi yaitu ureum 133 mg/dl dan kreatinin 6,0 mg/dl. Nilai tersebut
sudah jauh berkurang dari nilai awal masuk IGD, yaitu ureum 291 mg/dl
dan kreatinin 16,9 mg/dl. Penurunan kadar kreatinin dan ureum tersebut
dan hemodialisis yg sudah beberapa kali dijalani turut mengurangi efek
neurologis yg dialami klien.

3. Kepala
Rambut hitam tidak mudah dicabut, konjungtiva pucat anemis,
sklera tidak ikterik, mulut tidak kering, uremic fetor tidak ada , stomatitis
uremik tidak ada.
Rasional:
Penumpukan kadar ureum dalam darah dapat menyebabkan rambut
tipis dan rapuh, mudah rontok ( Black &Hawks, 2005). Konjungtiva
pucat merupakan salah satu indikasi anemia tersebab oleh penurunan
hormon eritrop[oetin yg mengakibatkan penurunan produksi sel darah
merah dan sering kali diikuti kelemahan , keletihan , dan intoleran dingin
( Smeltzer & Barre, 2004). Konjungtiva klien pucat disebabkan oleh
anemia, yg didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium yg
menunjukkan nilai Hb 8,4 mg/dl dan Ht 28,2%.

4. Leher
Tekanan vena jugularis (jugular vein pressure/JVP) normal
kelenjar getah bening tidak teraba , tampak kebiruan pada leher kiri yg
menurut klien bekas kejang yg terjadi saat di rumah.
Rasional:
Hasil pemeriksaan klien tidak mengalami overload cairan dan
JVP dalam batas normal serta tidak ada infeksi sehingga kelenjar getah
bening membesar. Bekas kebiruan menurut klien terkjadi akibat leher yg

16
kaku saat kejang dirumah, yg terjadi akibat toksin uremik (ensefalopi
uremik).

5. Dada
Dada simetris, vesikuler terdengan ronchi basah di kedua lapang
paru, mengi tidak ada bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur tidak
ada gallop , nyeri dada tidak ada, napas tidak cepat dan tidak dalam.
Rasional
Manifistasi CKD pada system pernapasan yg timbul akibat
overload cairan dan penumpukan sampah ureum dalam darah , dapat
berupa edema paru, pleuritis , uremik lung atau pneumonitis, , dan
asidosis metabolic yg menyebabkan peningkatan kecepatan dan
kedalaman pernafasan (Black & Hawks, 2005).
Klien mengatakan merasa sesak dan ada batuk dengan sputum.
Hasil rontgen toraks menunjukkan klien mengalami proses spesifik lama
aktif. Klien tidak pernah mengalami TB dan batuk yg lama.

6. Abdomen
Abdomen datar, lemas, tidak ada asites, nyeri tekan tidak ada,
bising usus positif 12x/ menit, hepar tidak teraba, pembesaran ginjal ,
hepar, limpa tidak ada, perdarahan gastrointestinal tidak ada, diare /
konstipasi tidak ada, muntah tidak ada, klien mengatakan nafsu makan
menurun.
Rasional
Anemia, mual , dan muntah , sering terjadi pada pada klien yg
mengalami uremia. Akumulasi gastrin menjadi penyebab utama penyakit
ulkus. Gastritis , colitis, perdarahan saluran cerna dan diare dapat timbul
( Black & Hawks, 2005) klien mengatkan nafsu makan menurun yg
disebabkan oleh hygiene oral yg kurang adekuat atau akibat
pembentukan ammonia dan ureum ( Black & Hawks, 2005)

7. Integument
Kulit tidak gatal, tidak ada uremic frost , kulit tampak kering, kulit
tidak abu-abu / kuning kehijauan , turgor kulit baik, pada tangan kiri
terlihat bekas area pemasangan jalur hemodialisis dan juga bekas

17
pengambilan darah vena menjadi kemerahan dan tidak panas, tidak
bengkak.
Rasional
Kulit menjadi kering disebabkan oleh atrofi kelenjar keringat,
pruritus disebabkan oeh hiperparatirodisme sekunder dan deposit kalsium
dalam kulit. Pruritus dapat menyebabkan ekskoriosis kulit.perdarahan
pada kulit dapat disebabakan oleh peningkatan memar, petekie, dan
purpura,. Penumpukan urokrum menyebabkan kulit menjadi abu-abu atau
kuning kehijauan dan bercahaya (Black & Hawks , 2005). Kemerahan
pada tangan kiri klien tersebab oleh perdarahan bawah kulit akibat
penusukan untuk jalur hemodialisis atau pengambilan darah vena untuk
pemeriksaan darah.

