Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI

Gambaran Apendiks diperlihatkan gambar 2.1.


Gambar 2.1. Apendiks
(Indonesian Children, 2009)
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens

apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM,
2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya
berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks
ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang
berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak
tertutup oleh peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah
UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pendarahan
apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi usus buntu atau umbai cacing
(apendiks) (Kusuma, 2016).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis akut adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di
abdomen kanan bawah (Sjamsuhidayat, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa apendiksitis adalah peradangan pada usus
yang disebabkan oleh adanya sumbatan atau bakteri.
2. Etiologi
Berdasarkan klasifikasinya:
a. Apendiksitis akut merupakan infeksi yang diakibatkan oleh bacteria,
dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.
Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor
apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan
juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E. histolytica).
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena
terjadi fibrosis dan jaringan parut.
c. Apendisitis kronis, yaitu memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik fibrosis menyeluruh dinidng apendiks,
sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik), dan keluhan
menghilang setelah apendiktomi (Kusum, 2014).

3. Tanda dan Gejala


Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
a. Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
b. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar
pusar, lalu timbul mual dan muntah.
c. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah.
d. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan
jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
e. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.
f. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua
bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu
berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.
g. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
h. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
i. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Brunner dan Suddarth, 2002)
4. Epidemiologi
Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dari suatu akut
abdomen. Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi paling banyak
ditemukan pada usia 20 - 30 tahun, walaupun jarang ditemui diatas 65
tahun tetapi sering berakibat pada apendisitis perforasi. Resiko
seseorang terkena apendisitis akut sepanjang hidupnya sekitar 6 - 9%
(Andersson, 2012), dimana di negara barat 7% dari penduduknya
menderita apendisitis akut dan meme rlukan intervensi bedah ( Craiq,
2005; Soybel, 2010 ). Kasus apendisitis akut paling banyak dijumpai di
Amerika Utara, Inggris, Australia, dan lebih jarang ditemui di Asia,
Afrika Tengah dan masyarakat Eskimo. J ika penduduk dari negara negara ini bermigrasi ke negara barat atau merubah pola diet seperti
masyarakat barat, kejadian apendisitis akan meningkat, oleh karena
diperkirakan distribusi penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan dan
bukan genetik. Apendisitis akut lebih banyak ditemuka n pada mereka

yang lebih banyak mengkonsumsi daging dibandingkan dengan


masyarakat yang mengk onsumsi tinggi serat
Hasil survei pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di
sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di
Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis
berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar
179.000 orang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut
abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya
(Depkes 2008).
5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007) .

Pathway Patofisiologi
Bacteri

Hiperplasia Folikel Limfoid

Obstruksi/penyumbatan lumen
Bendungan mucus terus menerus
Penekanan tekanan intralumen

Fekalit

Menghambat aliran limfe


Edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa
Apendisitis Akut

Nyeri epigastrium

Bakteri menembus dinding


Peradangan meluas mengenai peritonium

Nyeri Kanan Bawah

apendisitis supuratif akut

peradangan pada jaringan


Operasi

Ansietas

Secresi mucus berlebih


pada lumen apendik

luka insisi

Kerusakan kontrol suhu


terhadap inflamasi

Anastesi
C

A
Kerusakan Jaringan
Ujung saraf terputus

apendic teregang Febris

Hipotermia

spasme dinding apendik Tekanan intraluminal lebih


dari tekanan vena

pelepasan prostatglandin

Nyeri
hipoxia jaringan apendix

stimulasi dihantarkan
ulcerasi
spinal cord
perforasi
cortex cerebri

nyeri dipersepsikan

peristaltik menurun
Konstipasi
Distensi Abdomen
Mual/muntah

anoreksia

Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Risiko
kekurangan
volume cairan

6. Diagnosa Medik
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada


appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 9697%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
e. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
7. Penatalaksanaan
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-

abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses


intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan
lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data demografi
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30
tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor Register.
b. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan
terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan
muntah, panas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh pasien mulai pertama / saat dirumah
sampai MRS / opname.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
a. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
b. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan

di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,
untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika
saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan
pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada apendisitis pelvika.
b. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi
c. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.

RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
NO

DIAGNOSA

Patient Outcomes
KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan denganSetelah dilakukan asuhan keperawatan,

Interventions
1. Kaji tingkat nyeri,

RASIONAL
1. Untuk mengetahui sejauh mana

Cidera biologs (distensi

diharapkan nyeri klien berkurang

lokasi dan

tingkat nyeri dan merupakan

jaringan intestinal oleh

dengan kriteria hasil:

karasteristik nyeri.

indiaktor secara dini untuk dapat

inflamasi)

a) Klien mampu

2. Jelaskan pada

mengontrol nyeri (tahu

pasien tentang

penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik

3.

