Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

OLEH :
NI WAYAN NOVI ULIANDARI
17.321.2704
A11-A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

TAHUN 2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Penyakit
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOM atau PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronchitis kronis, emfisema dan asma. ( Bruner & suddarth, 2002)
PPOK adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan
saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu (Mansunegoro, 1992)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (CPOD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru- paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
Penyakit paru- paru obstruksi menahun ( PP0M) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru- paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM
atau PPOK adalah : Bronkhitis, Emifisema, paru- paru dan Asma bronchial.
Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20- 30 tahun
dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum
mukoid.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru- paru.
Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya
keadaan ini tidak diketaui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim
dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai
usia 50 – 60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas. Penderita dengan
tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam
jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam jangka panjang,
yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dispnea
yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkopnea,
hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan kematian
biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit, (Price & Wilson,
1994)
Dalam PPOM, aliran dari ekspirasi mengalami obstruksi yang kronis dan
pasien mengalami kesulitan dalam bernafas. PPOM sesungguhnya merupakan
kategori penyakit paru- paru yang utama dan penyakit ini terdiri dari beberapa
penyakit yang berbeda. Ada dua contoh penyakit PPOM yang bisa terjadi yaitu
penyakit emfisema dan bronchitis kronis, dimana keduanya menyebabkan
terjadinya perubahan pola nafas.

2. Epidemiologi
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun
2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit
tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab
kematian tersering peringkatnya jugameningkat dari ke-6 menjadi ke-3.
Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa
Barat sepert Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa
Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki
kejadian terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan
tertinggi mencapai empat kali lipat.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak
ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil
Susenas(Survei SosialEkonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa
sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya1,3%
perempuan yang merokok. Sebanyak92,0% dari perokok menyatakan
kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga
lainnya,dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan
perokok pasif.

3. Penyebab/ Etiologi
PPOM atau PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang
sebgaian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya
80- 90% kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan social- ekonomi
dan status pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat
lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi
alchohol yang berlebihan. Laki- laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling
banyak menderita PPOK.

4. Faktor Predisposisi
a. Usia
PPOK paling sering dialami oleh orang yang berusia minimal 40 tahun yang
memiliki riwayat merokok. Insidensi ini meningkat seiring bertambahnya usia.
b. Genetika
Beberapa faktor di samping paparan asap tebal diperlukan bagi seseorang
untuk mengembangkan PPOK. Faktor ini mungkin merupakan kerentanan
genetik. COPD adalah lebih umum diantara saudara-saudara dari pasien-
pasien PPOK yang merokok dibandingkan perokok yang tidak berhubungan.
Perbedaan genetik yang membuat paru-paru beberapa orang ‘rentan terhadap
efek dari asap tembakau sebagian besar tidak diketahui.

5. Klasifikasi
a Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-
iritan inhalan, udara dingin, atau infeksi.
b Sesak nafas dan dispnea.
c Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada
mengembang
d Hipoksia dan hiperkapnea.
e Takipnea.
f Dispnea yang menetap (Corwin, 2002)

6. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Rokok Polusi udara Faktor
predisposisi

Distraksi serat- Hipertropi Peningkatan Infiltrasi sel- Edema


serat elastin kelenjar jumlah sel sel radang mukosa Hipersensitivitas
dan kolagen di bronkus bronkus di saluran nafas
paru

Hilangnya Pelepasan mediator-


elastisitas mediator kimia
paru Batuk Pembentukan mucus
produktif meningkat

Ventilasi
berkurang Bersihan jalan
Bronkiolus rusak dan melebar
nafas tidak efektif

BRONKHITIS KRONIS

EMFISEMA CPOD ASHMA

hipoksemia Dispnea Gelisah Lemah Berat badan Anoreksia


menurun

Sesak nafas Pola nafas


tidak efektif
Intoleransi Pemenuhan
aktivitas nutrisi kurang
Takikardia dari kebutuhan
tubuh

Gangguan
pertukaran
gas
7. Gejala Klinis
Tandanya batuk produktif, kronis pada bulan- bulan musim dingin.
Perkembangan gejala- gejala yang merupakan cirri- cirri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada system pernafasan yang memanifestasi awalnya adalah
ditandai dengan nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek
akut. Batuk dan produksi dahak ( pada batuk yang dialami perokok) memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin
banyak. Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastic, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksmal melaksanakan tugas- tugas rumah
tangga atau yang menyangkup tanggung jawab pekerjaannya.
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari- hari. Selain itu, pasien PPOK banyak yang mengalami
penurunan berat badan yang cukup drastic sebagai akibat dari hilangnya nafsu
makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan
tubuh, kehilangan selera mkan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder
karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOK,
lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernafasan.

8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi
alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat sering kali
terlihat perubahan bentuk dari anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal- hal sebagai berikut :
a. Inspeksi
 Malaise
 Bentuk dada
 Nafas tidak teratur
 Sianosis
 Penggunaan otot bantu nafas
b. Palpasi
 Nyeri dada
 Pelebaran sela iga
c. Perkusi
 hipersonor
d. Auskultasi
 Suara nafas vesikuler melemah atau normal
 Ekspirasi memanjang
 Mengi
 Ronki

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru sangat penting dalam menegakkan diagnosis,
menentukan tingkat keparahan PPOK dan untuk mengkaji ulang kondisi
pasien PPOK. Pemeriksaan dengan spirometri pada PPOK diutamakan untuk
menentukan nilai forced expiratory volume in 1 second (FEV1) dan the forced
vital capacity (FVC). Pada PPOK ditemukan penurunan nilai FEV1 dengan
penurunan rasio FEV1/FVC. Dapat juga dilakukan uji bronkodilator. Jika Nilai
rasio FEV1/FVC post pemberian bronkodilator <0.70, ini menunjukkan
adanya keterbatasan aliran udara yang persisten. Global Initiative Lung
Disease (GOLD) melakukan klasifikasi tingkat keparahan keterbatasan aliran
udara pada PPOK.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah foto
rontgen toraks dan CT Scan toraks. Pada foto rontgen thoraks anteroposterior-
lateral, dapat ditemukan hiperinflasi paru, hiperlusensi, diafragma tampak
datar, bayangan jantung yang sempit, dan gambaran jantung seperti pendulum
(tear drop appearance). Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam
mendiagnosis berbagai tipe dari PPOK.
c. Pemeriksaan Echokardiografi
Pada pasien dengan PPOK lama, dapat menyebabkan timbulnya
hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan (cor pulmonale). Echocardiografi
dapat digunakan untuk menilai tekanan sistolik arteri pulmonal dan fungsi
sitolik ventrikel kanan.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebetulnya tidak ada yang spesifik untuk PPOK.
Apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium, maka akan didapatkan :
 Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat keparahan dan serangan akut dari PPOK. Secara
umum. pH < 7.3 menandakan adanya gangguan pernapasan akut.
 Pemeriksaan darah lengkap dapat digunakan untuk melihat apakah ada
infeksi sekunder pada PPOK yang ditandai dengan leukositosis.
 Pemeriksaan kimia darah pada pasien PPOK dapat menunjukkan retensi
natrium. Obat-obatan PPOK (agonis beta adrenergic, teofiline) memiliki
efek penurunan kadar kalium serum, sehingga harus dilakukan monitor
berkala.
 Pemeriksaan Sputum, pada PPOK eksaserbasi sputum akan menjadi
purulent dan penuh dengan neutrofil. Perlu juga dilakukan pemeriksaan
kultur mikroorganisme, sehingga dapat diberikan antibiotik yang definitif.
 Pemeriksaan Brain natriuretic peptide (BNP) dapat membantu dalam
membedakan sesak yang disebabkan oleh PPOK atau oleh gagal jantung
kongestif. Namun tetap harus memperhatikan gejala klinis pasien.
 Pemeriksaan enzim alpha1-antitrypsin (AAT) dapat ditemukan defisiensi
AAT. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien yang memiliki riwayat
keluarga menderita emfisema pada usia muda.

10. Prognosis
a. Fisioterapi dada dan teknik pernapasan
Ada dua teknik utama pernapasan yang dapat dilakukan diantaranya
sebagai berikut :
 Pursed lip breathing
 Diaphragmatic breathing
b. Nutrisi
Penurunan berat badan pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis
menunjukkan prognosis yang buruk. Pasien PPOK yang dirawat di rumah
sakit sebanyak 50% dilaporkan kekurangan gizi kalori dan protein.
Pemeliharaan status gizi yang memadai sangat penting bagi pasien PPOK
untuk menjaga berat badan dan massa jaringan otot (Sharma, 2010). Diet
cukup protein 1,2-1,5 gr/BB, karbohidrat 40-55% dari total kalori, lemak
mudah dicerna 30-40%, cukup vitamin dan mineral untuk memenuhi
asupan nutrisi (Taatuji, 2004).

11. Theraphy/ Tindakan Penaganan


a Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-lain)
b Bronkodilator
 Adrenergik : efedrin, epineprin, dan beta adrenergic agonis selektif.
 Nonadrenergik : aminofilin, teofilin.
c Antihistamin
d Steroid
e Antibiotic
f Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 liter/menit dengan nasal kanul. (Arif Muttaqin ,2008)

12. Penatalaksanaan
a Meniadakan faktor etiologic atau presipifasi
b Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi anti
mikrobia tidak perlu diberikan.
d Mengatasi bronkospasme dengan obat- obat bronkodilator ( Aminophilin dan
Adrenalin).
e Pengobatan simtomatik ( lihat tanda ejala yang mungkin muncul)
 Batuk produktif beri obat mukolitik/ ekspektoran
 Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler), beri O2.
 Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
f Penaganan terhadap komplikasi- komplikasi yang timbul.
g Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran
lambat ; 1- 2 liter/menit.
h Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap.
i Member pengajaran mengenai teknik- teknik relaksasi dan cara- cara untuk
menyimpan energy.
j Tindakan “ rehabilitasi” :
 Fisioterapi, terutama ditunjukan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus
 Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernafasan yang paling efektif baginya
 Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmaninya.
 Vocational Suidance : usaha yang dilakukan terhadap penderita agar
sedapat- dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
 Pengelolaan psikososial : terutama ditunjukkan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya ( Dharmajo dan Martono,
1999 : 385).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian (Data Subjektif Dan Objektif)

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Tahap awal pengkajian
terdiri atas : pengumpulan data, analisa data, rumusan masalah, diagnosa, data yang
dikumpulkan dibedakan menjadi data subjektif dan data objektif ( Doenges M E,
Moorhouse M F, Geissler A C,(2012). Data-data yang dikumpulkan atau dikaji
meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan
yang sama.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama.
5) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
c. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
2) Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit.
3) Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
5) Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
7) Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada
meningkat karena batuk berulang (skala 5)
8) Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
9) Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan.
Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien
untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Dx. 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
ditandai dengan peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal, perubahan frekuensi
nafas.
2. Dx. 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan ditandai dengan
perubahan kedalaman pernafasan, napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan
jalan napas.
3. Dx. 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi ditandai
dengan pernafasan abnormal, takikardi, dispnea
4. Dx. 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan berat badan 20%
atau lebih dibawah bert badan ideal, membrane mukosa pucat, kurang minat pada
makanan
5. Dx. 5: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan ketidaknyamanan setelah aktivitas, dispnea
setelah aktivitas, menyatakan merasa lemah dan letih