8. Ekstremitas
Tidak ada edema , tidak ada nyeri tulang,kekuatan otot baik , tidak
ada kram otot , tidak ada plegi atau peralisis.
Rasional
Overload cairan pada klien CKD menyebabkan edema perifer,
edema paru, dan hipertensi,. Sindrom uremik juga menyebabkan
kelemahan ekstremitas, kram otot, dan lebih lanjut dapat menyebabkan
neuropati motorik (Ignatavicius & Workman, 2006). Penurunan 1-
hidroksilase pada vitamin D3 turut menyebabkan penyakit tulang
(Wadhwa, 2007). Pada klien tidak ditemukan gangguan pada ekstremitas.
Kelemahan yg dirasakan klien sehingga kllien merasa tidak kuat untuk
berdiri dapat terjadi akibat anemia dan kadar ureum yg masih tinggi
dalam darah klien sehingga timbul efek neuropati uremik .

9. Eliminase Urine
Dari catatan perawatan diketahui jumlah urine menurun rata-rata
300-500 ml/hari sejak dirawat, klien terpasang kateter urine, urine kuning
jernih, ,nokturia tidak dapat dikaji karena klien terpasang kateter urine.
Rasional
Sejak dirawat , klien menjalani pembatasan asupan cairan menjadi
maksimal 800 ml/hari dan sudah menjalani hemodialisis setiap selasa dan
jumat. Eliminasi fekal sudah tergambar dari pemeriksaan abdomen.
Nokturoia biasanya terjadi pada awal CKD akibat penuranan kemampuan
memekatkan urine selama tidur (Wadhwa, 2007).

18
10. Kondisi psikologis
Status istirahat: klien tidak cemas, merasa takut terhadap
penyakitnya , kooperatif terhadap perawatatau keluarga dan individu lain,
sudah mendapat penjelasan dari dokter tentang penyakitnya dan sudah
mengerti, tidak sedih, keluarga( suami dan anak) turut mendukung dan
bergantian menjaga klien, biaya

Rasional
Perubahan psikologis terjadi terjadi akibat gangguan fisiologis dan
pengalaman mendapat penyakit kronik yg mengancam jiwa. Masalah
psikososial yg dipengaruhi oleh CKD meliputi hubungan dengan
keluarga, aktivitas sosial, citra tubuh, pilihan pengobatan, seperti
hemodialisis, dan perubahan kehidupan seksual ( Black & Hawks, 2005).
Sesak yg dialami klien timbul akibat asidosis metabolik
(berdasarkan hasil pereriksaan AGD terakhir), yg dikompensasi dengan
pernapasan klien yg lebih cepat.

C. Rencana asuhan keperawatan untuk ibu M

Diagnosis Keperawatan Tujuan Rencana tindakan/rasional

Ketidak efektipan pemberisihan Jalan nafas 1. Kaji suara, frekuensi,


jalan nafas yg berhubungan kembali bersih irama, dan kedalaman
dengan akumulasi sputum yg dan berfngsi serta usaha nafas dan
penggunaan otot bantu
kental, kelemahan fisik, dan efektif
pernafasan. Penurunan
akumulasi toksin dalam tubuh, suara nafas menadajan
di buktikan oleh: penurunan fungsi par.
DS : klien mengatakan nafas Ronko dan mengi
agak sesak, sering batuk, mengidikasikan
kadang sulit tidur. akumulasi sekret/ jalan
DO : nafas tidak bersih, yg
dapat menyebabkan
 Kesadaran CM; suhu
pengunaan otot bantu
36; frekuensi pernafasan
penafasan dan
20x/menit.
peningkatan usaha nafas
 Pernafasan teratur, tidak
(doenges, 1993).
ada pernafasan
2. Ubah posisi klien
kussmaul,tidak ada
semifauler atau fowler
penggunaan otot
tinggi dan bantu klien
tambahan, ronki basah

19
di kedua lapang paru, mengatur posisi yg
tidak ada mengi. nyaman untuk bernafas
 Hasil rontgen : proses guna memaksimalkan
spesifik lama aktif ekspansi paru dan
(3/10/07) menurunkan usaha
 Hasil pemeriksaan nafas.
laboratorium : ureum 3. Dorong klien bernafas
133mg/dl; kreatinin 6,0 secara teratur dan
mg/dl; Hb 8,4 mg/dl; Ht mengunakan pernafasan
28,2% (28/10/07). bibir mencucu (pursed-
lip breathing) dengan
teratur untuk membantu
mendistribusikan udara
keseluruh paru dan
mengurangi pendek
nafas.
4. Kaji status mental dan
warna kulit serta
membran mukosa.
Akumulasi sekret dapat
mengganggu oksigenasi
organ vital dan jaringan
5. Dorong klien untuk
mengeluarkan sputum,
ajarkan batuk efektif
untuk membantu
mengurangi akumulasi
sekret ( doenges; 1993).
6. Patau tanda tanda vital
dan bunyi jantung.
Hipoksemia dapat
menyebabkan iritabilitas
miokardium, membuat
disritmia, dan
menyebabkan perubahan
tanda tanda vital.
7. Evaluasi tingkat
toleransi aktivitas,
kurangi aktivitas selama
pasien akut untuk
mengurangi kebutuhan
oksigen tubuh.
8. Beri terapi oksien seuai
indikasi untuk
memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh dan

20
mengoreksi hipoksemia
(doenges;1993)
9. Beri medikasi seuai
indikasi untuk
membantu
mengencerkan sputum
agar mudah di keluarkan
oleh klen.
10. Pantau hasil AGD.
Penurunan kadar
oksigen dan / atau
saturasi oksigen atau
peningkatan paCO2
mengindikasikan
perlunya intervensi/
regimen terapi
tambahan(
doenges;1993).
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan 1. Pantau asupan makanan
kebutuhan tubuh yg nutrisi dan catat kebutuhan
berhubungan dengan efek terpenuhi, yg di kalori harian untuk
mengidentivikasi devisit
urenia, mual, dan penurunan tunjukan
nutrisi klien dan terapi
selera makan, di buktikan oleh : dengan berat yg di perlukan (doenges;
DS : klien mengatakan makan badan ideal dan 1993)
tidak nafsu, hanya nilai albumin 2. Kaji adanya mual dan
menghabiskan separuh porsi dalam batas muntah. Akumulasi
makana n. normal. toksin dalam darah
DO : dapat menimbulkan
gejala yg
 Kesadaran CM, muntah
mengakibatkan
(-), berat badan belum
penurunan asupan
dapat dikaji tersebab
makanan klien.
oleh klien merasa belum
3. Dorong klien makan
kuat berdiri..
sedikit, tetapi sering,
 Hasil pemeriksaan
sesuai kebutuhan kalori.
laboratorium : albumin
Porsi kecil dapat
3,2 g/dl (11/10/07).
mendorong klien
 Hasil pemeriksaan
meningkatkan asupan.
laboratorium: ureum
4. Dorong/ bantu klien
133mg/dl:; kreatinin 6,0
melakukan perawatan
mg/dl (28/10/07)
mulut untuk mengurangi
ketidak nyamanan
akibat stomatitis oral
atau sampah metabolik
di dalam mulut yg dapat

21
bercampur dengan
makan yg di makan
(doenges;1993)
5. Timbang berat badan
klien setiap hari untuk
mengetahui status cairan
dan indeks massa tubuh
klien.
6. Konsuktasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
kebutuhan nutrisi klien
guna membantu
penyusunan program
diet yg tepat untuk
klien.
7. Beri multivitamin sesuai
indikasiuntuk membantu
memenuhi kebutuhan
vitamin yg hilang akibat
malnutrisi atau anemia
selama dialisi.
8. Pantau kadar albumin.
Kadar albumin adalah
indikator kebutuhan
protein klien.
Intoleran aktivitas yg Klien dapat 1. Kaji paktor yg
berhubungan dengan melakukan menyebabkan
kelemahan fisik, anemia, dan aktivitas kelemahan seperti
anemia, gangguan
penumpuka toksin uremik alam perawatan diri
cairan/ elektrolit retensi
darah, dibuktikan oleh: sesuai toksin ureum
DS : klien mengatakan badan toleransi. (smeltzer&bare,2004)
terasa lemah, tidak kuat berdiri untuk mengidetivikasi
DO : faktor yg berkontribusi
 Kesadaran CM; TD terhadap keparahan
130/80 mmHg; nadi kelemahan
80x/menit atur, denyut (smeltzer&bare,2004)
kuat suhu 36, prekuensi 2. Dorong klien
pernafasan 20x/menit melakukan aktivitas
 Pernafasan teratur tidak perawatan diri sesuai
ada penggunaan otot toleransi, bantu jika
tambahan perlu untuk
 Hasil pemeriksaan meningkatkan harga diri
laboratorium Hb 8,4g/dl dan aktivitas klien
dan 133 mg/dl dan menuju normal,
kratinin 6,0 mg/dl meningkatkan kekuatan

