Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

WOUNDCARE

ULKUS DIABETIKUM

Dosen Pembimbing :

Ns. Rizky Hidayat, M.Kep. WOC(ET)N

Disusun Oleh:

Rifdah Faradillah

224291517001

UNIVERSITAS NASIONAL

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2022
A. KONSEP ULKUS DIABETIC

1. Definisi ulkus diabetic


Menurut World Health Organization (WHO), Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu penyakit kronis dimana organ pankreas tidak bisa memproduksi
cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa) atau ketika tubuh
tidak efektif dalam menggunakannya. Hiperglikemia atau terjadinya peningkatan
kadar gula dalam darah adalah salah satu efek yang terjadi ketika penyakit DM tidak
terkontrol dan lambat laun akan mengakibatkan kerusakan di berbagai sistem
didalam tubuh khususnya saraf dan pembuluh darah. (Quandt et al., 2020).
Ulkus diabetikum merupakan kondisi yang terjadi pada penderita DM
dikarenakan abnormalitas syaraf dan terganggunya arteri perifer yang menyebabkan
terjadinya infeksi tukak dan destruksi jaringan di kulit kaki (Kochar et al., 2019).

2. Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, penyebab berbagai lesi sehingga
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik memegang
peranan penting pada mayoritas penderita DM (Agatha et al., 2015). Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan risiko DM diantaranya:
1) Kelainan genetika, DM dapat diturunkan dari keluarganya, hal tersebut terjadi
karena penderita DM mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya penyakit DM, wilayah genom yang mengandung gen human
leukocyte antigen (HLA), dan risiko genetik terbesar untuk DM terkait dengan
alel, genotipe, dan haplotipe dari gen HLA. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya dan
merupakan wilayah gen yang terletak di kromosom 6.
2) Usia, Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan berisiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Gaya hidup stress, stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan
akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas oleh sebab itu
beban yang tinggi menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak
pada penurunan insulin.
4) Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena
peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
5) Pola makan yang salah, pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat
juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja sel beta pankreas. Malnutrisi
dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau
resistensi insulin.
6) Infeksi bakteri atau virus yang telah masuk ke pankreas akan mengakibatkan
sel-sel pankreas rusak. Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi
pankreas (Arnold et al., 2019).
Menurut (Yulia, 2015). beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
ulkus diabetikum adalah: Trauma hal ini berhubungan dengan luka akibat jatuh/hal
lainnya, Iskemia merupakan kekurangan darah dalam jaringan sehingga jaringan
mengalami kekurangan oksigen, Infeksi dan edema, Kontrol gula darah yang tidak
bagus, Hiperglikemia yang terjadi selama berkepanjangan dan keterbatasan
perawatan kaki.

3. Manifestasi klinis ulkus diabetic


Menurut (Nasution & Siregar, 2020) tanda dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat
berdasarkan stadium antara lain sebagai berikut:
1) Stadium I Mulai ditandai dengan adanya tanda-tanda asimptomatis atau terjadi
kesemutan
2) Stadium II Mulai ditandai dengan terjadinya klaudikasio intermitten yaitu nyeri
yang terjadi dikarenakan sirkulasi darah yang tidak lancar dan juga merupakan
tanda awal penyakit arteri perifer yaitu pembuluh darah arteri mengalami
penyempitan yang menyebabkan penyumbatan alirah darah ke tungkai
3) Stadium III Nyeri terjadi bukan hanya saat melakukan aktivtitas saja tetapi
setelah berektivitas atau beristirahat nyeri juga tetap timbul
4) Stadium IV Mulai terjadi kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis ulkus)

4. Patofisiologi
Awal mula terjadinya masalah kaki atau ulkus diabetikum karena terjadi
peningkatan hiperglikemia yang menyebabkan kelainan pada bagian pembuluh darah
dan neuropati. Neuropati, sensorik, motorik atau pun autonomik dapat menyebabkan
berbagai perubahan pada bagian kulit dan otot yang kemudian dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada bagian telapak kaki lalu akan
mempermudah timbulnya ulkus. Adanya resiko rentan terhadap infeksi menjadikan
infeksi menjadi mudah melebar dan semakin luas. Faktor aliran darah yang tidak
cukup juga menjadikan semakin susahnya pengelolaan pada kaki diabetes
Neuropati motorik menyebabkan terjadinya atrofi otot, perubahan biomekanik,
deformitas pada kaki dan redistribusi tekanan pada kaki hal tesebut yang dapat
mengarah pada terjadinya ulkus. Neuropati sensorik mempengaruhi dan terjadi
ketidaknyamanan yang membuat trauma berulang pada kaki. Syaraf otonom yang
mengalami kerusakan menjadi penyebab penurunan keringat sehingga kulit menjadi
kering, pecah-pecah ditandai dengan adanya fisura yang mempermudah masuknya
bakteri. Kerusakan pada bagian persyarafan simpatis pada kaki membuat timbulnya
taut (shunting) arteriovenosa dan distensi vena. Kondisi itu memintas bantalan
kapiler pada bagian yang terkena dan menghambat adanya suplai oksigen dan nutrisi
sehingga dapat menggagu terjadinya suplai nutrisi oleh darah ke jaringan kaki
(Saberzadeh-Ardestani et al., 2018).

5. Klasifikasi
Klasifikasi paling banyak digunakan secara menyeluruh untuk penilaian lesi
pada ulkus kaki diabetikum. Sistem penilaian ini memiliki 6 kategori. Empat kelas
pertama (Kelas 0,1,2 dan 3) berdasarkan kedalaman pada lesi, jaringan lunak pada
kaki. Dua nilai terakhir (Kelas 4 dan 5) berdasarkan pada tingkat gangrene serta
perfusi yang sudah hilang. Kelas 4 lebih mengacu pada gangrene kaki parsial lalu
kelas 5 lebih kepada gangrene yang menyeluruh (Parkeni, 2013).

Derajat Lesi Penanganan


Grade 0 Tidak terdapat ulkus pada kaki yang berisiko Pencegahan
tinggi
Grade 1 Ulkus superfisial yang melibatkan seluruh Kontrol gula darah dan
bagian lapisan kulit tanpa menyebar ke bagian pemberian antibiotik
jaringan
Grade 2 Ulkus dalam, menyebar sampai ligament, otot, Kontrol gula darah,
tapi tidak ada keterlibatan dengan tulang serta debridement dan pemberian
pembentukan abses antibiotik
Grade 3 Ulkus dalam disertai oleh pembentukan abses Debridement, perawatan luka
atau selulitis sering disertai dengan dan amputasi kecil
osteomyelitis
Grade 4 Gangren pada satu lokasi kaki Debridement serta amputasi
luas
Grade 5 Gangren melebar hingga seluruh kaki Amputasi dibawah lutut

6. Komplikasi
Komplikasi awal pada penderita DM yang tidak terkontrol kadar gula darahnya yaitu
kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Komplikasi lebih lanjut dapat menyebabkan
penyakit pembuluh koroner (jantung koroner), pembuluh darah perifer, gangrene
diabetic, neuropathic diabetic (gangguan pada pembuluh saraf), amputasi dan
katarak (Targher, Lonardo, & Byrne, 2018).

7. Pencegahan Ulkus Diabetikum


1) Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya Ulkus kaki diabetik sangat diperlukan dan
penting agar mampu untuk mempertahankan kondisi kaki yang dalam kondisi
baik sebelum menuju ke kondisi yang lebih buruk.
2) Pencegahan sekunder
Kontrol metabolik, pembedahan, perawatan luka, pengobatan infeksi

8. Penatalaksanaan
Penataksanaan ulkus diabetic menurut (Chawla, Chawla, & Jaggi, 2016).
1) Manajemen Perawatan Kaki,
2) perawatan kuku kaki,
Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari, tidak terlalu pendek, dekat
dengan kulit kemudian mengikir kuku agar tidak tajam untuk menghindari
hangnails. Hindari terjadinya luka pada jaringan disekitar kuku. Apabila kuku
keras sulit untuk dipotong rendam kaki dengan air hangat ± 5 menit. Memotong
kuku kaki sebaiknya dilakukan minimal seminggu 1 kali. Kuku kaki yang
menusuk daging dan terdapat kalus sebaiknya di obati oleh dokter
3) pemilihan alas kaki yang tepat,
Memakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kemungkinan resiko
terjadinya luka tidak terkecuali di dalam rumah. Pilih sepatu dengan ukuran yang
sesuai, pastikan bagian terlebar dari kaki terpasang pada sepatu dengan aman,
nyaman (sepatu yang agak lebar) jangan menggunakan model sepatu yang tinggi
atau lancip khususnya wanita karean untuk menghindari adanya resiko cidera.
4) konsultasi dengan dokter,
Konsultasikan dengan dokter apabila terjadi luka yang membengkak dan
bernanah. Tidak adanya pemulihan setelah melakukan perawatan sendiri selama 3
hari terjadinya perubahan warna misalnya menjadi hitam dan kaki bengkak
5) senam kaki diabetik
- jari kaki mencengram
- memutar telapak kaki
- angkat tumit kaki, lalu lakukan gerakan memutar
- gerakan mengayunkan telapak kaki kedepan dan kebelakang
- angkat kedua kaki sejajar dengan paha
- angkat kedua kaki, lalu gerakan jari kaki ke arah depan dan belakang
- membuat angka 0-9
- membuat bola koran dengan gerakan kaki
- lalu buka kembali bola koran dengan gerakan kaki
- belah koran menjadi dua, lalu sisihkan satu koran
- robek koran menjadi bagian kecil menggunakan kaki

