Sinta Aprilianti
201FK09015
A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten reversible
dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu, dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi (Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi
ketika bronkus mengalami inflamasi peradangan dan hiperresponsif (Reeves,
200! : 48)
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan
penyempitan bronkus atau bronkhiolus, bronkhiolus dan sekresi yang
berlebihan dari kelenjar-kelenjar di mukosa bronchus. (Harnawatia, 2009)
C. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh kontraksi
otot-otot yang mengelilingi bronki, pembengkakan membran yang melapisi
bronki, pengisian mucus kental. Akibatnya beban alveoli menjadi meningkat
dan dinding alveoli menebal serta menjadi hiperinflasi pada alveoli. Hal ini
menyebabkan udara terperangkap di dalam jaringan paru, CO2 terjebak di
dalam darah, O2 tak bisa masuk, inilah yang menyebabkan obstruksi saluran
nafas. Pada beberapa individu, system imunologis mengalami kelainan
sehingga mengalami respon imun yang buruk, di mana antigen merangsang
IgE di sel mast, hal ini menyebabkan proses mediator kimiawi yaitu pelepasan
pelepasan dari produk-produk sel mast, seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A)
Pelepasan- pelepasan tersebut mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
nafas sehingga menyebabkan bronkospasme. System saraf otonom
mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur melalui saraf parasimpatis.
Ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi, polutan, maka jumlah asetilkolin menjadi meningkat,
peningkatan tersebut menyebabkan bronkokonstriksi dan juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi.
D. Klasifikasi
1. Berdasarkan penyebab
a. Asma alergik : disebabkan oleh alergen- alergen yang dikenal (misal :
serbuk sari, binatang, makanan, amarah, jamur)
b. Asma idiopatik atau non alergik : tidak berhubungan dengan alergen
spesifik, faktor penyebab : perubahan cuaca, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, pemakaian obat
c. Asma gabungan : merupakan bentuk asma yang paling umum,
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun idiopatik (non
alergik)
2. Berdasarkan tingkatan asma
a. Tingkat I
- Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru
- Timbul bila ada factor pencetus baik didapat alamiah maupun bila
ada factor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasibronkial di laboratorium
b. Tingkat II
- Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas
- Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan
c. Tingkat III
- Tanpa keluhan
- Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas
- Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali
d. Tingkat IV
- Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi weezing
- Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas
e. Tingkat V
- Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrators berat bersifat
refractor sementara terhadap pengobatan sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai
- Asma pada dasarnya dasarnya merupakan merupakan penyakit
penyakit obstruksi obstruksi jalan nafas yang reversible ada asma
yang berat dapat timbul gejala seperti kontraksi otot-otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
E. Gejala Klinis
1. Dispnea berat (sesak nafas)
2. Retraksi dada
3. Napas cuping hidung
4. Wheezing
5. Pernapasan yang dalam dan cepat
6. Ekspirasi dalam dan lambat karena udara yang ditangkap terperangkap
karena spasme dan mucus
7. Berlangsung selama 1 jam sampai beberapa jam (kasus biasa) dapat reda
dengan spontan atau terapi spontan atau terapi bronkodilator
8. Batuk produktif, sering pada malam hari.
F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan persistem yang diprioritaskan pada askan pada
bagian thorax:
1. Inspeksi : mengamati gerakan untuk menunjang inspeksi
2. Palpasi : bentuk dada, otot yang bekerja
3. Auskultrasi : Mengetahui apakah ada suara bising (wheezing/mengi pada
bronki)
4. Perkusi : untuk memgamati adanya cairan atau tidak pada cavum pleura
kulit thorak kering, muka pucat, muka pucat, bibir kering
1. Pengkajian
a. Keluhan :
- Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada factor pencetus
- Terjadi kesulitan ekspirasi/ ekspirasi diperpanjang
- Batuk dengan secret lengket
- Terdengar suara mengi/wheezing keras
- Terjadi berulang, setiap ada pencetus
- Sering ada factor genetic
Primary survey :
Airway
Pengkajian :
Pada pasien dengan status asma ditemukan adanya sputum pada jalan nafas. Hal
ini menyebabkan penyumbatan jalan nafas sehingga status asma ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen
semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Breathing
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan nafas pasien menyebabkan bertambahnya usaha
nafas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada
status asma pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti nafas. Sehingga
ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu
adanya mengi dan sesak nafas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dengan sekali nafas, atau kesulitan da;am bergerak. Pada pengkajian
ini dapat diperoleh frekuensi nafas lebih dari 25x/menit. Pantau adanya mengi
Circulation
Pengkajian :
Pada kasus status asma ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksigen
maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini
ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110x/menit. Terjadi
pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi
(APE) kurang dari 50% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau
kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan
sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Secondary survey :
Pemeriksaan secondary survey merupakan suatu kegiatan mencari perubahan-
perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa
apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan head to toe. Biasanya dilakukan
setelah pemeriksaan primer dan setelah resusitasi.
Pemeriksaan sekunder dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mungkin tidak diindefikasi sebagai maslah yang mengancam jiwa (masalah-
masalah yang tidak mengharuskan untuk dilakukan perawatan atau penanganan
segera agar korban selamat, tetapi mungkinmengancam jiwa jika tidak ditangani)
dan juga untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga
dapat ditangani lebih lanjut.
Disability
- Pasien tampak lemah
Eksposure
- Tidak adanya edema ekstremitas
- Tidak ada jejas pada kepala
Five intervention
Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematocrit, leukosit, hitung
jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin
- Pemeriksaan analisa gas darah (Ph, PcO2, PO2,HCO3,SaO2)
Give comfort
- Pasien tampak kesulitan dalam menarik nafas
- Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan
Head to toe
- Kepala dan wajah : tidak ada data abnormal
- Leher : pada pemeriksaan leher tidak ada data yang abnormal
- Dada : suara nafas mengi/wheezing, terdapat penggunaan otot bantu
pernafasan
- Abdomen dan pinggang :
Inspeksi : tidak ada distensi abdomen
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : suara perut timpani
Palpasi : tidak di temukan adanya pembesaran hati
- Pelvis dan perineum : tidak ada masalah pada pemeriksaan pelvis dan
perenium
- Ekstremitas : akral teraba dingin, periksa CRT, kaji adanya sianosis
Inspect the posterior surface
Tidak ada masalah pada pemeriksaan bagian belakang
2. Diagnosa keperawatan :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen in
adekuat
3. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x10 menit, diharapkan
jalan nafas klien efektif dengan kriteria hasil :
NOC Label >> Respiratory Status : Airway Patency
- RR klien normal 16-20x/menit
- Irama pernafasan teratur
- Kedalaman inspirasi normal
- Tidak ada suara nafas tambahan
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
- Tidak ada retraksi dinding dada
- Penggunaan otot bantu nafas
Intervensi
NIC Label >>> Airway management
- Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien
- Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan penyisipan actual saluran nafas
- Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak
adanya suara adventif
- Monitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai
4. Evaluasi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum
NOC Label >> Respiratory Status : Airway Patency
RR klien normal 16-20 x/menit
Irama pernapasan teratur
Kedalaman inspirasi normal
Tidak ada suara napas tambahan
Tidak ada penggunaan otot bantu napas
Tidak ada retraksi dinding dada
Penggunaan otot bantu napas
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x10 menit, diharapkan pola napas
pasien efektif dengan kriteria hasil :
NOC Label >> Respiratory Status : Breathing
Pasien melaporkan sesak napas berkurang
Pernapasan teratur
Takipneu atau brapneu tidak
Pengembangan dada simetris antara kanan dan kiri
Tanda vital dalam batas normal
Penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada
Napas cuping hidung tidak ada
Tidak ada suara napas tambahan
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen in adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … x .. perfusi
jaringan perifer teratasi dengan indicator :
NOC Label >>> Tissue Perfusion :
Perubahan suhu pada kulit ekstremitas (hangat)
Perubahan Capilary refill CRT <3 detik
FKUI, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St.
Louis Missouri : Mosby Elsevier
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula, Edisi 2 .
Jakarta : Bina Rupa Aksara
Resti, I. B. (2014). Teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi stres pada
penderita asma. Jurnal ilmiah psikologi terapan, 2(1), 01-20.