22
(28/10/07) otot.
3. Dorong klien
beraktivitas dengan
diselingi istirahat unyuk
mempertahankan tingkat
energi dan mengurangi
kerja sistem
kardiovaskular dan
sistem pernafasan
(doenges;1993)
4. Dorong klien istirahat
setelah selesai menjalani
homedialisi. Beberapa
klien hemodialisis
memerlukan istirahat yg
cukup
(smeltzer&bare2004)
5. Ukur asupan dan
haluaran cairan setiap
hari untuk mengetahui
kebutuhan penggantian
cairan dan risiko
overload cairan yg dapat
menghambat
kemampuan beraktivitas
.
Risiko kerusakan integritas Integritas kulit 1. Infeksi kulit terhadap
kulit yg berhubungan dengan terjaga dengan warna, turgor eritema,
akumulasi toksin urenik di baik, kerusakan ekimosis,purpura, dan
vaskularisasi. Kondisi
kulit, penurunan aktivitas, di integritas kulit
kulit di pengaruhi oleh
buktikan oleh : tidak terjadi. sirkulasi, nutrisi, toksin
DS : klien mengatakan ada uremik, dan mobilitas
bekas kebiruan di leher dan jaringan kulit mudah
tangan kiri bekas hemodialisis. menjadi kering akibat
DO : kesadaran CM; turgor atropi kelenjar keringat,
kulit baik, kulit agak kering, sementara pruritus
terjadu akibat
terlihat merah kebiruan pada
hiperparatirodisme
leher dan tangan kiri klien. sekunder dan devosit
kalsium dalam kulit
pruritus. Dapat
menyebabkan ekskoriasi
kulit pendarahan pada
kulit dapat terjadi akibat
peningkatan memar,

23
petekie. Dan purpura.
Penumpukan urkrom
menyebabkan kulit
menjadi abu abu atau
kuning kehijauan dan
tidak bercahaya (black&
hawks 2005)
2. Pantau asupan cairan
dan hidrasi kulit dan
membran mukosa untuk
medeteksi adanya
dehidrasi atau over
hidrasi yg memengaruhi
sirkulasi dan integritas
kuli pada tingkat sel.
3. Infeksi adanya edema.
Jaringan yg edema
mudah menjdi rusak.
4. Ubah posisi setiap 2jam
untuk menurunkan
tekanan yg lama pada
kulit / jaringan yg
kurang baik
sirkulasinya guna
mencegah iskemia kulit
(doenges; 1993)
5. Anjurkan penggunaan
krim pelembab pada
kulit untuk menurunkan
risiko kulit kering dan
pecah pecah.
6. Pertahankan limen tetap
kring dan bebas kerutan
untuk menurunkaniritasi
kulit dan risiko
kerusakan kulit
(doenges;1993)
7. Kaji adanya gatal pada
kulit. Hemodialisi
memang membantu
mengurangi masalah
kulit akibat toksis
uremik, tetapi gatal
akibat terjadi tersebab
oleh kulit mengeluarka
produk sampah,sperti

24
kristal posfat pada klien
CKD yg mengalami
hiperparatiroid
(doenges;1993)

25
Bab IV
Penutup

A. Kesimpulan
Penyakit gagal ginjal kronis (GGK) atau cronic kidney disease (CKD) atau
cronic renal failure (CRF) merupakan salah 1 penyakit tidak menular yang
mematikan, penyakit ini ditandai dengan kerusakan fungsi ginjal dan juga
uremia.
Penyakit ini mematikan karena tidak bisa disembukan efeknya keseluruh
sistem dalam tubuh, penyakit ini juga sering disebakan oleh komplikasi
penyakit lain seperti yang sering kita temukan yaitu DM dan Hipertensi.

B. Saran
Jagalah ginjal kita, perbanyak minum air putih, kurangi minum minuman
kemasan, berawarna, berasa, dan terutama yang manis dan bersoda. Jangan
lupa olahraga dan jaga berat badan.

26
Daftar Pustaka
Bayhakki, 2013, Klien Gagal Ginjal Kronik: Seri Asuhan Keperawatan, EGC,
Jakarta
Kamil, I., Agustina, R., & Wahid, A., 2019, Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Ulin
Banjarmasin. DINAMIKA KESEHATAN JURNAL KEBIDANAN DAN
KEPERAWATAN, 9(2), 366-377, diakses 29 maret 2019,
(https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/35
0)
LeMone, P., Karen M. B., & Gerene B., 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah vo. 3, EGC, Jakarta

Moelek, N. F. 2018, Air Bagi Kesehatan : Upaya Peningkatan Promotif Preventif


Bagi Kesehatan Ginjal Di Indonesia, www.persi.or.id, Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia, diakses 30 maret 2019
(https://www.persi.or.id/images/2018/data/materi_menkes.pdf)
Nursalam, M. Nurs, & Fransisca B. B., 2011, Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Salemba Medika, Jakarta
Shalahuddin, I., & Maulana, I., 2018, Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik dalam Menjalani Hemodialisa di
Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut. Jurnal Medika Cendikia,
5(01), 46-56, diakses 29 maret 2019
(http://www.jurnalskhg.ac.id/index.php/medika/article/view/78)

27

Anda mungkin juga menyukai