ASMA BRONKIAL
A. Pengertian
Yang di maksud sengan asma bronkial adalah penyempitan bronkus yang bersifat
reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan
antigen.
Autopsi yang dilakukan pada penderita yang mati karena asma yang menjadi masalah
pokok adalah bukan saja bronkospasme dari otot, akan tetapi juga adanya edema dan
penuhnya mukus di intraluminal dari bronkus yang menyebabkan jalan napas menjadi
tersumbat. Dari pemeriksaan mukus yang di perlihatkan banyak eosinofil, sementara itu
limfosit T dan sel epitel telah mengalami kerusakan.
Ternyata bukan eosinofil saja yang berperan dalam asma (bukan hanya sekedar proses
alergi), akan tetapi konsep asma sendiri mengalami perubahan, bukan hanya sekedar
bronkospasme, akan tetapi interaksi berbagai faktor imunologi yang abnormal. Berbagai
mediator di bebaskan dari berbagai sel yang berperan dalam proses immunologi dan fase
terakhir mekanisme neural yang memegang peranan penting dalam terjadinya spasme otot
bronkus. (Dr. H. Tabrani Rab)
B. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas, diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi
hiperreaktivitas dari trakea dan bronkus, tetapi penyebabnya belum diketahui dengan pasti.
Diduga karena hambatan sebagian sistem adrenergic, kurangnya enzim adenilalkilase dan
meningginya tonus sistem parasimpatik. Bila terdapat kelebihan tonus parasimpatik maka
akan mudah terjadi spasme bronkus.
Faktor genetik, biokimiawi, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis
dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena
itu asma disebut penyakit yang multifaktorial. Alergi (atopi) merupakan salah satu faktor
pencetus asma yang diturunkan secara genetik tapi caranya belum diketahui dengan pasti.
C. Patofisiologi
Yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, akan tetapi
distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu
kelainan pada bagian jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya
gangguan pada bagian fungsional paru. Gangguan itu disebabkan karena:
Peningkatan resistensi udara respirasi dimana akan mengganggu rasio ventilasi perfusi
Terdapatnya perangkap udara menyebabkan seolah-olah volume inspirasi lebih besar dari
ekspirasi.
Terdapatnya mucus dengan viskositas yang tinggi di dalam lumen bronkus di mana dapat
menimbulkan gangguan ventilasi, dapat menyebabkan terjadinya obstruksi total
Bronkus spasme dapat pula terjadi edema pada saluran pernafasan yang dapat mengganggu
pertukarasn gas di dalam sistem pernafasan
Pada setiap serangan yang pertama produksi mukus selalu bertambah
Infeksi yang menghasilkan eksudat dapat mengganggu bagian jalan pernapasan maupun
fungsional dari jaringan
D. Manifestasi Klinis
Batuk
Wesing/nafas berbunyi
Sesak nafas/dipsnea
Gelisah pada malam hari
Nafsu/dada seperti tertekan
Takikardi
Hipoksia
Takipnea (pernafasan cepat)
Hiperkapnia
Ansietas
Nusea
Emosional
Malaise
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian brokodilator aerosol golongan
adrenergi. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma.
2. Tes provokasi bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEVR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan laboraturium
Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan
asidosis respiratorik
Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
adanya bakteri, cara tersebut kemudian kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik.
Sel oesinofil
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
Pemeriksaan darah rutin dan kimia
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi
prosedur ini harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum dan atelektasis.
F. Penatalaksanaan
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
Saatnya serangan
Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator
3. Penilaian terhadap perb aikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Penatalaksaan setelah serangan mereda
Cari faktor penyebab
Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan sekresi kental dan berlebihan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan
keletihan
4. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas
C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang di tandai dengan :
Pasien mengatakan sesak
Auskultasi terdengar bunyi ronki
Pernapasan cuping hidung
Tujuan : pola nafas efektif dalam waktu 1x1 jam, dengan kriteria hasil :
Pasien tidak sesak
Pasien tampak tenang
Itervensi :
1. Kaji frekuensi napas
Rasional: mengetahui frekuensi pernafasan pasien
2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, tapi pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang mudah
untuk bernafas,misal : sokongan tangan atau kaki di meja,bantal,lutut,dapat membantu
menurunkan kelemahan otot dan sebagai alat dispansi dada
3. Observasi TTV
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
4. Beri obat sesuai dengan indikasi
a. Bronkodilator
Rasional : merilekskan otot pernapasan dan menurunkan kongesti local,menurunkan spasme
jalan napas,mengi dan produksi mukosa.
b. Gol zantin
Rasional : menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung
siklus AMP.
c. Kromolin
Rasional : menurunkan inflamasi local dan edema dengan menghambat efek histamine dan
mediator lainnya.
d. Steroid oral / IV
Rasional : mencegah reaksi elergi / menghambat pengeluaran histamine,menurunkan berat
dan frekuensi spasme,inflamasi pernapasan dan dispnea.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan sekresi kental dan berlebihan
yang di tandai dengan :
Pasien mengatakan batuk
Pasien mengatakan sesak
Gelisah/ansietas
Tujuan : Bersihan jalan napas efektif dalam waktu 1 x 24 jam, dengan kriteria hasil :
Batuk pasien berkurang
Pasien tidak sesak lagi
Pasien dapat tenang
Inetrvensi :
1. Instruksikan pasien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk
Nafas dalam dan perlahan sebelum duduk setegak mungkin
Gunakan nafas diafragma
Tahan nafas selama 3-5 detik dan kemudian dengan perlahan hembuskan sebanyak mungkin
melalui mulut (sangkar iga bawah dan abdomen harus turun)
Ambil nafas kedua, tahan dan batuk dari dada (bukan dari belakang mulut/tenggorokan)
Dengan menggunakan nafas pendek, batuk kuat.
Demonstrasikan pernafasan pursed lip
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol melelehkan dan in efektif dapat menimbulkan frustasi
2. Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi
Pertahankan hidrasi adekuat : menigkatkakn asupan cairan 2-4 liter per hari. Bila tidak
terkontra indikasikan oleh cardiac output / penyakit ginjal.
Rasional : Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat memnyebabkan sumbatan
mucus yang menimbulkan atelektasis
3. Observasi TTV
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien
4. Kolaborasi :
Ekspektoran
Rasional : Mengencerkan sputum sehingga mudah dikeluarkan
Analgesic, antitusif
Rasional : Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energy dan
memungkinkan pasien istirahat.
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan
keletihan yang ditandai dengan :
Pasien tampak pucat
Pasien tampak lemah
Pasien tampak batuk
Tujuan : aktivitas dapat adekuat dalam waktu 1x24 jam dengan kriteria hasil :
Dapat memperagakan metoda batuk, bernapas dan penghematan energi yang efektif
Intervensi :
1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen, seperti merokok, suhu
ekstrim, dan stres
Rasional : merokok, suhu ekstrim, berat badan berlebih dan stres menyebabkan
vasokonstriksi, yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen
4. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas yang di tandai
dengan :
Pasien cemas
Pasien sering bertanya tentang penyakitnya
Tujuan : pasien tidak cemas dalam waktu 1x2 jam dengan kriteria hasil :
Pasien dapat mengungkapakn perasaan tentang ansietas
Peragakan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea
Intervensi :
1. Upayakan lingkungan yang tenang saat pasien mengalami kesuliatan bernapas
Rasional : dengan menurunkan rangsang eksternal meningkatkan relaksasi
2. Tanggapi rasa takut pasien dan berikan penguatan positif terhadap upaya yang dilakukan.
Rasional : rasa takut mencetuskan dispnea dan dospnea meningkatkan rasa takut
3. Ajarkan teknik bernapas dan suruh pasien melakukannya dengan perawat
Rasional : pemodelan peran teknik bernapas agar pasien menirunya akan menurunkan
kebutuhan energi tambahan dalam berkonsentrasi
4. Observasi TTV
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansyoer, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta: Media
Acsulapius. FKUI.
Heru Sundaru, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI.
BAB 1
LANDASAN TEORI
1.1.2 Etiologi
1) Infeksi virus saluran napas : Influenza.
2) Pemanjangan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
3) Pemajan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.
4) Olah raga yang berlebihan
5) Stres atau ekspresi emosional : takut, marah, frustasi.
6) Obat-obat aspirin, anti inflamasi non steroid.
7) Lingkungan kerja : uap zat kimia.
8) Pengawaet makanan : sulfit.
9) Faktor lingkungan : perubahan suhu dalam lingkungan mis: udara dingin
10) Faktor keturunan
1. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema
dan pembengkakan bronkus.
2. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti
bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada
pinggir tempat tidur, penderita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai
membiru.
3. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernafasan tinggi karena asfiksia.
1.1.6 Komplikasi
1) Atelektasis
2) Apnoe
3) Gagal nafas
4) Asidosis Respiratorik
1.1.9 Penatalaksanaan
1) Pencegahan terhadap pemajanan alergen
2) Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi secara berkala terutama saat musim dingin
3) Anti-inflamasi sebagai permulaan serangan
4) Steroid inhalasi menghentikan proses peradangan
5) Agonis Beta untuk mendilatasi otot-otot polos bronkhial
6) Metilsantin mempunyai efek bronkhodilatasi atau menghilangkan spasme
7) Obat anti-kolinergik untuk mengurangi efek parasimpatis sehingga melemaskan otot-otot
polos bronkhiolus
Diagnosa 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
atau anoreksia
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi:
11. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.
Kriteria Hasil :
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2) Menyatakan gejala berkurang
(3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya
Intervensi :
1. Observasi TTV
4. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna
kulit termasuk membran mukosa dan kuku
R : Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital
jaringan
5. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan
R: Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala
R : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru
1.1.2 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan
kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya