Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M.

W DENGAN

OTITIS MEDIA AKUT D + POST TIMPANOMASTOIDEKTOMI D

PADA TANGGAL 16 JUNI 2022 – 18 JUNI 2022

DI RUANG ANGSOKA 3 RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH :

MARIA HELENA NEI


NIM. 21203024

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN OTITIS MEDIA AKUT D +


POST TIMPANOMASTOIDEKTOMI D DI RUANG ANGSOKA 3

RSUP SANGLAH DENPASAR

Menyetujui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns. Yohana Hepilita, M.Kep Ns. Ni Komang Kusuma Dewi, S.Kep

NIDN: 830018802 NIP : 197904141999032001


BAB I

KONSEP TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respons terhadap


getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang
suara, diskriminasi frekuensinya dan pengantaran informasi di bawah ke susunan saraf pusat.
Telinga di bagi menjadi 3 bagian :

1. Telinga luar
a. Aurikula. Seluruh permukaan meliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis pada
permukaan anterolateral, di temukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
b. Meatus akustikus eksterna : tabung berkelok-kelok yang terbentang antara
aurikula dan membran timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara
dari aurikula ke mebran timpani, panjangnya kira-kira 2,5 cm.
2. Telinga tengah (kavum timpani). Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi
udara dalam pars peterosa ossis temporalis yang di lapisi oleh membran mukosa di
dalamnya terdapat tulang-tulang pendengar yang memisahkan kavum timpani dari
meningen dan lobus temporalis dalam fossa kranii media.
a. Menbran timpani : membran timpani adalah membran fibrosa. Tepinya
menebal tertanam kedalam alur sisi tulang yang di sebut sulkus timpani.
Membran timpani sangat peka tehadap nyeri dan permukaan luarnya di sarafin
olen N. Auditorius.
b. Assikula auditus : terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Maleus dan inkus
berputar pada sumbu anterior, posterior, dan berjlan melalui :
 Ligamentum yang menghubungkan proses anterior maleus dengan
dinding anterior kavum timpani.
 Prosesus anterior maleus dengan prosesus breve inkudis.
 Ligamentum yang menghubungkan prosesus breve inkudis dengan
diding posterior kavum timpani.
 Selama pengantaran getaran dari membran timpani ke perilimf melalui
osikula.
c. Tuba auditifa : bagian ini meluas dari dinding anterior kavun timpani
kebawah, depan, dan median sampe kenasovaring, 1/3 posterior teriri dari
tulang dan 2/3 anterior tulang rawan.
d. Antrum mastoideum : bagian ini terletak di belakang kavun timpani dalam
pars petrosa ossis tempporalis,bentuknya bundar garis tengah 1 cm.
e. Selulae mastoider : prosesus mastoideus mulai berkembang pada tahun kedua
kehidupan. Selulae mastoid adalah suatu rongga yang bersambungan dalam
prosesus mastoid.
3. Telinga dalam (labirinitus). Suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
temporalis. Di dalamnya terdapat labirin membranossa, merupakan suatu rangkaian
saluran dan rongga- rongga. Lanirin membrannosa berisi cairan endolomf.
a. Labirinitus osseus : terdiri dari vestibulum, semisirkularis, dan kokhlea.
Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak dalam susstansi tulang
padat terstruktur di lapisi endosteum dan berisi cairan bening (perilimf) yang
terletak pada labirinitus mabrannaseus.
 Vestibulun. Bagian pusat labirinitus osseus pada dinding lateral,
terdapat venestra vestibuli yang di tutup oleh basis stapedis dan
venestra kokhlea. Di dalam vestibulum terdapat sakulus dan utrikulus
labirinitus mambranaseus.
 Kanalis semisirkularis: bermuara pada bagian posterior vestibulum.
Ada tiga kanalis ( superior, posterior dan lateralis ). Tiap kanalis
melebar pada salah satu ujungnya yang di sebut ampula.
 Kokhlea: bermuara pada bagian anterior vestibulum. Puncaknya
menghadap ke anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Perlimf
dalam skala vestibuli di pisahkan dari kavum timpani oleh basis
stapedis dan ligamentum anulare pada venestra vestibuli.

Membran basilaris di bentuk oleh lapisan serat- serat kolagen.


Permukaan bawah yang menghadap skala timpani di liputi oleh jaringan ikat
fibrosa yang mengandung pembuluh darah. Membran vestibularis adalah suatu
lembaran jaringan ikat tipis meliput permukaan atas vestibular. Pelapis rongga
perilimf yaitu jaringa epitel selapis gepeng yang terdiri dari sel mesenkim.
Duktus koklearis mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak
beraturan, di bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung
kapiler di sebut stria vaskularis, merupakan tempat sekresi endolimf,
merupakan organ korti.

b. Labirinitus membranosus: terdapat dalam labirinitus osseus, struktur ini berisi


endolimf dan di kelilingi oleh perilimf, terdiri dari utrikulus dan sakulus yang
terdapat dalam vestibulum, terdiri dari duktus semisirkularis. Di dalamnya
kanalis sirkularis dan duktus kokhlearis struktur ini saling berhubungan
dengan bebas.
 Utrikulus : bagian yang tebesar terdiri dari dua buah sakus mempunyai
hubungan tidak langsung dengan sakulus dan duktus endolimfatikus
melalui duktus utrilosakularis.
 Sakulus: bentuknya bulat, berhubungan dengan utrikulus, bergabung
dengan duktus utrikulosakularis, berlanjut dan berakhir pada kantong
buntu kecil sakus endolimfatikus, terletak di bawah duramater pada
permukaan posterior pars petrosa osiss tempoduralis.

Utrikulus dan sakulus mempunyai dinding dan lapisan jaringan ikat halus
yang mengandung sejumlah fibroblas dan melanosit. Dinding lateral
makula utrikulus terbentuk ovoid.

c. Duktus semisirkularis: duktus semisirkularis ini meskipun diameternya jauh


lebih kecil dari kanalis semisirkularis memiliki konfigurasi yang sama. Sebuah
krista di temukan dalam setiap ampula, menyilang sumbuh panjang saluran
yang membentuk saluran penyokong seperti sel rambut pada makula,
mikroofili, stereosilia dan linosilia dan terbenam dalam suatu masa gelatinosa
yang di sebut kupula.
d. Duktus koklearis: duktus kokhlearis terbentuk segitiga pada potongan
melintang dab berhubungan dengan sakulus melalaui duktus reunien. Epitel
yang terletak di atas lamina basilaris membentuk organ korti dan memunyai
reseptor- reseptor sensoris untuk mendengar.
e. Organ korti : organ korti terdiri dari sel penyokong, berjalan sepanjang
kokhlea, berbentuk kerucut ramping. Bagian yang lebar mengandung inti yang
disebut apeks, masuk ke dalam permukaan bawah.
f. Ganglion spiral. Ganglion spiral merupakan neuron bipolar cabang dari sentral
akson bermielin, membentuk nervus akustikus. Cabang perifer(dendrit) yang
bermielin, berjalan dalam saluran- saluran dalam tulang yang mengitari
ganglion. Gelombang bunyi dikonduksi dari perilimf dalam skala vestibuli ke
endolimf dalam duktus kokhlearis.

Fisiologi pendengaran

Bagaimana telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensinya dan


mengirim frekuensinya dan mengirim informasi suara ke dalam sistem saraf pusat. Membran
timpani berbentuk kerucut, merupakan tangkai dari maleus, terikat kuat pada inkus oleh
ligamentum-ligamentum sehingga pada saat maleus bergerak inkus juga bergerak. Artikulasi
inkus dengan stapes menyebabkan stapes terdorong ke depan pada cairan kokhlea. Setiap saat
maleus bergerak keluar sehingga mencetuskan gerakan ke dalam dan keluar dari permukaan
venestra ovalis.

 Transmisi Suara Melalui Tulang


Oleh karena telinga dalam yaitu kokhlea tertanam pada kavitas ( cekungan
tulang). Dalam oss temporalis yang di sebut labirin tulang. Getaran seluruh tulang
dapat menyebabakan cairan pada kokhlea itu sendiri. Oleh karena itu pada kondisi
yang memungkinkan garpu tala atau penggetar elektronik di letakan pada setiap
protuberonsia, tulang tengkorak dan prosesus mastoideus akan menyebabkan
mendengar getaran suara.
Organ korti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon
terhadap getaran membrane maksilaris. Terdapat dua tipe sel rambut( external dan
internal ) yang merupakan reseptor sensorik, sekitar 90% ujung-ujung ini berakhir di
sel-sel rambut bagian dalam yang memperkuat peran khusus sel untuk mendeteksi
suara.
 Gelombang Suara
Telinga mentransduksi ( mengubah dasar genetik energy ) energy gelombang
suara ke bentuk impuls saraf yang di hantarkan ke system pusat pendengaran tempat
suara di terjemahkan. Suara di hasilkan oleh benda yang bergetar dalam medium fisik
( udara, air dan benda padat ). Suara tidak dapat melalui ruang hampa. Suara
mempunyai amplitude ( daya akomodasi ) dan frekuensi mengukur energy suara
adalah mengukur puncak amplitudonya.
Kerasnya suara dinyatakan dalam satuan logaritma ( decibel =dB ). Suara
berbisik yang dapat di dengar pada jarak 1 meter besarnya kira-kira 20 Db. Suara
keras pabrik dapat mencapai 130 dB. Frekuensi suara adalah besar siklus oksilasi
perdetik ( 1 Hz {hertz}) = 1 siklus per detik ). Gelombang suara frekuensinya 1-
100.000 Hz. Suara pria dewasa 120-1..000 Hz , perempuan dewasa 250-1.000 Hz.
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kotak suara di laring dengan tebal tipisnya
pita suara. Kualitas suara di nyatakan dengan timber (kualitas bunyi ) ini
membedakan suara bunyi-bunyian seperti suara suling berbeda dengan suara biola.
Telinga mengubah gelombang suara dari dunia luar menjadi potensial aksi
dalam nervus kokhlearis. Gelombang di ubah oleh gendang telingah dan tulang-tulang
pendengar menjadi gerakan papan kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang
pada cairan telinga dalam gelombang pada organ korti menimbulkan potensial aksi
pada serabut-serabut saraf.
1. Refleksi gendang. Apabila otot telinga tengah ( M.tensor timpani dan
M.stapedius ). Berkontraksi menarik manubrium maleolus ke dalam dan
papan kaki stapes keluar. Suara yang keras menimbulkan refleksi kontraksi
otot di namakan reflex gendang. Reflek ini melindungi dan mencegah
gelombang suara yang keras, menyebabkan perangsangan yang berlebihan
pada teseptor pendengar. Akan tetapi waktu reaksi untuk refleks adalah 40-
160ms, sehingga reflex tidak melindungi terhadap rangsangan yang sangat
singkat seperti suara tembakan.
2. Penghantaran tulang dan udara:
a) Penghantaran gelombang suara ke cairan telingah dalam melalui
membran timpani dan tulang-tulang pendengar yang di namakan
penghantaran tulang telinga tengah.
b) Gelombang suara menimbulkan getaran pada membran timpani
sekunder yang menutup jendela bundar ( penghantaran udara ).
c) Jenis penghantaran yang ketiga penghantaran tulang transmisi
getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan telinga dalam.
3. Gelombang jalan. Papan kaki stapes menimbulkan serangkaian gelombang
jalan pada perilimf dalam skala vestibula. Suara nada rendah menimbulkan
distorsi pada membrane basilaris tempat distorsi ini maksimum di tentukan
oleh frekuensi membrane suara. Ujung-ujung sel rambut pada korti di
pertahankan kaku pada lamina retikularis dan rambut-rambutnya terbenam
dalam mebran tektoria. Apabila membrane basilaris di tekan, gerakan relative
dari membran tektoria lamina retikularis akan membengkokan rambut-
rambut pembentukan ini menimbulkan potensial akai pada saraf pendengar.
 Kemampuan Dengar
Telinga manusia dapat medengar frekuensi 20-20.000 Hz. Ambang dengar
suara ( kepekaan ) tidak sama dengan frekuensi. Kepekaan tertinggi adalah 1-4 KHz.
Anjing dapat mendengar suara 50 KHz, kelelawar dapat mendengar suara ultra di atas
20 KHz.
Kekerasaan suara di tentukan oleh system pendengaran sekurang- kurangnya
melalui tiga cara :
1. Ketika seorang menjadi keras, amplitudo getaran membrane basilaris dan sel
rambut juga meningkat sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan tepat.
2. Ketika getaran amplitudo meningkat, peningkatan ini menyebabkan semakin
banyaknya sel rambut di atas lingkaran tepi bagian membrane basilaris
menjadi terangsang bukan melalui serat saraf.
3. Sel rambut sebelah luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran
basilaris mencapai intensitas yang tinggi kemudian stimulasi sel-sel ini
menggambarkan bahwa suara ini sangat keras.
Ketahanan pendengaran lazim di ukur dengan suatu audiometer. Alat ini
menampilkan subyek dengan nada murni dari berbagai frekuensi melalui alat dengar.
Pada tiap,frekuensi intensitas ambang di tentukan dan di gambarkan pada gfrafoik sebagai
suatu presentase pendengaran normal, yang memberi ukuran obyektif tentang derajat
ketulian dan gambaran tentang nada yangpaling terkena.

 Pusat Pendengaran
Frekuensi potensial aksi dalam serabut saraf pendengar tunggal sebanding
dengan kekerasan bunyi. Pada intensitas bunyi yang rendah tiap akson melepaskan
listrik terhadap bunyi. Hanya satu frekuensi dan frekuensi uni berfvariasi dari akson
ke akson bergantung pada bagian kokhlea tempat asal serabut.
Pada intensitas bunyi yang lebih tinggi akson sendiri melepaskan listrik
terhadap spectrum frekuensi bunyi yang lebih lebar. Penentuan tinggi nada yang di
terima bila suatu gelombang bunyi membentur telinga merupakan tempat di dalam
korti yang di rangsang maksimum. Bial frekuensi cukup rendah maka serabtu saraf
mulai berespon stengah suatu impuls terhadap tiap siklus gelombang bunyi.
Walauapun tinggi nada suatu suara bergantung pada frekuensi gelombang bunyi.
Namun kekerasan juga memainkan sebagian nada rendah di bawah 500 Hz tampak
lebih rendah dan nada tinggi di atas 4000 Hz tampak lebih tinggi karena kekerasannya
meningkat kecuali berlangsung lebih dari 0,01 detik.
Pusat pendengaran diotak jarasnya sangat rumit dan belum banyak di
ketahui.neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral berlokasi di
kokhlea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar dari kokhlea bergabung
dengan serabut dari organ vestibuli untuk membentuk saraf V111 ( Nervus
auditorius ) masuk ke medula.
1. Pusat auditorik medular :berfungsi mencari sumber bunyi, reflek pendengar
mengatur otak telinga.
2. Pusat midbrain : kolekus inferior dan formasioretikularis mengatur refleks
pendengar yang berkaitan dengan gerak kepal dan mata guan mencari sumber
bunyi.
3. Korikular inferior: projeksi bunyi lebih atas dari presepsi suara di pancarkan
ke nuklei genikulta medial dari talamus karena adanya penyilangan, maka
projeksi auditorik bersifat bilateral dan projeksi kontralateral lebih intensif.
Korteks auditorius primer secara langsung di rangsang oleh penonjolan korpus
genikulatum medial.

1. Korteks auditorik: dari thalamus serabut di projeksikan auditorik primer pada lobus
temporal yang sebagian besar tersembunyi di dasar girus siilvii.
2. Area korteks auditorik : otak mampuu menganalisis berbagai intensitas suara dan
memberikan arti tentang stumuli pendengaran dengan mengintegrasikan impuls yang
di terima melalui asosiasi korteks lain ( fisual dan somatic).
3. Korteks asosiasi auditorik: dari korteks auditorik primer projeksi serabut di tujukan ke
area asosiasi auditorik untuk di lakukan analisis untuk di integrasi dengan data dari
pusat korteks lain. Setiap bunyi, kata,dan suara di hubungkan dengan pusat bahasa.
 Lokalisai Bunyi
Penentuan arah bunyi berasal dari deteksi perbedaan dalam waktu antara
tibanya rangsangan pada sebuah telinga. Perbedaan waktu merupakan factor penting
pada frekuensi 3.000 Hz dsn perbedaan kekerasan terpenting pada frekuensi di atas
3.000 Hz. Banyak neuron dalam korteks auditorius menerima masukan dari kadua
telinga dan berespon maksimium atau minimum bila saat suatu rangsangan pada satu
telinga di lambatkan oleh masa tetap relative terhadaap waktu tibanya pada telinga
yang lain.
 Keseimbangan
Berdiri, bergerak dan banyak posisi tubuh yang lain melawan gaya gravitasi
bumi. Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya grafitasi harus dilawan
melalui mekanisme motorik dan sensorik organ proprioseptif di sendi dan aparatus
vestibularis di telinga dalam. Aparatus vestibuli mendeteksi perubahan sinyal untuk
mengaktifkan respons motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan
keseimbangan. Aparatus vestibularis mempunyai dua komponen yaitu kanalis
semisirkularis dan utrikulus-sakulus. Kerusakan pada utrukulus-sakulus membuat
keseimbangan hilang pada posisi badan ats-bawah.
Sakulus (kantong kecil) dan utrikus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada
dinding telinga dalam masing-masing berisi makula (organ makula). Jika kepala
bergerak (percepatan) linier ke jurusan manapun, makula bergerak bersamanya, tetapi
otolit lebih pekat dari cairan disekitarnya, sehingga stereosilia mengalami
ditorsi( penyimpangan bayangan) dan menghasilkan potensial reseptor dalam sel
rambut. Potensial ini secra sinaptik memicu aksi potensial serabut saraf vestibular
yang kemudian dikrim ke otak.
Kanalis semisirkularis dari aparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi. Tiga kanal
yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Di setiap ujung masing-masing kanal
terdapat organ indra trasduksi mekanoelektrik yang disebut ampula. Seperti makula,
setiap ampula berisi sel rambut dengan srtuktur silia yang sama. Silia dikelilingi
lapisan gelatin yang disebut kupula.
B. DEFENISI
Otitis adalah inflamasi telinga. Inflamasi dapat terjadi disaluran telinga luar,
yang disebut otitis eksternal atau di telinga tengah yang disebut otitis media. Otitis
eksternal dapat terjadi pada individu rentan setelah berenang atau setelah jenis lain
panjanan telinga luar terhadap air. (Corwin, Elizabeth J. 2009)
Otitis media adalah infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah, yaitu
ruang di belakang gendang telinga yang memiliki tiga tulang kecil dengan fungsi
untuk menangkap getaran dan meneruskannya ke telinga bagian dalam.
Ostitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
C. KLASIFIKASI
Otitis media dibagi menjadi tiga
1. Otitis media akut.
Otitis media akut adalah infeksi telinga tengah. Penyebab umum otitis media
akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan
sekitarnya (mis : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis: rinitis
alergika). Bakteri yang umumnya ditemukan sebagai organism penyebab adalah
streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan moraxella catarhalis. Cara
masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat
kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada perforasi membran timpani. Eksudat pululen biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
2. Otitis media serosa.
Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa bukti
adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negatif dalam teling tengah yang disebabkan obstruktif tuba eustachii.
Kondisi ini ditemukan terutama pada anak-anak. Efusi telingah tengah sering
terlihat pada setelah menjalani radioterapi dan barotrauma (mis: penyelam) dan
pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran
napas atas yang terjadi. Barotoma terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak
dalam telinga dalam akibat perubahan tekanan barometrik, seperti pada penyelam
atau saat pesawat menurun, dan cairan terperangkap di dalam telingah tengah.
Karsinoma yang menyumbat tuba eustachi harus disingkirkan pada ornag dewasa
yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.
3. Otitis media kronik.
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media
akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi
kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani
tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid
(Smeltzer, Suzanne C. 2001).
D. ETIOLOGI
1. Otitis media akut disebabkan bakteri patogenik (streptococcus pneumoniae,
hemophylus influenzae, dan moraxella catarrhalis), infeksi saluran pernapasan
atas, dan inflamasi jaringan sekitar (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi
alergi.
2. Otitis media serosa disebabkan tekanan negatif dalam telinga tengah yang
disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
3. Otitis media kronik disebabkan oleh jaringan ireversibel dan biasanya karena
episode berulang otitis media akut ( Smeltzer, Suzanne C. 2001)
4. Otitis media kronik terjadi akibat perforasi. Perforasi gendang telinga bisa
disebabkan oleh otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat
masuknya suatu benda ke gendang telinga atau bisa juga disebabkan oleh
bakteri
 Faktor risiko
 Umur
 Faktor genetik
 Sosio ekonomi
 Lingkungan
 Kurangnya asupan ASI
 Status imunologi
 Abnormal kraniofasial
 Deformitas tuba eustachius
E. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telingah tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi
disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran
pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinisitis, hipertropi adenoid), atau
reaksi alergi. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema, pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh
hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telingah tengah menjadi sangat
rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya
faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas
penyakit.
Perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan
terpapar ke telingah luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya
pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan
penyakitnya. Berenang , kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga
atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan
infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
Gejalanya berupa discharge mukoid yang terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali di temukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada
kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada
awal penyakit.
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, dengan sekret yang
sangat bau dan berwarnah kuning abu-abu, kotor purelen dapat juga terlihat keping-
keping kecil, berwarnah putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersama juga karena hilangnya alat pengantar udara pada otitismedia nekrotikans
akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang –tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatomi.
PATHWAY
Bakteri patogenik (streptococus
Obstruksi tuba eustachi Perforasi membran
pneumoniae, hemophylus influenzae,
timpani
moraxella catarrhalis), Infeksi sekunder
ISPA

Invasi bakteri

Komplikasi : Inveksi telingah


Mastoiditis, meningitis, dan abses otak tengah (kavum timpani
tuba eusthacius)

Disfungsi tuba eusthacius Peningkatan produksi Tekanan udara pada Pengobatan tidak
cairan serosa telinga tengah berkurang tuntas
Pencegahan invasi kuman Akumulasi cairan Retraksi membran Tidak berkonsultasi ke
terganggu mukus dan serosa timpani dokter

Hantaran suara/udara Kurangnya


Bakteri masuk ke Infeksi berlanjut dapatyang
sampai
telinga
Tekanan tengah
negatif pada informasi
Ruptur membran timpanidan
Sekret keluar diterimadimenurun
telingah dalam
membran timpani karena berbau
desakanbusuk
(otorrhoe) Dx: kurang
Peradangan/ Terjadi erosi pada pengetahuan
Dx: Merusak tulang karena
inflamasi Dx: Gangguan persepsi kanalis
gangguan adanya epitel skumaosa
Edema sensori pendengaran semisikularis
citra tubuh di dalam ronggatelinga
Vertigo/keseimbangan tengah (kolesteatom)
menurun Tidakan operasi dengan
Tanda dan gejala : mastoidektomi
Tanda dan gejala:
pembengkakan, keluarnya cairan yang berbau
demam/kalor, kemerahan busuk
dan nyeri
Dx: resiko cidera
Dx: ansietas

Dx : nyeri
akut
F. MANIFESTASI KLINIK.
a) Otitis media akut:
 Gejala beragam berdasarkan tingkat keparahan infeksi, biasanya bersifat
unilateral.
 Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin intens dan hanya akan
reda setelah perforasi spontan gendang telinga atau setelah miringotomi.
 Demam; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran.
 Membran timpani mengalami eritema dan sering kali menonjol.
 Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh eksudat di dalam telinga
tengah.
 Bahkan jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3 bulan) disertai dengan
rabas purulen, ketulian permanen jarang terjadi ( Brunner & Suddarth, 2013).
b) Otitis media serosa :
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam telinga
atau perasaan bendungan, dan bahakan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membran timpani nampak kusam pada
otoskopi, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram
biasanya menunjukan adanya kehilangan pendengaran konduktif (Smeltzer,
Suzanne C. 2001.)
c) Otitis media kronik:
 Gejala mungkin minimal, dengan tingkat ketulian yang bervariasi dan otorea
(rabas) berbau busuk yang persisten atau intermiten.
 Pasien mungkin merasakan nyeri jika terdapat mastoiditis akut, ketika mastoiditis
terjadi, area pasca aurikular menjadi kenyal; eritema dan edema dapat terjadi.
 Kolesteatoma (kantung yang berisi kulit yang mengalami degenerasi dan materi
sebasea) mungkin dimanifestasikan sebagai massa putih di belakang membran
timpani yang terlihat melalui otoskop. Jika tidak diobati, kolesteatoma akan terus
tumbuh dan menghancurkan srtuktur tulang temporal, kemungkinan
menyebabkan kerusakan pada saraf fasial dan kanal horizontal serta hancurnya
srtuktur lain disekitarnya. Pemeriksaan audutori sering kali menunjukan tuli
konduktif atau campuran ( Brunner & suddarth, 2013.)
G. KOMPLIKASI
1) Otitis media yang berulang atau tidak di obati dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut di gendang telinga dan penurunan ketajaman pendengaran secara
permanen.
2) Komplikasi yang jarang terjadi pada otitis media akut adalah meningitis,
abses,otak,otogenik,atau infeksi tulang mastoid (Corwin, elizabeth J. 2009).
3) Perforasi membran timpani dapat menetap dan berlanjut menjadi otitis media kronis.
4) Hasil akhir bergantung pada efektifitas terapi ( dosis antibiotik oral yang di resepkan
dan durasi terapi ), virulensi bakteria, dan status fisik pasien (Brunner & suddarth.
2013.)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telingah yang dapat di
gunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut di tandai dengan penonjolan
gendang telingah yang merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda refleks cahaya
mungkin kabur. Otitis media dengan efusi dampak tampak sebagai gendang telingah yang
berwarnag abu-abu, baik menonjol ataupun cekung ke dalam. Otitis ekterna di diagnosis
dengan teramatinya saluran eksternal yang merah dan mengalami inflamasi.
2. Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop (otoskop pneumatik) lebih lanjut membantu
diagnosis otitis media. Dengan menekankan balon berisi udara yang dihubungkan ke
otoskop, bolus kecil udara dapat di injeksikan ke dalam tekingah luar. Mobilitas
membran timpani dapat di observasi oleh pemeriksa melaui otoskop. Pada otitis media
akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membran timpani berkurang.
3. Timpranogram, suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada
telingah luar dan pengukuran gerakan membran timpani ( gendang telingah) setelah
adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat di gunakan untuk mengevaluasi mobilitas
membran timpani. Pada otitis media akut dan otitis dengan efusi, mobilitas membran
timpani berakurang.
4. Pemeriksaan audiologi memperlihatkan defisist pendengaran, yang merupakan indikasi
penimbunan cairan ( infeksi atau alergi ) (Corwin, elizabeth J. 2009).
I. PENATALAKSANAAN
1. Diagnosis dan penatalaksanan nyeri dengan asetaminofen atau analgesik lain di
rekomendasikan untuk otitis media akut.
2. Otitis media akut biasanya di obati antibiotik walaupun periode menunggu dengan
waspada mungkin tepat. Episode berulang otitis media akut menyebabakan pemasangan
slang timpanostomi sebagai upaya untuk mencegah infeksi di waktu yang akan datang.
3. Walaupun otits media dengan efusi biasanya akan sembuh sendiri selama 3-4 bulan,
observasi ketat oleh pemberi perawatan kesehatan di perlukan. Ketika gangguan
pendengaran terlibat, pasien di rujuk ke ahli otolaringologi untuk evaluasi mengenai
penggunaan pemasangan slang timpanostomi.
4. Otitis ekterna di obati dengan tetes anti inflamasi, tetes anti mikroba, atau keduanya.
(Corwin, elizabeth J. 2009).
5. Dengan terapi antibiotik spektrum luas sejak dini dan tepat, otitis media dapat hilang
tanpa menyisakan sekuela yang serius. Jika terdapat drainase, sediaan antibiotik dapar
diresapkan.
6. Hasil bergantung pada efektifitas terapi (dosis antibiotik oral yang diresapkan dan durasi
terapi), virulensi bakteria, dan status fisik pasien.
7. Pengisapan dan pembersihan telinga yang cermat dapat dilakukan di bawah panduan
mikroskop.
8. Antibiotik tetes dimasukan atau antibiotik serbuk digunakan untuk mengatasi rabas
purulen
9. Prosedur timpanoplasti (miringoplasi dan jenis yang lebih ekstensif) dapat dilakukan
untuk mencegah infeksi berulang, mengembalikan fungsi telingah tengah, menutup
perforasi, dan memperbaiki pendengaran.
10. Osikuloplasti mungkin dilakukan untuk merekonstruksi tulang telinga tengah guna
mengembalikan fungsi pendengaran
11. Mastoidektomi dapat dilakukan untuk mengeluarkan kolesteatomi, membuka akses ke
struktur yang mengalami penyakit, dan membuat telinga tetap kering ( tidak terinfeksi)
dan sehat (Brunner & Suddarth . 2013 )
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik:
 Inspeksi: keadaan umum klien, adakah cairan keluar dari telinga,
bagaimaa warna, bau & jumlah, apakah ada tanda-tanda radang daerah
sekitar telinga atau pada telinga.
 Palpasi: kaji adanya nyeri tekan pada area telinga.
 Pemeriksaan pendengaran: tes garputala, suara bisiskan, tes
audiometri, X-Ray
b. Riwayat Keluhan Utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
Seperti penjabaran dari riwayat adanya karakteristik nyeri yang dirasakan.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah sering menderita ispa, apakah pernah
menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang
dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan
tenan, daerah industri, daerah polusi).
Pengkajian pola Gordon
1. Pola Persepsi & Pemeliharaan kesehatan: kaji bagamana kebiasaan pasien membersihkan
telinga apakah menggunakan cottonbath.
2. Pola aktifitas dan latihan : kaji kesulitan dan keterbatasan melakukan aktivitas akibat
keluhan yg dirasakan klien.
3. Pola Nutrisi dan metabolik: kaji adanya anoreksia, mual, muntah, nafsu makan
berkurang, IMT
4. Pola keamanan/perlindungan: kaji adanya peningkatan suhu tubuh akibat proses penyakit
klien.
5. Pola sensori dan kognitif; kaji adanya nyeri, sekala nyeri berapa, dan fungsi pendengaran
( apakah klien mengalamai gangguan fungsi pendengaran, seperti apa yang dirasakan
pasien, keluar cairan,)

6. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress; kaji adanya kecemasan klien.

7. Pola tidur : kaji apakah pasien nyaman pada saat tidur, apakah ada rasa nyeri

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik (proses inflamasi,
akumulasi cairan, infeksi )
b. Gangguan persepsi pendengaran berhubungan dengan perubahan dan transmisi
sensori, obstruksi, infeksi di telingah tengah / kerusakan di syaraf pendengaran
c. Ansietas berhungan dengan status kesehatan, prosedur operasi, dan hilangnya fungsi
pendengaran
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengeanai pengobatan
dan pencegahan kekambuhan.
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
keperawatan

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan  Kaji nyeri atau  Karakteristik


Berhubungan tindakan ketidaknyamanan nyeri dapat
dengan keperawatan pada klien pada menunjukkan
proses selama.....x 24 jam  skala 0-10 derajat berat/
inflamasi diharapkan klien   Lakukan ringannya
DS : pasien tidak mengalami manajemen nyeri penyakit
mengeluh nyeri dengan kriteria dengan teknik  Meningkatkan
nyeri hasil : nonfarmakologis relaksasi,
dibagian misalnya kompres memfokuskan
 Mampu
telinga. hangat atau dingin kembali
mengontrol
dan masase pada perhatian, dan
DO : pasien nyeri ( tahu
saat sebelum, meningkatkan
tampak penyebab
setelah dan jika kemampuan
meringis, ada nyeri,mampu
memungkinkan koping
pembengkaka menggunakan
selama aktivitas  Mencoba untuk
n pada teknik non
yang menimbulkan mentolenransi
telinga, farmakologi
nyeri. nyeri, daripada
sekala nyeri untuk
 Anjurkan pasien meminta analgetik
kurang dari 5 mengurangi
untuk  Nyeri bervariasi
nyeri,mencari
menginformasikan dari ringan
bantuan )
kepada perawat sampai berat dan
 Melaporkan
jika peredaan nyeri perlu
bahwa nyeri
tidak dapat dicapai penanganan
berkurang
 Kolaborasi dalam untuk
dengan
pemberian memudahkan
menggunakan
analgetik. istirahat adekuat
manajemen
dan
nyeri
penyembuhan
 Mampu
mengenali nyeri
skala dan
intensitas,freku
ensi dan tanda
nyeri.
 Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
2 Gangguan Setelah dilakukan  pengambilan  Usaha untuk
persepsi tindakan serumen dengan membersihkan
pendengaran keperawatan irigasi/suction kanalisauditorius
berhubungan selama.....x24  Kolaborasi dalam eksterna
dengan jam,gangguan pemberian  Untuk mematikan
penurunan persepsi sensori antibiotik bakteri,virus,jamu
fungsi organ dapat teratasi dengan r dalam telinga
pendengaran kriteria hasil :

DS : klien  Fungsi
mengatakan pendenagaran
mengalami membaik
kesulitan
untuk
mendengar,
telinga terasa
penuh, dan
nyeri

DO : klien
tampak tidak
merespon
saat dipanggil
oleh perawat

3 Ansietas b/d setelah  Kaji dan  Faktor ini


kurang diberikan dokumentasikan mempengaruhi
pengetahuan askep selama tingkat persepsi pasien
tentang x24 jam kecemasan terhadap ancaman
penyakit, diharapkan pasien. diri, potensial
penyebabinfe rasa cemas  Beri dorongan siklus ansietas,
ksi dan pada klien kepada pasien dan dapat
tindakan dapat untuk mempengaruhi
pencegahann berkurang mengungkapkan upaya medik
ya  Kriteria hasil: secara verbal untuk mengontrol
klien sudah pikiran dan ansietas
DS : klien
mulai tenang perasaan untuk  Membantu pasien
mengatakan
 Klien mampu mengeksternalis menurunkan
bahwa takut
mengungkapkan asikan ansietas. ansietas dan
akan penyakit
ketakutan/  Berikan memberikan
yang
kekhawatirannya informasi faktual kesempatan untuk
dideritanya
. menyangkut pasien menerima
DO : klien diagnosis, situasi nyata.
tampak terapi,dan  Menurunkan
gelisah dan prognosis. ansietas
merasakan  Jelaskan semua sehubungan
ketakutan prosedur, dengan
termasuk sensasi ketidaktahuan/har
yang biasanya di apan yang akan
alami selama datang dan
prosedur. memberikan dasar
 Ajarkan teknik fakta untuk
relaksasi membuat pilihan
informasi tentang
pengobatan.
 Memberikan
dasar pengetahuan
sehingga pasien
dapat membuat
pilihan yang tepat.
Menurunkan
ansietas dan dapat
meningkatkan
kerjasama dalam
program terapi,
kerjasama penuh
penting untuk
keberhasilan hasil
setelah prosedur
 Memfokuskan
perhatian pasien,
membantu
menurunkan
Ansietas  dan
meningkatkan
proses
penyembuhan
4 Hambatan setelah diberikan  Berikan alat  Untuk membantu
interaksi asuhan keperawatan Bantu pendengaran klien
sosial selama ...x24 jam pendengaran  Merupakan
berhubungan diharapkan klien  Ajari klien alternative lain
dengan bisa kembali menggunakan untuk
kehilangan berkomunikasi tanda nonverbal mempermudah
fungsi tubuh dengan baik dan bentuk komunikasi
yang ditandai b.      Kriteria komunikasi dengan orang lain
dengan hasil: lainnya  Ketenangan
pasien  Klien sudah bisa  Mengurangi lingkungan dapat
mengeluh berinteraksi atau kegaduhan membantu
tidak berkomunikasi lingkungan kelancaran
mengerti lagi komunikasi.
dengan
pembicaraan
orang lain.

DS : pasien
mengatakan
tidak
mengerti apa
yang di
sampaikan
oleh perawat.

DO :pasien
tampak
bingung.

5. Kurang Setelah diberikan  Ajarkan klien  Pendidikan


pengetahuan asuhan keperawatan mangganti kesehatan
berhungan selama.....x24 jam balutan dan tentang cara
dengan diharapkan klien menggunakan mengganti
kehilangan memperoleh antibioyik secara balutan dapat
pendengaran pengetahuan dengan kontinyu sesuai meningkatkan
berhubungan kriteria hasil: aturan pemahaman
dengan  Beritahu klien sehingga
 Klien paham
kurang komplikasi tyang dapat
mengenai
informasi mungkin muncul berpartisipasidal
pengobatan
mengenai dan bagaimana am pencegahan
 Klien dapat
pengobatan cara kekambuhan.
melakukan
dan melaporkannya  Pemahaman
tindakan
kekambuhan  Tekankan hal- tentang
pencegahan bila
hal yang penting komplikasi
DS : pasien terjadi
yang perlu dapat membantu
mengatakan kekambuhan. ditindak lanjuti/ klien dan
kurang evaluasi keluarga untuk
mengerti cara pendengaran melaporkan
membersih kepada tenaga
telinga yang kesehatan
baik. sehing dengan
cepat dapat
DO :telingah
ditangani.
pasien
 Follow up
tampak kotor,
sangat penting
dan berisi
dilakukan oleh
cairan yang
anak karena
berbauh
dapat
busuk
mengetahui
perkembangan
penyakiy dan
mencegah
kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth . 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Syaifuddin, Haji. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI PPNI, 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta

Tim Pokja SDKI PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta

Tim Pokja SDKI PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi
NANDA, NIC, dan NOC jilid 1. Jakarta: TRANS INFO MEDIA.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.M.W DENGAN DIAGNOSA OTITIS
MEDIA AKUT D + POST TIMPANOMASTOIDEKTOMI D DI RUANG ANGSOKA 3
RSUP SANGLAH DENPASAR TANGGAL 16 JUNI – 18 JUNI 2022

A. PENGKAJIAN
Nama mahasiswa yang mengkaji: Maria Helena Nei
NIM : 21203024
Unit : Angsoka 3
Autoanamnese : pasien dan RM
Kamar : 302 bad 6
Alloanamnese : pasien dan keluarga
Tanggal masuk RS : 14-06-2022
Tanggal pengkajian : 16-06-2022
Waktu : 09.00 WITA
V. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama initial : Tn. M.W
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Jumlah anak :-
Agama/suku : Kristen Katolik
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia dan bahasa daerah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat rumah : Rapu Tata Kaleng Rongo Sumba Barat Daya NTT

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny P.B
Umur : 41 Tahun
Alamat : Rapu Tata Kaleng Rongo Sumba Barat Daya NTT
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung
VI. DATA MEDIK
Diagnose medic
Saat masuk : Otitis Media Akut D
Saat pengkajian : Otitis Media Akut D + post timpanomastoidektomi D
VII. KEADAAN UMUM
A. KEADAAN SAKIT
Pasien tampak sakit sedang
Alasan: Pasien dengan Otitis Media Akut D dan post timpanomastoidektomi D,
dengan tingkat kesadaran composmentis, klien tampak berbaring ditempat tidur
saja dan terpasang infus Nacl 20 tpm, tampak ADL dilakukan secara mandiri oleh
pasien dan dibantu oleh keluarga seketika pasien merasakan nyeri pada kepala
post operasi.
B. TANDA VITAL
1. Kesadaran (kualitatif) : composmentis
Skala koma glaswgow (kuantitatif)
a) Respon motorik :6
b) Respon bicara :5
c) Respon membuka mata :4
Jumlah : 15
Kesimpulan : tidak ada masalah atau pasien dalam
keadaan sadar penuh.
2. Tekanan darah : 100/70 mmHg
MAP : 80
Kesimpulan : tidak ada masalah (normal 60-100)
3. Suhu : 36,50 c (axial)
4. Pernapasan : 18x/menit
Irama : teratur
Jenis : pernapasan dada
5. Nadi : 105x/menit
Irama : teratur
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas : tidak dikaji
2. Tinggi badan : 155 cm
3. Berat badan : 50 kg
4. IMT (indeks massa tubuh): 22,2.
Kesimpulan : normal
D. GENOGRAM

17

Keterangan:
: perempuan

: laki-laki
: meninggal

: pasien umur 17 tahun.


VIII. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
1. Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien sering merasa telinganya sakit dan
kalau sakitnya muncul pasien berobat ke RS terdekat.
2. Riwayat penyakit saat ini
a. Keluhan utama :
Pasien mengatakan terasa nyeri dikepala daerah bekas post
timpanomastoidektomi D.
b. Riwayat keluhan utama :
Klien mengatakan awalnya klien merasakan telinganya terasa sakit dan
merasa telinganya berdenging, klien di antar oleh keluarga ke RSUP
Sanglah Denpasar untuk dikonsultasikan ke dokter THT. Dan hasil
pemeriksaan dari dokter klien terdiagnosa ada infeksi di dalam telinga
dan harus di lakukan operasi agar infeksinya bisa di angkat. Pada
tanggal 14-06-2022 pasien masuk RSUP Sanglah Denpasar dan masuk
di ruangan angsoka 3 kamar 302. Pada tanggal 16-06-2022 pasien di
antar ke ruangan operasi untuk dilakukan operasi
timpanomastoidektomi D, dan rencana tindakan selanjutnya klien
diberikan pengobatan penghilang rasa nyeri dan dipasang tampon.
Klien tampak sakit sedang, keadaan umum sedang, kesadaran CM,
pasien terpasang infus NaCl 20 TPM. TD: 110/70 mmHg, SH: 36,5 0C,
ND: 105 x/menit,RR: 18 x/menit. Pada tanggal 23-06-2022 klien akan
ke rumah sakit kembali, supaya tamponya dikeluarkan
3. Riwayat penyakit yang pernah di alami
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit yang sama seperti yang
dialami sekarang dan tidak ada riwayat penyakit yang dapat memicu
terjadinya OMA.

4. Riwayat kesehatan keluarga:


Pasien dan keluarga mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki
penyakit yang sama seperti yang dialami oleh pasien. Dalam keluarga ada
yang memili riwayat penyakit hipertensi yaitu ayah dari klien. Akan tetapi,
klien tidak ada riwayat penyakit yang memicu penyakitnya yang sekarang.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kebersihan rambut : Rambut tampak bersih dan tidak terdapat
ketombe
Kulit kepala : Tampak bersih dan terdapat bekas luka
operasi post timpanomastoidektomi D.
b. Kebersihan kulit : Tampak bersih
c. Hygiene rongga mulut : Tampak bersih, tidak ada karies gigi, tidak
ada pembengkakan dan perdarahan pada gusi.
d. Kebersihan genetalia : Tampak bersih dan tidak ada kelainan pada
genitalia.
e. Kebersihan anus : Tampak bersih
B. POLA NUTRISI DAN METABOLIK
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan makan normal 3 x sehari dengan komposisi makanan
nasi, sayur, lauk dan buah, pasien biasa menghabiskan satu porsi
makanan setiap kali makan. Minum air putih sehari 8- 10 gelas.
2. Keadaan sejak sakit
Klien mengatakan selama dirawat pasien makan 3 x sehari dengan
komposisi makanan nasi, sayur, lauk dan buah, pasien bisa menghabiskan
satu porsi makanan yang sudah disiapkan oleh RS. Minum 7-8 gelas
dalam sehari.
3. Observasi
Pasien makan 3 x sehari sesuai dengan diet yang di anjurkan oleh dokter.
Pasien hanya bisa menghabiskan 1 porsi makanan yang sudah disiapkan
oleh pihak RS. Minum air putihnya cukup dalam sehari.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan rambut : Tebal, berwarna hitam, dan penyebarannya
merata.
b. Hidrasi kulit : Tidak ada hidrasi pada kulit
c. Palpebra/konjungtiva : Konjungtiva tidak anemis
d. Sclera : Tidak ikterik
e. Hidung : Bentuk hidung simetris, bersih, septum
berada ditengah dan tidak ada polip.
f. Rongga mulut dan gusi : Tampak bersih
g. Gigi : Tampak bersih, tidak ada karies gigi, tidak
ada gigi palsu.
h. Kemampuan mengunyah keras : Klien mampu mengunyah dengan
keras
i. Lidah : Tampak bersih, tidak ada luka pada lidah
j. Pharing : Normal tidak ada kelainan pada faring
k. Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah
bening
l. Kelenjar parotis : Normal tidak ada kelainan
m. Abdomen
 Inspeksi : Tidak ada distensi pada perut, tidak ada bekas
luka.
 Auskultasi : Bising usus positif 15x/menit
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, hepar dan klien tidak teraba
membesar
 Perkusi : Timpani
n. Kulit
 Edema : Negatif
 Icterik : Negatif tidak tampak ikterik
 Tanda-tanda radang : Tidak ada tanda tanda-tanda radang
 Lesi : Terdapat lesi pada daerah kepala bekas luka post
timpanomastoidektomi D.
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan BAB normal 1 x sehari dengan konsistentensi lembek
dan berwarna kuning
2. Keadaan sejaksakit
Pasien mengatakan BAB normal 1 x sehari dengan konsistensi lembek dan
berwarna kuning dan BAK terpasang kateter dengan julan urin yang
tertampung saat dikaji: 1.500 cc
3. Observasi
Klien BAB dengan normal tanpa menggunakan alat bantu, tetapi klien
BAK menggunakan kateter dan saat dikaji klien dilakukan bledder traning.
4. Pemeriksaan fisik
a. Peristaltic usus : 15 x / menit
b. Palpasi kandung kemih : kosong tidak ada distensi kandung
kemih
c. Nyeri ketuk ginjal : Negatif
d. Mulut uretra : Normal tidak ada kelainan
e. Anus
a.Peradangan : normal tidak ada peradangan
b. Hemoroid : Tidak ada
c.Fistula : Tidak ada
D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari secara
mandiri.
2. Keadaan sejak sakit
Klien mengatakan aktivitas sebagianya di bantu oleh keluarga.
3. Observasi
Klien tampak berbaring di tempat tidur dan terpasang infus dan masih
mampu melakukan sebagian aktifitas secara mandiri.
a. Aktivitas harian
- Makan : Mandiri
- Mandi : Bantuan orang
- Pakaian : Bantuan orang
- Kerapihan : Mandiri
- Buang air besar : Mandiri
- Buang air kecil : kateter (dilatih bleder traning)
-Mobilisasi di tempat tidur : Mandiri
- Postur tubuh : Tampak tegak lurus

- Gaya jalan : Tampak tegap


- Anggota gerak yang cacat : Tidak ada
- Fiksasi : Tampak kepala difiksasi karena
habis di operasi timpanomastoidektomi D.
- Tracheostomi : Tidak ada
4. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan Darah : 110 / 70 MmHg
Kesimpulan : normal
b. HR : 84 x / menit
c. Kulit
Keringat dingin : Tidak ada
Basah : Tidak ada
d. JVP : normal
Kesimpulan : Tidak ada ada peningkatan JVP
e. Perfusi pembuluh kapiler kuku : Kurang dari 2 detik
f. Thoraks dan pernapasan
- Inspeksi
Bentuk thoraks : Simetris
Retraksi interkosta : Tidak ada retraksi dada
Sianosis : Tidak ada
Stridor : Tidak ada
- Palpasi
Vocal premitus : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada krepitasi
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi
Suara napas : Vesikuler
Suara ucapan : Jelas
Suara tambahan : Tidak ada
g. Jantung
- Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat
- Palpasi
Ictus cordis : Tidak teraba
- Perkusi
Batas atas jantung : Normal
Batas bawah jantung :Normal
Batas kanan jantung : Normal
Batas kiri jantung : Normal
- Auskultasi
Bunyi jantung II A : Normal
Bunyi jantung II P : Normal
Bunyi jantung I T : Normal
Bunyi jantung I M : Normal
Bunyi jantung III irama gallop : Tidak ada
Murmur : Ya
Bruit aorta
Renalis : Normal
Femoralis : Normal
h. Lengan dan tungkai
- Atrofi otot : Tidak ada
- Rentang gerak
Kaku sendi : Tidak ada
Nyeri sendi : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Parese : Tidak ada
Parlisis : Tidak ada
- Uji kekuatan otot
Tangan kanan kiri
5 5
Kaki

5 5

- Reflex fisiologis : Positif


- Reflex patologis : Positif
- Babinski kiri dan kanan : Positif
- Clubbing jari-jari : Tidak ada
- Varises tungkai : Tidak ada
i. Columna vertebralis
- Inspeksi : Klien tidak mengalami kelainan pada tulang
belakang seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Kaku kuduk : Tidak ada
E. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR
1. Kedaan sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit waktu tidurnya 7-8 jam dalam sehari,
siang hari juga ada waktu untuk istirahat tidur lamanya kurang lebih satu
jam. Dengan kualitas tidurnya nyenyak.
2. Keadaan sejak Sakit
Pasien mengatakan pola istirahat dan tidurnya baik. Tidur malamnya 6 –
7 jam dengan kualitas tidur nyenyak.
3. Observasi
Ekspresi wajah mengantuk : Ekspresi wajah tidak mengantuk
Banyak menguap : Klien tidak sering menguap
Palpebra inferior berwarna gelap : Normal tidak berwarna gelap
F. POLA PERSEPSI KONGNITIF
1. Keadaan sebelum sakit
Klien mengatakan awalnya keluhan nyeri pada telinga hanya merupakan
penyakit yang biasa dan ringan, dan hanya bisa disembuhkan dengan
minum obat saja.
2. Keadaan sejak sakit
Klien mengatakan tidak menyangka kalau penyakitnya bisa menjadi
parah seperti sekarang yaitu penanganannya harus melalui proses
pembedahan.
3. Observasi
Pemeriksaan fisik
a. Penglihatan
 Kornea : Tampak putih
 Pupil : Pupil isokor
 Lensa mata : Normal
 Tekanan intra okuler (TIO) : Tidak ada tekanan pada
intra kranial
b. Pendengaran
 Pina : Tampak normal tidak ada kelainan
 Kanlis : Tampak normal
 Membrane timpani : Tampak normal
c. Pengenalan rasa pada gerakan lengan dan tungkai : Pasien
mengatakan pada kedua lengan dan tungkai masih bisa merasa
dengan rangsangan yang diberikan.
G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit selalu menjaga kesehatanya, karena
kalau kesehatan terjaga dan terjamin yang pasti segala usaha dan aktifitas
berjalan dengan baik.
2. Keadaan sejak sakit
Klien mengatakan merasa cemas dan kwatir dengan kesehatannya,
dimana klien berpikir bahwa dirinya tidak bisa mendengar kembali.
3. Observasi
a. Kontak mata : Fokus
b. Rentang perhatian : Selalu fokus
c. Suara dan cara bicara : Jelas dan bicara pelan
d. Postur tubuh : Tegak
e. Pemeriksaan fisik
f. Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
g. Bentuk/postur tubuh : Tampak tegak lurus
h. Kulit : Tidak ada kelainan
H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan kelompok baik, dan
juga teman sekolahnya baik, selalu terlibat dalam acara keluarga dan
kegiatan dalam kelompok.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga baik, orang tuanya selalu
setia menjaga dan teman-temannya sering datang mengunjunginya.
3. Observasi
Keluarganya selalu setia menjaga, mendampingi dan membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhannya selama di rawat.
I. POLA REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan merupakan seorang pelajar.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan merupakan seorang pelajar.
3. Observasi
Klien berjenis kelamin laki-laki.
J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah merasa stress dan
khawatir dengan kondisi kesehatannya, dan apabila pasien merasa
sakit atau bermasalah dengan kesehatannya klien selalu menceritakan
dengan orang tuanya untuk mendapatkan pengobatan.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan merasa bersyukur karena tindakan operasinya
berjalan dengan dengan baik, dan segala urusan berkaitan dengan
kondisi sakitnya diserahkan kepda dokter dan keluarga.
3. Observasi
Klien selalu bersama keluarganya.
K. POLA SISTEM NILAI DAN KEPERCAYAAN
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan kalau diri dan keluarganya menganut agama Kristen
katolik dan mengimani kepercayaannya dengan sering pergi beribadah.
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan selama sakit segala aktifitas terganggu termasuk
kegiatan beribadahnya, tetapi selalu berdoa untuk mohon
kesembuhannya.

IX. UJI SARAF KRANIAL


a. N I Olfaktorius
Klien tidak ada masalah dengan indra penciumanya
b. N II Optikus
Pasien tidak ada masalah pada indra penglihatannya
c. N III, IV, VI : Okulomotor, troklear, abdusen
Pasien tidak ada masalah dengan pergerakan bola mata.
d. N V : Trigeminal
Sensorik : Pasien bisa merasakan sensasi di wajah
Motorik : Pasien mampumenguyah dengan keras
e. N VII : Fasieal
Sensorik : Tidak mengalami masalah pada indra pengecap
Motorik : Tidak ada masalah dengan pergerakan otot wajah pasien.
f. N VIII : Auditoris
Vestibularis :Tidak ada masalah
Akustikus :Tidak ada masalah dengan indra pendengaran klien
g. N IX Glosofaring
Pasien mampu menelan dengan baik makanan yang dimakannya, tidak ada
h. N X Vagus
Pasien masih bisa merasakan sensasi seperti lapar, sakit dll.
i. N XI Asesoris
klien dapat menggerakan bahu dan dapat melawan tahanan.
j. N XII Hipoglosus
Pasien tidak mengalami masalah pada pergerakan otot lidah.
X. TERAPI
 Paracetamol
Nama obat : paracetamol
Klasifikasi/golongan obat: anti analgetik
Dosis umum : 500 mg tiap 6 jam
Dosis untuk pasien yang bersangkutan: 500 mg tiap 6 jam
Cara pemberian obat: PO
Mekanisme kerja dan fungsi obat: untuk menurunkan suhu tubuh saat
seseorang sedang mengalami demam dan meredakan nyeri.
Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan: untuk meredakan
nyeri post operasi.
Kontraindikasi: pada pasien dengan riwayat hipersensivitas dan penyakit
hepar aktif derajat berat.
Efek samping obat: sakit kepala, mual dan muntah, sulit tidur, perut
bagian atas terasa sakit, urin berwarna gelap, penyakit kuning.
 Fentanyl
Nama obat: fentanyl
Klasifikasi/ golongan obat: analgesic narkotik
Dosis umum: 50-100 mcg/IM.
Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 500 mg dalam 30 ml Nacl
kecepatan 2,1 ml/jam.
Cara pemberian obat: IV
Mekanisme kerja dan fungsi obat: untuk meredakan nyeri tingkat kronis.
Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan: untuk meredakan
nyeri.
Kontraindikasi: tidak toleran terhadap opioid, depresi pernafasan, cedera
otak traumatic dan peningkatan tekanan intracranial.
Efek samping obat: mual dan muntah, kantuk, tubuh terasa lemah, sakit
kepala, pusing, atau vertigo.
 Asam tranexamat
Nama obat: asam tranexamat
Klasifikasi/golongan obat: anti-fibrinolitik
Dosis umum: 500 mg/tablet.
Dosis untuk pasien yang bersangkutan: 500 mg tiap 8 jam
Cara pemberian obat: PO dan IV
Mekanisme kerja dan fungsi obat: untuk membantu menghentikan
perdarahan pada sejumlah kondisi.
Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan: untuk
menghentikan perdarahan pasca operasi.
Kontraindikasi: riwayat thrombosis arteri atau vena, riwayat kejang dan
aritmia, serta perdarahan subarachnoid aktif.
Efek samping obat: hipotensi, pusing, nyeri kepala, demam, mengigil.
 Levofloxacin 500 mg tiap 24 jam PO
Nama obat: Levofloxacin
Klasifikasi/golongan obat: antibiotic golongan fluorokuinolon
Dosis umum: 500 mg.
Dosis untuk pasien yang bersangkutan: 500 mg tiap 24 jam
Cara pemberian obat: PO
Mekanisme kerja dan fungsi obat: untuk mengatasi berbagai jenis infeksi
bakteri.
Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan: untuk
menghentikan pertumbuhan bakteri.
Kontraindikasi: riwayat hipersensivitas terhadap obat.
Efek samping obat: mual, muntah, pusing, mengantuk, penglihatan buram.
XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Nama pemeriksaan Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan

Darah lengkap WBC 9.77 103/ul 4.1-11.00


NE% 55.00 % 47-80
LY % 23.60 % 13-40
MO% 9.20 % 2.0-11.0
EO% 11.80 % 0.0-5.0
BA % 0.40 % 0.0-2.0
NE# 5.37 103/ul 2.50-7.50
LY# 2.31 103/ul 1.00-4.00
MO# 0.90 103/ul 0.10-1.20
EO# 1.15 103/ul 0.00-0.1
BA# 0.04 103/ul 0.0-0.1
RBC 6.09 106/ul 4.5-5.9

PPT/INR PPT 11.0 Detik 10-12.7


INR 0.96 0.3-2.3

APIT APIT 29.4 Detik 23-34.7

SGOT AST/SGOT 13.8 uL 5-34

SGPT ALT/SGPT 10.60 uL 11.00-58.00

Albumin Albumin 4.25 g/Dl 3.20-4.50

GDS GDS 91 mg/uL 20-140

Bun/ureum BUN 7.20 mg/uL 8.00-23.00

Kalium (k) Kalium-serum 0.81 mg/uL 0.22-1.25

Natrium Natrium-serum 3.82 mL/min 3.50-5.12

Creatinin Kreatinin 144 mL/min 1.36-1.45

XII. ANALISA DATA

N Data focus (data subyektif Masalah Etiologi


o dan data obyektif)
1. Data subyektif: Nyeri akut
Cedera Fisik
 Pasien mengatakan
merasa nyeri pada luka
Menekan jaringan
operasi.
sekitar
 Pasien mengatakan sulit
tidur Menekan saraf
P: post
timpanomastoidektomi D Pelepasan mediator
Q: seperti tertusuk kimiawi
R: kepala bagian kiri
S: 5 Talamus

T: hilang timbul
Korteks serebri
Data obyektif:
 Tampak meringis
Persepsi nyeri
 Tampak gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
N: 105 x/menit Nyeri akut

2. Data subyektif:- Resiko Tindakan invasive


Data obyektif: infeksi Post operasi
 Pasien tampak post timpanomasdektomi
timpanomastoidektomi D
 Pasien tampak terpasang Portal masuk bakteri

tampon. Resiko infeksi

XIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Nama/umur : Tn. M.W
Ruang/kamar : angsoka 3/302 bad 6.
No DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnose actual: Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Diagnose resiko: Resiko infeksi kondisi klinis terkait tindakan invasive.

XIV. PERENCANAAN
Nama klien : Tn. M.W
Nomor CM : 21033930.
Diagnose medis : Otitis Media Akut D + post timpanomastoidektomi D

No Diagnose Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan Manajemen nyeri 1. untuk
berhubungan asuhan keperawatan Observasi: mengetahui jenis
dengan agen selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi, nyeri.
pencedera diharapkan nyeri karakteristik, durasi, 2. untuk
fisik klien menurun, frekuensi, kualitas dan mengetahui skala
dengan kriteria intensitas nyeri nyeri
hasil: 2. Identifikasi skala nyeri 3. untuk
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respons mengetahui nyeri
menurun nyeri non verbal secara non verbal
2. Meringis 4. Identifikasi faktor atau verbal
menurun yang memperberat dan 4. untuk
3. Gelisah memperingankan nyeri mengetahui faktor
menurun 5. Identifikasi pengaruh yang
4. Kesulitan tidur nyeri pada kualitas menyebabkan
menurun hidup nyeri
5. Frekuensi nadi 6. Monitor TTV 5. Agar nyeri
membaik 7. Monitor efek samping tidak menganggu
6. Pola tidur penggunaan analgetik aktivitas klien
membaik. Terapeutik: 6. untuk
8. Berikan teknik mengetahui TTV
nonfarmakologis untuk dalam batas
mengurangi rasa nyeri normal
9. Fasilitas istirahat dan 7. memberikan
tidur. paracetamol
10. Posisikan 8. agar klien bisa
klien semifowler mengontrol nyeri
Edukasi: dengan teknik
11. Anjurkan memonitor relaksasi napas
nyeri secara mandiri. dalam
Kolaborasi: 9. atur posisi klien
12. Kolaborasi dengan
pemberian analgetik semifowler
paracetamol 10. agar klien bisa
mengontrol nyeri
secara mandiri
tanpa bantuan
orang.
11.untuk
mengurangi nyeri

2. Resiko infeksi Setelah diberikan Pencegahan infeksi 1. agar tidak


kondisi klinis asuhan keperawatan Observasi: terjadi infeksi
terkait selama 3x24 jam 1. Monitor tanda dan 2. agar infeksi
tindakan diharapkan tingkat gejala infeksi lokal dan tidak menempel
invasive. infeksi menurun, sistemik pada tangan.
dengan kriteria Terapeutik: 3. supaya klien
hasil: 2. Cuci tangan sebelum tidak
1. Kebersihan dan sesudah kontak terkontaminasi
tangan dengan pasien dan dengan
meningkat lingkungan pasien penyebaran virus.
2. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik 4. agar klien
3. Porsi makanan aseptic pada pasien mengetahui tanda
yang dihabiskan berisiko tinggi. dan gejala infeksi
meningkat Edukasi: 5. agar klien
4. Jelaskan tanda dan mengetahui cara
gejala infeksi mencuci tangan
5. Ajarkan cara mencuci yang benar dan
tangan dengan benar. bersih.
6. Ajarkan etika batuk 6. agar klien tidak
7. Anjurkan batuk
meningkatkan asupan sembarangan
nutrisi dan cairan. 7. nutrisi dan
cairan bisa
meningkatkan
imun klien.

XV. IMPLEMENTASI

No Waktu Tindakan keperawatan Respon pasien/hasil Tanda


dx. Tgl/jam S,O tangan

1. 16-06- 1. Mengidentifikasi lokasi, S:


2022 karakteristik, durasi, frekuensi,  Pasien mengatakan
08.00 kualitas dan intensitas nyeri merasa nyeri pada
08.10 2. Megidentifikasi skala nyeri luka post operasi
08.15 3. Megidentifikasi respons nyeri  Pasien mengatakan
non verbal sulit tidur karena
08.20 4. Megidentifikasi faktor yang nyeri.
memperberat dan P: post timpanomastoi-
memperingankan nyeri dektomi D
08.22
5. Memberikan analgetik Q: seperti tertusuk
paracetamol
6. Megidentifikasi pengaruh R: kepala bagian kiri
08.25 nyeri pada kualitas hidup S: 5
7. Memonitor TTV T: hilang timbul.
08.30
8. Memonitor efek samping O:
09.00
penggunaan analgetik  Tampak meringis
9. Memberikan teknik kesakitan
09.30
nonfarmakologis untuk  Tampak gelisah
mengurangi rasa nyeri  Frekuensi nadi
10.00 10.Mengontrol lingkungan yang meningkat.
memperberat rasa nyeri  TTV
10.15 11. Memfasilitas istirahat dan TD: 110/70 mmHg
tidur. N: 105 x/menit
10.30 12. Mengajarkan teknik S: 36,50 C
nonfarmakologis untuk RR: 18 x/ menit.
mengurangi nyeri (teknik .
relaksasi napas dalam).
11.00
13. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
2. 11.15 1. Memonitor tanda dan gejala S:-
infeksi lokal dan sistemik O:
11.20 2. Mencuci tangan sebelum dan  Pasien tampak post
sesudah kontak dengan pasien timpanomastoidektomi
dan lingkungan pasien D
11.40
3. Mempertahankan teknik  Pasien tampak
aseptic pada pasien berisiko terpasang tampon

12.00 tinggi.
4. Menjelaskan tanda dan gejala
12.10 infeksi
5. Mengajarkan cara mencuci
12.30 tangan dengan benar.
13.00 6. Mengajarkan etika batuk
7. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan.
1. 17-06- 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
2022 karakteristik, durasi, frekuensi,  Pasien mengatakan
08.00 kualitas dan intensitas nyeri merasa nyeri pada
08.10 2. Megidentifikasi skala nyeri luka post operasi
08.15 3. Megidentifikasi respons nyeri  Pasien mengatakan
non verbal sudah bisa mengatur
08.20 4. Megidentifikasi faktor yang tidurnya dengan
memperberat dan kondisi munculnya
memperingankan nyeri nyeri.
08.22
5. Megidentifikasi pengaruh P: post timpanomastoi-
nyeri pada kualitas hidup dektomi D
08.25
6. Memonitor TTV Q: seperti tertusuk
08.30 7. Memonitor efek samping R: kepala bagian kiri
09.00 penggunaan analgetik S: 4
8. Memberikan teknik T: hilang timbul.
nonfarmakologis untuk O:
09.30 mengurangi rasa nyeri  Tampak meringis
9. Mengontrol lingkungan yang kesakitan
10.00
memperberat rasa nyeri  Tampak rileks.
10. Memfasilitas istirahat dan  TTV dalam normal.
10.15
tidur. TD: 120/80 mmHg
11. Mengjarkan teknik N: 90 x/menit
10.30
nonfarmakologis untuk S: 36,00 C
mengurangi nyeri (teknik RR: 16 x/ menit.
relaksasi napas dalam).
11.00 12. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
13. Mengolaborasi pemberian
analgetik (paracetamol).

2. 11.15 1. Memonitor tanda dan gejala S:-


infeksi lokal dan sistemik
2. Mencuci tangan sebelum dan O:
11.20 sesudah kontak dengan pasien  Pasien tampak post
dan lingkungan pasien timpanomastoidektomi
3. Mempertahankan teknik D
11.40
aseptic pada pasien berisiko  Pasien tampak
tinggi. terpasang tampon

12.00 4. Menjelaskan tanda dan gejala


infeksi
12.10 5. Mengajarkan cara mencuci
tangan dengan benar.
12.30 6. Mengajarkan etika batuk
13.00 7. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan.
1. 18-06- 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
2022 karakteristik, durasi, frekuensi,  Pasien mengatakan
08.00 kualitas dan intensitas nyeri merasa nyeri sedikit
08.10 2. Megidentifikasi skala nyeri pada luka post operasi
08.15 3. Megidentifikasi respons nyeri  Pasien mengatakan
non verbal tidur secara normal.
08.20 4. Megidentifikasi faktor yang P: post timpanomastoi-
memperberat dan dektomi D
memperingankan nyeri Q: seperti tertusuk
08.22
5. Megidentifikasi pengaruh R: kepala bagian kiri
nyeri pada kualitas hidup S: 3
08.25
6. Memonitor TTV T: hilang timbul.
08.30 7. Memonitor efek samping O:
09.00 penggunaan analgetik  Tampak rileks.
8. Memberikan teknik  Tampak tersenyum.
nonfarmakologis untuk
09.30 mengurangi rasa nyeri  TTV dalam normal
9. Mengontrol lingkungan yang TD: 110/60 mmHg
10.00 memperberat rasa nyeri N: 85 x/menit
10.Memfasilitas istirahat dan S: 36,30 C
10.15
tidur. RR: 19x/ menit.
11.Mengjarkan teknik
10.30
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (teknik
relaksasi napas dalam).
11.00 12.Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
13. Mengolaborasi pemberian
analgetik (paracetamol).
2. 11.15 1. Memonitor tanda dan gejala S:-
infeksi lokal dan sistemik O:
11.20 2. Mencuci tangan sebelum dan  Pasien tampak post
sesudah kontak dengan pasien timpanomastoidektomi
dan lingkungan pasien D
11.40
3. Mempertahankan teknik  Pasien tampak
aseptic pada pasien berisiko terpasang tampon

12.00 tinggi.
4. Menjelaskan tanda dan gejala
12.10 infeksi
5. Mengajarkan cara mencuci
12.30 tangan dengan benar.
13.00 6. Mengajarkan etika batuk
7. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan.

XVI. EVALUASI
No Waktu Respon perkembangan Tanda
dx. Tgl/jam S,O, A, P tangan

1. 18-06- S: Pasien mengatakan merasa nyeri sedikit pada luka post operasi
2022  Pasien mengatakan tidur secara normal.
P: post timpanomastoi-dektomi D
Q: seperti tertusuk
R: kepala bagian kiri
S: 3
T: hilang timbul.
O: Tampak rileks.
 Tampak tersenyum.
 TTV dalam normal
TD: 110/60 mmHg, N: 85 x/menit, S: 36,30 C, RR: 19x/ menit.
A: nyeri klien menurun.
P: manajemen nyeri dilanjutkan

2. 18-06- S:-
2022 O: Pasien tampak post timpanomastoidektomi D
 Pasien tampak terpasang tampon
A: tingkat infeksi klien menurun
P: pencegahan infeksi dan manajemen nutrisi dilanjutkan
RESUME KEPERAWATAN

PADA NY.A.J DENGAN BURST FRACTURE OF T12 FRONTAL E+


HIPERGLIKEMIA OC DM TYPE 2 PADA TANGGAL 17 JUNI 2022 DI RUANG
ANGSOKA 3 RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

OLEH :

MARIA HELENA NEI


NIM. 21203024

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2021/2022
Lembar persetujuan

Resume keperawatan burst fracture of t12 frontal e+ hiperglikemia oc dm type 2 pada


ny.A.J pada tanggal 17 Juni 2022 Di Ruang Angsoka 3 Rsup Sanglah Denpasar Bali

Menyetujui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns. Yohana Hepilita, M.Kep Ns. Ni Komang Kusuma Dewi, S.Kep

NIDN: 830018802 NIP : 197904141999032001


A). Pengkajian Fokus
1. Identitas
Nama : Ny.A.J
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 17001517
2. Diagnosa Medik : burst fracture of t12 frontal e+ hiperglikemia oc
dm type 2
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110 / 60 MmHg
Nadi : 76 x menit
Suhu : 36,50 C
RR : 18 x / menit
4. Keluhan Utama
Klien mengatakan terasa nyeri pada daerah punggung bagian bawah.
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan dia merupakan riwayat jatuh depan rumah karena tergelincir
batu, klien jatuh dengan posisi badan ke belakang dan saat jatuh klien tidak bisa
bangun kembali karena sakit daerah punggung. klien pada tanggal 13/6/2022 masuk
di RS Buleleng dan pada tanggal 14/06/2022 dirujukan ke RSUP Sanglah Denpasar
karena hasil CT-Scan tulang punngung bagian bawah klien retak dan harud dirawat
supaya tulangnya kembali kesemula. Pada saat dikaji tanggal 17/06/2022, klien
mengatakan masih merasakan nyeri di punggung bagian bawah dengan skala
nyeri:5, Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, TD: 110/60 mmHg.
Nadi 76 x/menit, suhu: 36o C. klien terpasang infuse Nacl 20 TPM.
6. Riwayat Penyakit Yang Pernah Dialami
Klien mengatakan belum pernah mengalami sakit yang sama.
7. Pemeriksaan Fisik Fokus
 Punggung bagian bawah tampak di topang oleh peyangga.
 Gerakan menurun dan terbatas
 Kemampuan beraktifitas menurun
B. Analisa Data
Data Fokus DS Dan DO Etiologi Masalah
DS : Agen pencedera fisik Nyeri akut
P: Klien mengatakan nyeri karena patah (patah tulang karena
tulang karena jatuh. jatuh)
Q: Nyeri dirasakan seperti tertusuk
R: nyeri dirasakan pada punggung
bagian bawah.
S: Skala nyeri 5
T: nyeri yang dirasakan hilang timbul.
DO :
Wajah klien tampak meringis saat klien
berdiri dan bergerak, skala nyeri 5,
tampak punngung bagian bawah
terpasang peyangga. Keadaan umum
sedang, kesadaran compos mentis, TD:
110/60 mmHg. Nadi 76 x/menit , suhu:
36o C. klien terpasang infuse Nacl 20
TPM.
C. Pathway Keperawatan Kasus

Cedera Fisik ( patah


tulang karena jatuh)

Menekan jaringan
sekitar

Menekan saraf

Pelepasan mediator
kimiawi

Talamus

Korteks serebri

Persepsi nyeri

Nyeri akut
D. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
E. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Nyeri akut Setelah di lakukan tindakan Manajamen nyeri:
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 1.Observasi
agen pencedera fisik. 1x 7 jam, diharapkan tingkat  Identifikasi lokasi,
nyeri menurun dengan karakteristiki, durasi,
criteria hasil: frekuensi, kualitas, dan
1.Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun  Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun  Identifikasi respon nyeri
4. Skala nyeri menurun (3) non verbal
 Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Observasi tanda-tanada
vital
2. Terapeutik:
 Berikan teknik non
farmakologis untuk
nmengurangi rasa nyeri
(teknik relaksasi napas
dalam)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
3.Edukasi:
 Jelaskan penyebab dan
periode pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(relaksasi napas dalam)
4.Kolaborasi:
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik

F. Ctatan Perkembangan
Hari / Tgl Waktu Implementasi Evaluasi TTD
17/06/2022 09.00  Mengidentifikasi S:
lokasi, P: Klien mengatakan
karakteristiki, rasa nyeri karena patah
durasi, frekuensi, tulang karena jatuh.
kualitas, dan Q: Nyeri dirasakan
intensitas nyeri seperti tertusuk
 Mengidentifikasi R: nyeri dirasakan pada
skala nyeri punggung bagian
 Mengidentifikasi bawah
respon nyeri non S: Skala nyeri 5 (nyeri
verbal sedang).

 Mengidentifikasi T: nyeri yang dirasakan

factor yang hilang timbul.


memperberat dan O :
memperingan nyeri  Wajah klien
 Mengonsevasi tampak meringis
tanda-tanda vital saat berdiri dan
(Tekanan darah dan bergerak, skala
nadi). nyeri 5, Tampak
 Mengajarkan teknik punngung bagian
relaksasi napas bawah terpasang
dalam. peyangga.
 Menjelaskan Keadaan umum
penyebab dan sedang, kesadaran
periode pemicu compos mentis,
nyeri TD: 110/70

 Memberikan obat mmHg. Nadi 82

paracetamol 500 mg x/menit , suhu:

1 tablet, sesuai 36oC. klien masih

instruksi dokter. terpasang infuse


Nacl 20 TPM.

G. EVALUASI

No Waktu/tgl/jam Evaluasi SOAP TTD


Diagnosa
1 17/06/22 DS :
14.00 P: Klien mengatakan rasa nyeri setelah
jatuh
Q: Nyeri dirasakan seperti tertusuk
R: nyeri dirasakan pada punngung bagian
bawah
S: Skala nyeri 5 (nyeri sedang).
T: nyeri yang dirasakan hilang timbul.
DO :
 Wajah klien tampak meringis saat
berdiri dan bergerak, skala nyeri 5,
Tampak punggung bagian bawah
terpasang peyangga. Keadaan umum
sedang, kesadaran compos mentis,
TD: 110/70 mmHg. Nadi 82 x/menit ,
suhu: 36oC. klien masih terpasang
infuse Nacl 20 TPM.
A : Nyeri Akut
P : Manajemen nyeri
 Identifikasi lokasi, karakteristiki,
durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non
verbal
 Identifikasi factor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
 Tetap anjurkan untuk lakukan
teknik relaksasi napas dalam.
 Kolaborasi pemberian analgetik

Anda mungkin juga menyukai