PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM,
2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya
berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks
ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang
berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak
tertutup oleh peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah
UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pendarahan
apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi usus buntu atau umbai cacing
(apendiks) (Kusuma, 2016).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis akut adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di
abdomen kanan bawah (Sjamsuhidayat, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa apendiksitis adalah peradangan pada usus
yang disebabkan oleh adanya sumbatan atau bakteri.
2. Etiologi
Berdasarkan klasifikasinya:
a. Apendiksitis akut merupakan infeksi yang diakibatkan oleh bacteria,
dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.
Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor
apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan
juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E. histolytica).
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena
terjadi fibrosis dan jaringan parut.
c. Apendisitis kronis, yaitu memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik fibrosis menyeluruh dinidng apendiks,
sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik), dan keluhan
menghilang setelah apendiktomi (Kusum, 2014).
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007) .
Pathway Patofisiologi
Bacteri
Obstruksi/penyumbatan lumen
Bendungan mucus terus menerus
Penekanan tekanan intralumen
Fekalit
Nyeri epigastrium
Ansietas
luka insisi
Anastesi
C
A
Kerusakan Jaringan
Ujung saraf terputus
Hipotermia
pelepasan prostatglandin
Nyeri
hipoxia jaringan apendix
stimulasi dihantarkan
ulcerasi
spinal cord
perforasi
cortex cerebri
nyeri dipersepsikan
peristaltik menurun
Konstipasi
Distensi Abdomen
Mual/muntah
anoreksia
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Risiko
kekurangan
volume cairan
6. Diagnosa Medik
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,
untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika
saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan
pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada apendisitis pelvika.
b. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi
c. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
NO
DIAGNOSA
Patient Outcomes
KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan denganSetelah dilakukan asuhan keperawatan,
Interventions
1. Kaji tingkat nyeri,
RASIONAL
1. Untuk mengetahui sejauh mana
lokasi dan
karasteristik nyeri.
inflamasi)
a) Klien mampu
2. Jelaskan pada
pasien tentang
3.
penyebab nyeri
Ajarkan tehnik
nonfarmakologi untuk
untuk pernafasan
mengurangi nyeri,
diafragmatik
mencari bantuan)
b) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
lambat / napas
dalam
4. Berikan aktivitas
menggunakan
hiburan (ngobrol
manajemen nyeri
c) Tanda vital dalam
dengan anggota
rentang normal :
TD (systole 110-130mmHg, diastole
70-90mmHg),
HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit),
keluarga)
5. Observasi tandatanda vital
6. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
suhu (36,5-37,50C)
d) Klien tampak rileks
Perubahan pola eliminasi
mampu tidur/istirahat
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
pemberian
analgetik
1. Pastikan kebiasaan
(konstipasi) berhubungan
dengan penurunan
gaya hidup
peritaltik.
a) BAB 1-2
kali/hari
b) Feses lunak
c) Bising usus
5-30
kali/menit
sebelumnya.
2. Auskultasi bising
usus
intra peritonial
3. masukan adekuat dan serat, makanan
tipe masukan
cairan.
4. Berikan makanan
tinggi serat.
5. Berikan obat
sesuai indikasi,
contoh : pelunak
Kekurangan volume cairan
feses
1. Monitor tanda-tanda
vital
muntah.
2.
Kaji membrane
mukosa, kaji tugor
kulit dan pengisian
kapiler.
3. Awasi masukan dan
intravaskuler.
2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
dan hidrasi seluler.
3. Penurunan haluaran urin pekat dengan
urine/konsentrasi,
dehidrasi/kebutuhan peningkatan
berat jenis
4. Auskultasi bising
usus, catat kelancaran
flatus, gerakan usus.
5. Berikan perawatan
RR (16-24x/menit),
suhu (36,5-37,50C)
cairan.
4. Indicator kembalinya peristaltic,
kesiapan untuk pemasukan per oral.
5. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
mulut kering dan pecah-pecah
perlindungan bibir.
6. Pertahankan
penghisapan
gaster/usus.
7. Kolaborasi pemberian
cairan IV dan
elektrolit
akan dilaksanakan
operasi.
1. Evaluasi tingkat
ansietas, catat verbal
dan non verbal pasien.
2. Jelaskan dan
elektrolit
1. ketakutan dapat terjadi karena nyeri
hebat, penting pada prosedur
diagnostik dan pembedahan.
2. dapat meringankan ansietas terutama
persiapkan untuk
tindakan prosedur
melibatkan pembedahan.
sebelum dilakukan
Jadwalkan istirahat
adekuat dan periode
menghentikan tidur.
4. Anjurkan keluarga
untuk menemani
disamping klien
POST OPERASI
NO
DIAGNOSA
Patient Outcomes
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas
Interventions
1. Kaji skala nyeri lokasi,
karakteristik dan laporkan
RASIONAL
1. Berguna dalam pengawasan dan
keefesien obat, kemajuan
batas normal
TD (systole 110-130mmHg, diastole
70-90mmHg),
HR (60-100x/menit),
RR (16-24x/menit),
suhu (36,5-37,50C)
penyembuhan,perubahan dan
karakteristik nyeri.
2. deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan
pasien.
3. Menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang.
4. Meningkatkan kormolisasi
fungsi organ.
5. meningkatkan relaksasi.
6. Menghilangkan nyeri.
1. Dugaan adanya infeksi
2. Dugaan adanya
infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis
demam, menggigil,
berkeringat, perubahan
mental
3. Lakukan teknik isolasi
4. Pertahankan teknik
membatasi penyebaran
silang.
terbuka, bersihkan
dengan betadine.
5. Awasi / batasi
mampu melaksanakan
kriteria hasil:
dengan bantuan
6.
kuku klien.
2. Ganti pakaian yang
kotor dengan yang
bersih.
3. Berikan Hynege
Edukasi pada klien dan
keluarganya tentang
pentingnya kebersihan
diri.
4. Berikan pujian pada
klien tentang
kebersihannya.
5. Bimbing keluarga klien
personal hygiene.
4. Agar klien merasa tersanjung
dan lebih kooperatif dalam
kebersihan
5. Agar keterampilan dapat
diterapkan
memandikan /menyeka
pasien
6. Bersihkan dan atur
posisi serta tempat
Kurang pengetahuan
keperawatan diharapkan
kriteria hasil:
tidur klien.
1. Kaji ulang pembatasan
aktivitas pascaoperasi
2. Anjuran menggunakan
laksatif/pelembek feses
penyakit, pengobatan
b) berpartisipasi dalam program
pengobatan
hindari enemis
3. Diskusikan perawatan
insisi, termasuk
mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter
menimbulkan masalah.
2. Membantu kembali ke fungsi
usus semula mencegah ngejan
saat defekasi
3. Pemahaman meningkatkan kerja
sama dengan terapi,
meningkatkan penyembuhan
untuk mengangkat
jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi
medic, contoh
peningkatan nyeri
edema/eritema luka,
adanya drainase,
demam
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat, pada tahap ini dilakukan
pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan, dengan
tujuan untuk memberikan tindakan perawatan berdasarkan respon klien
terhadap masalah kesehatannya dan mencegah masalah baru yang akan
timbul. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan terhadap klien.
e. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus
proses keperawatan apabila kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk
lagi ke dalam siklus apabila kriteria hasil belum tercapai. Kriteria hasil
pada tahap evaluasi pada klien (Doenges, 1999)