Anda di halaman 1dari 19

ASKEP

PIELONEFRITIS

Oleh
Kelompok III
Atikah Putri Amaliyah ( 191440101003 )
Obrian Teza Rohadi ( 191440101009 )

Askep ini dibuat sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Diasuh oleh
( Ns, Sunarmi, S.Kep, M.Kes )

PROGRAM STUDI
DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN ( STIKES )
’AISYIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

ASSALAMU ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATU

Puji Syukur Kami Panjatkan Atas Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
Yang Telah Melimpahkan Nikmat, Serta Hidayah-Nya Sehingga Saya Dapat Menyelesaikan
Laporan Askep “Pielonefritis” Tepat Pada Waktunya.
Dalam Penyusunan Askep Keperawatan Medikal Bedah III. Ini Saya Menyadari
Masih Banyak Kesalahan Dan Kekurangannya, Namun Harapan Saya Kita Semua Dapat
Memperoleh Manfaat Dan Memberi Masukan Untuk Dokumentasi Keperawatan Selanjutnya
Dengan Harapan Saya Ini Dapat Berkembang Dengan Baik
Pada Kesempatan Ini Saya Mngucapkan Terima Kasih kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III Ibu Ns, Sunarmi, S.Kep, M.Kes.
Dalam Kesempatan Ini Saya Mengharapkan Kritik Ataupun Saran Yang Bermanfaat
Dan Semoga Tuhan Yang Maha kuasa Memberikan Karunia Dan Hidayah Nya Kepada Kita
Semua Hingga pendidikan Keperawatan Medikal Bedah IIIIni Bermanfaat Bagi Para
Pembaca.

Billahitaufik Walhidayah
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Palembang, 17 September 2020


Penulis,

Kelompok IX
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I

1.1 Pendahuluan....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................

BAB II
A. Konsep Dasar Pielonefritis............................................................................
2.1 Pengertian .......................................................................................................
2.2 Penyebab .........................................................................................................
2.3 Patofisiologi ....................................................................................................
2.4 Tanda Gejala ...................................................................................................
2.5 Evaluasi Diagnostik ........................................................................................
2.6 Penatalaksanaan ..............................................................................................

BAB III
B. Konsep Dasar Askep......................................................................................
3.1 Pengkajian Secara Teoritis .............................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................
3.3 Implementasi Keperawatan .....................................................................................
3.4 Evaluasi Keperawatan...............................................................................................

BAB IV
PENUTUP............................................................................................................
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................
3.2 Daftar Pustaka.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas sekitar tujuh juta
kunjungan pasien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika Serikat (Stamm,1998). Secara
mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna (ditemukan
mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran tengah yang dikumpulkan pada cara yang
benar). Abnormalitas dapat hanya berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik)
atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatikndari struktur-struktur traktus urinarius/ UTI
umumnya dibagi dalam dua sub kategori besar: UTI bagian bawah (uretritis,sistitis,
prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut). Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan
pielonefritis akut ( infeksi pelvis dan interstisium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan
dalam menimbulkan morbilitas tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif.
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke
ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung, bakteri jarang yang
mencapai ginjal melalui aliran darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup
uretevesikal yang tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam
ureter. Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi),
tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan
penyebab yang lain. Pielonefritis dapat akut dan kronis.
1.2       Rumusan Masalah

Permasalahan yang di angakt dalam makalah ini adalah bagaimana asuhan


keperawatan pada pielonefritis.
1.3       Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dasar tentang pielonefritis.


2. Untuk mengetahui pembagian dari pielonefritis.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien  pielonefritis.
BAB II
KONSEP DASAR PIELONEFRITIS

2.1       Pengertian Pielonefritis

Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan
karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai dari
saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym
maupun renal pelvis (pyelum= piala ginjal).
2.2       Penyebab
 Bakteri  E. Coli.
 Resisten terhadap antibiotik.
 Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.
 Infeksi  aktif.
 Penurunan fungsi ginjal.
 Uretra refluk.
 Bakteri menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.

2.3       Patofisiologi
Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan
pembekakan daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi
terjadi setelah terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena  infeksi  steptococcus
yang berasal dari darah (descending).
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
 Pyelonefritis akut.
 Pyelonefritis kronik.

1. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena
tetapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi
setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian
bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran
urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan
pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.
2. Kronik pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik
dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali
dan timbulnya  parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal)
yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang
membesar.

2.4       Tanda dan Gejala


Pyelonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran
penumpang ginjal.
1. Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea,
nyeri pada pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
2. Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
3. Client biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
4. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan
bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga kedua ginjal
perlahan-lahan mejadi rusak.

2.4  Tanda dan Gejala


1. Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai
gejala yang sfesifik.
2. Adanya keletihan.
3. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
4. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria,
pyuria, dan kepekatan urin menurun.
5. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
6. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
8. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi.

2.5       Evaluasi Diagnostik.


Evaluasi Diagnostik. Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting
untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran. Kultus urine dan tes sensitivitas dilakukan
untuk menentukan organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat
diresepkana.
1. Diagnosa pyelonefritis kronik
Dulu hampir selalu dipakai bila ditemukan kelainan tubulointerstisial ini, pengertian tentang
derajat VUR yang berat dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada ginjal, atrofi,
dan dilatasi kaliks (nefropati refluks0, yang lazim didiagnosis sebagai pyelonefritis kronik,
sekarang ini sudah diterima dengan baik. Mekanisme penyebab jaringan parut diyakini
merupakan gabungan dari efek : (1) VUR, (2) refluks intrarenal, dan (3) infeksi (kunin, 1997;
tolkoff-Rubin, 2000; Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan satu-satunya faktor
penentu terpenting dari kerusakan ginjal. Banyak bukti yang menyongkong pendapat bahwa
keterlibatan ginjal pada nefropati refluks terjadi pada awal masa kanak-kanak sebelum usia 5
sampai 6 tahun, karena pembentukan jaringan parut yang baru jarang terjadi setelah  usia ini.
Penjelasan dari pengamatan ini adalah bahwa refluks intrarenal terhenti sewaktu anak
menjadi lebih besar (kemungkinan besar karena perkembangan ginjal), walaupun demikian
VUR dapat terus berlanjut.
Pada orang dewasa. VUR dan nefropati refluks dapat berkaitan dengan gangguan
obstruktif dan neoruligik yang menyebabkan sumbatan pada drainase urine (seperti batu
ginjal atau vesika urinaria neurologik akibat diabetes atau cidera batang otak). Namun,
sebagian besar orang dewasa yang memiliki jaringan parut pada ginjal akibat pyelonefritis
kronik mendapat lesi-lesi ini pada awal masa kana-kanaknya. Bkti-bukti yang menyokong
mekanisme refluks infeksi ini berasal dari percobaan pada hewan dan pengamatan pada
manusia dengan hasil sebagai berikut : 85% sampai 100% anak-anak  dan 50%  orang dewasa
dengan jaringan parut ginjal  menderita VUR (Tolkoff-Rubin,2000) .
Mekanisme penyataannya nefropati refluks yang mulai terjadi pada awal masa kanak-
kanak dapat njelskan bagmenjelaskan pembentukan jaringan parut dan kerusakan ginjal pada
banyak pasien, masih sulit untuk menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan ginjal
progresif karena pada sejumlah orang orang dewasa dengan pyelonifritis tahap akhir tidak
dapat refluks maupun UTI. Beberapa pasien bahkan tidak dapat mengingat sama sekali
pernah mengalami UTI berulang. Teori paling populer untuk menjelaskan gagal ginjal
progisif yang terjadi pada pasien dengan refluks yang sudah dikoreksi dengan urine steril
adalah teori hemodinamik intrarenal atau hipotesis hiperfitrasi (Rose, Rennke, 1994).
Menurut teori ini, infeksi awal penyebab kerusakan nefron mengakibatkan kompensasi
peningkatan tekanan  kapiler glomelurus (Pgc) dan hiperperfusi pada sisa nefron yang masih
relatif normal. Tampaknya hipertensi intraglomerulus ini menimbulkan cidera pada
glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis. Konsep cedera glomerulus yang
diperantaikeadaan hemodinamik ini didukung oleh semakin banyaknya bukti dari percobaan
menunjukan bahwa pengendalian hipertensi sistemik terutama dengan pemberian obat-obat
penghambat enzim konversi angiotensi (ACE) seperti koptopril atau enalapril maleat
memperlambat penurunan GFR pada banyak pasien gagal ginjal. Obat-obatan ini
menurunkan Pgc dengan melawan kerja angiotensin II dan dilatasi arteriol eferen. Penurunan
Pgc juga terjadi jika makanan berprotein dibatasi hanya 20 sampai 30g/hari, dilengkapi
dengan asam amino dan analog ketonya.
2.6       Penatalaksanaan
Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi
antimikrobisl yang intensif. Terapi parental diberikan se;lama 24 samapi 28 jam sampai
pasien afrebil. Pada waktu tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang
sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncega
perkemban biakannyabakteri yang tersisa, maka pengobatan pyelonefritis akut biasanya lebi
lama dari pada sistesis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau
kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tampa gejala. Setelah program
antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan antimikrobial
sampai bukti adanya bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah
ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadar keratininserum dan hitung darah
pasien dipantau durasinya pada terapi jangka panjang.
Penatalaksanaan agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen
melalui kultur urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Fungsi renal ketat, terutama jika medikasi potensial toksin bagi ginjal.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PIELONEFRITIS

3.1       Pengkajian Keperawatan

1. Identifikasi Pasien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pria.

2. Riwayat Penyakit
a.   Keluhan utama : nyeri punggung dibawah dan disuria.
b.   Riwayat penyakit sekarang: masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga
menyebabkan infeksi.
c.   Riwayat penyakit dahulu: mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelunnya.
d.  Riwayat penyakit keluarga: ISK bukanlah penyakit keturunan.

3. Pola fungsi kesehatan


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: kurangnya pengetahuan pasien tentang
pencegahan.
2. Pola istirahat dan tidur: istirahat dan tidur pasien mengalami gangguan karena gelisah
dan nyeri.
3. Pola eliminasi: pasien cenderung mengalami disuria dan sering kencing.
4. Pola aktivitas: aktivitas pasien mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang
datang.
4. Pemeriksaan fisik
a.  Tanda-tanda vital
TD: normal / meningkat
Nadi: normal/ meningkat
Respirasi: normal/ meningkat
Temperatur: normal/ meningkat

b.  Data fokus


Inpeksi: rekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
Palpasi: suhu tubuh meningkat atau tidak
Perkusi: resona
Auskultasi:

3.2       Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur urinasius lain.
b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstuksi pada kandung kemih atau pun
stuktur traktus urinarius lain.
c. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
3.3       Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan: nyeri dan ketidakseimbangannya berhubungan dengan
inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria evaluasi : tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul.

No. Intervensi Rasional


1. Pantau haluaran urine terhadap Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan
perubahan warna, bau dan pola atau penyimpangan dari hasil yang
berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 diharapkan.
jam dan pantau hasil urinalisis ulang.
2. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1- Membantu mengevaluasi tempat obstroksi
10) penyebaran nyeri. dan penyebab nyeri.
3. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan Meningkatkan relaksasi, menurunkan
punggung, lingkungan istirahat. tegangan otot.
4. Bantu atau dorong penggunaan nafas Membantu mengarahkan kembali perhatian
berfokus relaksasi. dan untuk relaksasi otot.
5. Berikan perawatan perineal. Untuk mencegah kontaminasi uretra
6. Jika dipasang kateter indwelling, berikan Kateter memberikan jalan bakteri untuk
perawatan kateter 2 n kali per hari. memasuki kandung kemih dan naik ke
saluran perkemihan.
7. Kolaborasi Temuan-temuan ini dapat memberi tanda
kerusakan jaringan lanjut dan perlu
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning
gading-urine kuning, jingga gelap, pemeriksaan luas.
berkabut atau keruh. Pla berkemih
berubah, sering berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin kencing, meneter
setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit.
8. Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
evaluasi keberhasilannya. mengurangi nyeri.
9. Memberikan antibiotik. Buat berbagai Akibat dari haluaran urin memudahkan
variasi sediaan minum, termasuk air berkemih sering dan membantu membilas
segar. Pemberian air sampai 2400 saluran berkemih.
ml/hari.

2. Diagnosa Keperawatan: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik


pada kandung kemih atau pun struktur traktus urianarius lain.
Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih
(urgensi, oliguri, disuria).

No. Intervensi Rasional


1. Awasi pemasukan dan pengeluaran Memberikan informasi tentang fungsi
karakteristik urin. ginjal dan adanya komplikasi.
2. Tentukan pola berkemih pasien.
3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. Peningkatan hidrasi membilas bakteri
4. Kaji keluhan kandung kemih penuh. Retensi urin dapat terjadi menyebabkan
distensi jaringan (kandungan kemih/ginjal).
5. Observasi perubahan status mental: Akumulasi sisa uremik dan
perilaku atau tingkat kesadaran. ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada susunan saraf pusat.
6. Kecuali dikontaminasikan: ubah posisi Untuk mencegah status urin.
pasien setiap 2 jam.
7. Kolaborasi Pengawasan terhadap disfungsi ginjal.
Awasi pemeriksaan laboratorium;
elektrolit, BUN, kreatinin.
8. Lakukan tindakan untuk memelihara Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman
asam urin.
9. Tingkatkan masukan sari buah berri dan Peningkatan masukan sari buah dapat
berikan obat-obatan untuk berpengaruh dalam pengobatan infeksi
meningkatakanasam urine. saluran kemih.
.
3. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya pengetahuan tantang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria evaluasi: Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana
pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.

No. Intervensi Rasional


1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan Memberikan pengetahuan dasar dimana
yang akan datang. pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
2. Berikan informasi tentang: sumber Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
infeksi, tindakan untuk mencegah mengurangi ansietas dan membantu
penyebaran, jelaskan pemberian mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
antibiotik, pemeriksaan diagnostik: rencana terapeutik.
tujuan, gambaran singkat, persiapan
yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan,
perawatan sebelum pemeriksaan,
perawatan sesudah pemeriksaan.
3. Pastikan pasien atau orang terdekat telah Instruksi verbal dapat dengan mudah untuk
menulis perjanjian untuk perawatan dilupakan.
lanjut dan instruksi tertulis untuk
perawatan sesudah pemeriksaan.
4. Instruksikan pasien untuk menggunakan pasien sering menghentikan obat mereka,
obat yang diberikan, minum sebanyak jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan
kurang lebih delapan gelas per hari menolong membilas ginjal. Asam piruvat
khususnya sari buah berri. dari sari buah berri membantu
mempertahankan keadaan asam urin dan
mencegah pertumbuhan bakteri.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk Untuk mendeteksi isyarat indikatif
mengekspresikan perasaan dan masalah kemungkinan ketidakpatuhan dan
tentang rencana pengobatan. membantu mengembangkan penerimaan
rencana terapeutik.
.
3.4       Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien
3.5       Evaluasi Keperawatan
- Pasien tidak merasa nyeri waktu berkemih.
- Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil, masukkan dan     
keluaran urine seimbang.
-  Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
-  Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Buku Saku4 Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta


Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC:
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal  Edisi 8 Bedah Volume 2.
EGC: Jakarta
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/28/askep-infeksi-saluran-kemih/
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=89
http://www.indonesia.com/f/10918-pielonefritis/
File Alter Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai