Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHANKEPERAWATAN

DENGAN PASIEN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY


DISEASES DI RUANG ANTURIUM RSD DR. SOEBANDI
(JEMBER)

Disusun oleh :
Ela Kusuma Wardani

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN GLENMORE BANYUWANGI
2018

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Diseases (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronik, dan emfisema
paru-paru. Sering juga penyakit-penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow
Limitation dan Chronic Obstructive Lung Diseases (Somantri, 2012 : 49).
COPD adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini
berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun
ke tahun (Smeltzer, 2011 : 43).

2. Etiologi
Penyebab utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic
Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) adalah gaya hidup sebagai
perokok karena perokok mempunyai pravalensi lebih tinggi mengalami
gangguan pernafasan, kondisi lingkungan yang buruk yaitu asap polusi yang
berlebihan, pembakaran, pertambangan yang menghasilkan asap atau gas
yang berbahaya didalam lingkungan kerja atau rumah. Status soisal ekonomi
juga menjadi faktor dari penyakit COPD karena bronkhitis terjadi lebih
banyak pada golongan sosial lemah yang diperkirakan mencerminkan udara
yang buruk, kepadatan lingkungan, gizi buruk. Selain itu, Faktor usia dan
jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru bahkan
pada saat gejala penyakit tidak dirasakan umumnya COPD sering diderita
oleh seorang laki-laki diatas usia 40 tahun (Budiman,dkk., 2013 : 1).

2
3. Patofisiologi
Penyakit obstruktif jalan nafas terjadi karena aliran udara yang beragam
tergantung pada penyakit yang menjadi satu kesatuan yang disebut COPD.
Pada asma alergen utama seperti debu, infeksi saluran nafas yang disebabkan
oleh virus yang menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir
kedalam paru. Pada bronkhitis kronik terjadi penumpukan sekresi lendir
yang menyumbat jalan nafas yang dikarenakan produksi sputum selama
beberapa hari kurang lebih 3 bulan dalam 1 tahun. Pada emfisema, kelainan
atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar yang dapat mengganggu
perjalanan udara (Somantri, 2012 : 52-62).
Selama bertahun-tahun, peradangan menyebabkan perubahan permanen
dalam paru. Dinding saluran udara menebal dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Kerusakan pada dinding halus dari kantung udara di paru-paru
menyebabkan emfisema dan paru-paru kehilangan elastisitas normal. Saluran
udara yang lebih kecil juga menjadi bekas luka dan menyempit. Perubahan
ini menyebabkan gejala sesak napas, batuk dan dahak yang terkait dengan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). (Budiman,dkk., 2013 : 1).

3
Pathway
ASMA BRONKHIAL BRONKITIS KRONIS EMFISEMA PARU

Alergen utama seperti Penumpukan lendir dan Kelainan atau


debu, infeksi saluran nafas sekresi yang sangat kerusakan yang
yang disebabkan oleh banyak menyumbat jalan
nafas yang dikarenakan terjadi pada dinding
virus yang menyempit
produksi sputum selama alveolar yang dapat
yang membatasi jumlah beberapa hari kurang mengganggu
udara yang mengalir lebih 3 bulan dalam 1
kedalam paru.
perjalanan udara
tahun

Gangguan pergerakan udara


dari dan keluar paru-paru

Bersihan Jalan nafas Obstruksi jalan nafas


tidak efektif

Pertukaran gas O2 dan Batuk, sesak nafas dan


CO2 tidak adekuat nafas menjadi pendek

Gangguan Mual, muntah


Pola nafas O2
Pertukaran gas
tidak efektif jaringan
Anoreksia menurun

Resiko tinggi
gagal nafas Intake tidak G3 metaboisma
adekuat jaringan aerob
menjadi unaerob

Kematian Nutrisi kurang


dari kebutuhan
tubuh Jumlah acp
menurun
Intoleransi Kelemahan Peningkatan asam
aktivitas laktat

