PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
NIM : 711440119033
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah merah yang
mengakibatkan penurunan jumlah hemoglobin dan hematokrit di bawah 12 g/dL. Asupan protein
dalam tubuh sangat membantu penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerja sama dengan
rantai protein mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi. Selain itu vitamin
C dalam tubuh harus tercukupi karena vitamin C merupakan reduktor, maka di dalam usus zat
besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro sehingga lebih mudah diserap. Selain itu
vitamin C membantu transfer zat besi dari darah ke hati serta mengaktifkan enzim-enzim yang
mengandung zat besi. (Brunner & Suddarth, 2000:22)
Di Indonesia sendiri masalah anemia juga merupakan salah satu masalah utama. Prevalensi
anemia secara nasional menurut Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2007) yaitu sebesar 11,9%
dan sebagian besar yang terkena anemia adalah anak-anak usia 1 sampai 4 tahun yaitu sebesar
27,7%, sementara penderita anemia pada usia 5 tahun keatas prevalensinya lebih rendah yaitu
9,4% (Riskesdas, 2007).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Anemia
Hernia insisional merupakan hernia yang terjadi pada daerah yang mengalami kelemahan yang
disebabkan oleh luka operasi yang belum sembuh secara sempurna. Dengan kata lain, telah terjadi gap
abdominal baik dengan atau tanpa adanya penonjolan pada area postoperative yang dapat di persepsikan
atau dipalpasi dengan pemeriksaan klinis.
B. Etiologi
1. Factor umum, pada orang tua, penyembuhan luka operasi lambat dan kadang-kadang tidak
sempurna.
2. Infeksi,terutama pada luka operasi
3. Jenis insisi digunakan
4. Pemilihan benang jahitan yang salah
5. Nutrisi pra dan pasca bedah yang jelek
C. Manifestasi Klinis
Secara klinis, hernia insisional tampak sebagai tonjolan atau protrusi di dekat area sayatan bedah. Hamper
semua operasi abdomen memungkinkan terjadinya hernia insisional didaerah bekas luka ( akibat
penyembuhan tidak memadai karena infeksi ), mulai dari prosedur operasi abdomen besar hingga
prosedur insisi kecil. Sebenarnya hernia ini dapat terjadi pada setiap sayatan, namun cenderung lebih
sering terjadi pada sepanjang garis lurus dari prosesus xiphoid lurus hingga ke pubis. Tanda pertama yang
biasanya muncul dan menjadi perhatian pasien adalah munculnya benjolan simtomatik di area sayatan
operasi. Seiring berjalannya waktu, hernia ini membesar dan menjadi nyeri dengan gerakan dan batuk.
Meninjau ulang gejala dan riwayat medis pasien merupakan tahapan pertama dalam mendiagnosis hernia
insisional. Semua operasi yang pernah dialami pasien perlu didiskusikan. Perlu ditanyakan seberapa
sering pasien mengeluh nyeri, kapan nyeri pertama kali dirasakan. Perlu dilakukan palpasi untuk
mengetahui penonjolan abnormal atau massa. Untuk mengkonfirmasi kebesaran hernia, pemeriksaan
ultrasonografi atau pemeriksaan scan lainnya seperti CT scan dapat dilakukan.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan
atau keduanya. Kegagalan sumsum (mis., berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi), terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial,
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit,
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma. (Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera.)
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah
atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung
retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.
Anemia
payah jantung
PATHWAY ANEMIA (Patrick Davey, 2002)
E. Klasifikasi Anemia
a) Anemia Aplastik
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang dan
penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital, idiopatik
(penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau virus.
Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia (kekurangan semua jenis sel-sel
darah). Secara morfologis, sel darah merah terlihat normokromik, jumlah retikulosit rendah atau
tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan
hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak. Pada sumsum tulang tidak dijumpai
sel-sel abnormal. Anemia aplastik idiopatik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T
limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietik.
Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen) meliputi berikut ini:
1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun
2. Agen antineoplastik atau sitotoksik
3. Terapi radiasi
4. Antibiotik tertentu
5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, oat-obat tiroid, senyawa emas, dan
fenilbutazon
6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang
diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)
7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human
immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama
berat dan cenderung fatal.
Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala
meliputi anemia, disertahi kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik. Tanda-tanda dan
gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat
menyebabkan (1) ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis (perdarahan hidung),
(3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih dan kelamin, (5) perdarahan siste saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri,virus,
dan jamur.
Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya retikulosit, jumlah granulosit kurang
dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi dan/atau
perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sepsis merupakan penyebab tersering kematian.
Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif sampai penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi
dan perdarahan merupakan penyebab utama kematian, maka pencegahan merupakan hal yang penting.
Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan
mencegah atau meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi lingkungan yang
dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, penggunaan yang bijaksana
terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibotik menjadi penting.
Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat kerusakan sel induk,
diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan donor yang cocok (saudara
kandung dengan histocompatible leukocyte antigens [HLA] manusia yang cocok). Angka keberhasilan
secara keseluruhan melebihi 80% pada pasien-pasien yang sebelumnya tidak ditransfusi. Pada pasien-
pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau pada kasus yang diyakini dimediasi secara imunologis,
antibodi yang mengandung-globulin antihimosit (ATG) terhadap sel-sel T digunakan bersama dengan
kortikosteroid dan siklosporin memberi manfaat pada 50% hingga 60% pasien. Respon sangat diharapkan
dalam waktu 4 hinggan 12 minggu. Secara umum, respons ini parsial tetapi cukup tinggi untuk
meningkatkan perlindungan pada pasien-pasien dan memungkinkan kehidupan yang lebih nyaman.
F. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah
terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung
juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan
anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin.
Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif (data yang
didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif (data hasil
pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data fokus yang didapatkan dari pasien penderita
anemia/keluarga seperti pasien mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu
makan menurun, mual dan sering haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak
lemah, berat badan menurun, pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan,
pasien tampak mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak
rewel.
Diagnosa Keperawatan
dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. (D.0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d kekuranga volume cairan d/d nyeri ekstermitas
3. (D.0057) Keletihan b/d gangguan tidur d/d merasa energy tidak pulih walaupun sudah tidur
4. (D.0019) Defisit Nutrisi b/d nafsu makan menurun d/d ketidakmampuan menelan makanan
Implementasi Keperawatan
1. Anemia pasca perdarahan Penatalaksanaan awal dengan memberikan transfusi darah. Pilihan
kedua adalah dengan memberikan plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam
keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
2. Anemia defisiensi zat besi Penatalaksanaan terapeutik difokuskan pada peningkatan jumlah
suplemen zat besi yang diterima anak. Biasanya usaha ini dilakukan melalui konsultasi diet dan
pemberian suplemen zat besi per oral. Jika sumber zat besi dalam makanan tidak dapat
menggantikan simpanan yang ada di dalam tubuh, pemberian suplemen zat besi per oral perlu di
programkan selama kurang lebih 3 bulan. Apabila kadar Hb sangat rendah atau jika kadar
tersebut tidak berhasil naik setelah terapi oral selama 1 bulan, penting untuk mengkaji apakah
pemberian zat besi sudah dilakukan secara benar. Transfusi juga hanya diindikasikan pada
keadaan anemia yang paling berat dan pada kasus infeksi yang serius. (Wong, 2009:1120) Pada
anak dengan defisiensi zat besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/kg BB/ hari (waspada terhadap
terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat zat besi parenteral secara intramuskular atau intra
vena bila pemberian per oral tidak dapat diberikan. Transfusi darah hanya diberikan bila kadar
Hb kurang dari 5g/dL disertai keadaan umum buruk, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia
dan sebagainya. Obat cacing hanya diberikan jika ternyata anak menderita cacingan, antibiotik
bila perlu (terdapat infeksi).
3. Anemia sel sabit Terapi bertujuan untuk; 1) mencegah keadaan yang meningkatkan
pembentukan sel sabit yang bertanggungjawab atas terjadinya sekuele patologik; dan 2)
mengatasi kondisi darurat medis pada krisis sel sabit. Pencegahan terdiri atas upaya
mempertahankan hemodilusi.
4. Anemia hemolitik
o Terapi gawat darurat yang dilakukan untuk mengatasi syok dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika anemia
berat maka perlu dilakukan transfusi dengan pengawasan ketat. Transfusi yang
diberikan berupa washed red cells untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu
juga diberikan steroid parenteral dosis tinggi atau bisa juga hiperimun globulin
untuk menekan aktivitas makrofag.
o Terapi suportif-simptomatik bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama
di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu juga diberikan terapi asam folat
untuk mencegah krisis megaloblastik.
o Terapi kausal bertujuan untuk mengobati penyebab dari hemolisis namun
biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani.
5.Anemia aplastik Tujuan terapi anemia aplastik didasarkan pada pengenalan proses penyakit
yang mendasarinya yaitu kegagalan sumsum tulang untuk melaksanakan fungsi hematopoietik.
Oleh karena itu, terapi diarahkan untuk pemulihan fungsi sumsum tulang yang meliputi dua cara
penanganan utama yaitu:
Evaluasi Keperawatan
Menurut Capernito, 1999:28) Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
pada pasien dengan anemia adalah infeksi tidak terjadi, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi,
pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan aktivitas, peningkatan perfusi jaringan perifer,
dapat mempertahankan integritas kulit, pasien mengerti dan memahami tentang penyakit,
prosedur diagnostik dan rencana pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
No Tgl/tahu Tempat Umur Jenis Penolong penyuli nifas Kelamin/ Keadaan anak
n partus partus hamil persalina persalinan t BB sekarang
n
Masalah kehamilan :
Riwayat Persalinan
PBL : 49 cm
LK : 34 cm
LD : 30 cm
LP : 29 cm
PL : 16 cm
LLA : 11cm
Riwayat Menstruasi
Menarrche : 15 Tahun
Lamanya haid : 4-5 hari
Riwayat Ginekologi
Masalah Ginekologi : -
Riwayat KB (jenis, lama pemakaian, efek samping) : KB suntik jangka waktu 2 bulan sekali
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Laki-laki meninggal
Tanda Vital
o Tekanan Darah 90/60 mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36 oC
o Pernafasan 20x/menit
D. PEMERIKSAAN FISIK :
a) Kepala Leher
Kepala : Normal
Mata : Normal
Hidung : Normal
Mulut : Normal
Telinga : Normal
Leher : Normal
Masalah khusus: -
b) Dada
Jantung : Normal
Paru : Normal
Payudara : Normal
Puting Susu : Menonjol
Pengeluaran ASI : Lancar
Masalah khusus :-
c) Abdomen
o Involusi uterus :- Palpasi TFU : -
e) Ekstremitas
Ekstremitas Atas : edema: tidak
Ekstremitas Bawah : edema : tidak
Varises : tidak
Masalah khusus :-
f) Eliminasi
BAK : Baik 3x/hari (terpasang kateter)
BAB : Tidak lancar disebabkan pasca operasi
Masalah khusus :-
j) Keadaan Mental
Adaptasi psikologis :
Penerimaan terhadap bayi : Kecewa disebabkan bayi meninggal dunia
Masalah khusus : Berduka
E. DATA TAMBAHAN:
Kemampuan menyusui : Tahu/ Tidak , Benar/Salah.
Obat-obatan : ceftriaxone, metronidazole, oxytosin
Keadaan umum ibu : baik
Jenis persalinan : Post SC
Kala I : tidak di kaji
Kala II : tidak dikaji
Kala III : tidak dikaji
Kala IV : tidak dikaji
F. NILAI APGAR
SKOR Keterangan 0 1 2
A Appearence Seluruh tubuh Tubuh Eluruh tubuh
( warna kulit ) biru/pucat kemerahan kemerahan
ekstremitas biru
P Pulse Tidak ada <100x/mnt >100x/mnt
( laju jantung ) Bayi terlihat
bugar
G Grimace Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
( refleks )
A Activity lumpuh Extremitas fleksi Gerakan aktif
( tonus otot ) sedikit
R Respiration Tidak ada lambat Menangis kuat
( usaha napas )
SKOR APGAR :0
Keterangan : Bayi meninggal
Tindakan resusitasi :-
G.Hasil pemeriksaan penunjang
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
Leukosit 30,7 4,0 – 10,0 10ˆ3/uL
Eritrosit 2,15 4,70 – 6,10 10ˆ6/uL
Hemoglobin 5,8 12,0 – 16,0 g/dL
Trombosit 130 150 – 450 10ˆ3/uL
MCH 27,0 27,0 – 35,0 Pg
MCHC 31,4 30,0 – 40,0 g/dL
MVC 86,0 80,0 100,0 fL
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
TD : 110/70 mmHG
N : 96 x / menit
SB : 36,1 o C
R : 26 x/ menit
1. (D.0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d kekuranga volume cairan d/d nyeri ekstermitas
4. (D.0019) Defisit Nutrisi b/d nafsu makan menurun d/d ketidakmampuan menelan makanan
Keterangan :
b/d :berhubungan dengan
d/d:dibuktikan dengan
INTERVENSI KEPERAWATAN
Edukasi :
Edukasi :
Kolaborasi :
Edukasi :
-jelaskan pentingnya
melakukan aktifitas fisik
/olahraga secara rutin
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
N : 96 x / menit Teratasi
SB : 36,1 o C P : Lanjutkan
R : 26 x/ menit Intervensi
R : 26 x/ menit Teratasi
P : Lanjutkan
2.mengidentifikasi Intervensi
gangguan fungsitubuh yang
mengakibatkan kelelahan
08.30-
3. memonitor pola dan jam
09.00
tidur
14.00
SB : 36,1 o C Teratasi
R : 26 x/ menit P : Lanjutkan
Intervensi
2.mengidentifikasi
08.30-09.00 kesiapan dan kemampuan
menerima informasi.
4. memberikan kesempatan
09.30-10.00 pada pasien dan keluarga
untuk bertanya .
5. menjelaskan pentingnya
melakukan aktifitas fisik
10.00-11.00
/olahraga secara rutin.
6.menganjurkan menyusun
jadwal aktifitas dan
11.00-12.30
istirahat.
7. mengajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
12.30-13.00 istirahat mis kelelahan.
8.mengajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktifitas sesuai
13.00-13.40 kemampuan.
13.40-14.00
4 Defisit Nutrisi (D.0019) 07.00-08.00 Melakukan Hand-Over S : Pasien
b/d nafsu makan menurun mengatakan tidak
1. Melakukan observasi
d/d ketidakmampuan
08.00-09.30 nafsu makan
tanda-tanda vital
menelan makan
TD : 110/70 mmHg O : pasien tampak
lemas dan porsi
N : 96 x / menit
makan tidak
o
SB : 36,1 C dihabiskan
Intervensi
10.00-11.00 3. mengidentifikasi
makanan yang disukai
SB : 36,1 o C
A : Masalah belum
R : 26 x/ menit
Teratasi
3. melakukan pencegahan
17.30-17.45 infeksi
4. menganjurkan minum
5. menginformasikan tanda
2.mengidentifikasi gangguan
fungsitubuh yang A : Masalah belum
mengakibatkan kelelahan Teratasi
16.30-
17.00
3. memonitor pola dan jam
tidur P : Intervensi
dilanjutkan
4. memonitor lokasi dan
17.30-
ketidaknyamanan selama
17.45
melakukan aktifitas
5. menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
18.00- mis kunjungan
19.00
6. memberikan aktifitas
distraksi yang menyenangkan
8.menganjurkan strategi
koping untuk mengurangi
kelelahan
R : 26 x/ menit
A : Masalah belum
teratasi
2.mengidentifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima
15.20- informasi. P : Intervensi
16.00 dilanjutkan
16.00-
16.30
4. memberikan kesempatan
pada pasien dan keluarga
untuk bertanya .
16.30-
17.00 5. menjelaskan pentingnya
melakukan aktifitas fisik
/olahraga secara rutin.
7. mengajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
17.30-
istirahat mis kelelahan.
18.00
8.mengajarkan cara
18.00- mengidentifikasi target dan
19.00 jenis aktifitas sesuai
kemampuan.
R : 26 x/ menit Teratasi
3. mengidentifikasi makanan
17.00- yang disukai
17.30
4. memonitor asupan
makanan
SB : 36,1 o C
A : Masalah
R : 26 x/ menit
Teratasi
11.00-
4. menganjurkan minum
12.00
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur.
12.30- 5. menginformasikan tanda
13.00 dan gejala darurat yang
harus dilaporkan.
A : Masalah Teratasi
2.mengidentifikasi gangguan
08.30- fungsitubuh yang
09.00 mengakibatkan kelelahan
P : Intervensi
09.00- tidur
10.00
5. menyediakan lingkungan
11.00- nyaman dan rendah stimulus
6. memberikan aktifitas
11.30- distraksi yang menyenangkan
12.00
7.menganjurkan tirah baring
12.00-
8.menganjurkan strategi
13.00
koping untuk mengurangi
13.00- kelelahan
13.30
9. berkolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
13.30- meningkatkan asuhan
14.00 makanan.
09.30-10.00 4. memberikan
kesempatan pada pasien
dan keluarga untuk
bertanya .
5. menjelaskan pentingnya
10.00-11.00 melakukan aktifitas fisik
/olahraga secara rutin.
13.40-14.00
Melakukan hand over
SB : 36,1 o C
P : Intervensi
R : 26 x/ menit
dihentikan
09.30-10.00 2. mengidentifikasi status
nutrisi
10.00-11.00 3. mengidentifikasi
makanan yang disukai
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, beberapa simpulan yang dapat dikemukakan adalah
sebagai berikut:
1. Sebagian besar ibu hamil di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado mempunyai pendidikan dasar yaitu
SD dan SMA sebanyak 19 responden (63,3%).
2. Sebagian besar ibu hamil di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado mempunyai paritas multipara
sebanyak 17 responden (56,7%).
3. Sebagian besar ibu hamil di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado mempunyai konsumsi tablet besi
yang kurang yaitu sebanyak 18 responden (60%).
4. Sebagian besar ibu hamil di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado mempunyai pengetahuan cukup
tentang anemia sebanyak 16 responden (53,3%).
5. Sebagian besar ibu hamil trimester III di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado termasuk kategori
anemia 17 responden (46,7%).
6. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III
di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado value =0,002.
7. Tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di RSUP
Prof.Dr.R.D Kandou Manado dengan nilai p valume= 0,242.
8. Ada hubungan yang bermakna konsumsi zat besi dengan kejadian anemia antara pada ibu hamil
trimester III di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado, dengan nilai p value = 0,001.
9. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu hamil trimester III tentang anemia dengan
kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado, dengan nilai p value
= 0,003.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan bagi pihak-pihak
yang terkait:
Bagi Bidan untuk lebih meningkatkan pemberian penyuluhan dengan berbagai macam penyuluhan
tentang anemia untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang anemia dan yang berhubungan
dengan anemia.
2. Bagi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masing-masing masarakat khususnya ibu hamil mengenai pentingnya kesehatan
terutama ibu hamil untuk melakukan kunjungan ANC secara dini untuk mengenali tanda dan gejala
anemia serta menambah informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang anemia.
3. Bagi Institusi
Diharapkan penelitian ini dapat menambah kepustakaan dan bahan informasi mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya anemia sehingga dapat menambah wawasan.
4. Bagi peneliti
Melakukan penelitian yang akan datang dengan menggunakan variabel lain yang berbeda dengan
sebelumnya agar nantinya hasil penelitian dapat bermanfaat untuk menanggulangi masalah anemia pada
kehamilan yang merupakan masalah bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007 [dokumen di internet.