Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN COR PULMONAL

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

Chintya Dewi Rahmadani (PO7220120 1674)

Jamilah (PO72201201677)

Muhammad Syafiq (PO7220120 1683)

Resti Anabila Pasma (PO7220120 1689)

Selvi Rachmatul Ummah (PO7220120 1694)

Kelas : 2B Keperawatan

DOSEN PEMBIMBING

Dewi Puspa Rianda, SST,. MPH.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG

PRODI DIII-KEPERAWATAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cor
Pulmonal.

Makalah ini ditulis dengan untuk memenuhi tugas perkuliahan,yaitu sebagai tugas
terstruktur mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Tahun Akademik 2021 di Poltekkes
Kemenkes Tanjungpinang.

Dalam penulisan makalah ini,penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari
pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan suatu manfaat bagi kita semua dan memiliki
nilai dan ilmu pengetahuan.

Tanjungpinang, 29 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1

1.3. Tujuan .......................................................................................................................... 2

1.4. Manfaat ........................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3

2.1 Konsep Dasar ..................................................................................................................3

2.1.1 Definisi Cor Pulmonal ..................................................................................... 3

2.1.2 Anatomi Fisiologi Cor Pulmonal ..................................................................... 3

2.1.3 Etiologi Cor Pulmonal ..................................................................................... 5

2.1.4 Manifestasi Cor Pulmonal ...............................................................................6

2.1.5 Klasifikasi .......................................................................................................8

2.1.6 Patofisiologi Cor Pulmonal ..............................................................................9

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Cor Pulmonal .......................................................... 11

2.1.8 Penatalaksanaan Cor Pulmonal ...................................................................... 13

2.1.9 Komplikasi Cor Pulmonal.............................................................................. 15

2.1.10 Woc Cor Pulmonal .........................................................................................16

2.2 Asuhan Keperawatan ....................................................................................................18

ii
2.2.1 Pengkajian ......................................................................................................18

2.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 24

2.2.3 Intervensi........................................................................................................ 25

2.2.4 Implementasi .................................................................................................. 32

2.2.5 Evaluasi .......................................................................................................... 32

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 33

3.1 Simpulan ...................................................................................................................... 33

3.2 Saran ............................................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan.
Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor
pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri
ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau
penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat
mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary.
Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis,
onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam
kehidupan dapat terjadi.

Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran
Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab kematian akibat cor pulmonal
sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien penderita penyakit paru atau
sebesar 4,10%. Cor pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru,
pneumonia, dan bronkhiektasis. Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi
awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi
paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi. (Wijaya Harun S,2006)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Cor Pulmonale ?
2. Apa etiologi Cor Pulmonale ?
3. Bagaimana patofisiologi Cor Pulmonale ?
4. Bagaimana klasifikasi Cor Pulmonale ?
5. Apa manifestasi klinis Cor Pulmonale ?
6. Apa pemeriksaan penunjang Cor Pulmonale ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Cor Pulmonale ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Cor Pulmonale ?

1
1.3 Tujuan
1. Tujuan Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah dan
menambah pengetahuan tentang kita tentang penyakit Cor Pulmonal.
2. Mahasiswa memahami konsep penyakit tentang cor pulmonal dan asuhan
keperawatan pada klien dengan cor pulmonal.

1.4 Manfaat
Manfaat Kita sebagai mahasiswa bisa mengetahui dan memahami lebih spesifik
tentang penyakit Cor Pulmonale ini serta bisa mengetahui penyebab dan factor-faktor
gejala-gejala klinis dari penyakit Cor pulmonale.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar


2.1.1 Definisi

Menurut World Healt Organization (WHO) pada tahun 1963, definisi


cor pulmonale adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan stuktur paru,
tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan
penyakit jantung congenital (bawaan).

Menurut Braunwahl ( 1980 ), Cor Pulmonale adalah keadaan patologis


akibat hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi
pulmonal. (DR.Dr Soeparman,1987) Cor pulmonale adalah sebuah kondisi
ketika ventrikel kanan mengalami pembesaran (dengan atau tanpa disertai
gagal jantung kanan) akibat adanya penyakit yang mempengaruhi struktur atau
fungsi paru atau sistem vaskularnya.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

3
A. Anatomi
1. Anatomi Saluran Pernafasan
Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteria
Bronkialis dan Arteria pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari
Aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus.
Vena bronchialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem
azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih
kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi
bronchial tidak berperanan pada pertukaran gas, darah yang tidak
teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3% curah jantung. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik
dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan
mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru dimana darah
tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler
paru-paru yang halus mengitari dan menutup alveolus, merupakan
kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara
alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian
dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang
selanjutnya membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi
sistemik.

2. Anatomi Jantung Ventrikel Kanan


Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga
dada yaitu tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar
ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri danmedial
atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah bulatan berdinding tipis
dengan tebal4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di ventrikel kiri
yang lebih besar.
Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu
trabekula karnae yangsering membentuk persilangan satu sama lain.
otot ini di bagian apikal berukuran besaryaitu trabecula septo
marginal (moderator band). Ventrikel kanan secara fungsional dapat

4
dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel kanan (Righ
ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding
licin terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu
infundibulum/conus arteriosus. Alur masuk dan keluar dipisahkan
oleh kristasupra ventrikuler yang terletak tepat di atas daun anterior
katup triauspid. (Fadli, 2017)

B. Fisiologi
Jantung berfungsi sebagai pompa ganda. Darah yang kembali
dari sirkulasi sistemik (dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan
melalui vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Darah yang masuk
ke atrium kanan berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan
ditambahi dengan CO2. Darah yang miskin akan oksigen tersebut
mengalir dari atrium kanan melalui katup ke ventrikel kanan, yang
memompanya keluar melalui arteri pulmonalis kanan melalui katup ke
paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang miskin
oksigen ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan CO2-
nya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri
melalui vena pulmonalis.

2.1.3 Etiologi
Banyak penyakit yang berhubungan dengan hipoksemia dapat
memengaruhi paru-paru dapat menyebabkan cor pulmonal. Secara umum,
penyakit cor pulmonal disebabkan oleh penyakit parenkim paru menahun yang
bersifat obstructif, yang disebut dengan istilah chronic obstructive lung
(pulmonary) disease (COLD,COPD). Dalam hubungan dengan penyakit paru
menahun dan obstruktif, termasuk di antaranya adalah akibat bronkitis kronik,
asma bronchial yang sudah diderita lama, dan emfisema paru. Kelainan toraks
juga mempermudah timbulnya penyakit paru obstructif kronik yaitu
kifoskoliosis, dan penyakit neuromuscular. Termasuk juga kelainan kontrol
pernafasan akibat obesitas, hipoventilasi idiopatik, penyakit serebrovaskular,
hipertensi pulmonal idiopatik, dan emboli paru. (DR.Dr Soeparman,1987).

5
Etiologi cor pulmonale dapat dibedakan berdasarkan cor pulmonale
akut dan kronik. Cor pulmonale akut biasanya disebabkan oleh emboli paru.
Cor pulmonale kronik mempunyai banyak etiologi, antara lain penyakit paru
obstruktif, penyakit paru restriktif, penyakit pembuluh darah paru, dan
penyakit insufisiensi paru sentral seperti sindrom sleep apnea. Di antara
berbagai etiologi cor pulmonale kronik, penyakit paru obstruktif, seperti
penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab tersering cor
pulmonale kronik. (Bhattacharya, 2004)

Penyebab penyakit cor pulmonale antara lain :


a) Penyakit menahun dengan hipoksia :
a. Penyakit paru obstruktif kronik
b. Fibrosis paru
c. Penyakit fibrositik
d. Crypogenik fibrosing alveolitis
e. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
b) Kelainan dinding dada :
a. Kifoskoliosis, torakoplasti, fibrosis pleura
b. Penyakit neuromuscular
c) Gangguan mekanisme kontrol pernafasan :
a) Obesitas, hipoventilasi idiopatik
b) Penyakit serebrovasculer
d) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
a) Hipertrofi tonsil dan adenoid
b) Kelainan primer pembuluh darah
c) Hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang dan vaskulitis
pembuluh darah paru. (Wahid, 2013:117)

2.1.4 Manisfestasi Klinis

Kor pulmonal terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi


kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru,
kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang baik subklinis

6
maupun klinis, sindrom Picwician, schitoomiasis, dan infiltrasi kapiler paru
obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase arsinoma.

 Gejala Klinis :
Berdasarkan perjalanan penyakit korpulmonal dibagi menjadi 5 fase, yaitu:
a) Fase 1 : pada fase ini belum nampak gejala yang jelas, selain di
temukanya gejala awal penyakit paru obstruksi menahun (PPOM),
bronkritis kronis, TBC lama, bronkiektasis dan sejenisnya,
anamnesa pada pasien 50 tahun bia sanya di dapatkan adanya
kebiasaan banyak merokok.
b) Fase 2 : pada fase ini mulai di temukan tanda-tanda berkurangnya
ventilasi paru. Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama
bronkiektasis), sesak nafas/mengi, sesak nafas ketika berjalan
menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih
belum nampak. Pemeriksaan fisik di temukan kelainan berupa:
hipersonor, suara nafas berkurang. Ekspirasi memanjang. Ronchi
basah kering, whezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantung
lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukka berkurangnya
broncho vaskular pattern, letak diafragma rendah dan mendatar,
posisi jantung ventrikel.
c) Fase 3 : pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Di
dapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang,
cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan
tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.
d) Fase 4 : ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung
kadang somnolens pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan
kehilangan kesadaran.
e) Fase 5 : pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan artery
pulmonal meningkat. tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel,
namun fungsi fentrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya
terjadi hopertrofi ventrikel kanan kemudian menjadi gagal jantung
kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianosik, bendungan vena
jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites. (Wahid
& Suprapto, 2013, hal. 119)

7
 Tanda
Dari pemeriksaan fisik dapat mencerminkan penyakit paru yang
mendasari terjadinya cor pulmonal seperti hipertensi pulmonal,
hipertropi ventrikel kanan, dan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan
diameter dada, sesak yang tampak dengan retraksi dinding dada, distensi
vena leher dan sianosis dapat terlihat.
Pada auskultasi, lapangan paru dapat terdengar wheezing
maupun ronkhi. Suara jantung dua yang terpisah dapat terdengar
pada tahap awal. Bising ejeksi sistolik diatas area arteri pulmonalis
dapat terdengar pada tahap penyakit yang lebih lanjut bersamaan dengan
bising regugirtasi pulmonal diastolic.
Pada perkusi, suara hiper sonor dapat menjadi tanda PPOK yang
mendasari timbulnya cor pulmonal, asites dapat timbul pada kasus yang
berat.

2.1.5 Klasifikasi

1. Kor Pulmonal Akut


Disebabkan penyakit vaskuler paru embolik. Beban
embolik menyebabkan keadaan curah keluar mendadak
rendah akibat ketidakmampuan ventrikel kanan untuk
menghasilkan tekanan yang diperlukan untuk mendorong darah
melalui anyaman vaskuler paru yang secara akut terganggu.( Fishman,
2008)
2. Kor pulmonal Kronik Sekunder Terhadap Penyakit Vaskuler Paru
Berlawanan dengan tromboembolisme akut yang masif,
jika peningkatan resistensi vaskuler bertahap, tekanan vaskuler paru
yang lebih tinggi, kadang-kadang bahkan melebihi batas arteri
sistemik. Kor pulmonal kronik dapat juga disebabkan oleh
hipertensi pulmonal primer atau tiap vaskulitis luas yang kroni.
Pembagian kor pulmonal kronik :
a) Kompesansai
Redistribusi curah jantung berfungsi sebagai mekanisme
kompensasi penting. Aliran darah direstribusikan

8
sehingga pengantaran oksigen ke organ vital, dipertahankan pada
kadar normal atau mendekati normal. Abnormalitas berkurang
setelah k ompensasi klinis yang dicapai melalui terapi.
b) Dekompensasi
Sindroma klinis yang bermanifestasi sebagai tanda gagal
jantung kongestif pada penyakit paru. Biasanya dengan
adanya dispneu, ortopneu, dispnea paroksismal (nocturnal),
peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun
edema tungkai.( Allegra, 2005)

2.1.6 Patofisiologi
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah
penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti
emboli paru- paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-
paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya
terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel
kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik
kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan
resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi
vaskuler paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat
adanya hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-
paru. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk
menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu,
hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola
paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut.
Asidosis, hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam
menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat
akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh
hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan
tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh

9
kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan
obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah
secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu,
pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena
efek mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan
obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting
vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga
sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau
rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna.
Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan
penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat
kelainan perfusi-ventilasi. Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas,
mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor
pulmonal.
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi
pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan
pada parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara
akut maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada
paru yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru
yang mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian.
Hipertensi pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal
primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya
penyakit jantung, parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang
melatarbelakanginya. Hipertensi pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut
hipertensi pulmonal sekunder. Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis
paru (sekunder) didefinisikan sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri
pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20 mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer
angka ini lebih tinggi yakni >25 mmHg. Pada pasien muda (<50 tahun) TAP
normalnya berada pada kisaran 10-15 mmHg. Dengan bertambahnya usia TAP
akan meningkat kurang lebih 1 mmHg setiap 10 tahun. Selain dipengaruhi usia
TAP juga dipengaruhi oleh aktivitas. Semakin berat aktivitas maka TAP akan
semakin meningkat. Pada aktivitas ringan TAP dapat meningkat >30 mmHg.

10
Melihat hal tersebut maka pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien
dalam keadaan istirahat dan rileks.
Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya
hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.
Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh
darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat
adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric
oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari
mediator vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya
mekanisme tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi
lebih terang yakni dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat
prostacyclin, antagonis reseptor endothelin-1, dan inhibitor
phosphodiesterase-5.
Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja
ventrikel kanan dan dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan
jantung. Timbulnya keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat
hipoksia jaringan, hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta
meningkatnya cardiac output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat
melakukan adaptasi dan kompensasi maka akhirnya timbul kegagalan jantung
kanan yang ditandai dengan adanya edema perifer. Jangka waktu terjadinya
hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan maupun gagal jantung kanan pada
masing-masing orang berbeda-beda. (Sudoyo dkk, 2007)

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


1) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang
mendasari dan untuk menilai komplikasi serta perjalanan penyakit.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
- Hematokrit untuk polycythemia, yang dapat merupakan
konsekuensi dari penyakit paru yang mendasarinya , tetapi yang juga
dapat meningkatkan tekanan arteri Paru oleh viskositas meningkat
- Serum alpha1-antitripsin, jika kekurangan diduga

11
- Tingkat antibodi untuk penyakit kolagen Antinuclear vaskular ,
seperti scleroderma
- Proteins S dan C, antitrombin III, factor V Leyden , antikardiolipin
antibodi, dan homocysteine untuk mengetahui hiperkoagulasi
- Analisis gas darah untuk mengetahui saturasi oksigen
- Pemeriksaan kadar BNP (Brain Natruretic Peptide) untuk
mengatahui hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan, serta
- Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui status fungsional paru
Rontgen Toraks
Terdapat kelainan disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi
arteri pulmonal dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering
tertutup oleh hiper inflasi paru yang menekan diafragma sehingga
jantung tampaknya normal karena vertikal. Pembesaran ventrikel kanan
lebih jelas pada posisi oblik atau lateral. Selain itu didapatkan juga
diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang
lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak
membuat jantung menjadi lebih besar dari normal.

2) Ekokardiografi
Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan
dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup
pulmonal, gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal.
Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat
katup pulmonal karena “accoustic window” sempit akibat penyakit paru.

3) Kateterisasi jantung
Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan
pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan kapiler paru
normal, menandakan bahwa hipertensi pulmonal berasal dari
prekapiler dan bukan berasal dari jantung kiri. Pada kasus yang ringan,
kelainan ini belum nyata. Penyakit jantung paru tidak jarang disertai
penyakit jantung koroner terlebih pada penyakit paru obstruksi menahun
karena perokok berat (stenosis koroner pada angiografi).

12
4) EKG (Elektro Kardio Grafi)
Gambaran abnormal cor pulmonale pada pemeriksaan EKG dapat
berupa :
a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 90° atau lebih.
b. Terdapat pola S1S2S3
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
f. Terdapat pola S1Q3T3 dan right bundle branch block komplet atau
inkomplet.
g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan
prekordial.
h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK
karena adanya hiperinflasi.
i. Hipertropi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan
gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat
membingungkan dengan infark miokard.
j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi
prematur atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi,
termasuk takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal,
fibrilasi atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan
karena keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia,
gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan elektrolit, serta
penggunaan bronkodilator berlebihan). (Fadli, 2017)

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis. (Brunner&Suddart,2011)
Sasaran dari penanganan yang dilakukan adalah untuk memperbaiki
ventilasi dan mengatasi penyakit paru utama dan manifestasi penyakit
jantung.
a. Oksigen diberikan untuk menurunkan tekanan arteri pulmoner dan
resistansi vaskular paru. Terapi oksigen diberikan secara kontinu (24
jam /hari) untuk pasien dengan hipoksia berat.

13
b. Kadar oksigen darah dikaji dengan memakai obsimetri nadi dan
analisis gas darah arteri
c. Fisioterapi dada dan pembersihan bronkus sesuai dengan indikasi
untuk mengeluarkan penumpukan sekresi dan pemberian
bronkodilator akan semakin memperbaiki ventilasi
d. Jika pasien mengalami gagal napas, diperlukan tindakan intubasi dan
ventilasi mekanis
e. Jika pasien mengalami gagal jantung, hipoksemia dan hiperkapnea
harus diatasi untuk memperbaiki curah jantung
f. Edema parifer dan peningkatan beban jantung kanan akan berkurang
dengan tirah baring, pembatasan natrium, dan dieretik
g. Jika di indikasikan (pada gagal jantung kiri), digitalis dapat diberikan
h. EKG dimonitor
i. Infeksi paru harus diatasi dengan cepat (kondisi ini akan
memperberat hipoksemia dan kor pulmonale).

2. Penatalaksanaan Keperawatan. (Brunner&Suddart,2011)


1. Bantu pemasangan intubasi dan ventilasi mekanis jika diperlukan,
bantu pasien secara fisik dan emosional.
2. Kaji stauts pernafasan dan jantung dan berikan medikasi sesuai
resep.
3. Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya pemantauan yang ketat
dan keoatuhan terhadap regimen terapi, terutama oksigen.
4. Kaji factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap
regimen terapiutik
5. Informasikan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
penatalaksaan penyakit kronis ini akan berlangsung jangka panjang,
dan bahwa sebagian besar perawatan serta pemantauan akan
dilakukan.
6. Berikan okesigen secara kontinu dan ajari pasien menggunakannya.
7. Informasikan kepada pasien tentang nutrisi jika pembatasan natrium
dalam diet dan medikasi diuretic merupakan bagian dari terapi.

14
8. Desak pasien untuk berhenti merokok, jika perlu arahkan pasien
untuk bergabung dengan kelompok pendukung komunitas atau
kelompok berhentu merokok.
9. Jika kondisi fisik pasoen perlu dikaji secara ketat atau jika pasien
tidak mampu merawat dirinya sendiri, anjurkan pasien untuk
menjalani perawatan dirumah (home care).

2.1.9 Kompilkasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a. Emfisema
b. Gagal jantung kanan
c. Gagal jantung kiri
d. Hipertensi pulmonal kiri
(Wahid & Suprapto, 2013, hal. 120)

15
2.1.10 WOC
Gangguan Paru-paru Restriktif

Gangguan Paru-Paru Obstruksi

Gangguan Paru-Paru Primer

Perubahan anatomi pembuluh Perubahan fungsional paru


darah paru-paru

Hipoksemia dan hiperkapnea


Pengurangan jaringan vaskuler
paru-paru

Asidosis
Polisitemia

Vasokontriksi arteri pulmonal

Peningkatan resistensi vaskular


paru

Hipertensi Pulmonal

Hipertensi ventrikel kanan

Akut Kronik
Kor Pulmonal

Waktu bagi ventrikel kanan


Kegagalan kompensasi
untuk berkompensasi ↓
jantung

Tekanan arteri pulmonalis naik


tiba-tiba (>40-45 mmHg)

Curah jantung Gagal Jantung Kanan


menurun
16
Proses inflamasi Suplai darah ke Sirkulasi O2 jaringan
Darah yang dipompa hipoksia
akibat riwayat Curah jantung tidak adekuat
jantung menurun otak menurun

Suplai O2 ke Suplai darah ke


Hipertrofi dan Darah yang disaring Penimbunan asam
jaringan lemas jaringan serebri
hiperplasia kelenjar glomeroulus menurun laktat
menurun menurun

Saluran pernapasan Nafsu makan Pusing


hipoksemia oliguria
lebih menyempit menurun

Gangguan Gangguan eliminasi Gangguan


Suplai O2 menurun Anoreksia kesadaran
pertukaran gas urine

Ketidakseimbangan
Hipoksia Intoleransi aktivitas
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan pola
napas

17
2.2. Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1) Identitas
Kor pulmonal dapat terjadi pada pasien usia 50 tahun karena sering
didapati dengan kebiasaan sehari-hari yaitu merokok dan terpapar polusi.
Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi
penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak
dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru. (Wahid & Suprapto,
2013, hal. 119)

2) Status kesehatan saat ini


a) Keluhan Utama
Pasien kesulitan bernafas pada saat berolahraga keras dan ketika
berbaring,karena naiknya kebutuhan oksigen. Batuk produktif karena
kondisi pernapasan,emfisema,lelah karena hipoksia dan gagal
jantung,berat badan naik karena retensi cairan,denyut jantung naik.
(Digiulio, 2014, hal. 107)
b) Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengalami kekurangan oksigen karbonhidroksida
naik,he moglobin naik,oksimetri denyut menunjukkan turunnya saturasi
oksigen,bilik jantung kanan membesar,arteri pulmonalis meluas dan
bilik kanan terlihat pada sinar X dada. (Digiulio, 2014, hal. 108)
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan Kor Pulmonal,akan diawali dengan tanda-tanda
mudah letih saat melakukan aktivitas,sesak nafas, nyeri dada,batuk
produktif,wheezing respirasi,sianosis. (Wahid & Suprapto, 2013, hal.
124)

3) Riwayar kesehatan terdahulu


a) Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat merokok, merupakan penyebab timbulnya kelainan
paru obstruktif kronik,polusi udara (asap dari cerobong-cerobong pabrik
di daerah industri dan asap dari kendaraan bermotor),selain itu juga

18
pernah memiliki riwayat penyakit PPOK dan hipertensi pulmonal
(Wahid & Suprapto, 2013, hal. 125)

b) Riwayat penyakit keluarga


Pada banyak kasus cor pulmonale ditemukan pada anggota
keluarga tertentu dan ternyata kekurangan alfa-antripsin memegang
peran dalam penentuan predisposisi terjadinya penyakit paru obstruktif
kronik. Riwayat penyakit paru kronik (bronchitis kronik dan emfisema
paru,diantaranya disebabkan. Hemophilis influenza, pneumococcs,
staphylococcus aureus,pseudomonas,klebsiella. (Wahid & Suprapto,
2013, hal. 125)

4) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
a) Kesadaran
Gambaran dari kondisi pasien yaitu mengalami sesak nafas,
batuk yang produktif, lelah karena hipoksia dan gagal
jantung,wheezing respirasi, sianosis pada jari,berat badan naik
karena retensi cairan, frekuensi pernapasan menggunakan otot bantu
pernafasan. (Digiulio, 2014, hal. 107)
b) Tanda-tanda vital
Penafasan : Lebih dari 20 X/menit
Nadi : diatas 100 X/menit
(Digiulio, 2014, hal. 107-108)

 Body system
a. Sistem pernafasan
Pada pasien KP pemeriksaan dapat berupa sesak nafas akibat
hipertensi vena pulmonal, wheezing respiration, terlihat penggunaan
otot-otot bantu nafas, dahak , Pemeriksaan auskultasi dapat
ditemukan suara nafas yang melemah, respirasi lebih dari 20 kali per
menit (Digiulio, 2014, hal. 107)

19
b. Sistem kardiovaskuler
Gangguan paru-paru utama dapat menyebabkan kegagalan
jantung. Dan akan menyebabkan hipertensi paru-paru dan pelebaran
bilik jantun kanan. (Digiulio, 2014, hal. 107)

c. Sistem persarafan
Pada penderita CP dengan hipertensi pulmonal primer
keluhannya berupa mudah pingsan jika beraktivitas, tingkat
kesadaran menurun jika melakukan aktivitas, ditandai dengan
hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.
selain itu penderita CP juga mudah bingung/kurang tanggap. (Wahid
& Suprapto, 2013, hal. 118)

d. Sistem perkemihan
Penderita CP diberikan diuretik untuk membuang kelebihan
cairan pada pasien dengan cara mengeluarkan natrium melalui
pembuangan urin. (Pranata & Prabowo, 2017, hal. 255)

e. Sistem pencernaan
Pada penderita CP kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi karena
penderita CP akan merasa mual dan muntah. (Wahid & Suprapto,
2013, hal. 118)

f. Sistem integument
Pasien CP akan mengalami edema karena penumpukan cairan
di dalam tubuh sehingga resistensi kulit meningkat. penyebabnya
karena peningkatan tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena
gagal jantung kanan. (Digiulio, 2014, hal. 107)

20
g. Sistem Muskuloskeletal
Pada penderita CP akan mengalami kondisi seperti cepat
lelah. (Wahid & Suprapto, 2013, hal. 119)

h. Sistem endokrin
Pasien mengurangi konsumsi sodium dalam diet untuk
mengurangi retensi cairan.jika dikonsumsi berlebihan akan merusak
ginjal. (Digiulio, 2014, hal. 109)

i. Sistem reproduksi
Pasien penderita CP mengalami hipertrofi dan dilatasi dari
Vertikel kanan sebagai akibat dari hipertensi ( artery ) pulmunal.
Sedangkan hipertensi termasuk salah satu penyakit yang
mempengaruhi sistem reproduksi pada laki-laki ( Impoten). Sehingga
jika seorang laki-laki menderita CP maka kemungkian akan terjadi
penurunan sistem reproduksi.(Mutaqqin, 2012, hal. 227)

j. Sistem penginderaan
Pada pasien penderita CP akan mengalami sianosis ( kebiruan
yang terjadi pada bibir dan selaput mata karena hemoglobin di
daerah kapiler susut,selain itu mata juga menonjol. (Wahid &
Suprapto, 2013, hal. 118)

k. Sistem imun
Penderita CP mengalami lelah karena hipoksia selain itu
penderita CP akan mengalami penurunan imun tubuh karena
kandungan nutrisi yang dikonsumsi berkurang akibat nafsu makan
yang menurun. Serta gangguan ADL yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum dan keletihan (Wahid & Suprapto, 2013, hal.
118) (Mutaqqin, 2012, hal. 230)

21
5) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan EKG
Kelainan pada elektrokardiogram yang sering ditemukan pada
pasien dengan kor pulmonal menahun antara lain P pulmonal di lead
II,III,dan aVF: deviasi axis ke kanan >110: rasio R/S di V6<1 :
gambaran rSR’ pada VI : RBBB lengkap atau tidak lengkap ; R atau R’
yang tinggi pada VI atau V3R ; dan T inverted pada sandaran
prekordial. Elektrokardiogram normal tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya kor pulmonal . Aritmia atrial atau ventrikular
dapat terjadi pada hipoksemia dengan/tanpa hiperkapnea. (Mutaqqin,
2012, hal. 229)

b) Pemeriksaan foto thoraks


Tanda yang sering didapatkan adalah :
o Kelainan pada parenkim paru,pleura maupun dinding thoraks
tergantung penyakit dasarnya
o Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan
gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga
menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree)
o Pembesaran ventrikel kanan
o Pelebaran vena cava superior
o Jika ada emphysma maka diafragma agak rendah,conus pulmonalis
melebar (Wahid & Suprapto, 2013, hal. 121)
c) Pemeriksaan laboratorium
I. Pada penderita KP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan
restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya).
Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau
hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita KP
AGD nya normal pada saat istirahat,tetapi pada saat istirahat,tetapi
pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan adanya
hipoksia berat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa
etiologi sesak nafasnya adalah kelainan paru. Pada penderita KP
dengan hipoksia yang bermakna (saturai oksigen arterial £ 90%)
serigkali menderita polisitemia.
22
II. Polisitemia ( hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM
(Penyakit Paru Obsruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari
85% ; PCO2 dapat meningkat atau normal.
o Faal paru menurun, yaitu :
- V.C.berkurang (N=5,80 L)
- E.V1 berkurang (N=4,32 L)
o Analisa gas darah :
- PO2 kurang dari 60 mmHg
- PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
o PH darah rendah
o Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang.
(Wahid & Suprapto, 2013, hal. 122)

6) Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan keperawatan
i. Melalui hiderasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan
mengidentifikasikan pembersih jalan nafas
ii. Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi
yang mudah untuk bernafas.
iii. Tirah baring : bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
iv. Memberikan penyuluhan agar pasien menghindari segala jenis
polusi udara dan berhenti merokok.
v. Latihan pernafasan dan bimbingan ahli fisioterapi.
vi. Kolaborasi memperbaiki ventilasi dan oksigenisasi jaringan
melalui pemberian O2
B. Penatalaksanaan medis
Pemberian medikametosa :
a) Bronkodilator
Aminofilin : menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2
adrenergik selektif (Turbutalin atau Salbutamol).
Dosis : 20-80 mg/hari/PO/IV/IM (Maksimum 600 mg) (Wahid &
Suprapto, 2013, hal. 123)
b) Mukolitik dan Ekspektoran

23
Mukolitik berguna untukmencairkan dahak dengan memecahk
ikatan rantai kimianya, sedangkan ekspetoran untuk mengeluarkan
dahak dari paru. (Wahid & Suprapto, 2013, hal. 123)
c) Antibiotika
Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan
parenkim paru disebabkan oleh mikroorganisme, diantaranya :
Hemophylus influenza dan Pneumococcus peka terhadap metisilin,
kloksasilin, flukoksasilin dan eritromisin. Klebsiella peka terhadap
gentamisin, steptomisin dan polimiksin. (Wahid & Suprapto, 2013,
hal. 123)
d) Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 (tekanan CO2arterial) dan asidosis pada
penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2
sehingga menimbulkan hipoksemia.
Dosis : 20-30% melalui masker venture dan secara intermiten 1-3
liter permenit. (Wahid & Suprapto, 2013, hal. 123)
e) Diuretik
Diberikan jika terjadi gagal jantung . pemberian digitalis harus
berhati-hati,karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang
rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik
dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi lebih besar.
Dosis : 5-20/hari tergantung pada jenis obat
(Wahid & Suprapto, 2013, hal. 124).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnose disusun berdasarkan prioritas kebutuhan Maslow


1) Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan
penekanan toraks.
2) Gangguan pertukaran gas b.d. hipoksemia secara reversible/ menetap,
refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/ alveolar pada status
cedera kapiler paru.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
penurunan nafsu makan.

24
4) Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik dan keletihan.

5) Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria

2.2.3 Intervensi

NO DIAGNOSE KEPERAWATAN NOC NIC

1 Ketidakefektifan pola napas  Manajemen jalan napas Airway Management


 Monitor pernapasan
- Buka jalan napas,
Definisi: Kriteria Hasil: gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang - Menunjukan jalan napas
perlu
tidak memberi ventilasi yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama - Posisikan pasien untuk
napas, frekuensi memaksimalkan
Batasan karakteristik: pernapasan dalam ventilasi

- Perubahan kedalaman rentang normal, tidak


- Indentifikasi pasien
pernapasan ada suara napas
perlunya pemasangan
abnormal)
- Perubahan ekskursi dada alat jalan napas buatan
- Tanda tanda vital dalam
- Mengambil posisi tiga titik - Pasang mayo bila perlu
rentang normal (tekanan
- Bradipneu darah, nadi, pernapasan) - Auskultasi suara napas,
catat adanya suara
- Penurunan tekanan ekspirasi
tambahan
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Monitor respirasi dan
- Penurunan ventilasi semenit status O2

- Penurunan kapasitas vital - Pertahankan jalan napas


yang paten
- Dipsneu
- Atur peralatan
- Peningkatan diameter
oksigenasi
anterior-posterior
- Monitor aliran oksigen
- Pernapasan vuping hidung

- Ortopneu

25
- Fase ekspirasi memanjang status pernapasan: ventilasi

- Pernapasan bibir - Monitor TD, nadi, suhu


dan RR
- Takipneu
- Monitor frekuensi dan
- Penggunaan otot asksesorius
irama pernapasan
untuk bernapas
- Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
Faktor yang berhubungan: melebar, bradikardi,

- Ansietas peningkatan sistolik)

- Posisi tubuh

- Deformitas tulang

- Deformitas dinding dada

- Keletihan

- Hiperventilasi

- Sindrom hipoventilasi

- Gangguan musculoskeletal

- Kerusakan neurologi

- Imaturitas neurologis

- Disfungsi neuromuscular

- Obesitas

- Nyeri

- Keletihan otot pernapasan


cedera medulla spinalis

2 Gangguan pertukaran gas  Respiratory status : gas Airway management

Definisi exchange - Buka jalan napas,

kelebihan atau deficit pada  Respiratory status : gunakan Teknik chinlift

26
oksigenasi dan/atau eliminasi ventilation atau jaw thrust bila
karbondioksida pada membrane  Vital sign status perlu
alveolar- kapiler - Posisikan pasien untuk
Kriteria hasil : memaksimalkan
Batasan karakteristik - Mendemonstrasikan ventilasi
- Pernapasan abnormal (mis peningkatan ventilasi - Identifikasi pasien
kecepatan,irama, kedalaman dan oksigenasi yang perlunya pemasangan
) adekuat alat jalan napas buatan
- Warna kulit abnormal (mis, - Memelihara kebersihan - Pasang mavo bila perlu
pucat, kehitaman paru-paru dan bebas dari - Lakukan fisioterapi
- Konfusi tanda-tanda distress dada jika perlu
- Sianosis (pada neonatus saja) pernapasan - Keluarkan secret dengan
- Penurunan karbondioksida - Mendemonstrasikan batuk atau suksion
- Diaphoresis batuk efektif dan suara - Auskultasi suara
- Dispnea napas yang bersih, tidak napas,catat adanya suara
- Sakit kepala saat bangun ada sianosis dan napas tambahan
- Hiperkapnia dyspnea (mampu - Berikan bronkodilatator
- Hipoksemia mengeluarkan sputum, bila perlu
- Hipoksia mampu bernapas dengan - Atur intake untuk cairan
- Iritabilitas mudah, tidak ada pursed mengoptimalkan
- Napas cuping hidung lips). keseimbangan
- Gelisah - Tanda-tanda vital dalam - Monitor respirasi dan
- Samnolen normal status O2 Respiratory
- Takikardia monitoring
- Gangguan penglihatan - Monitor rata-rata
kedalaman,irama dan
Faktor-faktor yang berhubungan : usaha respirasi
- Perubahan membrane - Catat pergerakan dada,
alveolar-Kapiler amati kesimetrisan,
- Ventilasi-perfusi penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal

27
- Monitor suara napas
seperti dengkur
- Monitor suara napas
bradypnea, takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi, Cheyne
stokes, Biot

3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang  Nutritional Status : food Nutrition Management


dari kebutuhan tubuh and fluid intake - Kaji adanya alergi
 Nutritional status : makanan

Definisi nutrient intake - Kolaborasi dengan ahli

Asupan nutrisi tidak cukup untuk  Weight control gizi untuk menentukan

memenuhi kebutuhan metabolic jumlah kalori dan nutrisi


yang dibutuhkan pasien
Kriteria hasil :
- Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : - Adanya peningkatan
meningkatan protein
- Kram abdomen berat badan sesuai
dan vitamin C
dengan tujuan
- Nyeri abdomen
- Berat badan ideal sesuai - Berikan substansi gula
- Menghindari makanan
dengan tinggi badan - Yakinkan diet yang
- Berat badan 20% atau lebih - Mampu dimakan mengandung
dibawah berat badan ideal mengidentifikasi tinggi serat untuk
- Kerapuhan kapiler kebutuhan nutrisi mencegah konstipasi
- Tidak ada tanda-tanda - Berikan makanan yang
- Diare
malnutrisis terpilih (sudah
- Kehilangan rambut
- Menunjukkan dikonsultasikan dengan
berlebihan
peningkatan fungsi ahli gizi)
- Bising usus hiperaktif pengecapan dan
- Ajarkan pasien
- Kurang makanan menelan
bagaimana membuat
- Kurang informasi - Tidak terjadi penurunan
catatan makanan harian
berat badan yang berarti
- Kurang minat pada makanan - Monitor jumlah nuutrisi
- Penurunan berat badan dan kandungan kalori

28
dengan asupan makanan - Berikan informasi
adekuat tentang kebutuhan
- Kesalahan konsepsi nutrisi

- Kesalahan informasi - Kaji kemampuan pasien

- Membrane mukosa pucat untuk mendapatkan


nutrisi yang dibutuhkan
- Ketidakmampuan memakan
makanan

- Tonus otot menurun Nutrition Monitoring

- Mengeluh gangguan sensasi - BB pasien dalam batas

rasa normal
- Monitor adanya
- Mengeluh asupan makanan
penurunan berat badan
kurang dan RDA
- Monitor tipe dan jumlah
(recommended daily
aktivitas yang biasa
allowance)
dilakukan
- Cepat kenyang setelah
- Monitor interaksi anak
makan
atau orangtua selama
- Sariawan rongga mulut makan
- Steatorea - Monitor lingkungan
selama makan
- Kelemahan otot pengunyah
- Jadwalkan pengobatan
- Kelemahan otot untuk
dan perubahan
menelan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
Factor yang berhubungan : - Monitor kekeringan,

- Factor biologis rambut kusam, dan

- Factor ekonomi mudah patah

- Ketidakmampuan untuk - Monitor mual dan

mengabsorbsi nutrient muntah

- Ketidakmampuan untuk - Monitor kadar albumin,

mencerna makanan total protein, Hb dan

- Ketidakmampuan menelan kladar Ht

29
makanan - Monitor pertumbuhan
- Factor psikologis dan perkembangan
- Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan
intake nutrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas
oral
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

4 Intoleransi aktifitas Konservasi energy Terapi aktivias


Toleransi terhadap aktivitas - Kolaborasi denga tenaga
Perawatn diri : akifitas rehabilitasi medic dalam
Definisi :
sehari-hari (ADL) merencanakan program
Ketidakcukupan energy psikologis
terapi yang tepat
dan fisiologis untuk melanjutkan
Kriteria Hasil : - Bantu klien untuk
atau menyelesaikan aktifitas
- Berpatisipasi dalam mengidentifikasi
kehidupan sehari-hari yang harus
aktifitas fisik tanpa aktivitas yang mampu
atau yang ingin dilakukan.
disertai peningkatan dilakukan
tekanan darah, nadi dan - Bantu untuk
Batasan Karakteristik :
RR mendapatkan alat
- Respon tekanan darah
- Mampu melakukan bantuan akiviitas seperti
abnormal terhadap aktivitas
aktivitas sehari-hari kursi roda, krek
- Respon frekuensi jantung
- Tanda-tanda vital - Bantu untuk
abnormal terhadap aktivitas
normal mengidentifikasi
- Ketidaknyamanan setelah
- Mampu berpindah aktivitas yang disukai
beraktivitas
dengan atau tanpa - Bantu klien atau
- Dispnea setelah beraktivitas
bantuan alat keluarga untuk
- Menyatakan merasa letih dan

30
lemah - Sirkulasi status baik mengidentifikasi
kekuramg dalam
Factor yang berhubungan : beraktivitas
- Bantu klien untuk
- Tirah baring atau imonilisasi
mengembangkan
- Kelemahan umum
motivasi diri dan
- Ketidakseimbangan antara
pengetahuan
suplai dan kebutuhan
- Monitor respon fisik,
oksigen
emosi, sosial dan
- Imobilitas
spiritual
- Gaya hidup monoton

5 Gangguan eliminasi urin Kriteria hasil : - Lakukan penilaian


kemih yang
- Kandung kemih kosong
komprehensif berfokus
Definisi secara penuh
pada inkontinensia
- Bebas dari ISK.
Disfungsi pada eliminasi urine (misalnya output urine,
- Tidak ada spasme
pola berkemih, fungsi
bladder
kognitif, dan masalah
Batasan karakteristik : - Tidak ada residu urine >
kencing persisten)
- Disuria 100-200 cc
- Memntau penggunaan
- Anyang-anyangan - Intake cairan dalam
obat dengan sifat
- Inkonteninsia rentang normal
antikolinergik
- Nokturi ritensi - Balance cairan
- Meransang reflek
seimbang
kandung kemih dengan
Faktor yang berhubungan menerapkan dingin
- Obstruksi anatomic untuk perut
- Penyebab multiple - Instruksikan cara-cara
- Gangguan sensori motoric untuk menghindari
- Infeksi saluran kemih konstipasi
- Masukan kateter kemih,
sesuai
- Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
merekam output urin,

31
sesuai
- Memantau asupan dan
keluaran
- Membantu dengan toilet
secara berkala, sesuai
- Memenrtau tingkat
distensi kandung kemih
dengan palpasi dan
perkusi

2.2.4 Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan


adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang dperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara lansung setelah pengkajian ( potter & perry, 2005 ).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap
tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan (Hutahaean Serri, 2010). Evaluasi disusun dengan menggunakan
metode SOAP. Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008)

32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korpulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/ atau


dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan
pada kontrol pernafasan.
Korpulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Kor Pulmonale akut
tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Kor Pulmonale kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Kor Pulmonale
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Kor Pulmonal
akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Komplikasi dari pulmonary heart disease
diantaranya ialah emfisema, gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan hipertensi
pulmonal kiri.

Asuhan keperawatan kor pulmunal terdiri atas pengkajian, diagnosa,


intervensi, implementasi dan evaluasi. Adapun diagnosa yang ditegakkan dalam
penyakit kor pulmonal ini ialah ketidakefektifan pola napas, gagngguan pertukaran
gas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktifitas
dan perubahan pola eliminasi urin.

Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti


komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak
lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara lansung
setelah pengkajian. Evaluasi disusun dengan menggunakan metode SOAP

3.2 Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon perawat
harus terus meningkatkan kompetensi diri kita, lebih-lebih yang berkaitan dengan
fenomena kesehatan yang bersifat spesifik pada sistem kardiovaskuler, seperti
penyakit Kor pulmonal ini.

33
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, A. L. (2016).Cor Pulmonal . Retrieved Oktober 2021, 29, from


Scribd:https://www.scribd.com

Gede, N., & Efenndi, C. (2004).Keperawatan medikal bedah, klien dengan


gangguansistem pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.

handz-superners. (2015, Agustus).Kor Pulmonal . Retrieved Oktober 2021, 29,


from DocSlide: http://www.dokumen.tips

Muttaqin, a. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Somantri, i. (2012).Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika.

34

Anda mungkin juga menyukai