9. Pemeriksaan penunjang
1) Post prandial: Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas
130 mg/dl mengindikasikan diabetes.
2) Hemoglobin glikosilat: Hb 1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar
gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb 1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.
3) Tes toleransi glukosa oral: Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi
air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah
yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4) Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada
mesing luco meter.
10. Patway
Gambar patway 1 (Khorgami et al., 2019)
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Identitas klien
Pada identitas harus terdapat data nama klien, alamat, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, umur, suku/ras, agama, nomor telepon, no medrek, tanggal masuk,
diagnosa medis. Sedangkan untuk penanggung jawab, juga akan didapatkan data-
data yang sama, baik berupa nama, alamat, umur, nomor telepon.
b. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama Klien mengeluhkan rasa nyeri pada kaki kiri akibat luka
b) Riwayat penyakit sekarang biasanya masalah yang muncul pada saat dikaji
yaitu adanya luka gangren dan pasien mengeluh nyeri pada kaki (PQRS)
kesulitan beraktifitas akibat luka yang diderita, gula darah yang tinggi.
c) Riwayat penyakit dahulu Adanya memiliki kecelakaan atau terbenturnya
salah satu organ tubuh waktu dulu, adanya mengalami penyakit yang sama
waktu dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga kaji apakah ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi atau pun diabetes militus dan penyakit yang lain-lain
c. Pola aktivitas
Pada bagian ini perawat harus mengkaji nutrisi, cairan, elimiinasi, pola istirahat
tidur, personal hygiene, pola aktivitas.
d. Data psikologis
Pada bagian data psikologis perawat harus mengkaji Status mental pasien,
Kecemasan, Pola koping, Gaya komunikasi.
e. Data sosial
Pada bagian data sosial pasien perawat perlu mengkaji bagaimana hubungan
pasien dengan keluarganya.
f. Data spiritual
Pada bagian ini perawat perlu mengkaji:
- Falsafah hidup: apakah pasien mempercayai akan adanya sehat dan sakit,
apakah pasien percaya bahwa sakit yang dideritanya merupakan bagian dari
ujian yang diberikan oleh Allah SWT.
- keyakinan akan sembuh: apakah pasien yakin dan optimis akan beraktivitas
seperti biasa dan Allah akan selalu memberikan yang terbaik bagi dirinya.
- konsep ketuhanan: apakah pasien beragama islam dan yakin adanya Allah
SWT, menjalankan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah yaitu sholat 5
waktu.
g. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran umum: perawat perlu mengkaji Tekanan darah, Nadi, Respirasi
Ssuhu, GCS, SpO2.
b) Sistem panca indra
Inspeksi: kaji kepala dan wajah, mata, telinga, hidung, mulut
Palpasi: kaji kepala dan wajah, mata, telinga, hidung, mulut
c) Sistem pernafasan
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak adanya lesi, ada atau tidaknya
retrasi dada, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Palpasi: apakah ada pergerakan dinding dada, taktil fremitus teraba jelas
