T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Askep
Cor Pulmonale” sebagai pemenuhan penugasan mata kuliah “Keperawatan
Medikal Bedah I” D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Mataram Kementerian
Kesehatan RI.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii
Tujuan .................................................................................................. 2
Manfaat ................................................................................................ 2
Definisi ................................................................................................. 3
Etiologi ................................................................................................. 3
Patofisiologi .......................................................................................... 4
Hemodinamik paru.................................................................... 5
Elektrokardiogram .................................................................... 6
Gambaran radiologi................................................................... 6
Penatalaksanaan .................................................................................... 7
ii
Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan
Farmakologi............................................................................. 7
Prognosis ............................................................................................ 11
a) Pengkajian keperawatan............................................................... 12
Kesimpulan ......................................................................................... 33
Saran................................................................................................... 33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada klien Kor Pulmonal
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mahasiswi Akademi Keperawatan Lumajang dapat
memahami tentang penyakit dan dapat mengaplikasikan tata laksana keperawatan
pada klien dengan Kor Pulmonal
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada klien Kor Pulmonal
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui dan memahami Konsep Asuhan keperawatan Pada Klien
Kor Pulmunal
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kor pulmonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu
penyakit yang mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk
didalamnya kelainan jantung kanan akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau
akibat penyakit jantung bawaan (Muttaqin, 2008)
Kor pulmonal di sebut juga penyakit jantung pulmunal, terdiri dari
perbesaran ventrikel kanan (hipertrofi, dilatasi atau keduanya). Kor pulmonale
adlah sekunder akibat hipertensi pulmonalis yang di sebabkan oleh gangguan pada
paru-paru atau dinding dada. (Gede & Efenndi, 2004)
2.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah PPOM, dimana terjadi perubahan
struktur jalan napas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi
alveolar.Penyebab lainnya dalah kondisi yang membatasi atau mengganggu fungsi
ventilasi yang mengarah pada hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga dan
obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi jarring-jaring vascular paru
(hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus paru).Kelainan tertentu
dalam sistem persarafan, otot pernapasan, dinding dada, dan percabangan arteri
pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal (Muttaqin, 2008)
3
Terutama thrombosis dan embolus paru, fibrosis akibat penyinaran yang
menyebabkan penurunan elastisita pembuluh darah paru
3. Hipoventilasi alveolar menahun.
Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti:
a. Penebalan pleura bilateral.
b. Kelainan neuromuscular, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot.
c. Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasitas rongga torak
sehingga pergerakan torak berkurang. (Somantri, 2012)
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Sirkulasi paru normal
Sirkulasi paru pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high
flow-flow pressure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tapi tekanan rendah,
mempunyai resistensi yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu
menampung bertambahnya aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan
arteri paru, atau hanya meningkat sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. Hal
ini disebabkan karena adanya dilatasi seluruh pembuluh darah paru dan
keikutsertakannya pembuluh darah yang tidak diperfusi pada waktu
istirahat.Pembuluh darah paru mempunyai dinding tipis, eliptikal, dan elastic
sehingga dapat menampung kenaikan 200-300% dari curah jantung tanpa
mengalami kenaikan tekanan arteri pulmonalis (Muttaqin, 2008)
2.3.2 Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul
sebagai hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan
pembuluh darah paru.hipertensi pulmnal akan timbul jika pengurangan jaringan
pembuluh darah paru lebih dari 50%. Pneumonektomi satu paru tidak akan disertai
kenaikan tekanan arteri pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor antara lain
pengurangan vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan polisitemia akan
menyebabkan tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi hipertrofi ventrikel
kanan. (Muttaqin, 2008)
Pengurangan jaringan pembuluh darah paru akan menurunkan kemampuan
pembuluh darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktivitas
4
sedangkan pada waktu aktivitas, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan
arteti paru akan meningkat. Hipoksia merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis
terpenting (Muttaqin, 2008)
Vasokonstriksi terjadi akibat efek langsung hipoksemia pada otot polos
arteri pulmonalis atau efek tidak langsung melalui penglepasan zat vasoaktif seperti
histamine dari sel mast.Asidosis akibat hiperkapnea atau sebab lain juga merupakan
vasokonstriktor arteri pulmonalis yang sinergistik dengan hipoksia.Polisitemia
karena hipoksia menahun menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian
mengakibatkan hipertensi pulmonal. (Muttaqin, 2008)
2.3.3 Hemodinamik paru
Dua faktor yang memengaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah
jantung dan resistensi atau diameter pembuluh darah paru.Sebelum timbul kor
pulmonal, curah jantung normal pada waktu istirahat dan meningkat secara normal
saat berolahraga.Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian tinggi untuk
meningkatkan curah jantung kebatas normal.Tekanan arteri paru meningkat
tergantung dari curah jantung dan vasokonstriksi pembuluh darah akibat
hipoksemia.Pada saat timbul gagal jantung kanan, tekana akhir diastolik meningkat
dan curah jantung normal pada waktu istirahat, tapi ketika melakukan aktivitas
fisik, curah jantung tidak mampu naik seperti pada keadaan normal.Hipoksia
menyebabkan penurunan fungsi jantung.Adanya hipertensi pulmonal dan
penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan kegagalan jantung
kanan. (Muttaqin, 2008)
5
2.5 Pemeriksaan diagnostic
2.5.1 Elektrokardiogram
Kelainan pada elektrokardiogram yang sering ditemukan pada klien dengan
kor pulmonal menahun antara lain P pulmonal di lead II, III, dan aVF; deviasi aksis
kekanan >110; rasio R/S di V6< 1; gambaran rSR’ pada V1; RBBB lengkap atau
tidak lengkap; R atau R’ yang tinggi pada V1 dan V3R; dan T inverted pada
sandaran prekordial. Elektrokardiogram normal tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya kor pulmonal.Aritmia atrial atau ventrikular dapat terjadi pada hipoksemia
dengan/tanpa hiperkapnea (Muttaqin, 2008)
2.5.2 Gambaran radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran histologi parenkim dan pleura yang mungkin
dapat menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal
adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke
perifer, dan lapang paru perifer tampak relative oligemia.Pada hipertensi pulmonal,
diameter arteri pulmonalis kanan >16 mm, dan diameter arteri pulmonalis kiri >18
mm pada 93% penderita.Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rongent thoraks
PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kea rah lateral batas
jantung kiri, dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal
pada foto dada lateral (Muttaqin, 2008)
2.5.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume
kavitas, dan fraksi ejeksi.
2.5.4 Biopsi Paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyait
vaskuler paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wagener
Granulomatosi (Somantri, 2012)
6
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan Farmakologi
Pada dasarnya adalah mengobati penyakit.Pengobatan terdiri dari :
1. Tirah baring, anjuran untuk diet rendah garam
Tirah baring mencegah memburuknya hipoksemia yang akan lebih menaikkan
lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara
berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk
menurunkan hiperkapnia.
2. Tindakan preventif, yaitu berhenti merokok olahraga dan teratur, serta senam
pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang. (handz-
superners, 2015)
a) Terapi Oksigen
Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator
mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas)
Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif
untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator,
kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif.
Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di
bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur.Terapi
oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat
menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, Meringankan hipoksemia
jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan
jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala
dan meningkatkan status fungsional.Oleh karena itu, terapi oksigen penting di
berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia
atau penyakit paru obstruktif (PPOK)
7
b) Diuretik
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis,
terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer.
Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun
kiri.Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di
perhatikan penggunaannya.Volume pengosongan yang berlebihan dapat
menimbulkan penuruna cardiac output.Komplikasi lain dari diuretic adalah
produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas
stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi.
Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan
diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac
output.Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary
heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian. Contoh : Aldactone
(spironalactone), Anhydrone (Siklotiazida), Aquatag (Benztiazida), Aquatensin
(Metiklotiazida), Lasix (Furosemida), Midamor (Amilorid), Naqua
(Triklormetiazida), Zaroxolyne (Metolazone).
Dosis pemberian diuretic tergantung efek dieresis yang dikehendaki.
c) Vasodilator
Tujuan terapi dengan vasodilator adalah menurunkan hipertensi
pulmonale tetapi sebagian besar berdampak pada sirkulasi sistemik
sehingga akan terjadi hipotensi. Contoh obat vasodilator adalah
• ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitio) =
mengembangkan pembuluh darah arteri dan vena.
• Nitroglycerine = mengembangkan pembuluh darah vena saja.
• Hidrolacyne = mengembangkan pembuluh darah arteri saja.
d) Digitalis
Adalah obat yang meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung dan
digunakan untuk mengobati layu jantung dan menormalkan lagi denyut
jantung.Dalam kaitannya terhadap pengobatan kor pulmonal hanya bermanfaat
diberikan apabila telah disertai dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Digitalis diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling
penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya.
8
Dosis pemberian obat digitalis:
1) Jika dalam 2 minggu terakhir klien tidak mendapat terapi digitalis, maka dapat
diberikan digitalis cepat (IV) dengan dosis 0,2-0,4 mg setiap 4-6 jam sampai dengan
total dosis 1,6 mg.
2) Dosis maintenanceny adalah 0,25-0,50 mg/hari.
Beberapa nama obat digitalis adalah digitoksin (paten= Crystodigin,
Digifortis, Lanoxin).
e) Trakeostomi
Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi gurangi ruang
mati
f) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru
obstruktif kronik. Contoh obat antikoagulan oral adalah warfarin, sedangkan yang
melalui IV line adalah Heparin atau Syntrom dan obat jenis Anti-agresi Platelet
(antiplatelet) : AsamvSalisilat (Aspirin/ Aspilet).
g) Pengobatan Lain
Inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid) suatu waktu banyak dipakai pada
pasien hiperkapnia kronik.Tetapi efek sampingnya yang membahayakan adalah
terjadinya asidosis metabolik pada asidosis respiratorik yang telah
ada.Phlebotomy menjadi tatalaksana standar pada polisitemia yang
disebabkan hipoksia kronik.Saat ini belum berhasil dibuktikan adanya perbaikan
onyektif pada pertukaran gas maupun tekanan arteri pulmonalis akibat
phlebotomy.Beberapa ahli mengeluarkan darah vena sebanyak ± 250 mL, untuk
mencegah tromboemboli bila hematokrit atau hipertensi pulmonal sangat tinggi.
2.6.2 Penatalaksanaan Medis
Sasaran pengobatan adalah untuk memperbaiki ventilasi klien dan
mengatasi penyakit paru yang mendasarinya atau mengurangi manifestasi penyakit
jantung.Pada PPOM, pemberian oksigen mungkin diperlukan untuk memperbaiki
pertukaran gas dan mengurangi tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskular paru.
Transpor oksigen yang membaik akan meredakan hipertensi paru yang menjadi
penyebab kor pulmonal. Oleh karena itu, pemberian oksigen menjadi bagian
penting dari pengobatan (Muttaqin, 2008)
9
Angka ketahanan hidup yang lebih baik dan reduksi tahanan vaskular paru
telah dilaporkan berhasil dalam terapi oksigen kontinu sepanjang waktu untuk klien
dengan hipoksia berat.Perbaikan yang berarti dapat membutuhkan terapi oksigen
selama 4-6 minggu, dan biasanya dilakukan di rumah (Muttaqin, 2008)
Pengkajian periodik gas darah arteri diperlukan untuk menentukan
keadekuatan ventilasi alveolar dan memantau efektivitas terapi oksigen.Ventilasi
dapat diperbaiki dengan hygiene bronchial untuk membuang sekresi yang
menumpuk, pemberian bronkodilator, dan terapi fisik dada.Tindakan selanjutnya
bergantung pada kondisi klien.Jika klien mengalami gagal napas, intubasi
endotrakheal dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan.Jika klien mengalami
gagal jantung, hipoksemia dan hiperkapnea harus dihilangkan untuk memperbaiki
fungsi jantung dan keluaran jantung (Muttaqin, 2008)
Tirah baring, pembatasan natrium, dan terapi diuretik juga dilakukan secara
seksama untuk mengurangi edema perifer (menurunkan tekanan arteri pulmonal
melalui penurunan volume darah total) dan kelebihan sirkulasi pada jantung sebelah
kanan (Muttaqin, 2008)
Digitalis mungkin dapat diberikan jika klien juga mengalami gagal ventrikel
kanan, disritmia supraventrikular, atau gagal ventrikel kanan yang tidak berespons
terhadap terapi lain untuk menghilangkan hipertensi paru.Digitalis harus diberikan
dengan sangat hati-hati, karena penyakit jantung-paru tampaknya dapat
meningkatkan kerentanan terhadap toksisitas digitalis. (Muttaqin, 2008)
Pemantauan elektrokardiogram (EKG) mungkin diindikasikan karena
ringginya insiden disritmia pada klien dengan kor pulmonal.Infeksi pernapasan
harus diatasi Karena infeksi tersebut umumnya mencetuskan penyakit jantung
paru.Prognosis klien bergantung pada proses hipertensifnya yang reversible.
(Muttaqin, 2008)
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2. Pemberian O2
sangat dinjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan
arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal.
2. Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.
10
3. Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hiposemia
dan hiperkapnea.
4. Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic.
5. Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut
jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan. (Somantri, 2012)
2.7 Prognosis
Prognosis cor pulmonale bergantung pada patologi yang
mendasarinya.Perkembangan cor pulmonale sebagai hasil dari penyakit paru primer
biasanya mempunyaiprognosis yang lebih buruk.Sebagai contoh, pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang berkembang menjadi cor pulmonale
memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup 5 tahun, namun apakah cor
pulmonale memiliki nilai prognostic yangindependen atau hanya mencerminkan
tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebutatau penyakit paru lainnya masih
belum jelas.Prognosis pada kasus akut karena emboli paruberat ataupun sindrom
gangguan pernapasan akut belum pernah terbukti bergantung padaada atau tidaknya
cor pulmonale, namun dalam satu penelitian menunjukkan bahwa padakasus
emboli paru, kor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di rumah
sakit.Parapeneliti telah mengumpulkan data demografi, komorbiditas, dan data
manifestasi klinis pada582 pasien rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit
perawatan intensif dandidiagnosa menderita emboli paru. (Andriana, 2016)
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pada pasienemboli paru dengan
hemodinamik yang stabil factor-faktor berikut dapat menjadi predictorindependen
kematian di rumah sakit (Andriana, 2016), yaitu:
1. Usia yang lebih tua dari 65 tahun2.
2. Istirahat total selama lebih dari 72 jam3.
3. Menderita cor pulmonale kronis4.
4. Sinus takikardia5.
5. Takipneu
11
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian keperawatan
Focus pengkajian keperawatan pada klien dengan kor pulmonal biasanya
berhubungan dengan penyakit paru yang mendasari seperti PPOM. Keluhan sesak
napas merupakan gejala tersering pada penyakit paru primer.Gejala ini terjadi saat
melakukan aktivitas atau bahkan saat istirahat dan kadang-kadang diperberat
dengan posisi tidur.Batuk kronis yang produktif sering ditemukan.Sianosis sering
didapatkan pada kor pulmonal karena polisitemia sekunder maupun desaturasi
arteri.Klien mungkin gelisah dan kesadarannya terganggu karena
hiperkapnea.Tekanan vena jugularis meningkat, pemeriksaan fisik jantung
mungkin sulit pada klien yang disertai hiperinflasi.Jika ada kegagalan jantung
kanan, dapat dipertemukan adanya kenaikan tekanan vena jugularis,edema tungkai,
pembesaran hati, dan asites. (Muttaqin, 2008)
b) Diagnosis keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar
pada status cedera kapiler paru.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnnya
kemampuan batuk efektif.
3. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan edema pulmonal,
penurunan aliran balik vena, penurunan curah jantung.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan
kelebihan.
6. Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi,
kecemasan, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk
bekerja. (Muttaqin, 2008)
12
c) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap,
refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera
kapiler paru.
• Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat
untuk keperluan tubuh.
• Kriteria hasil :
o Klien tidak mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
o Pao2 dan paco2 dalam batas normal
o Saturasi O2 dalam rentang normal
o Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan.Catat penggunaan otot pernapasan dan/atau kronisnya proses
aksesori, nafas bibir, tidakmampuan penyakit.
bicara/ berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
pasien untuk memilih posisi yang dengan posisi duduk tinggi dan latihan
mudah untuk bernapas. Dorong nafas nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas,
perlahan atau nafas bibir sesuai dispnea dan kerja nafas.
kebutuhan atau toleransi individu.
Awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada
membrane mukosa. kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau
daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis
sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
penghisapan bila diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas
13
pada jalan nafas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area Bunyi nafas mugkin redup karena aliran
penurunan aliran udara dan/atau udara atau area konsolidasi. Adanya mengi
bunyi tambahan. mengindikasikan secret. Krekel basah
menyebar menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
mental. Selidiki adanya perubahan. umum pada hypoxia, GDA memburuk
disertai bingung/ somnolen menunjukkan
disfungsi sersbral yang berhubungan
dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Selama distress pernapasan
Berikan lingkungan yang tenang dan berat/akut/refraktori pasien secara total tak
kalem. Batasi aktifitas pasien atau mampu melakukan aktifitas sehari-hari
dorong untuk tidur/ istirahat dikursi karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
selama fase akut. Mungkinkan diselingi aktifitas perawatan masih penting
pasien melakukan aktifitas secara dari program pengobatan. Namun, program
bertahap dan tingkatkan sesuai latihan ditujukan untuk meningkatkan
toleransi individu. ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan
tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
1. Awasi/gambarkan seri GDA dan Paco2 biasanya meningkat (bronchitis,
nadi oksimetri. enfisema) dan pao2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat
14
lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2
“normal” atau meningkat menandakan
kegagalan pernapasan yang akan datang
selama asmatik.
b. Berikan oksigen tambahan yang Dapat memperbaiki/mencegah
sesuai dengan indikasi hasil GDA memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema
dan toleransi pasien. kronis, mengatur pernapasan pasien
ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin
dieluarkan dengan peningkatan pao2
berlebihan.
15
Beri motivasi pada klien untuk Agar pasien mau memenuhi diet yang
mengubah kebiasaan makan. disarankan untuk kebutuhan nutrisi
dalam metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarik Mengurangi anorexia pada pasien.
mungkin.
Pantau nilai laboratorium, khususnya Untuk mengetahui perkembangan
transferin, albumin, dan elektrolit. asupan gizi klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada Untuk mengetahui perkembangan klien
interval yang tepat. dalam mempertahankan berat badan
normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam Untuk bisa lebih tepat memberikan diet
menentukan kebutuhan protein untuk kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori
klien. yang dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik. Menambah nafsu makan dan
membersihkan kuman-kuman yang ada
dalam mulut, sehingga makanan yang
klien makan akan terasa lebih nikmat.
16
berikan periode istirahat tanpa
gangguan di antara aktifitaa
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Dengan ahli gizi,perawat dapat
menu makanan pasien menentukan jenis-jenis makanan yang
harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energy dalam tubuh
pasien.
17
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Tn.A usia 45 tahun dengan alamat Perak MRS di Rumah Sakit Moejidto pada tanggal
26 Oktober 2016 sesak nafas ketika melakukan aktifitas dan pada saat batuk. Setalah
dilakukan pengkajian, didapatkan TTV klien : tekanan darah 160/110 mmHg, nadi
110x/menit, RR 28x/menit, suhu 37⁰C, ekspresi wajah tampak cemas dan pucat. Pasien
mengatakan keadaannya lemah dan merasa pusing. Hasil pemeriksaan ekokardiografi tampak
adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan struktur pada jantung kiri.. Dari
pemeriksaan laboratorium menyebutkan bahwa pasien didiagnosa mengalami jantung paru
(cor pulmonal)
.
➢ Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur :45Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh pabrik
Pendidikan :-
Alamat : Perak
No. Reg 12024
Tgl. MRS :26 Oktober2016 (13.00)
Diagnosis medis : cor pulmonary
Tgl Pengkajian :26 Oktober2016 (13.00)
2. Penanggung Jawab
Nama :Sutini
Umur :40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat :Perak
18
➢ Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas ketika melakukan aktifitas dan pada saat
batuk.
Pasien mengatakan jika dikeluarganya belum pernah ada yang terkena cor
pulmonary.
➢ Pemeriksaan Fisik
TD : 160/100 mmHg
RR : 28x/menit
Suhu : 370C
Nadi : 110x/menit
19
➢ Pemeriksaan Per Sistem
1. Sistem pernapasan
Hidung
Mulut
Area dada
20
2. Cardiovascular danLimfe
Wajah
Inspeksi :sembab,pucat,konjungtivapucat
Leher
Dada
Inspeksi : Simetris
Perkusi : pekak
21
Auskultasi : BJ1 Bj2 normal
Ekstrimitasatas
Ekstrimitasbawah
Palpasi :Tidak ada CRT, suhu akral panas, tidak adanya odem
Paru-paru :
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
3. Persyarafan
A. Sistempencernaan-EliminasiAlvi
Mulut
Kuadran I
Kuadran II
Kuadran III
Kuadran IV
23
B. System muskuluskeletaldan integument
Kekuatanotot : 3 3
5 5
Keterangan:
Kepala
Leher
24
D. System reproduksi
E. Persepsisensori
Anamnesa :tidak ada nyeri pada mata, tidak ada masalah pada penglihatan
Mata
Inspeksi : simetris.
00032
DIAGNOSIS :
25
• Bradipnea
• Dispnea
• Ortopnea
• Pernafasan bibir
• Takipnea
RELATED • Ansietas
FACTORS:
• Cedera Medula Spinalis
• Deformitas Tulang
• Disfungsi Neuromuskular
• Gangguan Muskuloskeletal
26
trauma kepala, gangguan kejang)
• Hiperventilasi
• Imaturasi Neurologis
• Keletihan
• Nyeri
• Obesitas
• Sindrom Hipoventilasi
27
Data Subjective Data Objective
S
• Pasien mengeluh sesak nafas • TD: 160/110 mmHg,
ketika melakukan aktifitas dan
• N: 110x/menit,
pada saat batuk.
• Pasien mengatakan keadaannya • RR: 28x/menit,
28
4.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator
Menejemen 1.Buka jalan nafas dengan teknik chin Perfusi jaringan : pulmunari. 1.(040814)
jalan nafas lift atau jawthrus, sebagai mana irama pernafasan
Definisi : kecukupan aliran
mestinya (4)
Definisi : darah melalui pembuluh
2. posisikan pasien untuk
fasilitas darah pulmonari untuk 2.(040805)
memaksimalkan ventilasi
kepatenan perfusi unit alveolar/kapiler. Nyeri dada (4)
3. motifasi pasien untuk bernafas pelan
jalan nafas
dalam berputar dan batuk. 3.(040806) suara
4.instruksikan bagaimana agar bisa napas abnormal
melakukan batuk efektif. pada pleura (4)
5.auskultasi suara nafas, catat area
4.(040823) sesak
yang ventilasinya menurun atau tidak
nafas (4)
ada dan adanya suara tambahan.
6. posisikan untuk meringankan sesak 5.(040824)
nafas. ganguan
7. monitor status pernafasan dan pertukaran gas.
oksigenasi, sebagai mana mestinya. (4)
29
4.8 IMPLEMENTASI
NO Hari
NO TINDAKAN PARAF
DIAGNOSA Tgl/ Jam
1. 00032 Rabu, 1. Membuka jalan nafas dengan teknik
Ketidakefekti 26 Oktober chin lift atau jawthrus, sebagai mana
fan Pola 2016 / 15.00 mestinya
Nafas b.d 2.Memposisikan pasien untuk
Sindrom memaksimalkan ventilasi
Hipoventilasi 3. Observasi TTV :
a. TD : 160/100 mmHg
b. Nadi : 100x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 28x/menit
30
3. 00032 Jumat, 28 1. Posisikan untuk meringankan
Ketidakefekti Oktober 2016/ sesak nafas
fan Pola 10.00 2. Instruksikan bagaimana agar bisa
Nafas b.d melakukan batuk efektif.
Sindrom Observasi TTV :
Hipoventilasi a. TD : 130/90 mmHg
b. Nadi : 90x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 23x/menit
4.9 EVALUASI
31
2 00032 Jumat, 28 S : Pasien sudah tidak mengalami
. Ketidakefektifan Oktober sesak nafas
Pola Nafas b.d 2016 / O : Observasi TTV :
Sindrom 20.00 a. TD : 130/90 mmHg
Hipoventilasi b. Nadi : 90x/menit
c. Suhu : 370C
d. RR : 23x/menit
A : masalah sudah teratasi
P : hentikan observasi
I : Pasien sudah boleh pulang
32
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu
perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
gangguan utama dari sistem pernapasan.Hipertensi paru adalah hubungan umum
antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal.Penyakit ventrikel kanan
sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan
oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak
dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder
untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary.Meskipun pulmonale cor
umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau
pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat
terjadi.
Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat
lebih mengembangkan ilmu pengetahuan
33
DAFTAR PUSTAKA
Gede, N., & Efenndi, C. (2004). Keperawatan medikal bedah, klien dengan gangguan
sistem pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.
34