NAMA KELOMPOK:
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Makalah ini masih dapat dikatakan belum lengkap dan rinci. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini agar
dapat menjadi makalah yang sempurna. Akhir kata, semoga makalah ini berguna
bagi pembaca sekalian, sekian dan terimakasih.
Penulis.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................4
a. LATAR BELAKANG.................................................................4
b. TUJUAN.....................................................................................5
A. KESIMPULAN...........................................................................20
B. SARAN.......................................................................................20
3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................21
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trauma thoraks sering terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, benturan
karena jatuh, ledakan gas dan mekanisme trauma tumpul yang lainnya. Pada
trauma thoraks sering menyebabkan gangguan ventilasi perfusi akibat
kerusakan dari parenkim paru. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
oksigenasi jaringan, yang menjadi salah satu faktor penyebab kematian pada
trauma thoraks.Kerusakan paru akan diikuti dengan gangguan perfusi
parenkim paru, dan jika oksigenasi tidak diperbaiki hal ini akan menyebabkan
terjadinya hipoksemia sistemik. Selain itu, trauma langsung pada thoraks
dapat menyebabkan terjadinya kontusio pulmonum. Hal ini merupakan
komplikasi trauma thoraks yang akan berkembang menjadi Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS).
Kontusio paru terjadi sekitar 20% pada pasien trauma thoraks, dimana
50-60% pasien dengan kontusio paru yang berat akan menjadi ARDS. ARDS
masih merupakan salah satu komplikasi trauma thoraks yang sangat serius
dengan angka kematian 20-43%. Oleh karena adanya komplikasi tersebut
maka dibentuk suatu sistem skoring trauma thoraks untuk memprediksi
komplikasi dan mortalitas trauma thoraks.
Pada tahun 2000 Pape dan kawan-kawan menggunakan thoracic trauma
severity score (TTSS) untuk memprediksi komplikasi trauma thoraks salah
satunya adalah ARDS dan mortalitas pasien trauma thoraks. Sejak
dipublikasikan pertama kali pada tahun 2000 skor ini belum pernah dilakukan
penelitian dan belum pernah dieksplorasi lebih jauh untuk menguji
validitasnya dan hubungan skor ini dengan mortalitas akibat trauma thoraks.
Evaluasi yang cepat dan sistematis pada pasien dalam mengidentifikasi dan
5
penanganan cedera sangat penting untuk penyelamatan jiwa secara langsung
dan penanganan definitif lebih lanjut. Penggolongan trauma thoraks yang jelas
dibutuhkan untuk manajemen ventilasi, perawatan intensif dan pemiliha
prosedu pembedahan. Pada sistem skoring trauma thoraks diperlukan
beberapa kriteria anatomi, radiografi yang dapat meningkatkan akurasi
diagnosis pada kasus trauma thoraks.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari kontusio pulmonal
2. Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi dari kontusio pulmonal
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan, terapi dari kontusio pulmonal
4. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan dari kontusio pulmonal.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat
terjadi pada cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
Kontusio pulmonal adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi
pada hemoragi dan edema setempat. Kontusio paru berhubungan dengan
trauma dada ketika terjadi kompresi dan dekompresi cepat pada dinding
dada, (trauma tumpul).
Contusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada
hemoragie dan edema setempat. menurut Asih (2003) diartikan sebagai
memarnya parenkim paru yang sering disebabkan oleh trauma tumpul.
Kelainan ini dapat tidak terdiagnosa saat pemeriksaan rontgen dada
pertama, namun dalam keadaan fraktur scapula, fraktur rusuk atau flail
chest harus mewaspadakan perawat terhadap kemungkinan adanya
contusio pulmonal.
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya contusio paru adalah trauma tumpul pada
dada. Penyebab lain, antara lain:
Kecelakaan lalu lintas
Cedera ledakan atau gelombang kejut yang terkait dengan trauma
penetrasi.
Flail chest
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme
perdarahan dan edema parenkim.
7
3. Manifestasi klinis
Manifestasi kontusio paru antara lain :
Takipneu
Takikardi yang hebat,
Nyeri dada pleuritik,
Hipoksmia dan sekresi semu darah sampai takipneu,
Krekels,
Perdarahan jlas
Hipoksemia berat
Asidosis respirasi
Perubahan kesadaran akibat hipoksia
Rongsen dada dapat menunjukan infiltrasi paru. Rongsen dada awal
dapat menunjuknan tidak ada perubahan dan pada kenyataannya
perubahan mungkin tidak tampak satu atau dua hari setelah serangan
awal.
8
bocor ke dalam alveoli dan ruang interstisial (ruang sekitar sel) dari paru-
paru. Memar paru ditandai oleh microhemorrhages (pendarahan kecil)
yang terjadi ketika alveoli yang traumatis dipisahkan dari struktur saluran
napas dan pembuluh darah. Darah awalnya terkumpul dalam ruang
interstisial, dan kemudian edema terjadi oleh satu atau dua jam setelah
cedera. Sebuah area perdarahan di paru-paru yang mengalami trauma,
umumnya dikelilingi oleh daerah edema. Dalam pertukaran gas yang
normal, karbon dioksida berdifusi melintasi endotelium dari kapiler, ruang
interstisial, dan di seluruh epitel alveolar, oksigen berdifusi ke arah lain.
Akumulasi cairan mengganggu pertukaran gas, dan dapat menyebabkan
alveoli terisi dengan protein dan robek karena edema dan perdarahan.
Semakin besar daerah cedera, kompromi pernafasan lebih parah,
menyebabkan konsolidasi.
Memar paru dapat menyebabkan bagian paru-paru untuk
mengkonsolidasikan, alveoli kolaps, dan atelektasis (kolaps paru parsial
atau total) terjadi. Konsolidasi terjadi ketika bagian dari paru-paru yang
biasanya diisi dengan udara digantkan dengan bahan dari kondisi
patologis, seperti darah. Selama periode jam pertama setelah cedera,
alveoli di menebal daerah luka dan dapat menjadi konsolidasi. Sebuah
penurunan jumlah surfaktan yang dihasilkan juga berkontribusi pada
rusaknya dan konsolidasi alveoli, inaktivasi surfaktan meningkatkan
tegangan permukaan paru.
Radang paru-paru, yang dapat terjadi ketika komponen darah
memasuki jaringan karena memar, juga bisa menyebabkan bagian dari
paru-paru rusak. Makrofag, neutrofil, dan sel-sel inflamasi lainnya dan
komponen darah bisa memasuki jaringan paru-paru dan melepaskan
faktor-faktor yang menyebabkan peradangan, meningkatkan kemungkinan
kegagalan pernapasan. Sebagai tanggapan terhadap peradangan, kelebihan
lendir diproduksi, berpotensi masuk ke bagian paru-paru dan
9
menyebabkan rusaknya paru-paru. Bahkan ketika hanya satu sisi dada
yang terluka, radang juga dapat mempengaruhi paru-paru lainnya. akibat
terluka jaringan paru-paru dapat menyebabkan edema, penebalan septa
dari alveoli, dan perubahan lainnya. Jika peradangan ini cukup parah,
dapat menyebabkan disfungsi paru-paru seperti yang terlihat pada sindrom
distres pernapasan akut.
Ventilasi/perfusi mengalami mismatch, biasanya rasio ventilasi
perfusi adalah sekitar satu banding satu. Volume udara yang masuk alveoli
(ventilasi) adalah sama dengan darah dalam kapiler di sekitar perfusi.
Rasio ini menurun pada kontusio paru, alveoli terisi cairan, tidak dapat
terisi dengan udara, oksigen tidak sepenuhnya berikat hemoglobin, dan
darah meninggalkan paru-paru tanpa sepenuhnya mengandung oksigen
Kurangnya inflasi paru-paru, hasil dari ventilasi mekanis tidak memadai
atau yang terkait, cedera seperti flail chest, juga dapat berkontribusi untuk
ketidakcocokan ventilasi/perfusi. Sebagai ketidakcocokan antara ventilasi
dan perfusi, saturasi oksigen darah berkurang. Vasokonstriksi pada
hipoksik paru, di mana pembuluh darah di dekat alveoli yang hipoksia
mengerut (diameter menyempit) sebagai respons terhadap kadar oksigen
rendah, dapat terjadi pada kontusio paru. Para resistensi vaskular
meningkat di bagian paru-paru yang memar, yang mengarah pada
penurunan jumlah darah yang mengalir ke dalamnya, mengarahkan darah
ke daerah yang lebih baik-berventilasi. Jika sudah parah cukup,
hipoksemia yang dihasilkan dari cairan dalam alveoli tidak dapat dikoreksi
hanya dengan memberikan oksigen tambahan, masalah ini adalah
penyebab sebagian besar kematian yang diakibatkan trauma.
10
5. Pemeriksaan penunjang
a. AGD (Analisa Gas Darah). Cukup oksigen dan karbondioksida
berlebihan, namun kadar gas tidak menunjukkan kelainan pada awal
perjalanan luka memar paru.
b. Rontgen Thorax. Menunjukkan gambaran infiltrat.
c. CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.
d. EKG : memberikan gambaran iskemik.
e. USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical B-
garis
11
6. Penatalaksanaan gawat daurat
A = Airway:
Usaha untuk membebaskan A harus melindungi vertebra servikal
Dapat dengan chin lift atau jaw thrust
Dapat pula dengan naso-pharyngeal airway atau oro-pharyngeal
airway
Selama memeriksa dan memperbaiki A tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi, atau rotasi leher
Pertimbangkan bantuan A definitif (krikotiroidotomy, ETT,dll)
kalau ragu berhasil
B = Breathing:
C = Circulation:
12
Infus RL / kristaloid lain 2-3 L. Jika tidak respon beri
transfusi dari gol darah yang sesuai. Kalau tidak ada beri
gol darah O Rh – / gol O Rh + titer rendah yang
dihangatkan dulu untuk mencegah hipotermia
Jangan beri vasopresor, steroid, bicarbonat natricus
D = Disability:
E = Exposure:
Pemeriksaan Head to toe
Periksa kemungkinan-kemungkinan trauma lain
Jaga suhu tubuh pasien/cegah hipotermia (selimuti
pasien)
13
Perhatikan jenis minuman yang di minum.
Hindari makanan beryodium, buahan (alpukat dan apel).
2. Terapi farmakologi:
Nebulizer
Fisiotheraphy
Oksigenasi
Pembatasan cairan
Antimicrobial
14
Tingkat kesadaran : akibat penurunan
darah ke otak,
Warna kulit (dapat membantu diagnosis
hipovolemik) : wajah yang pucat
keabuab, kulit ekstremitas pucat
menandakan hipovoilemik
Nadi, periksa nadi yang besar (femoralis
, karotis) untuk kekuatan, kecepatan dan
irama:
1. Tidak cepat, kuat , teratur =
normovolemi
2. Cepat, kecil : hipovolemi
3. Tidak teratus = biasanya gg jantung
4. Tidak ditemukan = peril resusitasi
segera
Penilaian perdarahan : ada tidak
perdarahan luar , perdarahan juga bias
terjadi di dalam / internal/ tidak terlihat
DISABILITY
a) Tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil,
tanda laterasi , tingkat / level cedera spinal
b) Tingkat kesadaran dapat dinilai dengan GCS
c) Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh
penurunan oksigenasi (hipoksi) atau hipoperfusi
(hipovolemi) ke otak
15
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical
berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau
regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh
napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
f. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya
bedah intratorakal/biopsy paru.
3. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru
yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat
nyeri dan keletihan.
16
4. Intervensi
17
dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya.
18
n. R/ Memungkinkan ekspansi
paru lebih luas.
d. Lakukan pernapasan
diafragma.
R/ Pernapasan diafragma
menurunkan frek. napas dan
meningkatkan ventilasi
alveolar.
e. Tahan napas selama 3 - 5
detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui
mulut.
f. Lakukan napas ke dua ,
tahan dan batukkan dari
dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
5. Evaluasi
1. Diharapkan jalan napas efektif
2. B ersihan jalan napas tidak ada sekret
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya
benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang
menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk
pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera
pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru,
sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti
Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya.
B. SARAN
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/10777202/KONTUSIO_PULMONAL
https://id.scribd.com/document/404037770/Kontusio-Pulmonal
https://books.google.co.id/books?id=r1OS3pNN8qYC&pg
21