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler
d) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: Iktus kordis terlihat atau tidak, lesi diarea jantung atau tidak,
pembengkakan pada jantung atau tidak
Palpasi: Pada area ICS II, ICS V kiri, dan Area midclavicula untuk
menentukan batas jantung, tidak terjadi pembesaran pada jantung
Perkusi: redup
Auskultasi: Normalnya bunyi jantung 1 lebih tinggi dari pada bunyi jantung
II, tidak adanya bunyi tambahan seperti mur-mur. S2 (dub) terdengar pada
ICS II ketika katup aorta dan pulmonal menutup pada saat awal sistolik,
terdengar suatu split yang mengakibatkan dua suara katup, ini 57
diakibatkan penutupan aorta dan pulmonal berbeda pada waktu respirasi.
S1( lub) terdengar pada ICS V ketika katup mitral dan katup trikuspidalis
tetutup pada saat awal sistolik. Terdengar bagus pada apex jantung dan
didengar dengan diafragma stetostokop dimana terdengar secara bersamaan
e) Sistem pencernaan
Inspeksi: tidak adanya pembengkakan pada abdomen/ asites
Palpasi: tidak adanya distensi pada abdomen
Perkusi: tympani
Auskultasi: bising usus normal
f) Sistem endokrin: kaji apakah ada pembesaran kelenjar tyroid, getah bening
g) Sistem integumen: kaji CRT, keadaan kulit, warna, adanya luka/lesi
h) Sistem muskuloskeletal
Ekstremitas atas: kaji bentuk, luka, lesi, reflel bisep dan trisep, apakah ada
edema, pergerakan fleksi ekstensi dan apakah terpasang infus.
Ekstremitas bawah: kaji bentuk, luka, lesi, apakah ada edema, pergerakan
fleksi ekstensi dan apakah terpasang infus, reflek patella dan babinski.
Kekuatan otot: ekstremitas atas dan bawah normal nilai masing-masing 5:
bisa menahan tekanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal.
i) Sistem genitourinaria
Pada bagian ini perawat perlu mengkaji: pengeluaran urine dan feses,
keadaan bersih/tidak, apakah terpasang selang kateter, apakah ada luka,
lesi, apakah ada kelainan.
j) Analisa data
No Analisa Data Etiologi Masalah
1 DS: Neuropati Perifer Gangguan
a. Pasien mengatakan terdapat adanya luka dikaki kanan Integritas
luka ulkus diabetik Kulit/Jaringan
b. Pasien mengatakan awalnya luka melepuh pada bagian (D.0129)
mata kaki akibat gigitan serangga dan digaruk lalu luka
membesar dalam waktu 2 minggu.
DO: a. Terdapat luka di bagian mata kaki sampi ke betis
b. Luas luka : P x L = 31 cm x 5 cm, Luka grade IV, Warna
luka: Merah 100%,Terdapat slough dan biofilm
2 DS: nyeri ekstremitas Gangren Perfusi Perifer
DO: Tidak Efektif
a. nadi perifer menurun/tidak teraba (D.0009)
b. warna kulit pucat
c. akral dingin
d. turgor kulit menurun
3 DS: a. Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan Agen pencedera Nyeri Akut
dikarenakan adanya luka ulkus diabetikus, nyeri yang fisiologis (D.0077)
dirasakan seperti tertusuk – tusuk, skala yang dirasakan
yaitu 6 dan nyeri yang dirasakan hilang timbul dengan
durasi sekitar 2 menit
DO: a. Pasien terlihat meringis
b. Tanda – tanda vital 1) TD :130/80 mmHg 2) Nadi : 84
kali/meni
4 DS: a. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh biasanya naik, Gula darah naik Risiko Infeksi
DO: a. Luka tampak adanya nanah Tidak dapat di bawa (D.0142)
masuk ke sel
Anabolisme protein
menurun
Resiko infeksi

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan neuropati perifer
2) Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) berhubungan dengan hiperglikemia
3) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma)
4) Risiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan penyakit kronis (mis. Diabetes
Mellitus)
5) Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
6) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D.0027) berhubungan dengan resistensi
insulin
7) Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
8) Intoleransi Aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan
9) Defisit Pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan kurang terpapar informasi
10) Risiko Jatuh (D.0143) berhubungan dengan neuropati
3. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


1. Gangguan Integritas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka I.14564
Kulit/jaringan berhubungan keperawatan/intervensi selama 8 jam diharapkan Observasi: 1 Monitor karakteristik luka (drainase warna, ukuran dan bau)
dengan neuropati perifer integritas jaringan meningkat, ditandai dengan 2 Monitor tanda – tanda infeksi
(D.0129) kriteria hasil : Terapeutik: 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
1. Kerusakan jaringan menurun 2. Bersihkan dengan cairan NaCl
2. Nyeri menurun 3 Bersihkan jaringan nekrotik
3. Drainase purulent menurun 4 Berikan salep yang sesuai (jika perlu) 3.7 Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Drainase serosanguinis menurun 5 Ganti balutan luka dalam interval waktu yang sesuai
5. Bau tidak sedap pada luka menurun Edukasi: 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi: 1. Kolaborasi pemberian antibiotik
2 Perfusi Perifer Tidak Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia I. 0318
Efektif berhubungan keperawatan/intervensi selama 8 jam diharapkan Observasi: periksa tanda dan gejala hipovolemia, monitor intake dan output cairan
dengan hiperglikemia perfusi perifer meningkat, ditandai dengan Terapeutik: hitung kebutuhan cairan, berikan asupan cairan oral
(D.0009) kriteria hasil: Edukasi: anjurkan memperbanyak cairan oral
Penyembuhan luka (L. 02011) Kolaborasi: kolaborasi pemberian IV isotonis, hipotonis, koloid, kolaborasi
1. Penyembuhan luka meningkat pemberian produk darah
2. Nekrosis menurun
3 Nyeri Akut berhubungan Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri I.08238
dengan agen pencedera /intervensi selama 8 jam diharapkan tingkat nyeri Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
fisiologis (mis. Inflamasi, menurun. intensitas nyeri
iskemia, neoplasma) Kriteria hasil: 2. Identifikasi respons nyeri non verbal
(D.0077) Tingkat nyeri SLKI (L.08066) 3. Kontrol linkungan yang mempengaruhi nyeri (seperti suhu ruangan,
1. Keluhan nyeri menurun pencahayaan, kebisingan)
2. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat Terapeutik 1.Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Kemampuan mengenali penyebab nyeri Edukasi 1.Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
meningkat Kolaborasi 1Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Kemampuan menggunakan teknik non
farmakologis meningkat
4 Risiko Infeksi berhubungan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka I.14564
dengan penyakit kronis keperawatan/intervensi selama 8 jam diharapkan Observasi: 1. Monitor karakteristik luka
(mis. Diabetes Mellitus) tingkat infeksi menurun, ditandai dengan 1. Monitor tanda infeksi
(D.0142) kriteria hasil tingkat infeksi (L09097) Terapeutik:
1. Kemerahan menurun\ 1. Perawatan luka
2. Bengkak menurun 2. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
3. Nyeri menurun 3. Bersihkan dengan NaCL
Edukasi:
1. Jelaskan anda dan geja infeksi
Kolaborasi: 1. Kolaborasi prosedur debridment, kolaborasi pemberian antibiotik
4 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri atau independen dan
tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri atau independen adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan
hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain

5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan dari proses keperawatan, proses yang berkelanjutan untuk
menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang dilakukan dengan
meninjau respons pasien untuk melakukan keefektifan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses setiap
selesai dilakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil membandingkan antara tujuan
dengan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Agatha, R., & Aveonita, R. (2015). Effect of aloe vera in lowering blood glucose levels on
diabetes melitus. J Majority, 4, 104–109. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/533
Arnold, S. V., Inzucchi, S. E., Echouffo-Tcheugui, J. B., Tang, F., Lam, C. S. P., Sperling, L.
S., & Kosiborod, M. (2019). Understanding contemporary use of thiazolidinediones an
analysis from the diabetes collaborative registry. Circulation: Heart Failure, 12(6), 1–5.
https://doi.org/10.1161/CIRCHEARTFAILURE.118.005855
Chawla, A., Chawla, R., & Jaggi, S. (2016). Microvasular and macrovascular complications
in diabetes mellitus: Distinct or continuum? Indian Journal of Endocrinology and
Metabolism, 20(4), 546–553. https://doi.org/10.4103/2230-8210.183480
Khorgami, Z., Shoar, S., Saber, A. A., Howard, C. A., Danaei, G., & Sclabas, G. M. (2019).
Outcomes of Bariatric Surgery Versus Medical Management for Type 2 Diabetes
Mellitus: a Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Obesity Surgery, 29(3),
964–974. https://doi.org/10.1007/s11695-018-3552-x
Kochar Kaur, K., Allahbadia, G., & Singh, M. (2019). Importance of Simultaneous
Treatment of Obesity and Diabetes Mellitus: A Sequelae to the Understanding of
Diabesity-A Review. Obesity Research – Open Journal, 6(1), 1–10.
https://doi.org/10.17140/oroj-6-136
Nasution, F., & Siregar, A. A. (2020). Edukasi Pencegahan Risiko Diabetes Melitus pada
Masyarakat di Pematang Bandar Simalungun. Pengabdian Harapan Ibu (JPHI), 2(2),
35–42. https://doi.org/http://doi.org/10.30644/jphi.v1i1.416
Parkeni. (2013). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

Quandt, Z., Young, A., & Anderson, M. (2020). Immune checkpoint inhibitor diabetes
mellitus: a novel form of autoimmune diabetes. Clinical and Experimental Immunology,
200(2), 131–140. https://doi.org/10.1111/cei.13424
Saberzadeh-Ardestani, B., Karamzadeh, R., Basiri, M., Hajizadeh-Saffar, E., Farhadi, A.,
Shapiro, A. M. J., … Baharvand, H. (2018). Type 1 diabetes mellitus: Cellular and
molecular pathophysiology at a glance. Cell Journal, 20(3), 294–301.
https://doi.org/10.22074/cellj.2018.5513

Anda mungkin juga menyukai