Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM MUSKULUSKLETAL PADA


KASUS DISLOKASI

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2

MALINA : 086STYC21
INDAH MIRATUL HAYATI : 069STYC21
NISA HIDATUL JANNAH : 100STYC21
LINA ATIKA MAYSARANI : 078STYC21
LULU NABILA : 079STYC21
M RESTU HALIFATULLAH : 083STYC21
M. EZA MAHATNA YUDA : 081STYC21
HERLINA : 060STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN NERS
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sistem
Muskuloskeletal/ Dislokasi Sendi. Tak lupa pula shalawat serta salam kami
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya.

Tugas yang kami kerjakan ini bukanlah karya yang sempurna. Oleh karena itu,
Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar kami dapat
lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga tugas ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi kami sendiri dan bagi pembacanya.

Terima kasih

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II 3
A. KONSEP TEORI 3
1. Definisi .........................................................................................................3
2. Etiologi..........................................................................................................3
3. Manifestasi klinis..........................................................................................4
4. Patofisiologi..................................................................................................5
5. Pathway.........................................................................................................6
6. Pemeriksaan Penunjang................................................................................8
7. Penatalaksanaan............................................................................................8
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DISLOKASI 14
1. Pengkajian...................................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................16
3. Intervensi Keperawatan...............................................................................17
4. Implementasi Keperawatan.........................................................................22
5. Evaluasi.......................................................................................................22
BAB III 23
PENUTUP 23
A. Kesimpulan.................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA 25
BABI
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.


Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa itu definisi dislokasi sendi?
2) Apa saja etiologi dislokasi sendi?
3) Bagimana manifestasi klinis dari dislokasi sendi?
4) Bagaimana patofisiologi dislokasi sendi?
5) Apa saja penatalaksanaan dislokasi sendi?
6) Apa saja pemeriksaan penunjang dislokasi sendi?
C. TUJUAN PENULISAN
1) Dapat mengetahui definisi dari dislokasi sendi.
2) Dapat mengetahui apa saja etiologi dislokasi sendi.
3) Dapat mengetahui bagimana manifestasi klinis dari dislokasi sendi.
4) Dapat mengetahui bagaimana patofisiologi dislokasi sendi.
5) Dapat mengetahui apa saja penatalaksanaan dislokasi sendi.
6) Dapat mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dislokasi sendi
BAB 2
KONSEP TEORI
A. Konsep Teori
1. Definisi
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang
membentuk persendian terhadap tulang lain. Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Sebuah sendi yang
ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor.
Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila
dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus
dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu
dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.
Menurut(Adams, 1972, pp. 235-236) terdapat beberapa tipe dislokasi
berdasarkan pada penyebab terjadinya, yang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Dislokasi congenital yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
2) Dislokasi patologik yaitu dislokasi yang terjadi akibat dari penyakit sendi dan
atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang.
Hal ini disebabkan karena berkurangnya kekuatan tulang
3) Dislokasi traumatik yaitu dislokasi yang terjadi sehingga menyebabkan
kondisidarurat ortopedi seperti kehilangan pasokan darah,kerusakan sistem
saraf dan stressberat, dan kematian jaringan karena kekurangan oksigen. Hal
ini terjadi sebagai akibat dari trauma yang signifikan yang dapat
menyebabkan tulangbergeserdari jaringan sekitarnya dan juga dapat merusak
struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vascular. Dislokasi traumatik
biasanya terjadi pada orang-orang dewasa, karena tingginya tangkat
aktivitas fisik berat yang dilakukan dapat meningkatkan risiko terjadinya
dislokasi.
4) Dislokasi berulangyaitu dislokasi yang terjadi akibat longgarnya ligament.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.

Dislokasi sendi berdarsarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :


1) Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti
oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang
minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1) Dislokasi Sendi Rahang,, Menguap atau terlalu lebar. Terkena
pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2) Dislokasi Sendi Bahu Pergeseran kaput humerus dari sendi
glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi
anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid
(dislokasi inferior).
3) Dislokasi Sendi Siku Merupakan mekanisme cederanya biasanya
jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku
ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan
kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku
4) Dislokasi Sendi Jari Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan
bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi
kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak
tangan atau punggung tangan
5) Dislokasi Patella. Paling sering terjadi ke arah lateral. Reduksi
dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi
lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi
secara bedah.
6) Dislokasi Panggul, Bergesernya caput femur dari sendi panggul,
berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di
anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur
menembus acetabulum (dislokasi sentra).

7) Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal


Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensiekstensi
persendian
2. Etiologi
Dislokasi sendi dapat disebabkan oleh :
a. Cedera Olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok
akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper
pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.

c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin.
d. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
komponen vital penghubung tulang.
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri akut
b. Perubahan kontur sendi
c. Perubahan panjang ekstremitas
d. Kehilangan mobilitas normal
e. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
f. Gangguan gerakan
g. Kekakuan
h. Pembengkakan
i. Deformitas pada persendian

4. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga
terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari
gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur.
Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi,
perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.

Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak


melakukan exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya
dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur
sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan
tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah
dari posisi normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian
dalam melakukan suatu tindakan atau saat berkendara tidak
menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan terjadi
dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen.

Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang yang


terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi
glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang
menyebabkan dislokasi.

PATHWAY

6 . Pemeriksaan penunjang
a. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik
noninvasif untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada
pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.

b. CT Scan

CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan


bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih
detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien
dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada
pada tempatnya.

c. MRI

MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang


magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan
radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama
jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi.
7. Penatalaksanaan
a. Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien
yang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi
persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi.

Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi


Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open
Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
1) Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
2) Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah
direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
3) Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan,
untuk menstabilisasi atau mengganti tulang ayang
bermasalah.
4) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
5) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan
artroskop(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah
mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka.
6) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
7) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintetis.
8) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendidengan logam atau sintetis.

NON MEDIS
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
2) RICE, Metode terapi RICE ini dilakukan secepat mungkin sesaat
setelah terjadinya cedera, yaitu antara 48 sampai 72 jam segera setelah
cedera terjadi menurut (Zein, 2015)
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian primer
a) Pengkajian Airway
Tindakan yang pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidak adanya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas makan
jalan nafas pasien terbuka ( Thygerson, 2011 ).
Yang perlu di perhatikan dalam pengkajian Airway pada pasien
antara lain :
(1) Kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
(2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain
(a) Snoring atau gurgling
(b) Stridor atau suara nafas tidak normal
(c) Agitasi ( hipoksia )
(d) Penggunaan otot bantu pernafasan
(e) Sianosis
(3) Look and listen bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian
atas dan potensial penyebab :
(a) Muntahan
(b) Perdarahan
(c) Gigi lepas atau hilang
(d) Gigi palsu
(e) Trauma wajah
(4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka
(5) Pastikan jalan nafas pasien terbuka.
(6) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang beresiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
(7) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
(a) Chin lift / Jaw thrust
(b) Lakukan suction ( jika tersedia )
(c) Oropharyngeal airway
(d) Lakukan intubasi

b) Pengkajian Breathing ( Persarafan )


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika
pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah
yang harus di pertimbangkan adalah : dekompresi dan drainase
tension pneumothorax / haemothorax, closure of open chest
injury dan ventilasi buatan ( Wilkinson & Skinner, 2000 ).
Yang perlu di perhatikan dalam pengkajian Breathing pada
pasien antara lain :
(1) Look, listen, feel ; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
(a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting, apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : sianosis, penetrating injury,
flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot
bantu pernafasan.
(b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, frakur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumothorax.
(c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
(2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu.
(3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji
lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.
(4) Penilaian kembali status mental pasien.
(5) Dapatkan bacaan pulse oksimeter jika diperlukan.
(6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat
dan / oksigenasi :
(a) Pemberian terapi oksigen
(b) Bag-Valve Masker
(c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan.
(d) Catatan : defibrilisasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedures
(7) Kaji adanya masalah pernafasan yang mengancam jiwa
lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling
umum pada trauma. Diagnosis syok didasarkan pada temuan klinis :
Hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermia, pucat, extremitas dingin,
penurunan cappilary Refill, dan penurunan produksi urin. Oleh
karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah
satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi
perdarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah : tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock, dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus di definisikan melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik ( Wilkinson & Skinner, 2000
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien
antara lain :
(1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika di perlukan
(2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilisasi siap untuk
digunakan
(3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
(4) Palpasi nadi radial jika diperlukan :
(a) Menentukan ada atau tidaknya
(b) Menilai kualitas secara umum ( kuat / lemah)
(c) Identifikasi rate ( Lambat, normal, dan cepat)
(d) Regularity
(5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
( cappilary refill )
(6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi.
d) Pengkajian Disability
Pada pengkajian primer, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU :
(1) A – alert , yaitu merespon suara dengan cepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
(2) V – vocalises , mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti.
(3) P – respond to pain only ( harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon).
(4) U – unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.

b) Pengkajian sekunder
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan untuk
mengumpulkan data pasien dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tetapi pada
pasien dislokasi difokuskan pada :

a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah pasien mengeluhkan
adanya nyeri. Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan
nyeri meningkat dan saat kapan nyeri dirasakan menurun.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi
dislokasi, pergerakan terbatas, pasien melaporkan penyebab
terjadinya cedera.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi,
serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat
memperparah keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang
mengalami dislokasi.
2) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang
mengalami dislokasi.
3) Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi
b. Palpasi
1) Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.

8. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( D.0077 )
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskletal ( D.0054)
c. Gangguan Citra Tubuh berhubungan (D.0083)

9. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan keputusan


awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan
dilakukan, termasuk bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan
tindakan keperawatan. Intervensi keperawatan merupakan bentuk atau
Langkah awal bagi perawat dalam melakukan Tindakan, sehingga
diperlukan melakukan penyusunan yang baik dan benar serta sesuai
dengan diagnose masalah keperawatan yang diangkat,
A. Nyeri Akut

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Nyeri akut Setelah dilakukan Tindakan Observasi :
keperawatan selama …x 24 1. Identifikasi lokasi,
jam diharapkan keluhan nyeri karakteristik,durasi,
klien menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas
hasil : dan intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi skala
3. Gelisah menurun nyeri non verbal
4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi factor
menurun yang memperberat
5. Frekuensi nadi dan memperingan
membaik nyeri
6. Pola nafas membaik 5. Identifikasi
7. Tekanan darah pengetahuan dan
membaik keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik :
1. Berikan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
pengurang nyeri
3. Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetic secara
tepat
5. Ajarkan tehnik non
farmakologis
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
analgetic, jika perlu
B. Gangguan Mobilitas Fisik

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Observasi :
Mobilitas fisik keperawatan selama …x 24 1. Identifikasi adanya
jam diharapkan keluhan klien nyeri atau keluhan
menurun dengan kriteria monilitas fisik lain
hasil : 2. Identifikasi
1. Perangkat ekstremitas toleransi fisik
meningkat melalui Gerakan
2. Gerakan ROM 3. Monitor kondisi
meningkat umum
3. Kekuatan otot Terapeutik :
meningkat 1. Fasilitasi mobilisasi
4. Nyeri menurun dengan alat bantu
5. Kecemasan menurun 2. Fasilitasi
6. Kaku sendi menurun melakukan
7. Gerakan terbatas dan Gerakan, jika perlu
kelemahan fisik 3. Libatkan keluarga
menurun. dalam mambntu
pasien dalam
meningkatkan
gerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
( misalnya duduk di
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi
Kolaborasi :
C. Gangguan Citra Tubuh

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Gangguan Citra Setelah dilakukan Tindakan Observasi :
Tubuh keperawatan selama …x 24 1. Identifikasi harapan
jam diharapkan citra tubuh citra tubuh
klien meningkat dengan berdasarkan tahap
kriteria hasil : perkembangan
1. Verbalisasi 2. Identifikasi
perasaan negative perubahan citra
tentang perubahan tubuh yang
tubuh menurun mengakibatkan
2. Verbalisasi isolasi social
kekhawatiran pada 3. Monitor frekuensi
reaksi orang lain pernyataan kritk
menurun terhadap diri sendiri
3. Melihat bagian Terapeutik :
tubuh membaik 1. Jelaskan pada
4. Menyentuh bagian keluarga tentang
tubuh membaik perawatan
perubahan citra
tubuh
2. Anjurkan
menggunakan alat
bantu (mis; wig,
kosmetik
3. Anjurkan mengikuti
kelompok
pendukung
4. Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
Edukasi :
1. diskusikan perubah
tubuh dan fungsinya
2. Diskusikan
perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
3. Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra tubuh
secara realistis
Kolaborasi :
10. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan
aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
11. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan menggunakan komponen SOAP
S: Data subjektif adalah data berdasarkan keluhan yang diucapkan atau
disampaikan oleh pasien.
O: Data objektif adalah berdasarkan hasil pengukuran atau hasil
observasi tenaga kesehatan secara langsung kepada Pasien.
A: Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih
terjadi.
P: Planning yaitu perencanaan yang akan dilakukan.
BAB 3

PENUTUP

A. SIMPULAN
Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi,
biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi
kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi
sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian
sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

Surya, Melti dkk.2019.Asuhan Keperawatan Bedah Gangguan Sistem Muskuloskeletal


Aplikasi Nanda NIC NOC.Pustaka Galeri Mandiri : Padang.
Salim, Afla Tasya dkk.2021. Efektifitas Penggunaan Intervensi Fisioterapi Latihan
Infrared pada Kasus Dislokasi Sendi Bahu. Dalam Jurnal Indonesian Journal of Helath
Science. Vol 1 No 1. Poltekes Hernia : Jakarta.
Tim Pokja.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
PPNI : Jakarta.
Tim Pokja.2018.Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI :
Jakarta
Tim Pokja.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
PPNI : Jakarta
Widiastuti, Hesti Prawita.2022.Pengaruh Pemberian Kompres Hangat dan Kompres
Dingin Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja
Puskesmas Lampake Samarinda. Dalam jurnal Mahakam Nursing Journal. Vol.2,
No.11 480-487. Poltekes Kemenkes : Kalimantan Timur
Fathurrachman dkk.2016. Penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula
anterior bilateral. Dalam jurnal Universitas Padjajaran. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran : Bandung, Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai