Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“ASUHAN KEPERAWATAN COR PULMONALE”

DOSEN PENGAJAR : NI PUTU SUMARTINI S.Kep., Ns . M.Kes

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3

1. ADELLIA YULIANA MAHARANI P07120120047


2. AMALIA RACHMAWATY P07120120050
3. FIA AFRIANI P07120120058
4. JUMAIDI P07120120067
5. LULUK DWI RAHMAYANTI P07120120068

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM KEMENTRIAN KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM STUDY D-III KEPERAWATAN MATARAM

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Askep
Cor Pulmonale” sebagai pemenuhan penugasan mata kuliah “Keperawatan
Medikal Bedah I” D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Mataram Kementerian
Kesehatan RI.

Terimakasih kami ucapkan kepada ibu Ni Putu Sumartini S.Kep.,Ns.M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, karena atas berkat
bimbingannya makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Melalui makalah ini kami harap dapat membantu teman-teman yang


membacanya dan dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Kami
menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Sehingga kami membutuhkan
kirik dan saran yang bersifat membangun semangat kami agar makalah ini bisa
lebih baik lagi.

Mataram, 30 Agustus 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ...................................................................................... 1

Rumusan Masalah ................................................................................. 1

Tujuan .................................................................................................. 2

Tujuan Umum ........................................................................... 2

Tujuan Khusus .......................................................................... 2

Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II LITERATUR REVIEW........................................................................... 3

Definisi ................................................................................................. 3

Etiologi ................................................................................................. 3

Patofisiologi .......................................................................................... 4

Sirkulasi paru normal ................................................................ 4

Hipertensi pulmonal .................................................................. 4

Hemodinamik paru.................................................................... 5

Manifestasi klinis .................................................................................. 5

Pemeriksaan diagnostic ......................................................................... 6

Elektrokardiogram .................................................................... 6

Gambaran radiologi................................................................... 6

Magnetic Resonance Imaging (MRI) ......................................... 6

Biopsi Paru ............................................................................... 6

Penatalaksanaan .................................................................................... 7

ii
Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan
Farmakologi............................................................................. 7

Penatalaksanaan Medis ............................................................. 9

Prognosis ............................................................................................ 11

Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 12

a) Pengkajian keperawatan............................................................... 12

b) Diagnosis keperawatan ................................................................ 12

c) Intervensi Keperawatan ............................................................... 13

2.8 Contoh Asuhan Keperawatan Kasus .................................................... 18

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 33

Kesimpulan ......................................................................................... 33

Saran................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu
perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum
antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan
sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan
oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak
dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk
berbagai proses penyakit cardiopulmonary. (handz-superners, 2015).

Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan


berlebih yang kronis pada ventrikel kanan dimana tekanan berlebihan ini
menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan hipertrofi otot jantung.
Hipoksemia akut, seperti pada pneumonia apat menimbulkan hipertensi pulmonari
dan mendilatasi ventrikel. Tekanan pengisian ventrikel kanan normal sampai terjadi
gagal ventrikel. Gagal ventrikel kanan biasanya terjadi ketika tekanan arteri
pulmonalis sebanding dengan tekanan darah sistemik. Dengan begitu Tujuan
pengobatan kor pulmonal adalah menurunkan tekanan arteri pulmonalis dan
keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada keberhasilan pengobatan paru
yang mendasari (Gede & Efenndi, 2004).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada klien Kor Pulmonal

1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mahasiswi Akademi Keperawatan Lumajang dapat
memahami tentang penyakit dan dapat mengaplikasikan tata laksana keperawatan
pada klien dengan Kor Pulmonal
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada klien Kor Pulmonal

1.4 Manfaat
Untuk mengetahui dan memahami Konsep Asuhan keperawatan Pada Klien
Kor Pulmunal

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kor pulmonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu
penyakit yang mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk
didalamnya kelainan jantung kanan akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau
akibat penyakit jantung bawaan (Muttaqin, 2008)
Kor pulmonal di sebut juga penyakit jantung pulmunal, terdiri dari
perbesaran ventrikel kanan (hipertrofi, dilatasi atau keduanya). Kor pulmonale
adlah sekunder akibat hipertensi pulmonalis yang di sebabkan oleh gangguan pada
paru-paru atau dinding dada. (Gede & Efenndi, 2004)

2.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah PPOM, dimana terjadi perubahan
struktur jalan napas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi
alveolar.Penyebab lainnya dalah kondisi yang membatasi atau mengganggu fungsi
ventilasi yang mengarah pada hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga dan
obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi jarring-jaring vascular paru
(hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus paru).Kelainan tertentu
dalam sistem persarafan, otot pernapasan, dinding dada, dan percabangan arteri
pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal (Muttaqin, 2008)

Secara umum kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini


1. Penyakit paru paru yang merata
Terutama emfisema, bronkhitis kronis (COPD), dan fibroris akibat TB
2. Penyakit pembuluh darah paru.

3
Terutama thrombosis dan embolus paru, fibrosis akibat penyinaran yang
menyebabkan penurunan elastisita pembuluh darah paru
3. Hipoventilasi alveolar menahun.
Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti:
a. Penebalan pleura bilateral.
b. Kelainan neuromuscular, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot.
c. Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasitas rongga torak
sehingga pergerakan torak berkurang. (Somantri, 2012)

2.3 Patofisiologi
2.3.1 Sirkulasi paru normal
Sirkulasi paru pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high
flow-flow pressure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tapi tekanan rendah,
mempunyai resistensi yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu
menampung bertambahnya aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan
arteri paru, atau hanya meningkat sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. Hal
ini disebabkan karena adanya dilatasi seluruh pembuluh darah paru dan
keikutsertakannya pembuluh darah yang tidak diperfusi pada waktu
istirahat.Pembuluh darah paru mempunyai dinding tipis, eliptikal, dan elastic
sehingga dapat menampung kenaikan 200-300% dari curah jantung tanpa
mengalami kenaikan tekanan arteri pulmonalis (Muttaqin, 2008)
2.3.2 Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul
sebagai hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan
pembuluh darah paru.hipertensi pulmnal akan timbul jika pengurangan jaringan
pembuluh darah paru lebih dari 50%. Pneumonektomi satu paru tidak akan disertai
kenaikan tekanan arteri pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor antara lain
pengurangan vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan polisitemia akan
menyebabkan tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi hipertrofi ventrikel
kanan. (Muttaqin, 2008)
Pengurangan jaringan pembuluh darah paru akan menurunkan kemampuan
pembuluh darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktivitas

4
sedangkan pada waktu aktivitas, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan
arteti paru akan meningkat. Hipoksia merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis
terpenting (Muttaqin, 2008)
Vasokonstriksi terjadi akibat efek langsung hipoksemia pada otot polos
arteri pulmonalis atau efek tidak langsung melalui penglepasan zat vasoaktif seperti
histamine dari sel mast.Asidosis akibat hiperkapnea atau sebab lain juga merupakan
vasokonstriktor arteri pulmonalis yang sinergistik dengan hipoksia.Polisitemia
karena hipoksia menahun menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian
mengakibatkan hipertensi pulmonal. (Muttaqin, 2008)
2.3.3 Hemodinamik paru
Dua faktor yang memengaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah
jantung dan resistensi atau diameter pembuluh darah paru.Sebelum timbul kor
pulmonal, curah jantung normal pada waktu istirahat dan meningkat secara normal
saat berolahraga.Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian tinggi untuk
meningkatkan curah jantung kebatas normal.Tekanan arteri paru meningkat
tergantung dari curah jantung dan vasokonstriksi pembuluh darah akibat
hipoksemia.Pada saat timbul gagal jantung kanan, tekana akhir diastolik meningkat
dan curah jantung normal pada waktu istirahat, tapi ketika melakukan aktivitas
fisik, curah jantung tidak mampu naik seperti pada keadaan normal.Hipoksia
menyebabkan penurunan fungsi jantung.Adanya hipertensi pulmonal dan
penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan kegagalan jantung
kanan. (Muttaqin, 2008)

2.4 Manifestasi klinis


Gejal klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai
berikut:
a. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, missal COPD akan
menimbulkan gejala nafas pendek, dan batuk.
b. Gagal ventriel kanan akan muncul edema, distensi vena leher, liver
palpable, efusi pleura, asites, dan murmur jantung.
c. Sakit kepala, confussion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2.
(Somantri, 2012)

5
2.5 Pemeriksaan diagnostic
2.5.1 Elektrokardiogram
Kelainan pada elektrokardiogram yang sering ditemukan pada klien dengan
kor pulmonal menahun antara lain P pulmonal di lead II, III, dan aVF; deviasi aksis
kekanan >110; rasio R/S di V6< 1; gambaran rSR’ pada V1; RBBB lengkap atau
tidak lengkap; R atau R’ yang tinggi pada V1 dan V3R; dan T inverted pada
sandaran prekordial. Elektrokardiogram normal tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya kor pulmonal.Aritmia atrial atau ventrikular dapat terjadi pada hipoksemia
dengan/tanpa hiperkapnea (Muttaqin, 2008)
2.5.2 Gambaran radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran histologi parenkim dan pleura yang mungkin
dapat menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal
adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke
perifer, dan lapang paru perifer tampak relative oligemia.Pada hipertensi pulmonal,
diameter arteri pulmonalis kanan >16 mm, dan diameter arteri pulmonalis kiri >18
mm pada 93% penderita.Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rongent thoraks
PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kea rah lateral batas
jantung kiri, dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal
pada foto dada lateral (Muttaqin, 2008)
2.5.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume
kavitas, dan fraksi ejeksi.
2.5.4 Biopsi Paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyait
vaskuler paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wagener
Granulomatosi (Somantri, 2012)

6
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan Farmakologi
Pada dasarnya adalah mengobati penyakit.Pengobatan terdiri dari :
1. Tirah baring, anjuran untuk diet rendah garam
Tirah baring mencegah memburuknya hipoksemia yang akan lebih menaikkan
lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara
berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk
menurunkan hiperkapnia.
2. Tindakan preventif, yaitu berhenti merokok olahraga dan teratur, serta senam
pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang. (handz-
superners, 2015)
a) Terapi Oksigen
Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator
mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas)
Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif
untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator,
kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif.
Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di
bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur.Terapi
oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat
menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, Meringankan hipoksemia
jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan
jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala
dan meningkatkan status fungsional.Oleh karena itu, terapi oksigen penting di
berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia
atau penyakit paru obstruktif (PPOK)

7
b) Diuretik
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis,
terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer.
Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun
kiri.Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di
perhatikan penggunaannya.Volume pengosongan yang berlebihan dapat
menimbulkan penuruna cardiac output.Komplikasi lain dari diuretic adalah
produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas
stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi.
Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan
diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac
output.Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary
heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian. Contoh : Aldactone
(spironalactone), Anhydrone (Siklotiazida), Aquatag (Benztiazida), Aquatensin
(Metiklotiazida), Lasix (Furosemida), Midamor (Amilorid), Naqua
(Triklormetiazida), Zaroxolyne (Metolazone).
Dosis pemberian diuretic tergantung efek dieresis yang dikehendaki.
c) Vasodilator
Tujuan terapi dengan vasodilator adalah menurunkan hipertensi
pulmonale tetapi sebagian besar berdampak pada sirkulasi sistemik
sehingga akan terjadi hipotensi. Contoh obat vasodilator adalah
• ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitio) =
mengembangkan pembuluh darah arteri dan vena.
• Nitroglycerine = mengembangkan pembuluh darah vena saja.
• Hidrolacyne = mengembangkan pembuluh darah arteri saja.
d) Digitalis
Adalah obat yang meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung dan
digunakan untuk mengobati layu jantung dan menormalkan lagi denyut
jantung.Dalam kaitannya terhadap pengobatan kor pulmonal hanya bermanfaat
diberikan apabila telah disertai dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Digitalis diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling
penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya.

8
Dosis pemberian obat digitalis:
1) Jika dalam 2 minggu terakhir klien tidak mendapat terapi digitalis, maka dapat
diberikan digitalis cepat (IV) dengan dosis 0,2-0,4 mg setiap 4-6 jam sampai dengan
total dosis 1,6 mg.
2) Dosis maintenanceny adalah 0,25-0,50 mg/hari.
Beberapa nama obat digitalis adalah digitoksin (paten= Crystodigin,
Digifortis, Lanoxin).
e) Trakeostomi
Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi gurangi ruang
mati
f) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru
obstruktif kronik. Contoh obat antikoagulan oral adalah warfarin, sedangkan yang
melalui IV line adalah Heparin atau Syntrom dan obat jenis Anti-agresi Platelet
(antiplatelet) : AsamvSalisilat (Aspirin/ Aspilet).
g) Pengobatan Lain
Inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid) suatu waktu banyak dipakai pada
pasien hiperkapnia kronik.Tetapi efek sampingnya yang membahayakan adalah
terjadinya asidosis metabolik pada asidosis respiratorik yang telah
ada.Phlebotomy menjadi tatalaksana standar pada polisitemia yang
disebabkan hipoksia kronik.Saat ini belum berhasil dibuktikan adanya perbaikan
onyektif pada pertukaran gas maupun tekanan arteri pulmonalis akibat
phlebotomy.Beberapa ahli mengeluarkan darah vena sebanyak ± 250 mL, untuk
mencegah tromboemboli bila hematokrit atau hipertensi pulmonal sangat tinggi.
2.6.2 Penatalaksanaan Medis
Sasaran pengobatan adalah untuk memperbaiki ventilasi klien dan
mengatasi penyakit paru yang mendasarinya atau mengurangi manifestasi penyakit
jantung.Pada PPOM, pemberian oksigen mungkin diperlukan untuk memperbaiki
pertukaran gas dan mengurangi tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskular paru.
Transpor oksigen yang membaik akan meredakan hipertensi paru yang menjadi
penyebab kor pulmonal. Oleh karena itu, pemberian oksigen menjadi bagian
penting dari pengobatan (Muttaqin, 2008)

9
Angka ketahanan hidup yang lebih baik dan reduksi tahanan vaskular paru
telah dilaporkan berhasil dalam terapi oksigen kontinu sepanjang waktu untuk klien
dengan hipoksia berat.Perbaikan yang berarti dapat membutuhkan terapi oksigen
selama 4-6 minggu, dan biasanya dilakukan di rumah (Muttaqin, 2008)
Pengkajian periodik gas darah arteri diperlukan untuk menentukan
keadekuatan ventilasi alveolar dan memantau efektivitas terapi oksigen.Ventilasi
dapat diperbaiki dengan hygiene bronchial untuk membuang sekresi yang
menumpuk, pemberian bronkodilator, dan terapi fisik dada.Tindakan selanjutnya
bergantung pada kondisi klien.Jika klien mengalami gagal napas, intubasi
endotrakheal dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan.Jika klien mengalami
gagal jantung, hipoksemia dan hiperkapnea harus dihilangkan untuk memperbaiki
fungsi jantung dan keluaran jantung (Muttaqin, 2008)
Tirah baring, pembatasan natrium, dan terapi diuretik juga dilakukan secara
seksama untuk mengurangi edema perifer (menurunkan tekanan arteri pulmonal
melalui penurunan volume darah total) dan kelebihan sirkulasi pada jantung sebelah
kanan (Muttaqin, 2008)
Digitalis mungkin dapat diberikan jika klien juga mengalami gagal ventrikel
kanan, disritmia supraventrikular, atau gagal ventrikel kanan yang tidak berespons
terhadap terapi lain untuk menghilangkan hipertensi paru.Digitalis harus diberikan
dengan sangat hati-hati, karena penyakit jantung-paru tampaknya dapat
meningkatkan kerentanan terhadap toksisitas digitalis. (Muttaqin, 2008)
Pemantauan elektrokardiogram (EKG) mungkin diindikasikan karena
ringginya insiden disritmia pada klien dengan kor pulmonal.Infeksi pernapasan
harus diatasi Karena infeksi tersebut umumnya mencetuskan penyakit jantung
paru.Prognosis klien bergantung pada proses hipertensifnya yang reversible.
(Muttaqin, 2008)
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2. Pemberian O2
sangat dinjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan
arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal.
2. Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.

10
3. Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hiposemia
dan hiperkapnea.
4. Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic.
5. Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut
jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan. (Somantri, 2012)

2.7 Prognosis
Prognosis cor pulmonale bergantung pada patologi yang
mendasarinya.Perkembangan cor pulmonale sebagai hasil dari penyakit paru primer
biasanya mempunyaiprognosis yang lebih buruk.Sebagai contoh, pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang berkembang menjadi cor pulmonale
memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup 5 tahun, namun apakah cor
pulmonale memiliki nilai prognostic yangindependen atau hanya mencerminkan
tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebutatau penyakit paru lainnya masih
belum jelas.Prognosis pada kasus akut karena emboli paruberat ataupun sindrom
gangguan pernapasan akut belum pernah terbukti bergantung padaada atau tidaknya
cor pulmonale, namun dalam satu penelitian menunjukkan bahwa padakasus
emboli paru, kor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di rumah
sakit.Parapeneliti telah mengumpulkan data demografi, komorbiditas, dan data
manifestasi klinis pada582 pasien rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit
perawatan intensif dandidiagnosa menderita emboli paru. (Andriana, 2016)
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pada pasienemboli paru dengan
hemodinamik yang stabil factor-faktor berikut dapat menjadi predictorindependen
kematian di rumah sakit (Andriana, 2016), yaitu:
1. Usia yang lebih tua dari 65 tahun2.
2. Istirahat total selama lebih dari 72 jam3.
3. Menderita cor pulmonale kronis4.
4. Sinus takikardia5.
5. Takipneu

11
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian keperawatan
Focus pengkajian keperawatan pada klien dengan kor pulmonal biasanya
berhubungan dengan penyakit paru yang mendasari seperti PPOM. Keluhan sesak
napas merupakan gejala tersering pada penyakit paru primer.Gejala ini terjadi saat
melakukan aktivitas atau bahkan saat istirahat dan kadang-kadang diperberat
dengan posisi tidur.Batuk kronis yang produktif sering ditemukan.Sianosis sering
didapatkan pada kor pulmonal karena polisitemia sekunder maupun desaturasi
arteri.Klien mungkin gelisah dan kesadarannya terganggu karena
hiperkapnea.Tekanan vena jugularis meningkat, pemeriksaan fisik jantung
mungkin sulit pada klien yang disertai hiperinflasi.Jika ada kegagalan jantung
kanan, dapat dipertemukan adanya kenaikan tekanan vena jugularis,edema tungkai,
pembesaran hati, dan asites. (Muttaqin, 2008)
b) Diagnosis keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar
pada status cedera kapiler paru.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnnya
kemampuan batuk efektif.
3. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan edema pulmonal,
penurunan aliran balik vena, penurunan curah jantung.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan
kelebihan.
6. Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi,
kecemasan, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk
bekerja. (Muttaqin, 2008)

12
c) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap,
refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera
kapiler paru.
• Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat
untuk keperluan tubuh.
• Kriteria hasil :
o Klien tidak mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
o Pao2 dan paco2 dalam batas normal
o Saturasi O2 dalam rentang normal
o Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan.Catat penggunaan otot pernapasan dan/atau kronisnya proses
aksesori, nafas bibir, tidakmampuan penyakit.
bicara/ berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
pasien untuk memilih posisi yang dengan posisi duduk tinggi dan latihan
mudah untuk bernapas. Dorong nafas nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas,
perlahan atau nafas bibir sesuai dispnea dan kerja nafas.
kebutuhan atau toleransi individu.
Awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada
membrane mukosa. kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau
daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis
sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
penghisapan bila diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas

13
pada jalan nafas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area Bunyi nafas mugkin redup karena aliran
penurunan aliran udara dan/atau udara atau area konsolidasi. Adanya mengi
bunyi tambahan. mengindikasikan secret. Krekel basah
menyebar menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
mental. Selidiki adanya perubahan. umum pada hypoxia, GDA memburuk
disertai bingung/ somnolen menunjukkan
disfungsi sersbral yang berhubungan
dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Selama distress pernapasan
Berikan lingkungan yang tenang dan berat/akut/refraktori pasien secara total tak
kalem. Batasi aktifitas pasien atau mampu melakukan aktifitas sehari-hari
dorong untuk tidur/ istirahat dikursi karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
selama fase akut. Mungkinkan diselingi aktifitas perawatan masih penting
pasien melakukan aktifitas secara dari program pengobatan. Namun, program
bertahap dan tingkatkan sesuai latihan ditujukan untuk meningkatkan
toleransi individu. ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan
tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
1. Awasi/gambarkan seri GDA dan Paco2 biasanya meningkat (bronchitis,
nadi oksimetri. enfisema) dan pao2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat

14
lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2
“normal” atau meningkat menandakan
kegagalan pernapasan yang akan datang
selama asmatik.
b. Berikan oksigen tambahan yang Dapat memperbaiki/mencegah
sesuai dengan indikasi hasil GDA memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema
dan toleransi pasien. kronis, mengatur pernapasan pasien
ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin
dieluarkan dengan peningkatan pao2
berlebihan.

1. c. Berikan penekanan SSP (misal: Digunakan untuk mengontrol


ansietas, sedative, atau narkotik) ansietas/gelisah yang meningkatkan
dengan hati-hati. konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi
dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi
gagal nafas.
d. Bantu instubasi, Terjadinya/kegagalan nafas yang akan
berikan/pertahankan ventilasi datang memerlukan penyelamatan hidup.
mekanik,dan pindahkan UPI sesuai
instruksi pasien.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan penurunan nafsu makan (energi lebih banyak
digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih
cepat).
• Tujuan : Nafsu makan membaik.
• Kriteria hasil :
o Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
o Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
o Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi Rasional

15
Beri motivasi pada klien untuk Agar pasien mau memenuhi diet yang
mengubah kebiasaan makan. disarankan untuk kebutuhan nutrisi
dalam metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarik Mengurangi anorexia pada pasien.
mungkin.
Pantau nilai laboratorium, khususnya Untuk mengetahui perkembangan
transferin, albumin, dan elektrolit. asupan gizi klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada Untuk mengetahui perkembangan klien
interval yang tepat. dalam mempertahankan berat badan
normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam Untuk bisa lebih tepat memberikan diet
menentukan kebutuhan protein untuk kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori
klien. yang dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik. Menambah nafsu makan dan
membersihkan kuman-kuman yang ada
dalam mulut, sehingga makanan yang
klien makan akan terasa lebih nikmat.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan


demand oksigen
• Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
• Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di
tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
• Intervensi dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakan Ajarkan klien bagaimana meningkatkan
aktifitas sehari-hari rasa control dan mandiri dengan kondisi
yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapi Istirahat memungkinkan tubuh
aktifitas menghindari kelelahan dan memperbaiki energy yang digunakan
selama aktifitas

16
berikan periode istirahat tanpa
gangguan di antara aktifitaa
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Dengan ahli gizi,perawat dapat
menu makanan pasien menentukan jenis-jenis makanan yang
harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energy dalam tubuh
pasien.

17
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Tn.A usia 45 tahun dengan alamat Perak MRS di Rumah Sakit Moejidto pada tanggal
26 Oktober 2016 sesak nafas ketika melakukan aktifitas dan pada saat batuk. Setalah
dilakukan pengkajian, didapatkan TTV klien : tekanan darah 160/110 mmHg, nadi
110x/menit, RR 28x/menit, suhu 37⁰C, ekspresi wajah tampak cemas dan pucat. Pasien
mengatakan keadaannya lemah dan merasa pusing. Hasil pemeriksaan ekokardiografi tampak
adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan struktur pada jantung kiri.. Dari
pemeriksaan laboratorium menyebutkan bahwa pasien didiagnosa mengalami jantung paru
(cor pulmonal)
.
➢ Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur :45Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh pabrik
Pendidikan :-
Alamat : Perak
No. Reg 12024
Tgl. MRS :26 Oktober2016 (13.00)
Diagnosis medis : cor pulmonary
Tgl Pengkajian :26 Oktober2016 (13.00)

2. Penanggung Jawab
Nama :Sutini
Umur :40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat :Perak

18
➢ Riwayat Keperawatan

1. Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak nafas ketika melakukan aktifitas dan pada saat
batuk.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS Moedjito pada tanggal 26 Oktober 2016 pada pukul


13.00 dengan keluhan sesak napas, nyeri dada. TD : 160/100 mmHg, Nadi :
110x/menit, RR : 28x/menit, S : 370C. Ekspresi wajah cemas dan pucat.

3. Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengatakan jika sebelumnya pernah menderita hipertensi


pulmonary. Namun pasien mengatakan sering terpapar polusi dari pabrik tempat
bekerja dan perokok aktif.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan jika dikeluarganya belum pernah ada yang terkena cor
pulmonary.

5. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Pasien tinggal bersamakeluarga. Keluarga pasien mengatakan lingkungan


rumahnya bersih.

➢ Pemeriksaan Fisik

TD : 160/100 mmHg

RR : 28x/menit

Suhu : 370C

Nadi : 110x/menit

19
➢ Pemeriksaan Per Sistem

1. Sistem pernapasan

Anamnesa :Pasien meneluh sesak nafas saat beraktifitas dan batuk

Hidung

Inspeksi : Ada napas cupping hidung

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi :mukosa bibir kering

Area dada

Inspeksi : dada simetris

Palpasi : adanya nyeri tekan

Perkusi : suara sonor

Auskultasi :suara nafas wheezing

20
2. Cardiovascular danLimfe

Anamnesa :tidak ada keluhan

Wajah

Inspeksi :sembab,pucat,konjungtivapucat

Leher

Inspeksi : Ada bendungan vena jugularis

Dada

Inspeksi : Simetris

Palpasi : iktus cordis di RIC V

Perkusi : pekak

21
Auskultasi : BJ1 Bj2 normal

Ekstrimitasatas

Inspeksi : Tidak sianosis

Palpasi : tidak ada CRT, suhu akral panas

Ekstrimitasbawah

Inspeksi :Tidak sianosis

Palpasi :Tidak ada CRT, suhu akral panas, tidak adanya odem

Paru-paru :
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler

3. Persyarafan

Anamnesa : tidak ada pusing

• Ujinervus 1 olfaktorius (pembau) : tidak bisa membedakan bau

• Ujinervus II opticus (penghilatan) : Tidak ada rabun

• Ujinervus III oculomotorius : tidak ada odem pada kelopak mata

• Ujinervus IV toklearis : ukuran pupil normal 4-5 mm

• Ujinervus V trigeminus : dapat menutup mulut secara tiba-tiba

• Ujinervus VI abdusen : Gerakan bola mata simetris

• Ujinervus VII facialis : Dapat menggembungkan pipi dan dapat


menaik turunkan alis mata

• Ujinervus VIII additorious / akustikus : Dapat mendengar dengan normal


22
• Ujinervus IX glosoparingeal :Tidak ada reflek muntah

• Ujinervus X vagus : Dapat menelan, menggerakan lidah dengan benar

• Ujinervus XI aksesorius : Dapat menggerakan bahu dan kepala

• Ujinervus hypoglossal : Dapat menjulurkan lidah

A. Sistempencernaan-EliminasiAlvi

Anamnesa : tidak mengalam i keluhan

Mulut

Inspeksi : Tidak ada sianosis

Palpasi : tidak ada nyeritekan

Abdomen (dibagimenjadi 4 kuadran) :

Inspeksi :Tidak ada luka

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi :suara perut (tympani)

Kuadran I

Hepar : tidak ada nyeritekan

Kuadran II

Gaster : tidak ada distensi abdomen

Kuadran III

Ileum :tidak ada nyeritekan

Kuadran IV

Tidak ada Nyeri tekan pada titik Mc Burney

23
B. System muskuluskeletaldan integument

Anamnesa :tidak ada nyeri

Kekuatanotot : 3 3

5 5

Keterangan:

0: Tidak ada kontraksi

1: Kontaksi (gerakan minimal)

2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi

3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi

4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan


ringan

5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan


penuh

C. System endokrindan eksokrin

Anamnesa : Tidak ada keluhan pada pola eliminasi

Kepala

Inspeksi :Tidak ada odem

Leher

Inspeksi :Tidak ada pembesarankelenjar tyroid

Palpasi : tidak ada pembesarankelenjartyroid dan nyeritekan

Ekstrimitasbawah :tidak ada edema

24
D. System reproduksi

Anamnesa : tidak ada keluhan

E. Persepsisensori

Anamnesa :tidak ada nyeri pada mata, tidak ada masalah pada penglihatan

Mata

Inspeksi : simetris.

Kornea : Normal berkilau

Iris dan pupil :warna iris dan ukuran normal

Lensa : Normal jernih dan transparan

Sclera ; warna ( putih)

4.5 Diagnosa Keperawatan

00032

NS. Ketidakefektifan Pola Nafas

DIAGNOSIS :

(NANDA-I) Domain : 4 Aktivitas/Istirahat

Kelas : 4 Respon Kardiovaskuler/Pulmonal


Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
DEFINITION:

25
• Bradipnea

• Dispnea

• Fase ekspirasi memanjang

• Ortopnea

• Penggunaan otot bantu pernafasan

• Penggunaan posisi tiga titik

• Peningkatan diameter anterior-pasterior

DEFINING • Penurunan kapasitas vital


CHARACTERI
• Penurunan tekanan ekspirasi
STICS

• Penurunan tekanan inspirasi

• Penurunan ventilasi semenit

• Pernafasan bibir

• Pernafasan cuping hidung

• Perubahan ekskursi dada

• Pola nafas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman)

• Takipnea

RELATED • Ansietas
FACTORS:
• Cedera Medula Spinalis

• Deformitas Dinding Dada

• Deformitas Tulang

• Disfungsi Neuromuskular

• Gangguan Muskuloskeletal

• Gangguan Neurologis (mis, elektroensefalogram [EEG] positif,

26
trauma kepala, gangguan kejang)

• Hiperventilasi

• Imaturasi Neurologis

• Keletihan

• Keletihan Otot Pernafasan

• Nyeri

• Obesitas

• Posisi Tubuh yang menghambat ekspansi paru

• Sindrom Hipoventilasi

27
Data Subjective Data Objective
S
• Pasien mengeluh sesak nafas • TD: 160/110 mmHg,
ketika melakukan aktifitas dan
• N: 110x/menit,
pada saat batuk.
• Pasien mengatakan keadaannya • RR: 28x/menit,

lemah dan merasa pusing. • Suhu: 37⁰C

• Ekspresi wajah tampak cemas dan


pucat

• Hasil pemeriksaan ekokardiografi


tampak adanya pembesaran (dilatasi)
ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan
struktur pada jantung kiri

28
4.5 INTERVENSI KEPERAWATAN

NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator

Menejemen 1.Buka jalan nafas dengan teknik chin Perfusi jaringan : pulmunari. 1.(040814)
jalan nafas lift atau jawthrus, sebagai mana irama pernafasan
Definisi : kecukupan aliran
mestinya (4)
Definisi : darah melalui pembuluh
2. posisikan pasien untuk
fasilitas darah pulmonari untuk 2.(040805)
memaksimalkan ventilasi
kepatenan perfusi unit alveolar/kapiler. Nyeri dada (4)
3. motifasi pasien untuk bernafas pelan
jalan nafas
dalam berputar dan batuk. 3.(040806) suara
4.instruksikan bagaimana agar bisa napas abnormal
melakukan batuk efektif. pada pleura (4)
5.auskultasi suara nafas, catat area
4.(040823) sesak
yang ventilasinya menurun atau tidak
nafas (4)
ada dan adanya suara tambahan.
6. posisikan untuk meringankan sesak 5.(040824)
nafas. ganguan
7. monitor status pernafasan dan pertukaran gas.
oksigenasi, sebagai mana mestinya. (4)

29
4.8 IMPLEMENTASI

NO Hari
NO TINDAKAN PARAF
DIAGNOSA Tgl/ Jam
1. 00032 Rabu, 1. Membuka jalan nafas dengan teknik
Ketidakefekti 26 Oktober chin lift atau jawthrus, sebagai mana
fan Pola 2016 / 15.00 mestinya
Nafas b.d 2.Memposisikan pasien untuk
Sindrom memaksimalkan ventilasi
Hipoventilasi 3. Observasi TTV :
a. TD : 160/100 mmHg
b. Nadi : 100x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 28x/menit

2. 00032 Kamis, 27 1. Memonitor status pernafasan dan


Ketidakefekti Oktober 2016 / oksigenasi, sebagai mana mestinya.
fan Pola 09.00 2. Auskultasi suara nafas, catat area
Nafas b.d yang ventilasinya menurun atau tidak
Sindrom ada dan adanya suara tambahan.
Hipoventilasi 3. Memotifasi pasien untuk bernafas
pelan dalam berputar dan batuk.
4. Observasi TTV :
a. TD : 140/90 mmHg
b. Nadi : 90x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 24x/menit

30
3. 00032 Jumat, 28 1. Posisikan untuk meringankan
Ketidakefekti Oktober 2016/ sesak nafas
fan Pola 10.00 2. Instruksikan bagaimana agar bisa
Nafas b.d melakukan batuk efektif.
Sindrom Observasi TTV :
Hipoventilasi a. TD : 130/90 mmHg
b. Nadi : 90x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 23x/menit

4.9 EVALUASI

NO MASALAH HARI,TG CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN L,JAM
/KOLABORASI
1 00032 Rabu, 26 S : Pasien mengeluh sesak nafas
. Ketidakefektifan Oktober O : Observasi TTV :
Pola Nafas b.d 2016 / a. TD : 160/100 mmHg
Sindrom 21.00 b. Nadi : 100x/menit
Hipoventilasi c. Suhu : 370C
d. RR : 25x/menit
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

1 00032 Kamis, 27 S : Sesak sudah lumayan teratasi


. Ketidakefektifan Oktober O : Observasi TTV :
Pola Nafas b.d 2016 / a. TD : 140/90 mmHg
Sindrom 15.00 b. Nadi : 90x/menit
Hipoventilasi c. Suhu : 370C
d. RR : 24x/menit
A : masalah sudah teratasi
P : lanjutkan intervensi

31
2 00032 Jumat, 28 S : Pasien sudah tidak mengalami
. Ketidakefektifan Oktober sesak nafas
Pola Nafas b.d 2016 / O : Observasi TTV :
Sindrom 20.00 a. TD : 130/90 mmHg
Hipoventilasi b. Nadi : 90x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 23x/menit
A : masalah sudah teratasi
P : hentikan observasi
I : Pasien sudah boleh pulang

32
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu
perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
gangguan utama dari sistem pernapasan.Hipertensi paru adalah hubungan umum
antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal.Penyakit ventrikel kanan
sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan
oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak
dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder
untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary.Meskipun pulmonale cor
umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau
pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat
terjadi.
Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat
lebih mengembangkan ilmu pengetahuan

33
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, A. L. (2016). Cor Pulmonal. Retrieved Oktober 2016, 19

Gede, N., & Efenndi, C. (2004). Keperawatan medikal bedah, klien dengan gangguan
sistem pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.

handz-superners. (2015, Agustus). Kor Pulmonal. Retrieved Oktober Jum'at, 2016

Muttaqin, a. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Somantri, i. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

34

Anda mungkin juga menyukai