PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
NIM : 711440119002
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah merah yang
mengakibatkan penurunan jumlah hemoglobin dan hematokrit di bawah 12 g/dL. Asupan
protein dalam tubuh sangat membantu penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerja
sama dengan rantai protein mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi.
Selain itu vitamin C dalam tubuh harus tercukupi karena vitamin C merupakan reduktor,
maka di dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro sehingga lebih
mudah diserap. Selain itu vitamin C membantu transfer zat besi dari darah ke hati serta
mengaktifkan enzim-enzim yang mengandung zat besi. (Brunner & Suddarth, 2000:22)
Di Indonesia sendiri masalah anemia juga merupakan salah satu masalah utama.
Prevalensi anemia secara nasional menurut Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2007) yaitu
sebesar 11,9% dan sebagian besar yang terkena anemia adalah anak-anak usia 1 sampai 4
tahun yaitu sebesar 27,7%, sementara penderita anemia pada usia 5 tahun keatas
prevalensinya lebih rendah yaitu 9,4% (Riskesdas, 2007).
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Anemia
Hernia insisional merupakan hernia yang terjadi pada daerah yang mengalami kelemahan yang
disebabkan oleh luka operasi yang belum sembuh secara sempurna. Dengan kata lain, telah
terjadi gap abdominal baik dengan atau tanpa adanya penonjolan pada area postoperative yang
dapat di persepsikan atau dipalpasi dengan pemeriksaan klinis.
B. Etiologi
1. Factor umum, pada orang tua, penyembuhan luka operasi lambat dan kadang-kadang tidak
sempurna.
2. Infeksi,terutama pada luka operasi
3. Jenis insisi digunakan
4. Pemilihan benang jahitan yang salah
5. Nutrisi pra dan pasca bedah yang jelek
C. Manifestasi Klinis
Secara klinis, hernia insisional tampak sebagai tonjolan atau protrusi di dekat area sayatan bedah.
Hamper semua operasi abdomen memungkinkan terjadinya hernia insisional didaerah bekas luka
( akibat penyembuhan tidak memadai karena infeksi ), mulai dari prosedur operasi abdomen besar
hingga prosedur insisi kecil. Sebenarnya hernia ini dapat terjadi pada setiap sayatan, namun
cenderung lebih sering terjadi pada sepanjang garis lurus dari prosesus xiphoid lurus hingga ke
pubis. Tanda pertama yang biasanya muncul dan menjadi perhatian pasien adalah munculnya
benjolan simtomatik di area sayatan operasi. Seiring berjalannya waktu, hernia ini membesar dan
menjadi nyeri dengan gerakan dan batuk.
Meninjau ulang gejala dan riwayat medis pasien merupakan tahapan pertama dalam
mendiagnosis hernia insisional. Semua operasi yang pernah dialami pasien perlu didiskusikan.
Perlu ditanyakan seberapa sering pasien mengeluh nyeri, kapan nyeri pertama kali dirasakan.
Perlu dilakukan palpasi untuk mengetahui penonjolan abnormal atau massa. Untuk
mengkonfirmasi kebesaran hernia, pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan scan lainnya
seperti CT scan dapat dilakukan.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (mis., berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi), terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin, yang
terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma. (Konsentrasi normalnya 1 mg/dl
atau kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera.)
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan
dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
payah jantung
E. Klasifikasi Anemia
a) Anemia Aplastik
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang
dan penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital, idiopatik
(penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau virus.
Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia (kekurangan semua jenis sel-sel
darah). Secara morfologis, sel darah merah terlihat normokromik, jumlah retikulosit rendah atau
tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan
hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak. Pada sumsum tulang tidak dijumpai
sel-sel abnormal. Anemia aplastik idiopatik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T
limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietik.
Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen) meliputi berikut ini:
1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun
2. Agen antineoplastik atau sitotoksik
3. Terapi radiasi
4. Antibiotik tertentu
5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, oat-obat tiroid, senyawa emas, dan
fenilbutazon
6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang
diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)
7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human
immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama
berat dan cenderung fatal.
Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala
meliputi anemia, disertahi kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik. Tanda-tanda dan
gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat
menyebabkan (1) ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis (perdarahan hidung),
(3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih dan kelamin, (5) perdarahan siste saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri,virus,
dan jamur.
Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya retikulosit, jumlah granulosit kurang
dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi dan/atau
perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sepsis merupakan penyebab tersering kematian.
Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif sampai penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi
dan perdarahan merupakan penyebab utama kematian, maka pencegahan merupakan hal yang penting.
Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan
mencegah atau meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi lingkungan yang
dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, penggunaan yang bijaksana
terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibotik menjadi penting.
Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat kerusakan sel induk,
diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan donor yang cocok (saudara
kandung dengan histocompatible leukocyte antigens [HLA] manusia yang cocok). Angka keberhasilan
secara keseluruhan melebihi 80% pada pasien-pasien yang sebelumnya tidak ditransfusi. Pada pasien-
pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau pada kasus yang diyakini dimediasi secara imunologis,
antibodi yang mengandung-globulin antihimosit (ATG) terhadap sel-sel T digunakan bersama dengan
kortikosteroid dan siklosporin memberi manfaat pada 50% hingga 60% pasien. Respon sangat diharapkan
dalam waktu 4 hinggan 12 minggu. Secara umum, respons ini parsial tetapi cukup tinggi untuk
meningkatkan perlindungan pada pasien-pasien dan memungkinkan kehidupan yang lebih nyaman.
c) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik (sel darah merah besar) diklasifikasikan secara
morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai
kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat
malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik, infestasi parasit,
penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai akibat agens-agens kemoterapeutik. Pada individu
dengan infeksi cacing pita yang disebabkan oleh ingesti ikan segar yang terinfeksi, cacing pita
berkompetisi dengan pejamunya untuk mendapat vitamin B12 di dalam makanan yang diingesti,
yang menyebabkan anemia megaloblastik.
d) Anemia Sel Sabit
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebkan oleh kelainan struktur
homoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin
tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena
valin menggantikan asam glutamat pada salah satu rantai pasang rantainya. Pada Hb C, lisin
terdapatbanyak hemoglobin abnormal dengan berbagai derajat gejala, bervariasi dari tidak ada
sampai berat.
F. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah
terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung
juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan
anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin.
Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
Pemeriksaan Diagnostik Menurut Muscari (2005:284)
pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin < 12 g/dL, Hematokrit < 33%,
dan sel darah merah)
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
4. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimuN
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada penyakit sel sabit
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif (data
yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif (data hasil
pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data fokus yang didapatkan dari pasien penderita
anemia/keluarga seperti pasien mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu
makan menurun, mual dan sering haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak
lemah, berat badan menurun, pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan,
pasien tampak mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta anak
rewel.
Diagnosa Keperawatan
dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. (D.0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d kekuranga volume cairan d/d nyeri ekstermitas
3. (D.0057) Keletihan b/d gangguan tidur d/d merasa energy tidak pulih walaupun sudah tidur
4. (D.0019) Defisit Nutrisi b/d nafsu makan menurun d/d ketidakmampuan menelan makanan
Implementasi Keperawatan
1. Anemia pasca perdarahan Penatalaksanaan awal dengan memberikan transfusi darah. Pilihan
kedua adalah dengan memberikan plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam
keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
2. Anemia defisiensi zat besi Penatalaksanaan terapeutik difokuskan pada peningkatan jumlah
suplemen zat besi yang diterima anak. Biasanya usaha ini dilakukan melalui konsultasi diet dan
pemberian suplemen zat besi per oral. Jika sumber zat besi dalam makanan tidak dapat
menggantikan simpanan yang ada di dalam tubuh, pemberian suplemen zat besi per oral perlu di
programkan selama kurang lebih 3 bulan. Apabila kadar Hb sangat rendah atau jika kadar
tersebut tidak berhasil naik setelah terapi oral selama 1 bulan, penting untuk mengkaji apakah
pemberian zat besi sudah dilakukan secara benar. Transfusi juga hanya diindikasikan pada
keadaan anemia yang paling berat dan pada kasus infeksi yang serius. (Wong, 2009:1120) Pada
anak dengan defisiensi zat besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/kg BB/ hari (waspada terhadap
terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat zat besi parenteral secara intramuskular atau intra
vena bila pemberian per oral tidak dapat diberikan. Transfusi darah hanya diberikan bila kadar
Hb kurang dari 5g/dL disertai keadaan umum buruk, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia
dan sebagainya. Obat cacing hanya diberikan jika ternyata anak menderita cacingan, antibiotik
bila perlu (terdapat infeksi).
3. Anemia sel sabit Terapi bertujuan untuk; 1) mencegah keadaan yang meningkatkan
pembentukan sel sabit yang bertanggungjawab atas terjadinya sekuele patologik; dan 2)
mengatasi kondisi darurat medis pada krisis sel sabit. Pencegahan terdiri atas upaya
mempertahankan hemodilusi.
4. Anemia hemolitik
o Terapi gawat darurat yang dilakukan untuk mengatasi syok dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika anemia
berat maka perlu dilakukan transfusi dengan pengawasan ketat. Transfusi yang
diberikan berupa washed red cells untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu
juga diberikan steroid parenteral dosis tinggi atau bisa juga hiperimun globulin
untuk menekan aktivitas makrofag.
o Terapi suportif-simptomatik bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama
di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu juga diberikan terapi asam folat
untuk mencegah krisis megaloblastik.
o Terapi kausal bertujuan untuk mengobati penyebab dari hemolisis namun
biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani.
5.Anemia aplastik Tujuan terapi anemia aplastik didasarkan pada pengenalan proses penyakit
yang mendasarinya yaitu kegagalan sumsum tulang untuk melaksanakan fungsi hematopoietik.
Oleh karena itu, terapi diarahkan untuk pemulihan fungsi sumsum tulang yang meliputi dua cara
penanganan utama yaitu:
Evaluasi Keperawatan
Menurut Capernito, 1999:28) Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
pada pasien dengan anemia adalah infeksi tidak terjadi, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi,
pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan aktivitas, peningkatan perfusi jaringan perifer,
dapat mempertahankan integritas kulit, pasien mengerti dan memahami tentang penyakit,
prosedur diagnostik dan rencana pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
No Tgl/tahu Tempa Umur Jenis Penolong penyuli nifas Kelamin/B Keadaan anak
n partus t hamil persalina persalina t B sekarang
partus n n
Pengalaman menyusui: Ya
Berapa lama:
Masalah kehamilan :
Riwayat Persalinan
PBL : 49 cm
LK : 34 cm
LD : 30 cm
LP : 29 cm
PL : 16 cm
LLA : 11cm
Menarrche : 15 Tahun
Riwayat Ginekologi
Masalah Ginekologi :-
Riwayat KB (jenis, lama pemakaian, efek samping) : KB suntik jangka waktu 2 bulan sekali
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Laki-laki meninggal
C. DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
Status Obstretik: P : 2 , A : 0 Bayi Rawat Gabung: ya/tidak
o Jika tidak alasan: -
Tanda Vital
o Tekanan Darah 90/60 mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36 oC
o Pernafasan 20x/menit
D. PEMERIKSAAN FISIK :
a) Kepala Leher
Kepala : Normal
Mata : Normal
Hidung : Normal
Mulut : Normal
Telinga : Normal
Leher : Normal
Masalah khusus: -
b) Dada
Jantung : Normal
Paru : Normal
Payudara : Normal
Puting Susu : Menonjol
Pengeluaran ASI : Lancar
Masalah khusus :-
c) Abdomen
o Involusi uterus :- Palpasi TFU : -
Kebersihan : Bersih
Lokia :-
Perdarahan: -
Bau : tidak
Hemorrhoid: -
Masalah khusus : -
e) Ekstremitas
Ekstremitas Atas : edema: tidak
Ekstremitas Bawah : edema : tidak
Varises : tidak
Masalah khusus :-
f) Eliminasi
BAK : Baik 3x/hari (terpasang kateter)
BAB : Tidak lancar disebabkan pasca operasi
Masalah khusus :-
j) Keadaan Mental
Adaptasi psikologis :
Penerimaan terhadap bayi : Kecewa disebabkan bayi meninggal dunia
Masalah khusus : Berduka
E. DATA TAMBAHAN:
Kemampuan menyusui : Tahu/ Tidak , Benar/Salah.
Obat-obatan : ceftriaxone, metronidazole, oxytosin
Keadaan umum ibu : baik
Jenis persalinan : Post SC
Kala I : tidak di kaji
Kala II : tidak dikaji
Kala III : tidak dikaji
Kala IV : tidak dikaji
F. NILAI APGAR
SKOR Keterangan 0 1 2
A Appearence Seluruh tubuh Tubuh Eluruh tubuh
( warna kulit ) biru/pucat kemerahan kemerahan
ekstremitas biru
P Pulse Tidak ada <100x/mnt >100x/mnt
( laju jantung ) Bayi terlihat
bugar
G Grimace Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
( refleks )
A Activity lumpuh Extremitas fleksi Gerakan aktif
( tonus otot ) sedikit
R Respiration Tidak ada lambat Menangis kuat
( usaha napas )
SKOR APGAR :0
Keterangan : Bayi meninggal
Tindakan resusitasi :-
G. Hasil pemeriksaan penunjang
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
Leukosit 30,7 4,0 – 10,0 10ˆ3/uL
Eritrosit 2,15 4,70 – 6,10 10ˆ6/uL
Hemoglobin 5,8 12,0 – 16,0 g/dL
Trombosit 130 150 – 450 10ˆ3/uL
MCH 27,0 27,0 – 35,0 Pg
MCHC 31,4 30,0 – 40,0 g/dL
MVC 86,0 80,0 100,0 fL
ANALISA DATA
1. (D.0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d kekuranga volume cairan d/d nyeri ekstermitas
3. (D.0057) Keletihan b/d gangguan tidur d/d merasa energy tidak pulih walaupun sudah tidur
4. (D.0019) Defisit Nutrisi b/d nafsu makan menurun d/d ketidakmampuan menelan makanan
Keterangan :
b/d :berhubungan dengan
d/d:dibuktikan dengan
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 (D.0009) Perfusi Perifer Tidak (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Efektif b/d kekuranga volume
cairan d/d nyeri ekstermitas Perfusi Perifer Observasi:
Edukasi :
Edukasi :
Kolaborasi :
Edukasi :
-jelaskan pentingnya
melakukan aktifitas fisik
/olahraga secara rutin
5. (D.0142) Resiko infeksi b.d Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
ketuban pecah sebelum - Nyeri 5 menurun Observasi
waktunya
- Cairan berbau busuk 5 - monitor tanda dan gejala
menurun infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
IMPLEMENTASI
N : 96 x / menit Teratasi
SB : 36,1 o C P : Lanjutkan
R : 26 x/ menit Intervensi
3. melakukan pencegahan
infeksi
10.00-
11.00
4. menganjurkan minum
obatpengontrol tekanan
darah secara teratur.
11.00-
12.00
5. menginformasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan.
13.00-
14.00
2 (D.0056) 07.00- Melakukan Hand-Over S : Pasien
08.00 mengatakan
Intoleransi aktifitas b/d 1. Mengobservasi TTV
tirah baring d/d mengeluh merasa lemah
lelah TD : 110/70 mmHg
O : pasien tampak
08.00-
08.30 N : 96 x / menit lemas dan pucat
R : 26 x/ menit Teratasi
P : Lanjutkan
2.mengidentifikasi Intervensi
gangguan fungsitubuh yang
mengakibatkan kelelahan
08.30-
09.00
3. memonitor pola dan jam
tidur
6. memberikan aktifitas
11.00- distraksi yang
11.30 menyenangkan
7.menganjurkan tirah
baring
9. berkolaborasi dengan
12.00- ahli gizi tentang cara
13.00 meningkatkan asuhan
makanan.
13.00-
13.30
13.30-
14.00
14.00
Intervensi
2.mengidentifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima
08.30- informasi.
09.00
09.00.0
4. memberikan kesempatan
9.30
pada pasien dan keluarga
untuk bertanya .
5. menjelaskan pentingnya
09.30-
melakukan aktifitas fisik
10.00
/olahraga secara rutin.
6.menganjurkan menyusun
jadwal aktifitas dan istirahat.
10.00-
11.00 7. mengajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat mis kelelahan.
8.mengajarkan cara
11.00-
12.30 mengidentifikasi target dan
jenis aktifitas sesuai
kemampuan.
13.00-
13.40
13.40-
14.00
4 Defisit Nutrisi (D.0019) b/d 07.00- Melakukan Hand-Over S : Pasien
nafsu makan menurun d/d 08.00 mengatakan tidak
1. Melakukan observasi
ketidakmampuan menelan nafsu makan
08.00- tanda-tanda vital
makan
09.30 O : pasien tampak
TD : 110/70 mmHg
lemas dan porsi
N : 96 x / menit makan tidak
dihabiskan
SB : 36,1 o C A : Masalah belum
R : 26 x/ menit Teratasi
09.30-
10.00
3. mengidentifikasi makanan
yang disukai
10.00-
11.00
4. memonitor asupan
makanan
11.00-
12.00
5. melakukan oral hygiene
sebelum makan
13.00-
14.00
IMPLEMENTASI
SB : 36,1 o C
A : Masalah belum
R : 26 x/ menit
Teratasi
3. melakukan pencegahan
infeksi
10.00-
11.00
4. menganjurkan minum
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur.
11.00-
12.00
5. menginformasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan.
12.30-
13.00
13.00-
14.00
A : Masalah belum
2.mengidentifikasi gangguan
Teratasi
fungsitubuh yang
mengakibatkan kelelahan
08.30- P : Intervensi
09.00
dilanjutkan
3. memonitor pola dan jam
tidur
5. menyediakan lingkungan
10.00- nyaman dan rendah stimulus
11.00 mis kunjungan
6. memberikan aktifitas
distraksi yang menyenangkan
11.00-
7.menganjurkan tirah baring
11.30
8.menganjurkan strategi
koping untuk mengurangi
kelelahan
11.30-
12.00 9. berkolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara meningkatkan
asuhan makanan.
12.00-
13.00 Melakukan Hand Over
13.00-
13.30
13.30-
14.00
14.00
SB : 36,1 o C pucat
R : 26 x/ menit
A : Masalah belum
teratasi
2.mengidentifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima
08.30- informasi. P : Intervensi
09.00
dilanjutkan
09.00.09
.30 4. memberikan kesempatan
pada pasien dan keluarga
untuk bertanya .
5. menjelaskan pentingnya
09.30- melakukan aktifitas fisik
10.00 /olahraga secara rutin.
6.menganjurkan menyusun
jadwal aktifitas dan
10.00- istirahat.
11.00
7. mengajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat mis kelelahan.
11.00-
12.30
8.mengajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktifitas sesuai
kemampuan.
12.30-
13.00
Melakukan hand over
13.00-
13.40
13.40-
14.00
4 Defisit Nutrisi (D.0019) b/d 07.00- Melakukan Hand-Over S : Pasien
nafsu makan menurun d/d 08.00 mengatakan tidak
1. Melakukan
ketidakmampuan menelan nafsu makan
08.00- observasi tanda-tanda
makan
09.30 vital O : pasien tampak
lemas dan porsi
TD : 110/70 mmHg
makan tidak
N : 96 x / menit dihabiskan
R : 26 x/ menit Teratasi
3. mengidentifikasi
makanan yang disukai
10.00-
11.00
4. memonitor asupan
makanan
11.00-
12.00
13.00-
14.00
Implementasi
09.30- P : Intervensi
2. Mengidentifikasi resiko
10.00 dihentikan
gangguan sirkulasi
3. melakukan pencegahan
infeksi
10.00-
11.00
4. menganjurkan minum
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur.
11.00-
12.00
5. menginformasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan.
13.00-
14.00
2.mengidentifikasi gangguan
A : Masalah Teratasi
fungsitubuh yang
mengakibatkan kelelahan
P : Intervensi
08.30-
dihentikan
09.00 3. memonitor pola dan jam
tidur
5. menyediakan lingkungan
10.00- nyaman dan rendah stimulus
11.00 mis kunjungan
6. memberikan aktifitas
distraksi yang menyenangkan
11.00-
7.menganjurkan tirah baring
11.30
8.menganjurkan strategi
koping untuk mengurangi
kelelahan
11.30- 9. berkolaborasi dengan ahli
13.00-
13.30
13.30-
14.00
14.00
SB : 36,1 o C pucat
R : 26 x/ menit
A : Masalah
08.30-09.00 2.mengidentifikasi kesiapan Teratasi
dan kemampuan menerima
informasi.
P : Intervensi
4. memberikan kesempatan
pada pasien dan keluarga
09.30-10.00
untuk bertanya .
5. menjelaskan pentingnya
melakukan aktifitas fisik
10.00-11.00 /olahraga secara rutin.
6.menganjurkan menyusun
jadwal aktifitas dan
11.00-12.30 istirahat.
7. mengajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
12.30-13.00 istirahat mis kelelahan.
8.mengajarkan cara
13.00-13.40 mengidentifikasi target dan
jenis aktifitas sesuai
kemampuan.
SB : 36,1 o C
P : Intervensi
R : 26 x/ menit
dihentikan
09.30-10.00
2. mengidentifikasi status
nutrisi
10.00-11.00
3. mengidentifikasi
makanan yang disukai
11.00-12.00
4. memonitor asupan
makanan
12.30-13.00
13.00-14.00 5. melakukan oral hygiene
sebelum makan
6. menganjurkan posisi
duduk
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007 [dokumen di internet.