Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL

A. Pengertian
Yang di maksud sengan asma bronkial adalah penyempitan bronkus yang bersifat
reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan
antigen.
Autopsi yang dilakukan pada penderita yang mati karena asma yang menjadi masalah
pokok adalah bukan saja bronkospasme dari otot, akan tetapi juga adanya edema dan
penuhnya mukus di intraluminal dari bronkus yang menyebabkan jalan napas menjadi
tersumbat. Dari pemeriksaan mukus yang di perlihatkan banyak eosinofil, sementara itu
limfosit T dan sel epitel telah mengalami kerusakan.
Ternyata bukan eosinofil saja yang berperan dalam asma (bukan hanya sekedar proses
alergi), akan tetapi konsep asma sendiri mengalami perubahan, bukan hanya sekedar
bronkospasme, akan tetapi interaksi berbagai faktor imunologi yang abnormal. Berbagai
mediator di bebaskan dari berbagai sel yang berperan dalam proses immunologi dan fase
terakhir mekanisme neural yang memegang peranan penting dalam terjadinya spasme otot
bronkus. (Dr. H. Tabrani Rab)

B. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas, diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi
hiperreaktivitas dari trakea dan bronkus, tetapi penyebabnya belum diketahui dengan pasti.
Diduga karena hambatan sebagian sistem adrenergic, kurangnya enzim adenilalkilase dan
meningginya tonus sistem parasimpatik. Bila terdapat kelebihan tonus parasimpatik maka
akan mudah terjadi spasme bronkus.
Faktor genetik, biokimiawi, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis
dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena
itu asma disebut penyakit yang multifaktorial. Alergi (atopi) merupakan salah satu faktor
pencetus asma yang diturunkan secara genetik tapi caranya belum diketahui dengan pasti.

C. Patofisiologi
Yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, akan tetapi
distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu
kelainan pada bagian jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya
gangguan pada bagian fungsional paru. Gangguan itu disebabkan karena:
 Peningkatan resistensi udara respirasi dimana akan mengganggu rasio ventilasi perfusi
 Terdapatnya perangkap udara menyebabkan seolah-olah volume inspirasi lebih besar dari
ekspirasi.
 Terdapatnya mucus dengan viskositas yang tinggi di dalam lumen bronkus di mana dapat
menimbulkan gangguan ventilasi, dapat menyebabkan terjadinya obstruksi total
 Bronkus spasme dapat pula terjadi edema pada saluran pernafasan yang dapat mengganggu
pertukarasn gas di dalam sistem pernafasan
 Pada setiap serangan yang pertama produksi mukus selalu bertambah
 Infeksi yang menghasilkan eksudat dapat mengganggu bagian jalan pernapasan maupun
fungsional dari jaringan

D. Manifestasi Klinis
 Batuk
 Wesing/nafas berbunyi
 Sesak nafas/dipsnea
 Gelisah pada malam hari
 Nafsu/dada seperti tertekan
 Takikardi
 Hipoksia
 Takipnea (pernafasan cepat)
 Hiperkapnia
 Ansietas
 Nusea
 Emosional
 Malaise
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian brokodilator aerosol golongan
adrenergi. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma.
2. Tes provokasi bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEVR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan laboraturium
 Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan
asidosis respiratorik
 Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
adanya bakteri, cara tersebut kemudian kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik.
 Sel oesinofil
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
 Pemeriksaan darah rutin dan kimia
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi
prosedur ini harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum dan atelektasis.

F. Penatalaksanaan
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
 Saatnya serangan
 Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator
3. Penilaian terhadap perb aikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Penatalaksaan setelah serangan mereda
 Cari faktor penyebab
 Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PENYAKIT ASMA BRONKIAL
A. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak/dispnea, batuk, dan mengi/wheesing/napas berbunyi
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan
eksim)
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya pasien mempunyai riwayat alergi seperti debu serta cuaca dingin.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita asma
d. Riwayat psikososial
- Kondisi rumah:
 Tinggal di daerah dengan tingkat polusi tinggi
 Terpapar dengan asap rokok
 Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah terlalu banyak
- Binatang peliharaan: kucing
4. Pemeriksaan fisik
 Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk produktif, tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori
pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada
auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
 Sistem kardiovaskuler : Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
 Sistem Persyarafan / neurologi: Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran
 Sistem perkemihan: Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat
sesak nafas.
 Sistem Pencernaan / Gastrointestinal: Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi
terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.
 Sistem integumen: Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan sekresi kental dan berlebihan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan
keletihan
4. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas

C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang di tandai dengan :
 Pasien mengatakan sesak
 Auskultasi terdengar bunyi ronki
 Pernapasan cuping hidung
Tujuan : pola nafas efektif dalam waktu 1x1 jam, dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak sesak
 Pasien tampak tenang
Itervensi :
1. Kaji frekuensi napas
Rasional: mengetahui frekuensi pernafasan pasien
2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, tapi pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang mudah
untuk bernafas,misal : sokongan tangan atau kaki di meja,bantal,lutut,dapat membantu
menurunkan kelemahan otot dan sebagai alat dispansi dada
3. Observasi TTV
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
4. Beri obat sesuai dengan indikasi
a. Bronkodilator
Rasional : merilekskan otot pernapasan dan menurunkan kongesti local,menurunkan spasme
jalan napas,mengi dan produksi mukosa.
b. Gol zantin
Rasional : menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung
siklus AMP.
c. Kromolin
Rasional : menurunkan inflamasi local dan edema dengan menghambat efek histamine dan
mediator lainnya.
d. Steroid oral / IV
Rasional : mencegah reaksi elergi / menghambat pengeluaran histamine,menurunkan berat
dan frekuensi spasme,inflamasi pernapasan dan dispnea.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan sekresi kental dan berlebihan
yang di tandai dengan :
 Pasien mengatakan batuk
 Pasien mengatakan sesak
 Gelisah/ansietas
Tujuan : Bersihan jalan napas efektif dalam waktu 1 x 24 jam, dengan kriteria hasil :
 Batuk pasien berkurang
 Pasien tidak sesak lagi
 Pasien dapat tenang
Inetrvensi :
1. Instruksikan pasien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk
 Nafas dalam dan perlahan sebelum duduk setegak mungkin
 Gunakan nafas diafragma
 Tahan nafas selama 3-5 detik dan kemudian dengan perlahan hembuskan sebanyak mungkin
melalui mulut (sangkar iga bawah dan abdomen harus turun)
 Ambil nafas kedua, tahan dan batuk dari dada (bukan dari belakang mulut/tenggorokan)
 Dengan menggunakan nafas pendek, batuk kuat.
 Demonstrasikan pernafasan pursed lip
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol melelehkan dan in efektif dapat menimbulkan frustasi
2. Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi
 Pertahankan hidrasi adekuat : menigkatkakn asupan cairan 2-4 liter per hari. Bila tidak
terkontra indikasikan oleh cardiac output / penyakit ginjal.
Rasional : Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat memnyebabkan sumbatan
mucus yang menimbulkan atelektasis
3. Observasi TTV
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien
4. Kolaborasi :
 Ekspektoran
Rasional : Mengencerkan sputum sehingga mudah dikeluarkan
 Analgesic, antitusif
Rasional : Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energy dan
memungkinkan pasien istirahat.
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan
keletihan yang ditandai dengan :
 Pasien tampak pucat
 Pasien tampak lemah
 Pasien tampak batuk
Tujuan : aktivitas dapat adekuat dalam waktu 1x24 jam dengan kriteria hasil :
 Dapat memperagakan metoda batuk, bernapas dan penghematan energi yang efektif
Intervensi :
1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen, seperti merokok, suhu
ekstrim, dan stres
Rasional : merokok, suhu ekstrim, berat badan berlebih dan stres menyebabkan
vasokonstriksi, yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen

2. Ajarkan teknik napas efektif, seperti pernapasan diafragma dan pursed-lip


Rasional : pernapasan diafragma menghalangi pernapasan dangkal, cepat, takefisien yang
selalu menyertai penyakit paru obstruksi kronis. Pernapasan pursed-lip memperlambat
ekspirasi, mempertahankan alveoli mengembang lebih lama, dan memberikan kontrol
terhadap dispnea.
3. Pertahankan terapi oksigen tambahan, sesuai kebutuhan
Rasional : oksigen tambahan meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki
toleransi aktivitas
4. Berikan waktu istirahat yang cukup sesuai jadwal harian pasien
Rasional : periode istirahat memungkinkan periode penggunaan energi tubuh rendah,
meningkatkan toleransi aktivitas.
5. Observasi TTV
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

4. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas yang di tandai
dengan :
 Pasien cemas
 Pasien sering bertanya tentang penyakitnya
Tujuan : pasien tidak cemas dalam waktu 1x2 jam dengan kriteria hasil :
 Pasien dapat mengungkapakn perasaan tentang ansietas
 Peragakan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea
Intervensi :
1. Upayakan lingkungan yang tenang saat pasien mengalami kesuliatan bernapas
Rasional : dengan menurunkan rangsang eksternal meningkatkan relaksasi
2. Tanggapi rasa takut pasien dan berikan penguatan positif terhadap upaya yang dilakukan.
Rasional : rasa takut mencetuskan dispnea dan dospnea meningkatkan rasa takut
3. Ajarkan teknik bernapas dan suruh pasien melakukannya dengan perawat
Rasional : pemodelan peran teknik bernapas agar pasien menirunya akan menurunkan
kebutuhan energi tambahan dalam berkonsentrasi
4. Observasi TTV
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

DAFTAR PUSTAKA

 Arif, Mansyoer, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta: Media
Acsulapius. FKUI.

 Heru Sundaru, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI.

 Doenges, EM, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.


 Murwita, Arita, 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jogjakarta : Mitra cendikia press

 Rab. Tabrani. 1996. Ilmu penyakit dalam. Jakarta : hipokarates


ASKEP ASMA BRONKIAL

BAB 1
LANDASAN TEORI

1.1 Tinjauan Medis


1.1.1 Definisi
Asma bronkial adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermiten
yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispnea, batuk, mengi (Suddart
dan brunner, 2000).
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut
otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus. ( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.( Smeltzer,
2002)
Asma bronkial adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi atau peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 )
Asma bronkial adalah penyakit pernafasan obstruksi yang ditandai oleh spasme akut
otot polos bronkhiolus, hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus (Corwin, 2001).
Asma bronkial suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
(United States National Tuberculosis Association, 1967).

1.1.2 Etiologi
1) Infeksi virus saluran napas : Influenza.
2) Pemanjangan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
3) Pemajan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.
4) Olah raga yang berlebihan
5) Stres atau ekspresi emosional : takut, marah, frustasi.
6) Obat-obat aspirin, anti inflamasi non steroid.
7) Lingkungan kerja : uap zat kimia.
8) Pengawaet makanan : sulfit.
9) Faktor lingkungan : perubahan suhu dalam lingkungan mis: udara dingin
10) Faktor keturunan