3. Intervensi Keperawatan
No.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji/pantau frekuensi 1. Takipnea biasanya ada
keperawatan … x24 jam pernafasan. Catat rasio pada beberapa derajat
diharapkan jalan nafas inspirasi/ekspirasi dan dapat ditemukan
kembali efektif dengan pada penerimaan atau
kriteria hasil : selama stress/adanya
1. Mendemonstrasikan proses infeksi akut.
batuk efektif dan Pernafasan yang
suara nafas yang melambat dan frekuensi
bersih, tidak ada ekspirasi memanjang
sianosis dan dispneu disbanding inspirasi
(mampu 2. Kaji pasien untuk posisi 2. Peninggian kepala
mengeluarkan yang nyaman, mis. tempat tidur
sputum, mampu Peninggian kepala mempermudah fungsi
bernafas dengan tempat tidur, duduk pada pernafasan dengan
mudah) sandaran tempat tidur menggunakan gravitasi.
2. Menunjukkan jalan 3. Dorong/bantu pasien 3. Member psien beberapa
nafas yang paten nafas abdomen atau cara untuk mengatasi
bibir dan mengontrol dispnea
dan menurunkan
jebakan udara
4. Kolaborasi dengan 4. Drainase postural dan
pengobatan pernafasan, perkusi bagian penting
mis.IPPB, dan fifioterapi untuk membuang
dada banyaknya
sekresi/kental dan
memperbaiki ventilasi
pada segmen dasar paru
2. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji kualitas, frekuensi 1. Dengan mengkaji
keperawatan … x24 jam dan kedalaman kualitas, frekuensi dan
diharapkan pernafasan, laporkan kedalaman pernafasan,
ketidakefektifan pola setiap perubahan yang kita dapat mengetahui
nafas pasien dapat terjadi. sejauh mana perubahan
teratasi dengan kriteria kondisi pasien.
hasil : 2. Baringkan pasien dalam 2. Penurunan diafragma
1. Irama, frekuensi dan posisi yang nyaman, memperluas daerah dada
kedalaman dalam posisi duduk, sehingga ekspansi paru
pernafasan dalam dengan kepala tempat bisa maksimal.
batas normal tidur ditinggikan 60 – 90
2. Bunyi nafas derajat.
terdengar jelas. 3. Observasi tanda-tanda 3. Peningkatan RR dan
vital (suhu, nadi, tekanan tachcardi merupakan
darah, RR dan respon indikasi adanya
pasien). penurunan fungsi paru.
4. Bantu dan ajarkan pasien 4. Menekan daerah yang
untuk batuk dan nafas nyeri ketika batuk atau
dalam yang efektif. nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta
abdomen membuat
batuk lebih efektif.
5. Kolaborasi dengan tim 5. Pemberian oksigen
medis lain untuk dapat menurunkan
pemberian O2 dan obat- beban pernafasan dan
obatan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.
3. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji frekuensi 1. Berguna dalam evaluasi
keperawatan … x 24 jam kedalaman pernafasan. derajat distress
diharapkan proses Catat penggunaan otot pernafasan dan/atau
ventilasi membaik aksesori, nafas bibir, kronisnya proses
dengan kriteria hasil: ketidakmampuan penyakit
1. Mendemostrasikan bicara/berbincang
peningkatan ventilasi 2. Tinggikan kepala tempat 2. Pengiriman oksigen
dan oksigenasi yang tidur, bantu pasien untuk dapat diperbaiki dengan
adekuat memilih posisi yang posisi duduk tinggi dan
2. Tanda-tanda vital mudah untuk bernafas. latihan nafas untuk
dalam rentang Dorong nafas dalam menurunkan kolaps
normal perlahan atau nafas bibir jalan nafas, dispnea dan
sesuai kerja nafas
kebutuhan/toleransi
individu
3. Auskultasi bunyi nafas, 3. Bunyi nafas mungkin
catat area penurunan redup karena penurunan
aliran udara dan/atau aliran udara atau area
bunyi tambahan konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan
spasme
bronkus/tertahanna
secret. Krekels basah
menyebar menunjukkan
cairan pada
interstisial/dekompensasi
jantung
4. Awasi tingkat 4. Gelisah dan ansietas
kesadaran/status mental. adalah manifestasi
Selidiki adanya umum pada hipoksia
perubahan GDA memburuk disertai
bingung/somnolen
menunjukkan disfungsi
serebral yang
berhubungan dengan
hipoksemia
5. Kolaborasi dengan 5.Dapat memperbaiki /
memberikan oksigen mencegah memburuknya
tam,bahan yang sesuai hipoksia. Catatan: emfisema
dengan indikasi hasil kronis, mengatur pernafasan
GDA dan toleransi pasien ditentukan oleh kadar
pasien CO2 dan mungkin
dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2
berlebihan
4. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji kebiasaan diet, 1. Psien distress pernafasan
keperawatan … x24 jam masukan makanan saat akut sering anoreksia
diharapkan status nutrisi ini. Catat derajat karena dispne, produksi
psien terkontrol dengan kesulitan makan. sputum, dan obat. Selain
kriteria hasil : Evaluasi berat badan itu banyak pasien
1. Adanya peningkatan dan ukuran tubuh PPOM/PPOK
berat badan sesuai mempunyai kebiasaan
dengan tujuan makan buruk
2. Mampu 2. Auskultasi bunyi usus 2. Menurunkan/hipoaktif
mengidentifikasi bising usus
kebutuhan nutrisi menunjukkan penurunan
3. Tidak ada tanda motilitas gaster dan
malnutrisi kosntipasi yang
berhubungan dengan
pembatasan masukan
cairan.
3. Dorong periode istirahat 3. Membantu menurunkan
semalam 1 jam sebelum kelemahan selama
dan sesudah makan, waktu makan dan
berikan makan porsi memberikan kesempatan
kecil tapi sering untuk meningkatakan
masukan kalori
4. Timbang berat badan 4. Berguna untuk
sesuai indikasi menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan
berat badan, dan
evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Metode makan dan
gixi/nutrisi pendukung kebutuhan kalori
tim untuk memberikan didasarkan pada
makanan yang mudah situasi/kebutuhan
cerna, secara nutrisi individu untuk
seimbang memberikan nutrisi
maksimal dengan upaya
minimal
pasien/pengguna energi
5. Setelah diberikan asuhan 1. Evaluasi respon pasien 1. Menetapkan
keparwatan … x24 jam terhadap aktivias. Catat kemampuan/kebutuhan
diharapkan toleransi laporan dispnea, pasien dan memudahkan
aktivitas terselesaikan peningkatan pilihan intervensi
dengan kriteria hasil: kelemahan/kelelahan dan
1. Berpartisipasi dalam perubahan tanda vital
aktivitas fisik tanpa selama dan selesai
disertai peningkatan aktivitas
TD, RR, nadi 2. Berikan lingkungan 2. Menurunkan stress dan
2. Mampu melakukan tenang dan batasi rangsangan berlebihan
aktivitas sehari-hari pengunjung selama fase danm meningkatkan
(ADLs) secara akut sesuai indikasi. istirahat
mandiri status Dorong penggunaan
kardiopulmonal manajement stress dan
adekuat pengalihan yang cepat
3. Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana 3. Tirah baring
pengobatan dan dipertahankan selama
perlunya keseimbangan fase akut untuk
aktivitas dan istirahat menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat
energy untuk
4. Bantu pasien memilih penyembuhan
posisi nyaman untuk 4. Pasien mungkin nyaman
istirahat dan/atau tidur dengan kepala tinggi
5. Bantu aktivitas dan tidur dikursi
perawatan diri yang 5. Meminimalkan
diperlukan. Berikan kelelahan dan membntu
kemajuan peningkatan keseimbangan supli dan
aktivitas selama fase kebutuhan oksigen
penyembuhan

4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
Format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Hardhi Kusuma, Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA Edisi 3.
Mediaction Jogja

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI

Bulechek, Gloria M. dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia : Moco
Media

Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia : Moco
Media

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Nixson Manurung. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan System Respiratory. Trans Info
Media, Jakarta
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Mahasiswa,

Pembimbing Ruangan

NIK. NIM.

Mengetahui,

Pembimbing Akademik,

NIK.

Anda mungkin juga menyukai