penyebab nyeri
Ajarkan tehnik

nonfarmakologi untuk

untuk pernafasan

mengurangi nyeri,

diafragmatik

mencari bantuan)
b) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan

lambat / napas
dalam
4. Berikan aktivitas

menggunakan

hiburan (ngobrol

manajemen nyeri
c) Tanda vital dalam

dengan anggota

rentang normal :
TD (systole 110-130mmHg, diastole
70-90mmHg),
HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit),

memberikan tindakan selanjutnya


2. Informasi yang tepat dapat
menurunkan tingkat kecemasan
pasien dan menambah pengetahuan
pasien tentang nyeri.
3. Napas dalam dapat menghirup O2
secara adequate sehingga otot-otot
menjadi relaksasi sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
4. Meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan kooping.

keluarga)
5. Observasi tandatanda vital
6. Kolaborasi dengan
tim medis dalam

5. deteksi dini terhadap perkembangan


kesehatan pasien.
6. sebagai profilaksis untuk dapat
menghilangkan rasa nyeri.

suhu (36,5-37,50C)
d) Klien tampak rileks
Perubahan pola eliminasi

mampu tidur/istirahat
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,

pemberian
analgetik
1. Pastikan kebiasaan

(konstipasi) berhubungan

diharapkan konstipasi klien

defekasi klien dan

dengan penurunan

teratasi dengan kriteria hasil:

gaya hidup

peritaltik.

a) BAB 1-2
kali/hari
b) Feses lunak
c) Bising usus
5-30
kali/menit

sebelumnya.
2. Auskultasi bising
usus

1. membantu dalam pembentukan jadwal


irigasi efektif

2. kembalinya fungsi gastriintestinal


mungkin terlambat oleh inflamasi

3. Tinjau ulang pola

intra peritonial
3. masukan adekuat dan serat, makanan

diet dan jumlah /

kasar memberikan bentuk dan cairan

tipe masukan

adalah faktor penting dalam

cairan.
4. Berikan makanan
tinggi serat.
5. Berikan obat

menentukan konsistensi feses.


4. makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga
tidak terjadi konstipasi.
5. obat pelunak feses dapat melunakkan
feses sehingga tidak terjadi konstipasi.

sesuai indikasi,
contoh : pelunak
Kekurangan volume cairan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

berhubungan dengan mual

diharapkan keseimbangan cairan

feses
1. Monitor tanda-tanda
vital

1. Tanda yang membantu


mengidentifikasikan fluktuasi volume

muntah.

dapat dipertahankan dengan


kriteria hasil:
a) kelembaban membrane
mukosa
b) turgor kulit baik
c) Haluaran urin adekuat: 1
cc/kg BB/jam
d) Tanda-tanda vital dalam
batas normal
TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg),
HR(60-100x/menit),

2.

Kaji membrane
mukosa, kaji tugor
kulit dan pengisian

kapiler.
3. Awasi masukan dan

intravaskuler.
2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
dan hidrasi seluler.
3. Penurunan haluaran urin pekat dengan

haluaran, catat warna

peningkatan berat jenis diduga

urine/konsentrasi,

dehidrasi/kebutuhan peningkatan

berat jenis
4. Auskultasi bising
usus, catat kelancaran
flatus, gerakan usus.
5. Berikan perawatan

RR (16-24x/menit),

mulut sering dengan

suhu (36,5-37,50C)

perhatian khusus pada

cairan.
4. Indicator kembalinya peristaltic,
kesiapan untuk pemasukan per oral.
5. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
mulut kering dan pecah-pecah

perlindungan bibir.
6. Pertahankan
penghisapan
gaster/usus.

6. Selang NG biasanya dimasukkan pada


praoperasi dan dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi untuk dekompresi

7. Kolaborasi pemberian
cairan IV dan
elektrolit

usus, meningkatkan istirahat usus,


mencegah mentah.
7. Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat

menurunkan volume sirkulasi darah,


mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
Cemas berhubungan dengan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan,

akan dilaksanakan

diharapkan kecemasan klien

operasi.

berkurang dengan kriteria hasil:


a) Melaporkan ansietas

1. Evaluasi tingkat
ansietas, catat verbal
dan non verbal pasien.
2. Jelaskan dan

menurun sampai tingkat


teratasi
b) Tampak rileks
3.

elektrolit
1. ketakutan dapat terjadi karena nyeri
hebat, penting pada prosedur
diagnostik dan pembedahan.
2. dapat meringankan ansietas terutama

persiapkan untuk

ketika pemeriksaan tersebut

tindakan prosedur

melibatkan pembedahan.

sebelum dilakukan
Jadwalkan istirahat
adekuat dan periode

menghentikan tidur.
4. Anjurkan keluarga

3. membatasi kelemahan, menghemat


energi dan meningkatkan kemampuan
koping.
4. Mengurangi kecemasan klien

untuk menemani
disamping klien

POST OPERASI
NO

DIAGNOSA

Patient Outcomes

KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan

Setelah dilakukan asuhan

terputusnya kontinuitas

keperawatan, diharapkan nyeri

Interventions
1. Kaji skala nyeri lokasi,
karakteristik dan laporkan

RASIONAL
1. Berguna dalam pengawasan dan
keefesien obat, kemajuan

jaringan (luka insisi post


operasi appenditomi).

berkurang dengan kriteria hasil:


a)
b)
c)
d)

Melaporkan nyeri berkurang


Klien tampak rileks
Dapat tidur dengan tepat
Tanda-tanda vital dalam

batas normal
TD (systole 110-130mmHg, diastole
70-90mmHg),
HR (60-100x/menit),
RR (16-24x/menit),
suhu (36,5-37,50C)

perubahan nyeri dengan


tepat.
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Pertahankan istirahat
dengan posisi semi
powler.
4. Dorong ambulasi dini.
5. Berikan aktivitas hiburan.
6. Kolborasi tim dokter
dalam pemberian
analgetika.

Resiko infeksi berhubungan

Setelah dilakukan asuhan

dengan tindakan invasif

keperawatan diharapkan infeksi

(insisi post pembedahan).

dapat diatasi dengan kriteria hasil:


a) Klien bebas dari tanda-tanda
infeksi
b) Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
c) Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)

1. Kaji adanya tanda-

penyembuhan,perubahan dan
karakteristik nyeri.
2. deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan
pasien.
3. Menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang.
4. Meningkatkan kormolisasi
fungsi organ.
5. meningkatkan relaksasi.
6. Menghilangkan nyeri.
1. Dugaan adanya infeksi

tanda infeksi pada area


insisi
2. Monitor tanda-tanda
vital. Perhatikan

2. Dugaan adanya
infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis

demam, menggigil,
berkeringat, perubahan
mental
3. Lakukan teknik isolasi

3. mencegah transmisi penyakit


virus ke orang lain.

untuk infeksi enterik,


termasuk cuci tangan
efektif

4. mencegah meluas dan

4. Pertahankan teknik

membatasi penyebaran

aseptik ketat pada

organisme infektif / kontaminasi

perawatan luka insisi /

silang.

terbuka, bersihkan
dengan betadine.
5. Awasi / batasi

5. menurunkan resiko terpajan.

pengunjung dan siap


kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis
dalam pemberian
antibiotik

terapi ditunjukkan pada bakteri


anaerob dan hasil aerob gra
negatif.

Defisit self care

Setelah dilakukan asuhan

berhubungan dengan nyeri.

keperawatan diharapkan kebersihan

hari sampai klien

melancarkan peredaran darah

klien dapt dipertahankan dengan

mampu melaksanakan

dan meningkatkan kesehatan.

kriteria hasil:

sendiri serta cuci

a) klien bebas dari bau badan


b) klien tampak bersih
c) ADLs klien dapat mandiri atau

rambut dan potong

dengan bantuan

1. Mandikan pasien setiap

6.

kuku klien.
2. Ganti pakaian yang
kotor dengan yang
bersih.
3. Berikan Hynege
Edukasi pada klien dan

1. Agar badan menjadi segar,

2. Untuk melindungi klien dari


kuman dan meningkatkan rasa
nyaman
3. Agar klien dan keluarga dapat
termotivasi untuk menjaga

keluarganya tentang
pentingnya kebersihan
diri.
4. Berikan pujian pada
klien tentang
kebersihannya.
5. Bimbing keluarga klien

personal hygiene.
4. Agar klien merasa tersanjung
dan lebih kooperatif dalam
kebersihan
5. Agar keterampilan dapat
diterapkan

memandikan /menyeka
pasien
6. Bersihkan dan atur
posisi serta tempat
Kurang pengetahuan

Setelah dilakukan asuhan

tentang kondisi prognosis

keperawatan diharapkan

dan kebutuhan pengobatan

pengetahuan bertambah dengan

b.d kurang informasi.

kriteria hasil:

tidur klien.
1. Kaji ulang pembatasan
aktivitas pascaoperasi

tenun yang bersih serta


mencegah terjadinya infeksi.
1. Memberikan informasi pada
pasien untuk merencanakan
kembali rutinitas biasa tanpa

2. Anjuran menggunakan

a) menyatakan pemahaman proses

laksatif/pelembek feses

penyakit, pengobatan
b) berpartisipasi dalam program

ringan bila perlu dan

pengobatan

6. Klien merasa nyaman dengan

hindari enemis
3. Diskusikan perawatan
insisi, termasuk
mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter

menimbulkan masalah.
2. Membantu kembali ke fungsi
usus semula mencegah ngejan
saat defekasi
3. Pemahaman meningkatkan kerja
sama dengan terapi,
meningkatkan penyembuhan

untuk mengangkat
jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi
medic, contoh
peningkatan nyeri
edema/eritema luka,
adanya drainase,
demam

4. Upaya intervensi menurunkan


resiko komplikasi lambatnya
penyembuhan peritonitis.

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat, pada tahap ini dilakukan
pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan, dengan
tujuan untuk memberikan tindakan perawatan berdasarkan respon klien
terhadap masalah kesehatannya dan mencegah masalah baru yang akan
timbul. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan terhadap klien.
e. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus
proses keperawatan apabila kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk
lagi ke dalam siklus apabila kriteria hasil belum tercapai. Kriteria hasil
pada tahap evaluasi pada klien (Doenges, 1999)

Anda mungkin juga menyukai