Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih, yang terjadi
karena spasme bronkus disebabkan oleh beberapa penyebab, infeksi atau keletihan.
(Smeltzer, 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang
disebabkan oleh alergi yang disertai gejela spesifik yaitu serangan dispneu ekspiratori.
(St. Carolus, 2000)
Asma bronchial adalah keadaan klinik yang ditandai dengan masa penyempitan
yang reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relatife mendekati normal.
(Sylvia,1995).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun
hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society).
B. KLASIFIKASI
Ada 2 bentuk asma : asma bronkhial menurut Subuea (2005), yaitu :
1. Asma esktrinsik, mulai pada usia muda, sering pada anak kecil
Gejala awal berupa ekzema/hay fever (bersin-bersin dengan ingus yang encer) hay
fever dan eksema dapat timbul pada penderita yang berdasarkan sifat imunologik,
peka terhadap alergen yaitu bahan yang terdapat dalam udara. Keadaan ini disebut
atopi. Alergen yang telah lama dikenal ialah tepung sari dari bunga, rumput-
rumputan, pohon, bulu kucing atau debu rumah.
2. Asma bronkhial intrinsik timbul pada usia yang lebih lanjut, hampir sepanjang
hidup penderita ini tidak kita temukan suatu faktor alergi yang menjadi
penyebabnya tetapi ditemukan kepekaan yang berlebihan dari bronkus terhadap
sejumlah stimulus yang non alergi, misal : infeksi virus/bakteri dari bronkus,
kadang-kadang kegiatan jasmani, kadang-kadang karena menghirup udara dingin.
C. ETIOLOGI
1. Faktor Ekstrinsik (alergi)
a. Serbuk sari
b. Bulu-bulu halus
c. Asap rokok
d. Polusi (debu)
e. Makanan
2. Faktor Instrinsik
a. Latihan fisik
b. Kelelahan
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala umumnya adalah adanya wheezing yang dapat didengar dengan atau
tanpa stetoskop, batuk produktif, nafas pendek (dispneu). Pada serangan asma biasanya
terjadi pada malam hari, dimulai dengan batuk yang produktif dan kemudian dada
terasa tertekan, merasa sesak. Keadaan seperti ini dapat disertai dengan bising
mengi/wheezing. Gejala dan serangan asma timbul jika seseorang atau pasien terpajan
dengan faktor pencetus.
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya penyempitan saluran nafas pada asma disebabkan oleh
adanya proses :
1. Kontraksi otot polos bronkus (bronkospasme)
2. Adanya hiperreaktifitas bronkus
3. Proses peradangan (inflamasi) saluran napas
(Samekto, 2002)
F. PERTIMBANGAN GERONTOLOGI
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki pada masa
dewasa pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi pernapasan. Selama
penuaan (40 tahun dan lebih tua), perubahan yang terjadi dalam alveoli mengurangi
area permukaan yang tersedia untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada usia
sekitar 50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitasnya. Penebalan kelenjar bronkial
juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru mencapai tingkat
maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah sepanjang kehidupan. Penurunan
kapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan mobilitas dada, dengan demikian
membatasi aliran tidal udara. Perubahan ini mengakibatkan penurunan usia kapasitas
difusi oksigen sejalan dengan peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam
sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal kronis, lansia
tetap dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi mungkin mengalami
pengurangan toleransi terhadap aktivitas yang berkepanjangan atau olahraga yang
berlebihan dan mungkin membutuhkan istirahat setelah melakukan aktivitas yang lama
dan berat.
G. KOMPLIKASI
1. Emfisema, bila asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, mengakibatkan
perubahan bentuk thorak.
2. Atelaksitas, bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat.
3. Bronkotaksis, bila atelaksitas berlangsung lama.
4. Bronkopneumoni, bila ada infeksi.
5. Kegagalan nafas dan kegagalan jantung bila asma tidak ditolong dengan
semestinya.
H. PEMERIKAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen dada
2. Dapat mengatakan hiperinflasi paru-paru
3. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu, menentukan apakah fungsi
abnormal adalah obstruksi atau retraksi untuk memperkirakan derajat disfungsi
dan untuk mengawasi efek terapi.
4. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema
5. Bronkogram
Dapat menunjukan dilatasi silindsris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial
pada ekspirasi kuat (emfisema), pembasaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronchitis.
6. Kimia darah
Anti aspirin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema.
7. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
8. EKG, Latihan, Tes stress
Membantu dalam mengatasi derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan
terapi bronkodilater, perencanaan, evaluasi dan progam latihan.
I. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan asma tergantung atas beratnya serangan, berdasarkan anjuran
WHO penatalaksanaan asma secara global (GINA : Global Initiative for Asthma)
sebagai berikut :
Menurut Samekto (2000)
1. Tujuan dan terpi asma
a. Menyembuhkan dan mengendalikan asma.
b. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
c. Mengupayakan aktivitas harian senormal mungkin.
d. Mencegah obstruksi jalan nafas.
2. Pencegahan
Menurut Baughman (2000) adalah :
a. Evaluasi dan identifikasi protein asing yang mencetuskan serangan
b. Lakukan uji kulit terhadap bahan dan matras dan bantal jika serangan terjadi
pada malam hari
c. Lakukan uji kulit yang dibuat dengan senyawaan kerokan antigen dari rambut
atau kulit jika serangan tampak berkaitan dengan binatang
d. Hindari pemajanan terhadap bercak serbuk yang membahayakan, misal : tinggal
dalam ruangan ber-AC selama musim serbuk atau jika memungkinkan ubah
zona iklim
e. Cegah asma yang diakibatkan oleh latihan (EIA) dengan melakukan inspirasi
udara pada 37ºC dan kelembaban relatif 100%
f. Tutup hidung dan mulut dengan masker untuk aktivitas yang menyebabkan
serangan
3. Pengobatan
Bronkodilator :Agonis B2 ( Terbulitan, Salbutamol dan Fenetrol : lama kerja 4-6
jam) dan Agonis B2 Long Action memiliki lama kerja > 12 jam.
4. Anti Inflamasi
a. Kortikosteroid
b. Natrium Kronolin
c. Terapi O2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN ASMA BRONKIALE
A. PENGAKJIAN
1. Identitas : Nama, pendidikan, alamat, pekerjaan dll.
2. Riwayat kesehatan
3. Pola persepsi riwayat kesehatan
4. Pola aktivitas latihan
5. Pola nutrisi
a. Diet, gejala muntah-muntah, anoreksia.
b. Nafsu makan, kemampuan menelan.
c. Perubahan berat badan, penurunan massa otot.
6. Pola Eliminasi
7. Pola Istirahat Tidur
Gejala : kelelahan, keletihan, malaise.
Tanda : keletihan, gelisah dan insomnia.
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur, pola tidur dalam posisi duduk tinggi, dispneu pada
saat istirahat/respon terhadap aktivitas dan latihan.
8. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung, takikardi berat, distritmia, warna kulit, membran
mukosa, sianosis, pucat dapat menandakan anemia.
9. Intregitas Ego
Gejala : Peningkatan resiko, perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
10. Hygiene
Gejala : Penurunan kemempuan dan peningkatan kebutuhan bantuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk dan bau badan.
11. Pernapasan
Gejala :
Napas pendek (timbulnya bunyi dispneu sebagai gejala menonjol pada
empisema) khususnya pada saat bekerja, episode terulangnya sulit napas (asma),
rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas.
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama saat bangun tidur)
selama minimum 2 bulan berturut-turut, sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum :
hijau, putih, kuning. Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada
saat tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema). Penggunaan alat
bantu pernapasan, misalnya meninggikan bahu, retraksi posasupra clavikula,
pernapasan cuping-hidung.
Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan meningkatkan diameter AP, gerakan
diafragma minimal.Bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (Emfisema).
Warna pucat dengan sianosis, bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan, warna
merah (bronkitis kronis), biru mengembung, pasien dengan emfisema sedang
sering disebut pink puffer karena warna kulit normal. Meskipun pertukaran gas
tidak normal dan frekuensi pernapasan cepat.
12. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat (faktor lingkungan, adanya
infeksi)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi
mukus/peningkatan sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu.
4. Resti infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi mucus di jalan nafas
5. Resti difisit cairan berhubungan dengan peningkatan IWL.
C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi mukus.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan adanya jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih
(vesikuler).
b. Mukus dapat dikeluarkan.

Intervensi Rasional

1. Observasi frekuensi pernapasan 1. Takipneu biasanya terjadi selama


2. Catat inspirasi dan ekspirasi prose infeksi
3. Observasi karakteristik batuk, 2. Kronis pernapasan adalah
bantu tindakan memperbaiki tergantung pada tahap kronis
keefektifan upaya batuk 3. Pencetus tipe reaksi alergi
4. Dorong klien untuk bernapas pernapasan
dalam, batuk efektif postural 4. Batuk dapat menetap tapi tidak
drainase efektif pada posisi duduk
5. Berikan nebulizer dan espektoran 5. Untuk membantu mengencerkan
dahak

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkus spasme


Kriteria hasil :
a. Memperbaiki jalan napas dan bunyi nafas bersih
b. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas

Intervensi Rasional

1. Observasi frekuensi, kedalaman 1. Berguna dalam evaluasi derajat


pernapasan, cara penggunaan otot distress pernapasan dan kronisnya
aksesori, napas bibir suatu penyakit
2. Auskultasi bunyi napas area 2. Bunyi napas redup aliran
penurunan aliran udara/bunyi udara/area konsolidasi
nafas tambahan mengidentifikasi spasme bronkus
3. Atur posisi klien, tinggikan kepala 3. Pengiriman O2 dapat diperbaiki
klien untuk napas dalam dalam posisi duduk, latihan napas
4. Berikan terapi O2 dalam untuk menurunkan kolaps
5. Berikan nebulizer dan jalan napas
ekspektoran 4. Dapat memperbaiki jalan nafas
5. Sebagai bronkodilator dan
pengencer dahak
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu
Kriteria hasil :
a. Aktivitas istirahat dan tidur dapat terpenuhi.

Intervensi Rasional

1. Memberikan kesempatan untuk 1. Meningkatkan kondisi kesehatan


berinteraksi dan tidur sejenak tubuh
2. Anjurkan teknik distraksi 2. Membantu klien dalam proses
3. Anjurkan klien untuk mandi istirahat
sebelum tidur 3. Tubuh yang bersih meningkatkan
4. Anjurkan klien dan kelurga untuk rasa nyaman
membersihkan tempat tidur 4. Meningkatkan kenyamanan
5. Berikan makanan ringan di sore 5. Meningkatkan relaksasi
hari dan susu hangat

Anda mungkin juga menyukai