1.1.3 1.1.3 Fisiologi


Fisiologi pernafasan adalah serangkain proses interaksi dan koordinasi yang kompleks
yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan, atau
homeostasis lingkungan internal tubuh kita. Sistem pernafasan yang berfungsi dengan baik
dapat menjamin jaringan memperoleh pasokan oksigen yang adekuat dan pembuangan
karbundioksida yang cepat. Proses ini sangat rumit, sehingga mekanisme kontrol harus dapat
memastikan terpeliharanya homeostasis sepanjang kondisi lingkungan dan kebutuhan tubuh
yang terus berubah. Pengaturan pertukaran gas antara sel-sel tubuh dan darah yang
bersirkulasi adalah ”inti” dari fisiologi pernafasan.
Fungsi yang kompleks ini tidak mungkin berjalan lancar tanpa adanya integrasi antara
berbagai sistem kontrol fisiologi yang mencakup keseimbangan asam basa, air dan elektrolit,
sirkulasi, dan metabolisme secara fungsional, sistem pernafasan terdiri atas serangkain proses
” teratur” yang terintegrasi yang mencakup ventilasi pulmunal ( bernafas, pertukaran gas
dalam paru-paru dan jaringan, transpor gas oleh darah, dan regulasi pernafasan secara
keseluruhan (Asih, Effendy, 2004).

1.1.4 1.1.3 Patofisiologi


Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang
ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain
akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel
plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang
ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi
atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam
permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-
otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema
mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan
ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan
difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada
tahap yang sangat lanjut.
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik
terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur,
debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat
sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. Serangan asthma mendadak
secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.

1. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema
dan pembengkakan bronkus.
2. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti
bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada
pinggir tempat tidur, penderita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai
membiru.
3. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernafasan tinggi karena asfiksia.

1.1.5 Tanda Gejala


1) Sesak napas
2) Retraksi dada
3) Batuk berdahak.
4) Mengi atau wheezing.
5) Napas cuping hidung.
6) Pernapasan cepat dan dangkal.
7) Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambat
ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.

1.1.6 Komplikasi
1) Atelektasis
2) Apnoe
3) Gagal nafas
4) Asidosis Respiratorik

1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


1) Foto dada AP lateral, diameter anteroposterior membeasar pada foto lateral, dapat terlihat
bercak konsolidasi yang tersebar.
2) Analisa gas darah : hipercarbia sebagi tanda airtrapping, asidosis ,etabilik, respiratorik
3) Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSU yang dapat dikerjakan secara bed side
4) Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema
5) Bronkogram : menunjukkana dilatasi silindris bronkus pada inspirasi

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium :
an sputum : eosinofilia dengan reaktivitas alergi, sputum jernih dan berbusa ( alergik), sputum kental dan
putih atau berserabut (nonalergik)
an AGD : ph menurun (N7,35–7,45), PCO2 > 45mmHg, PO2 menurun (N 95-100mmHg)
b. Foto dada : selama periode akut menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma

1.1.9 Penatalaksanaan
1) Pencegahan terhadap pemajanan alergen
2) Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi secara berkala terutama saat musim dingin
3) Anti-inflamasi sebagai permulaan serangan
4) Steroid inhalasi menghentikan proses peradangan
5) Agonis Beta untuk mendilatasi otot-otot polos bronkhial
6) Metilsantin mempunyai efek bronkhodilatasi atau menghilangkan spasme
7) Obat anti-kolinergik untuk mengurangi efek parasimpatis sehingga melemaskan otot-otot
polos bronkhiolus

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Riwayat batuk dengan sputum, riwayat terpapar zat kimia : rokok, didapatkan nafas cepat dan
dangkal, ada nafas cuping hidung, ekspirasi memanjang, terdapat wheezing atau mengi
2. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes
melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya
capilary refill time, disritmia. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan
(tachy atau bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Edema : Jugular
vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna
kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Persarafan ( B3 : Brain )
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation, gelisah, insomnia
d. Perkemihan – Eliminasi Uri ( B4 : Blader )
Terdapat gangguan eliminasi uri seperti disuria, retensi urin
e. Pencernaan – Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal. Mual, kehilangan nafsu makan,
penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
f. Tulang – Otot – Integumen ( B6 : Bone )
Kelemahan, kelelahan saat melakukan aktivitas

1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan


iagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret di bronkus
atasan karakteristik :
perawatan : Jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil :
1.Sesak, batuk, sputum berkurang sampai hilang.
2.Tidak terdapat suara napas tambahan.
3.Tanda Vital normal
4.Tidak menggunakan otot-otot pernapasan tambahan
Intervensi :
1. Observasi bunyi napas atau auskultasi adanya wheezing, ronchi.
R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas
2. Observasi frekuensi nafas
R : Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Lakukan hisap lendir dan hati-hati bila klien tidak mampu mengeluarkan lendir sendiri.
R : Penghisapan diberikan bila batuk tidak efektif
4. Anjurkan pasien untuk sering minum air hangat
R :Penggunaan cairan hangat dapat meneurunkan spasme bronkus
5. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian nebuliser
R : Kelembababn menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi atau obat bronkhodilator
R : Menurunkan spasme jalan nafas

Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya bronkhospasme


Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. Klien menunjukkan tanda ventilasi adekuat
2. Nafas 16-24 x/menit
3. Hilangnya tanda-tanda sianosis
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R : Memonitor keadaan umum
2. Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan.
R : Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Observasi kulit dan membran mukosa
R : Sianosis perifer menunjukkan adanya vasokonstriksi. Sianosis sekitar mulut adanya
hipoksemia
4. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2
R : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
Diagnosa 3 : Cemas berhubungan dengan gangguan pertukaran gas
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Cemas dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1. Klien merasa tenang dan bisa menerima keadaannya.
2. Pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Jelaskan proses penyakit dan prosedur pengobatan sesuai tingkat pemahaman klien.
R : Menjelaskan ansietas karena rasa ketidaktahuan dan menurunkan takut tentang keamanan
pribadi
2. Anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk selalu mendampingi klien.
R : membantu dalam neurunkan ansietas yang berhubungan dengan penolakan adanya
dispneu berat
3. Dukung klien atau orang terdekat dalam menerima keadaan atau situasi yang dihadapi
khususnya tahap penyembuhan yang lama.
R : Mekanisme koping dan partisipasi dalam program pengobatan
4. Berikan tindakan kenyamanan
R : Dapat menurunkan stress dan perhatain tak langsung untuk meningkatkan relaksasi dan
kemampuan koping

Diagnosa 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
atau anoreksia
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil : Berat badan dan tinggi badan ideal,

Tidak ada tanda-tanda hiperglikemik atau hipoglikemik, nafsu makan meningkat.

Intervensi:
11. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.

R : meningkatkan nafsu makan yang kurang.

22. Memantau status nutrisi dan kebiasaan makan

R: untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi .


33. Memantau intake output dengan cara menanyakan berapa kali pasien makan dan BAB.

R: Untuk mengetahui keseimbangan antara pemasukan dan pngeluaran.

44. Memberikan HE tentang kebutuhan nutrisi.

R: untuk menambah pengetahuan klien tentang kebutuhan nutrisi.

Diagnosa 5 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan


Batasan Karakteristik :
Mayor:
1a. Perubahan frekuensi pernafasan
2b. Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas)
Minor:
1a. Takipnea, hipernea, hiperventilasi
2b. Irama pernafasan tidak teratur
3c. Pernapasan yang berat
Tujuan :
1a. Dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas
2b. Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai
AGD dan ekspresi wajah.

Kriteria Hasil :
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2) Menyatakan gejala berkurang
(3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya

Intervensi :

1. Observasi TTV

R: Mengidentifikasi keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan

2. Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi


dinding dada dan kelemahan
R : Infeksi pada paru menyebabkan efek luas pada paru, efek pernapasan dapat dari ringan
sampai dispnea berat sampai distress pernafasan

3. Berikan posisi tidur semi fowler

R: Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru

4. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna
kulit termasuk membran mukosa dan kuku

R : Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital
jaringan

5. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan

R: Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen

R : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru

7. Kolaborasi dalam pemberian obat

R: Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan

1.1.2 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya

Tujuan evaluasi adalah :


a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku
klien :
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada
waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya
sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan
prilaku yang telah ditentukan

Anda mungkin juga menyukai