4
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala atau manifestasi klinis COPD, diantaranya adalah
a. Dispnea yang digambarkan sebagai kesulitan bernafas, bernafasan
yang meningkat, berat dan kelaparan udara (Somantri, 2012 : 60).
b. Batuk kronik menjadi gejala utama pasien COPD biasannya terjadi
setelah merokok atau terpapar oleh polusi lingkungan yang awalnya
hanya batuk sebentar kemudian lama menjadi hadir sepanjang hari
dan produksi sputum yang banyak selama sedikitnya 3 bulan dalam
setahun (Tabani, 2010 : 5).
c. Pink Puffers adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan
produksi sputum yang berarti. Biasannya dispnea timbul antara usia
30-40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada penyakit yang
sudah lanjut pasien akan kehabisan nafas sehingga tidak dapat
makan dan tubuhnya menjadi kurus (Budiman,dkk., 2013 : 2).
d. Wheezing dan sesak dada adalah gejala spesifik dan bervariasi dari
satu pasien dengan pasien lain sering dijumpai pada pasien COPD
ringan yang lebih spesifik pada penyakit asma (Somantri, 2012 : 60).
5. Komplikasi
a. Hipoksemia
Keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam pembuluh
arteri. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul
sianosis(warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena
kandungan oksigen yang rendah dalam darah).
b. Asidosis respiratori
Keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan
karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang
buruk atau pernafasan yang lambat. Tanda gejalannya antara lain nyeri
kepala, fatigue (kelelahan), letargi (penurunan kesadaran), dizzines (rasa
pusing), takipnea (frekuensi pernafasan yang cepat).

5
c. Infeksi respiratori
Infeksi pernapasan akut yang disebabkan karena peningkatan produksi
mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatannya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja nafas
dan timbulnya dispnea(susah nafas).
d. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi
ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak disritmia
Timbulkan hipoksemia, penyakit jantung lain,efek obat atau asidosis
respiratori.
f. Status asmatikus
Merupakan komplikasi yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, dapat mengancam kehidupan, dan sering tidak
berespons terhadap terapi yang diberikan (Somantri, 2012 : 50).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit COPD menyerang laki-laki dengan usia 65-75 tahun (Somantri,
2012 : 63).
b. Alasan masuk Rumah Sakit
Terjadi batuk produktif yang sering dan nafas yang dangkal dan cepat
(Sudoyo, 2012 : 2225).
c. Keluhan Utama
Pasien mengalami sesak nafas dan produksi sputum yang banyak
(Budiman,dkk., 2013 : 1).

6
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
COPD mengalami gangguan pernafasan sudah lama, dan batuk yang
dapat membuat sesak nafas sehingga pasien nyeri pada bagian dada
dan setelah beraktivitas sesak semakin bertambah (Sudoyo, 2010 :
2225).
2) Riwayat penyakit dahulu
Pasien dengan COPD mengalami batuk yang memproduksi sputum
selama beberapa hari dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2
tahun berturut-turut dikarenakan adanya riwayat merokok
(Somantri, 2012 : 59).
3) Riwayat keluarga
Pasien COPD keluhan seperti adanya sesak nafas, batuk lama yang
seringkali didapatkan penyakit turunan, tetapi pada beberapa klien
lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota
keluarganya (Somantri, 2012 : 55).
4) Riwayat lingkungan
Klien yang tidak perokok tetapi tinggal dengan perokok (perokok
pasif) mengalami peningkatan kadar karbo monoksida darah yang
menyebabkan terjadi gangguan pernapasan kronik lebih tinggi
(Somantri, 2012 : 60).
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Klien mengalami susah bernafas, bernafas dengan menggunakan
otot-otot nafas tambahan, frekuensi pernafasan yang meningkat
disertai batuk dan sputum kental yang sulit dikeluarkan (Somantri,
2012 : 55).
2) Tanda-tanda vital
a) Nadi : Frekuensi nadi 70-90 X/menit
b) Pernapasan : Frekuensi pernafasan RR >30 X/ menit,
takikardi >120 X/menit (Sudoyo, 2010:2222). Pasien

7
mengalami sukar bernafas, sesak dan anoreksia (kehilangan
selera makan) (Somantri, 2012 : 55).
3) Pemeriksaan Fisik Body system
a) Sistem Pernafasan
Pada pasien COPD pemeriksaan fisik dimulai dari inpeksi dapat
berupa bentuk dada seperti tong (Barrel chest), terdapat cara
bernafas Purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat
penggunaan otot-otot bantu nafas, pelebaran sel iga. Pada
perkusi biasannya ditemukan suara hipersonor. Pemeriksaan
auskultasi dapat ditemukan suara nafas yang melemah,
ekspirasi memanjang, mengi dan ronchi (Tabani, 2010 : 10).
b) Sistem Kardiovaskular
Pada pasien COPD terjadi tekanan darah menurun, penurunan
curah jantung dengan adanya brakikardi, kadang terjadi anemia
dan nyeri dada (Smeltzer, 2011 : 50).
c) Sistem Persyarafan
Perlu diwaspadai kesadaran, pemeriksaan GCS, adanya
kelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas
(Smeltzer, 2011 : 53).
d) Sistem Pencernaan
Pada inpeksi adanya mual, muntah, kembung adanya distensi
abdomen dan nyeri abdomen, diare atau konstipasi. Pada
auskultasi dapat ditandai dengan peningkatan bunyi usus. Pada
perkusi adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya
kembung. Pada palpasi adanya hepatomegali, adanya nyeri
tekan pada abdomen (Budiman, 2013 : 2).
e) Sistem Endokrin
Yang mengkonsumsi obat-obatan anti inflamasi akan
mengalami pembesaran hati (Budiman, 2013 : 1).
f) Sistem Integumen
Pasien COPD akan mengalami turgor kulit menurun dan kulit
kering (Budiman,dkk., 2013 : 3).

8
g) Sistem Reproduksi
Pasien COPD biasanya mengalami masalah dalam seksual yaitu
impoten (Budiman,dkk., 2013 : 1).
h) Sistem Muskuluskeletal
Terjadi edema ekstremitas dan tremor saat melakukan aktivitas
(Tabani, 2010 : 22).
i) Sistem Pengliatan
Sklera berwarna putih, konjungtiva sedikit anemis, sedikit
cowong (Tabani, 2010 : 25).
j) Sistem Pendengaran
Menguji pengukuran pendengaran, nyeri tekan dan lesi kulit
(Tabani, 2010 : 28).
k) Sistem Perkemihan
Pada pasien COPD kaji adannya gangguan eliminasi urine
seperti retensi urine ataupun inkonteinensia urine (Smeltzer,
2011 : 66).
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien dengan
penyakit COPD adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan radiologis
Pada bronkhitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
dapat diperhatikan :
a) Tubular shadow atau farm liner terlihat bayangan garis-
garis yang keluar dari hillus ke apeks paru
b) Corak paru yang bertambah (Sudoyo, 2010 : 2235).
2) Pemeriksaan faal paru
a) Analisis gas darah : PaO2 <8,0 kPa (60 mmHg) saat
bernafas dalam dalam udara ruangan, mengindikasikan
adanya gagal nafas, PaO2 <6,7 kPa (50 mmHg)
memberikan kesan mengancam jiwa yang perlu dilakukan
monitor ketat dan penanganan intensif (Sudoyo,
2010:2235).

