OLEH :
2018/2019
A. KONSEP TEORITIS ASMA
1. Pengertian
Asma adalah satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (S. Naga, 2012, h.
63). Menurut Smeltzer, Suzanne C, 2002 dikutip dalam Padila (2013, h. 611) Asma
adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki
berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu.
Sedangkan menurut NANDA NIC-NOC (2015) Asma adalah suatu keadaan
dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat
berulang namun revelsible, dan diantar episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal.
Berdasarkan dari tiga definisi asma di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit
asma adalah suatu penyakit jalan nafas yang disebabkan oleh satu hiperreaksi dari
bronkus dan trakea, sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas.
2. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non infeksi.
Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor non infeksi
seperti alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis (Mansjoer, 2000).
3. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan,
cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus
dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan
imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel
mast yang disebut sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami
degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah
mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus
dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya
terjadi sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran
O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2
ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan
menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler
(hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat
menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran
gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam
alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi
gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan
terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
4. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain mengi/wheezing, sesak
nafas, dada terasa tertekan atau sesak, batuk, pilek, nyeri dada, nadi meningkat,
retraksi otot dada, nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia,
sianosis dan gelisah.
5. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema med 26 udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh
Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain
yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam
rongga dada.
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).
Akibatnya penderita merasa perlu 27 batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian
saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto thorak
Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat, hiperinflasi
terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik, atelektasis juga ditemukan
pada anak-anak 6 tahun.
2) Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis.
b. Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung, bila tidak
eosinofilia kemungkinan bukan asma .
c. Uji faal paru
Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,
menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang
digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh
meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik nafas dalam melalui
mulut kemudian menghebuskan dengan kuat).
d. Uji kulit alergi dan imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen yang
digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya.
7. Penatalaksanaan medis
a. Pemeriksaan analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi
oksigen.
b. Anti inflamasi (Kortikosteroid) diberikan untuk menghambat inflamasi jalan
nafas.
c. Antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
d. Pemberian obat ekspektoran untuk pengenceran dahak yang kental
e. Bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkus/melebarkan bronkus
f. Pemeriksaan foto torak
g. Pantau tanda-tanda vital secara teratur agar bila terjadi kegagalan pernafasan
dapat segera tertolong.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual/potensial
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. Dari pengkajian yang dilakukan maka
didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul seperti : (Carpenito, 2000).
a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/sekret.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap anoreksia akibat rasa dan bau sputum
c. Kerusakan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran alveolar
kapiler
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplay dan kebutuhan oksigen.
e. Nyeri akut berhubungan dengan adanya sesak nafas dan batuk
f. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurangnya
informasi.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat
Perencanaan diawali dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan berdasarkan
berat ringannya masalah yang ditemukan pada pasien. Rencana keperawatan yang
dapat disusun untuk pasien asma yaitu:
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Rencana tindakan :
1) Ukur vital sign
Rasional : Mengetahui perkembangan pasien
2) Observasi keadaan umum pasien
Rasional : Mengetahui efektivitas perawatan dan perkembangan pasien.
3) Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris,
sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dada dan/atau
cairan paru.
4) Auskultasi area paru, bunyi nafas, misal krekel, mengi dan ronchi
Rasional: Bunyi nafas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi
pada area konsolidasi, krekel, mengi dan ronchi terdengar pada
inspirasi atau ekspirasi pada respon bertahap pengumpulan
cairan, sekret kental dan spasme jalan nafas/obstruksi.
5) Ajarkan pasien latihan nafas dalam dan batuk efektif
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau
jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan
nafas pasien.
6) Anjurkan banyak minum air hangat
Rasional : Air hangat dapat mengeluarkan sekret.
7) Beri posisi yang nyaman (semi fowler/fowler)
Rasional : Memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat serta
menurunkan ketidaknyamanan dada.
8) Delegatif dalam pemberian bronkodilator, kortikosteroid, ekspktoran dan
antibiotik
Rasional : Bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkus/melebarkan
bronkus dengan memobilisasi sekret. Kortikosteroid yaitu anti
inflamasi mencegah reaksi alergi, menghambat pengeluaran
histamine. Ekspektoran memudahkan pengenceran dahak,
Antibiotik diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernafasan.
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Anonymous. (2009). Asma Bisa Sembuh atau Problem Seumur Hidup. Diperoleh tanggal 29
Juni 2009, dari http://www.medicastore.com/asma/
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa keperawatan. (Edisi 6). Jakarta: EGC
Hidayat, A.A.A.(2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Salemba Medika
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3), Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius
Nanda, (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Naga, S.Sholeh. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva
Press.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta.
Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi. (Edisi 6). Jakarta: EGC