9
b) Chest X-Ray : dapat menunjukan hiperinflation paru,
flattened diagfragma, peningkatan ruang udara, penurunan
tanda vasskular/bullae (emfisema), peningkatan suara
bronkovaskular (bronkitis), normal ditemukan saat periode
remisi (asma).
c) Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan
penyebab dispnea, memperkirakan tingkat disfungsi.
d) Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis
berat dan biasannya pada asma, namun menurun pada
emfisema (gangguan pengembangan paru yang ditandai
pelebaran ruang udara diparu-paru).
e) Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema (gangguan
pengembangan paru yang ditandai pelebaran ruang udara
diparu-paru).
f) FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV)
terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada
bronkitis dan asma.
g) Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses
penyakit kronis, sering kali PaO2 (oksigen arteri paru)
menurun (normal : 80-100 mmHg) dan PaCO2 (tekanan
karbodioksida) normal atau meningkat , normalnya 35-45
mmHg (bronkitis kronis dan emfisema), tetapi sering
menurun pada asma.
h) Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat
inspirasi, kolaps bronkial pada tekanan ekspirasi
(emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis).
i) Darah Komplit : dapat menggambarkan adanya
peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan
eosinofil (asma).
j) Kimia darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitrypsin
(kelainan bawaan yang dapat menyebabkan penyakit paru-

10
paru dan hati) yang kemungkinan berkurang pada emfisema
paru.
k) Sputum kultur : untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen, dan memeriksa sitologi untuk
menentukan penyakit keganasan atau alergi
l) Elektro Cardio Graph (ECG) : gelombang P tinggi (pada
pasien dengan asma berat dan bronkhitis), gelombang P
pada leads II,III,AVF panjang dan tinggi (bronkhitis dan
emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).
m) Pemeriksaan ECG setelah olah raga dan stress test :
membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernapasan,
mengevaluasi keefektifan obat brokodilator, dan
merencanakan/evaluasi program (Somantri, 2012 : 64).

g. Penatalaksanaan
1) Pengobatan Farmakologi
a) Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya diberikan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara
parenteral melalui intravena dengan dosis 5-6 mg/KgBB
dewasa/anak-anak (Sudoyo, 2010 : 2226).
b) Kortikosteroid
Dengan diikuti pemberian 30-60 mg Prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/KgBB/hari (Sudoyo, 2010 : 2226).
c) Pemberian oksigen (Terapi oksigen)
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit, menggunakan air (humidifier) untuk memberi
kelembapan (Somantri, 2012 : 55-56).
d) Antibiotik

11
Antibiotik diberikan jika gejala sesak nafas dan batuk disertai
dengan peningkatan volume purulen sputum (Sudoyo, 2010 :
2226).
2) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karna dispnea. Pemberian
porsi yang kecil tetapi secara teratur lebih baik dan dapat membantu
dalam mempermudah pernafasan (Sudoyo, 2010 : 2226).
3) Stop merokok
Menghentikan kebiasaan merokok pada pasien COPD merupakan
usaha yang mudah dan ekonomis dalam bentuk mengurangi
progestive penyakit. Orang yang berhenti merokok yang drastis
dapat menyerupai penurunan normal orang yang tidak merokok
(Sudoyo, 2010 : 2226).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas,Ketidakefektifan
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab
Fisiologis
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskular
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
Situasional
1) Merokok aktif
2) Merokok pasif
3) Terpajan polutan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Batuk tidak efektif

12
2) Tidak mampu batuk
3) Sputum berlebihan
4) Mengi, whezzing
Gejala Tanda Minor
Subjektif
1) Dispnea
2) Sulit bicara
3) Ortopnea
Objektif
1) Gelisah
2) Sianosis
3) Bunyi napas menurun
4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah

b. Pertukaran Gas, Gangguan


Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigen dan atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
Penyebab
1) Ketidakseimbangan Ventilasi-perfusi
2) Perubahan membrane alveolus-kapiler
Gejala Dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Dispnea
Objektif

1) PCO2 meningkat/menurun
2) PO2 menurun
3) Takikardi
4) pH arteri meningkat/menurun
5) Bunyi napas tambahan
Gejala Tanda Minor
Subjektif
1) Pusing
2) Penglihatan Kabur

13
Objektif
1) Sianosis
2) Diaforesis
3) Gelisah
4) Napas cuping hidung
5) Pola napas abnormal(cepat, lambat, regular/iregular,
dalam/dangkal)
6) Warna kulit abnormal (misal. Pucat, kebiruan)
7) Kesadaran menurun
Kondisi Klinis Terkait
1) Penyakt paru obstruktif kronis (PPOK)
2) Gagal Jantung kongestif
3) Asma
4) Pneumonia
5) Infeksi saluran napas

c. Resiko ketidakseimbangan Cairan


Definisi: Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau
percepatan perpindahan cairan intravaskuler, interstisial atau
intraseluler
Faktor resiko:
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Trauma/perdarahan
3) Luka bakar
4) Aferesis
5) Asites
6) Obstruksi intestinal
7) Peradangan pankreas
8) Penyakit kelenjar dan ginjal
Kondisi klinis terkait
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Perdarahan
3) Luka bakar

14
d. Defisit Nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi
6) Faktor psikologis
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Gejala tanda minor
Subjektif
1) Kecepatan kenyang setelah makan
2) Kram nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
Objektif
1) Bising usus hiperaktif
2) Otot pengunyah lemah
3) Otot menelan lemah
4) Membran mukosa pucat
5) Diare
Kondisi Klinis terkait
1) Stroke
2) Parkinson
3) Cleft lip

15
e. Intoleransi aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari
Penyebab
1) Ketidakseimbangan antra suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
Gejala dan Tanda mayor
Subjektif
1) Mengeluh lelah
Objektif
1) Frekuensi jantung mneingkat >20%% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda minor
Subjektif
1) Dispnea saat/setelah aktivitas
2) Merasa tidak nyaman setetlah aktivitas
3) Merasa lemah
Objektif
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4) Sianosis
Kondisi Klinis Terkait
1) Anemia
2) Gagal jantung kongestif
3) Penyakit jantung koroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruktif kronis
7) Gangguan metabolik

16
8) Gangguan muskuloskeletal

f. Resiko infeksi
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
Faktor Risiko:
1) Penyakit kronis (misal. Diabetes melitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
Kondisi Klinis terkait
1) Penyakit paru obstruktif kronis
2) Tindakan invasif
3) Kanker
4) Gagal ginjal
5) Gangguan fungsi hati

b. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafa tidak efektifan
Kriteria hasil :
1) Batuk efektif
2) Mengeluarkan secret secara efektif
3) Mempunyai jalan napas yang paten
4) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5) Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang
normal
6) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7) Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
Intervensi (NIC) :
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian
1) Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut

17
a) Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
b) Keefektifan obat resep
c) Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia
d) Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
e) Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif,
mucus kental, dan keletihan
2) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan atau ketiadaan vetilasi dan adanya suara napas
tambahan.
3) Pengisap jalan Napas (NIC) :
a) Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
b) Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO dan SvO) dan
status hemodinamik (tingkat MAP [mean areterial pressure]
dan irama jantung segera sebelum, selama, dan setelah
pengisapan
c) Catat jenis dan jumlah secret yang dikumpulkan
(Wilkinson, 2013 : 40).
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1) Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung
2) Informasikan kepada pasien dan keluarga tntang larangan
merokok di ruang perawatan
3) Intruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam
untu mengeluarkan sekret
4) Ajarkan pasien untuk membebat/ mengganjal luka insisi pada
saat batuk
5) Ajarkan pasien dan keluraga tentang maksa perubahan pada
sputum
6) Pengisapan jalan nafas (NIC) : intruksikan pada pasien dan
kelurga tentang cara pengisapan jalan nafas (Wilkinson, 2013 :
43).
Aktivitas kolaboratif :
1) Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan

18
2) Konsultasikan pada dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
peralatan pendukung
3) Berikan udara / oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan
kebijakan institusi
4) Lakukan dan bantu dalam terapi aerosol, nebulazier, ultrasonik
dan perawatan paru lainnya
5) Bari tahu dokter tentang hasil gas darah abnormal (Wilkinson,
2013 : 41).
Aktivitas lain :
1) Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
2) Anjurkan penggunaan spirometer insetif
3) Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu
tempat kesisi lain sekurangnya 2 jam sekali
4) Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk
menurunkan kecemasan dan mengingkatan kontrol diri
5) Berikan pasien dukungan emosi
6) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
maksimal rongga dada
7) Pengisapan nasofaring atau orofaring untuk mengeluarkan
sekret
8) Lakukan pengisapan endotrakea atau nasotrakea
9) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret
10) Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan
dan sekret yang kental (Wilkinson, 2013 : 41-42).
b. Gangguan pertukaran gas
Kriteria Hasil :
1) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
2) Memiliki ekspansi paru yang simetris
3) Menjelaskan rencana perawatan di rumah
4) Tidak menggunakan pernafasan bibir mecucu
5) Tidak mengalami napas dangkal atau orthopnea

19
6) Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernafas (Wilkinso,
2013 : 326).

Intervensi (NIC) :
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian
1) Kaji suara paru ; frekuensi nafas, kedalaman dan usaha napass
2) Pantau saturasi oksigen dengan oksimeter nadi
3) Pantau hasil gas darah
4) Pantau kadar elektrolit
5) Pantau status mental
6) Peningkatakan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak
somnolen
7) Observasi terhadap sianosis terutama membran mukosa mulut
8) Manajemen jalan nafas (NIC) :
a) Identifikasi kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan
nafas aktual atau potensial
b) Auskultasi suara nafas tandai penurunan atau hilangnya
ventilasi
c) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan
9) Pengaturan hemodinamik (NIC) :
a) Auskultasi bunyi jantung
b) Pantau dan dokumentasikan frekuensi, irama dan denyut
jantung S3 dan S4
c) Pantau adanya edema perifer
d) Pantau fungsi alat pacu jantung
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan
2) Ajarkan kepada pasien teknik bernafas dan relaksasi
3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen
dan tindakan lainnya

20
4) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok itu
dilarang
5) Manajemen jalan napas (NIC) :
a) Ajarkan tentang batuk efektif
b) Ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler
yang diajarkan
Aktivitas Kolaboratif :
1) Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan
gas darah arteri
2) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait
3) Berikan obat yang diresepkan
4) Persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis
5) Manajemen jalan napas (NIC) :
a) Berikan udara yang dilembapkan atau oksigen
b) Berikan bronkodilator
c) Berikan aerosol
d) Berikan terapi nebulasi ultrasonik
Aktivitas lain :
1) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksaan prosedur
untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali
2) Beri penenangan kepada pasien selama periode gangguan atau
kecemasan
3) Lakukan higiene oral secara teratur
4) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen
5) Apabila oksigen diprogramkan bagi pasien yang memiliki
masalah pernafasan kronis, pantau aliran oksigen
6) Buat rencana perawatan untuk pasien yang menggunakan
ventilator yang meliputi :
a) Menyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan
melaporkan ketidaknormalan gas darah arteri
b) Menyakinkan keefektifan pola pernafasan dengan mengkaji
sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi

21
c) Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan
pengisapann dan mempertahankan slang endotrakea
d) Memantau komplikasi
e) Memastikan ketepatan penempatan selang ET
7) Manajemen jalan nafas (NIC) :
a) Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi
b) Atur posisi untuk mengurangi dispnea
c) Pasang jalan nafas melalu mulut atau nasofaring
d) Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk melalui
pengisapan
e) Dukung untuk bernafas pelan, dalam, berbalik dan batuk
f) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
8) Pengaturan hemodinamik (NIC) :
a) Meninggikan bagian kepala tempat tidur
b) Atur posisi pasien ke posisi Trendenburg (Wilkinson, 2013 :
328-330).
c. Risiko ketidakseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
1) Memiliki konsentrasi urine yang normal
2) Memiliki hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal untuk
pasien
3) Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang
diharapkan
4) Tidak mengalami haus yang tidak normal
5) Memiliki keseimbangan asupan dan keluaran yang seimbang
dalam 24 jam
6) Menampilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembab,
mampu berkeringat)
7) Memiliki asupan cairan oral dan intravena yang adekuat
Intervensi (NIC) :
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian

22
1) Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
2) Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit
3) Pantau pendarahan
4) Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambahnya buruknya
dehidrasi
5) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
cairan
6) Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
7) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
8) Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian
cairan pada pasien sakit terminal tepat dilakukan
9) Manajemen cairan (NIC) :
a) Pantau status hidrasi
b) Timbang berat badan setiap hari dan pantau
kecenderungannya
c) Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
(Wilkinson, 2015 : 311-313).
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1) Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
Aktivitas kolaboratif
1) Laporkan dan catat haluaran kurang dari
2) Laporkan dan catat haluaran lebih dari
3) Laporkan abnormalitas elektrolit
4) Manajemen cairan (NIC) :
a) Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi
b) Berikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan
haluaran, sesuai dengan kebutuhan
c) Berikan terapi IV
Aktivitas lain :
1) Lakukan higiene oral secara sering
2) Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam

23
3) Pastikan pasien terhidrasi dengan baik sebelum pembedahan
4) Ubah posisi pasien Trendelenburg atau tinggikan tungkai pasien
bila hipotensi
5) Manajemen cairan (NIC) :
a) Tingkatkan asupan oral
b) Pasang kateter urine
c) Berikan cairan, sesuai dengan kebutuhan (Wilkinson, 2013 :
312-314).
d. Defisit Nutrisi,
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan berat badan
2) Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
3) Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
4) Menolerasi diet yang dianjurkan
5) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
6) Memiliki nilai laboratorium
7) Melaporkan tingkat energi yanga adekuat (Wilkinson, 2013:
506).
Intervensi (NIC) :
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasan makan
2) Pantau nilai laboratorium
3) Manajemen Nutrisi (NIC) :
a) Ketahui makanan kesukaan pasien
b) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
c) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
d) Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Anjurkan metode untuk perencanaan makan

24
2) Ajarkan pasien tentang makanan bergizi dan tidak mahal\
3) Manajemen nutrisi (NIC) : berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Aktivitas kolaboratif
1) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan
protein pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein
2) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap
3) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
4) Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak
dapat membeli atau menyiapkan makanan adekuat
5) Manajemen nutrisi (NIC) : tentukan dengan melakukan
kolaborasi bersama ahli gizi, jumlah kalori dan jenis zat gizi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Wilkinson,
2013 : 507-508).
Aktivitas lain :
1) Buat perencanaan makanan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan
2) Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah
3) Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realitas untuk
latihan fisik
4) Anjurkan pasien untuk menampilakan tujuan makan dan latihan
fisik
5) Tawarkan makanan porsi besar siang hari ketika nafsu makan
tinggi
6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
7) Hindari prosedur invasif sebelum makan
8) Suapi pasien
9) Manajemen nutrisi (NIC) :
a) Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein,
tinggi kalori yang siap dikonsumsi

25
b) Ajarkan pasien tentang cara membuat catatan harian
makanan (Wilkinson, 2013 : 508).

e. Intoleransi aktivitas
Kriteria hasil
1) Mengedintifikasi aktifitas atau situasi yng menimbulkan
kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2) Berpartisipasi dalam aktifitas fisik yang dibutuhkan dengan
peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah serta memnatau pola dalam batasan normal
3) Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktifitas (uraikan
tingkat yang diharapkan dari daftar pada saran penggunaan
4) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan
oksigen,obat dan atau peralatan yang dapat meningkatkan
toleransi terhadap aktifitas
5) Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan
berupa bantuan (misalnya, eliminasi dengan bentuan ambulansi
untuk ke kamar mandi) (Wilkinson, 2013 : 26).
Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan :
1) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat
tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2) Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktifitas
3) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas
4) Manajemen energi (NIC) :
a) Tentukan penyebab keletihan
b) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktifitas
c) Pantau respon oksigen pasien
d) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi
yang adekuat

26
e) Pantau dan dokumentasi pola tidur pasien dan lamanya
waktu tidur dalam jam.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :
1) Jika perlu, gunakan teknik napas terkontrol selama aktifitas
2) Pentingnya nutrisi yang baik
3) Tindakan untuk menghemat energi
4) Manajemen energi (NIC) :
a) Ajarkan tentang pengaturan aktifitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
Aktifitas kolaboratif :
1) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktifitas, apabila nyeri
merupakan salah satu faktor penyebab
2) Kolaborasikan dengan ahli terapo okupasi, fisik, atau reaksi
untuk merencanakan dan memantau program aktifitas, jika
perlu
3) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan
keshatan jiwa dirumah
4) Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk
mendapatkan pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu.
Aktifitas lain :
1) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktifitas perawatan selama
periode istirahat
2) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,
duduk, berdiri, danambulasi sesuai toleransi
3) Pantau tanda-tanda vital selama, setelah aktivitas : hentikan
aktivitas jika tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal bagi
pasien atau jika ada tanda-tanda bahwa aktiitas tidak dapat
tertoleransi
4) Rencanakan aktifitas bersama pasien dan keluarga yang
meningkatkan kemandirian dan kesehatan (Wilkinson, 2013 :
27).

27
f. Infeksi, Risiko
Kriteria Hasil
1) Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Memperlihatkan hiegiene personal adekuat
3) Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan,
genitourinari dan imun dalam batas normal
4) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
5) Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur
skrining dan pemantauan (Wilkinson, 2013 : 425).
Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan :
Pengkajian
1) Pantau tanda dan gejala infeksi
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
3) Pantau hasil laboratorium
4) Amati penampilan praktik hiegiene personal untuk perlindungan
terhadap infeksi
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1) Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resikp terhadap infeksi
2) Instruksikan untuk menjaga hiegene personal untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi
3) Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imuninasi
4) Berikan pasien dan keluarga metode untuk mencatat imunisasi
5) Pengendalian infeksi (NIC) :
a) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
b) Ajarkan kepada penunjang untuk mecuci tangan sewaktu
masuk dan meninggalkan ruang pasien
Aktivitas kolaboratif :
1) Ikuti protokol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau
kultur positif
2) Pengendalian infeksi (NIC) : berikan terapi antibiotik

28
Aktivitas lain :
1) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama untuk pasien lain yang
mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawatan pasien
dengan pasien yang terinfeksi
2) Pengendalian infeksi (NIC) :
a) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan
masing-masing pasien
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Terapkan kewaspadaan universal
d) Batasi jumlah pengunjang (Wilkinson, 2013 : 426-427).

29
DAFTAR PUSTAKA

Huda, N. a. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA dengan intervensi NIC


NOC. Jakarta: EGC.

Muhammad Reza Budiman, Arif Djunaidy, Retno Aulia Vinarti. (2013). Deteksi
Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis Menggunakan Metode Fuzzy :
Study Kasus Di Rumah Sakit. Jurnal Teknik Pomits Vol 2, No 1, 1-6.

Smeltzer. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 . Jakarta: EGC.

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo, A. W. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ,Ed V. Jakarta:
Interna Publishing.

Tabani, R. (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.

Wilkinson, J. M. (2013). Buku Saku Daignosis Keperawatan Diagnosis NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Jakarta: EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai