W DENGAN
OLEH :
2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN
Menyetujui
KONSEP TEORI
1. Telinga luar
a. Aurikula. Seluruh permukaan meliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis pada
permukaan anterolateral, di temukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
b. Meatus akustikus eksterna : tabung berkelok-kelok yang terbentang antara
aurikula dan membran timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara
dari aurikula ke mebran timpani, panjangnya kira-kira 2,5 cm.
2. Telinga tengah (kavum timpani). Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi
udara dalam pars peterosa ossis temporalis yang di lapisi oleh membran mukosa di
dalamnya terdapat tulang-tulang pendengar yang memisahkan kavum timpani dari
meningen dan lobus temporalis dalam fossa kranii media.
a. Menbran timpani : membran timpani adalah membran fibrosa. Tepinya
menebal tertanam kedalam alur sisi tulang yang di sebut sulkus timpani.
Membran timpani sangat peka tehadap nyeri dan permukaan luarnya di sarafin
olen N. Auditorius.
b. Assikula auditus : terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Maleus dan inkus
berputar pada sumbu anterior, posterior, dan berjlan melalui :
Ligamentum yang menghubungkan proses anterior maleus dengan
dinding anterior kavum timpani.
Prosesus anterior maleus dengan prosesus breve inkudis.
Ligamentum yang menghubungkan prosesus breve inkudis dengan
diding posterior kavum timpani.
Selama pengantaran getaran dari membran timpani ke perilimf melalui
osikula.
c. Tuba auditifa : bagian ini meluas dari dinding anterior kavun timpani
kebawah, depan, dan median sampe kenasovaring, 1/3 posterior teriri dari
tulang dan 2/3 anterior tulang rawan.
d. Antrum mastoideum : bagian ini terletak di belakang kavun timpani dalam
pars petrosa ossis tempporalis,bentuknya bundar garis tengah 1 cm.
e. Selulae mastoider : prosesus mastoideus mulai berkembang pada tahun kedua
kehidupan. Selulae mastoid adalah suatu rongga yang bersambungan dalam
prosesus mastoid.
3. Telinga dalam (labirinitus). Suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
temporalis. Di dalamnya terdapat labirin membranossa, merupakan suatu rangkaian
saluran dan rongga- rongga. Lanirin membrannosa berisi cairan endolomf.
a. Labirinitus osseus : terdiri dari vestibulum, semisirkularis, dan kokhlea.
Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak dalam susstansi tulang
padat terstruktur di lapisi endosteum dan berisi cairan bening (perilimf) yang
terletak pada labirinitus mabrannaseus.
Vestibulun. Bagian pusat labirinitus osseus pada dinding lateral,
terdapat venestra vestibuli yang di tutup oleh basis stapedis dan
venestra kokhlea. Di dalam vestibulum terdapat sakulus dan utrikulus
labirinitus mambranaseus.
Kanalis semisirkularis: bermuara pada bagian posterior vestibulum.
Ada tiga kanalis ( superior, posterior dan lateralis ). Tiap kanalis
melebar pada salah satu ujungnya yang di sebut ampula.
Kokhlea: bermuara pada bagian anterior vestibulum. Puncaknya
menghadap ke anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Perlimf
dalam skala vestibuli di pisahkan dari kavum timpani oleh basis
stapedis dan ligamentum anulare pada venestra vestibuli.
Utrikulus dan sakulus mempunyai dinding dan lapisan jaringan ikat halus
yang mengandung sejumlah fibroblas dan melanosit. Dinding lateral
makula utrikulus terbentuk ovoid.
Fisiologi pendengaran
Pusat Pendengaran
Frekuensi potensial aksi dalam serabut saraf pendengar tunggal sebanding
dengan kekerasan bunyi. Pada intensitas bunyi yang rendah tiap akson melepaskan
listrik terhadap bunyi. Hanya satu frekuensi dan frekuensi uni berfvariasi dari akson
ke akson bergantung pada bagian kokhlea tempat asal serabut.
Pada intensitas bunyi yang lebih tinggi akson sendiri melepaskan listrik
terhadap spectrum frekuensi bunyi yang lebih lebar. Penentuan tinggi nada yang di
terima bila suatu gelombang bunyi membentur telinga merupakan tempat di dalam
korti yang di rangsang maksimum. Bial frekuensi cukup rendah maka serabtu saraf
mulai berespon stengah suatu impuls terhadap tiap siklus gelombang bunyi.
Walauapun tinggi nada suatu suara bergantung pada frekuensi gelombang bunyi.
Namun kekerasan juga memainkan sebagian nada rendah di bawah 500 Hz tampak
lebih rendah dan nada tinggi di atas 4000 Hz tampak lebih tinggi karena kekerasannya
meningkat kecuali berlangsung lebih dari 0,01 detik.
Pusat pendengaran diotak jarasnya sangat rumit dan belum banyak di
ketahui.neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral berlokasi di
kokhlea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar dari kokhlea bergabung
dengan serabut dari organ vestibuli untuk membentuk saraf V111 ( Nervus
auditorius ) masuk ke medula.
1. Pusat auditorik medular :berfungsi mencari sumber bunyi, reflek pendengar
mengatur otak telinga.
2. Pusat midbrain : kolekus inferior dan formasioretikularis mengatur refleks
pendengar yang berkaitan dengan gerak kepal dan mata guan mencari sumber
bunyi.
3. Korikular inferior: projeksi bunyi lebih atas dari presepsi suara di pancarkan
ke nuklei genikulta medial dari talamus karena adanya penyilangan, maka
projeksi auditorik bersifat bilateral dan projeksi kontralateral lebih intensif.
Korteks auditorius primer secara langsung di rangsang oleh penonjolan korpus
genikulatum medial.
1. Korteks auditorik: dari thalamus serabut di projeksikan auditorik primer pada lobus
temporal yang sebagian besar tersembunyi di dasar girus siilvii.
2. Area korteks auditorik : otak mampuu menganalisis berbagai intensitas suara dan
memberikan arti tentang stumuli pendengaran dengan mengintegrasikan impuls yang
di terima melalui asosiasi korteks lain ( fisual dan somatic).
3. Korteks asosiasi auditorik: dari korteks auditorik primer projeksi serabut di tujukan ke
area asosiasi auditorik untuk di lakukan analisis untuk di integrasi dengan data dari
pusat korteks lain. Setiap bunyi, kata,dan suara di hubungkan dengan pusat bahasa.
Lokalisai Bunyi
Penentuan arah bunyi berasal dari deteksi perbedaan dalam waktu antara
tibanya rangsangan pada sebuah telinga. Perbedaan waktu merupakan factor penting
pada frekuensi 3.000 Hz dsn perbedaan kekerasan terpenting pada frekuensi di atas
3.000 Hz. Banyak neuron dalam korteks auditorius menerima masukan dari kadua
telinga dan berespon maksimium atau minimum bila saat suatu rangsangan pada satu
telinga di lambatkan oleh masa tetap relative terhadaap waktu tibanya pada telinga
yang lain.
Keseimbangan
Berdiri, bergerak dan banyak posisi tubuh yang lain melawan gaya gravitasi
bumi. Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya grafitasi harus dilawan
melalui mekanisme motorik dan sensorik organ proprioseptif di sendi dan aparatus
vestibularis di telinga dalam. Aparatus vestibuli mendeteksi perubahan sinyal untuk
mengaktifkan respons motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan
keseimbangan. Aparatus vestibularis mempunyai dua komponen yaitu kanalis
semisirkularis dan utrikulus-sakulus. Kerusakan pada utrukulus-sakulus membuat
keseimbangan hilang pada posisi badan ats-bawah.
Sakulus (kantong kecil) dan utrikus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada
dinding telinga dalam masing-masing berisi makula (organ makula). Jika kepala
bergerak (percepatan) linier ke jurusan manapun, makula bergerak bersamanya, tetapi
otolit lebih pekat dari cairan disekitarnya, sehingga stereosilia mengalami
ditorsi( penyimpangan bayangan) dan menghasilkan potensial reseptor dalam sel
rambut. Potensial ini secra sinaptik memicu aksi potensial serabut saraf vestibular
yang kemudian dikrim ke otak.
Kanalis semisirkularis dari aparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi. Tiga kanal
yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Di setiap ujung masing-masing kanal
terdapat organ indra trasduksi mekanoelektrik yang disebut ampula. Seperti makula,
setiap ampula berisi sel rambut dengan srtuktur silia yang sama. Silia dikelilingi
lapisan gelatin yang disebut kupula.
B. DEFENISI
Otitis adalah inflamasi telinga. Inflamasi dapat terjadi disaluran telinga luar,
yang disebut otitis eksternal atau di telinga tengah yang disebut otitis media. Otitis
eksternal dapat terjadi pada individu rentan setelah berenang atau setelah jenis lain
panjanan telinga luar terhadap air. (Corwin, Elizabeth J. 2009)
Otitis media adalah infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah, yaitu
ruang di belakang gendang telinga yang memiliki tiga tulang kecil dengan fungsi
untuk menangkap getaran dan meneruskannya ke telinga bagian dalam.
Ostitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
C. KLASIFIKASI
Otitis media dibagi menjadi tiga
1. Otitis media akut.
Otitis media akut adalah infeksi telinga tengah. Penyebab umum otitis media
akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan
sekitarnya (mis : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis: rinitis
alergika). Bakteri yang umumnya ditemukan sebagai organism penyebab adalah
streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan moraxella catarhalis. Cara
masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat
kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada perforasi membran timpani. Eksudat pululen biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
2. Otitis media serosa.
Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa bukti
adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negatif dalam teling tengah yang disebabkan obstruktif tuba eustachii.
Kondisi ini ditemukan terutama pada anak-anak. Efusi telingah tengah sering
terlihat pada setelah menjalani radioterapi dan barotrauma (mis: penyelam) dan
pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran
napas atas yang terjadi. Barotoma terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak
dalam telinga dalam akibat perubahan tekanan barometrik, seperti pada penyelam
atau saat pesawat menurun, dan cairan terperangkap di dalam telingah tengah.
Karsinoma yang menyumbat tuba eustachi harus disingkirkan pada ornag dewasa
yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.
3. Otitis media kronik.
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media
akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi
kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani
tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid
(Smeltzer, Suzanne C. 2001).
D. ETIOLOGI
1. Otitis media akut disebabkan bakteri patogenik (streptococcus pneumoniae,
hemophylus influenzae, dan moraxella catarrhalis), infeksi saluran pernapasan
atas, dan inflamasi jaringan sekitar (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi
alergi.
2. Otitis media serosa disebabkan tekanan negatif dalam telinga tengah yang
disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
3. Otitis media kronik disebabkan oleh jaringan ireversibel dan biasanya karena
episode berulang otitis media akut ( Smeltzer, Suzanne C. 2001)
4. Otitis media kronik terjadi akibat perforasi. Perforasi gendang telinga bisa
disebabkan oleh otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat
masuknya suatu benda ke gendang telinga atau bisa juga disebabkan oleh
bakteri
Faktor risiko
Umur
Faktor genetik
Sosio ekonomi
Lingkungan
Kurangnya asupan ASI
Status imunologi
Abnormal kraniofasial
Deformitas tuba eustachius
E. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telingah tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi
disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran
pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinisitis, hipertropi adenoid), atau
reaksi alergi. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema, pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh
hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telingah tengah menjadi sangat
rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya
faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas
penyakit.
Perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan
terpapar ke telingah luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya
pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan
penyakitnya. Berenang , kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga
atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan
infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
Gejalanya berupa discharge mukoid yang terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali di temukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada
kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada
awal penyakit.
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, dengan sekret yang
sangat bau dan berwarnah kuning abu-abu, kotor purelen dapat juga terlihat keping-
keping kecil, berwarnah putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersama juga karena hilangnya alat pengantar udara pada otitismedia nekrotikans
akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang –tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatomi.
PATHWAY
Bakteri patogenik (streptococus
Obstruksi tuba eustachi Perforasi membran
pneumoniae, hemophylus influenzae,
timpani
moraxella catarrhalis), Infeksi sekunder
ISPA
Invasi bakteri
Disfungsi tuba eusthacius Peningkatan produksi Tekanan udara pada Pengobatan tidak
cairan serosa telinga tengah berkurang tuntas
Pencegahan invasi kuman Akumulasi cairan Retraksi membran Tidak berkonsultasi ke
terganggu mukus dan serosa timpani dokter
Dx : nyeri
akut
F. MANIFESTASI KLINIK.
a) Otitis media akut:
Gejala beragam berdasarkan tingkat keparahan infeksi, biasanya bersifat
unilateral.
Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin intens dan hanya akan
reda setelah perforasi spontan gendang telinga atau setelah miringotomi.
Demam; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran.
Membran timpani mengalami eritema dan sering kali menonjol.
Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh eksudat di dalam telinga
tengah.
Bahkan jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3 bulan) disertai dengan
rabas purulen, ketulian permanen jarang terjadi ( Brunner & Suddarth, 2013).
b) Otitis media serosa :
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam telinga
atau perasaan bendungan, dan bahakan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membran timpani nampak kusam pada
otoskopi, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram
biasanya menunjukan adanya kehilangan pendengaran konduktif (Smeltzer,
Suzanne C. 2001.)
c) Otitis media kronik:
Gejala mungkin minimal, dengan tingkat ketulian yang bervariasi dan otorea
(rabas) berbau busuk yang persisten atau intermiten.
Pasien mungkin merasakan nyeri jika terdapat mastoiditis akut, ketika mastoiditis
terjadi, area pasca aurikular menjadi kenyal; eritema dan edema dapat terjadi.
Kolesteatoma (kantung yang berisi kulit yang mengalami degenerasi dan materi
sebasea) mungkin dimanifestasikan sebagai massa putih di belakang membran
timpani yang terlihat melalui otoskop. Jika tidak diobati, kolesteatoma akan terus
tumbuh dan menghancurkan srtuktur tulang temporal, kemungkinan
menyebabkan kerusakan pada saraf fasial dan kanal horizontal serta hancurnya
srtuktur lain disekitarnya. Pemeriksaan audutori sering kali menunjukan tuli
konduktif atau campuran ( Brunner & suddarth, 2013.)
G. KOMPLIKASI
1) Otitis media yang berulang atau tidak di obati dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut di gendang telinga dan penurunan ketajaman pendengaran secara
permanen.
2) Komplikasi yang jarang terjadi pada otitis media akut adalah meningitis,
abses,otak,otogenik,atau infeksi tulang mastoid (Corwin, elizabeth J. 2009).
3) Perforasi membran timpani dapat menetap dan berlanjut menjadi otitis media kronis.
4) Hasil akhir bergantung pada efektifitas terapi ( dosis antibiotik oral yang di resepkan
dan durasi terapi ), virulensi bakteria, dan status fisik pasien (Brunner & suddarth.
2013.)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telingah yang dapat di
gunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut di tandai dengan penonjolan
gendang telingah yang merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda refleks cahaya
mungkin kabur. Otitis media dengan efusi dampak tampak sebagai gendang telingah yang
berwarnag abu-abu, baik menonjol ataupun cekung ke dalam. Otitis ekterna di diagnosis
dengan teramatinya saluran eksternal yang merah dan mengalami inflamasi.
2. Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop (otoskop pneumatik) lebih lanjut membantu
diagnosis otitis media. Dengan menekankan balon berisi udara yang dihubungkan ke
otoskop, bolus kecil udara dapat di injeksikan ke dalam tekingah luar. Mobilitas
membran timpani dapat di observasi oleh pemeriksa melaui otoskop. Pada otitis media
akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membran timpani berkurang.
3. Timpranogram, suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada
telingah luar dan pengukuran gerakan membran timpani ( gendang telingah) setelah
adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat di gunakan untuk mengevaluasi mobilitas
membran timpani. Pada otitis media akut dan otitis dengan efusi, mobilitas membran
timpani berakurang.
4. Pemeriksaan audiologi memperlihatkan defisist pendengaran, yang merupakan indikasi
penimbunan cairan ( infeksi atau alergi ) (Corwin, elizabeth J. 2009).
I. PENATALAKSANAAN
1. Diagnosis dan penatalaksanan nyeri dengan asetaminofen atau analgesik lain di
rekomendasikan untuk otitis media akut.
2. Otitis media akut biasanya di obati antibiotik walaupun periode menunggu dengan
waspada mungkin tepat. Episode berulang otitis media akut menyebabakan pemasangan
slang timpanostomi sebagai upaya untuk mencegah infeksi di waktu yang akan datang.
3. Walaupun otits media dengan efusi biasanya akan sembuh sendiri selama 3-4 bulan,
observasi ketat oleh pemberi perawatan kesehatan di perlukan. Ketika gangguan
pendengaran terlibat, pasien di rujuk ke ahli otolaringologi untuk evaluasi mengenai
penggunaan pemasangan slang timpanostomi.
4. Otitis ekterna di obati dengan tetes anti inflamasi, tetes anti mikroba, atau keduanya.
(Corwin, elizabeth J. 2009).
5. Dengan terapi antibiotik spektrum luas sejak dini dan tepat, otitis media dapat hilang
tanpa menyisakan sekuela yang serius. Jika terdapat drainase, sediaan antibiotik dapar
diresapkan.
6. Hasil bergantung pada efektifitas terapi (dosis antibiotik oral yang diresapkan dan durasi
terapi), virulensi bakteria, dan status fisik pasien.
7. Pengisapan dan pembersihan telinga yang cermat dapat dilakukan di bawah panduan
mikroskop.
8. Antibiotik tetes dimasukan atau antibiotik serbuk digunakan untuk mengatasi rabas
purulen
9. Prosedur timpanoplasti (miringoplasi dan jenis yang lebih ekstensif) dapat dilakukan
untuk mencegah infeksi berulang, mengembalikan fungsi telingah tengah, menutup
perforasi, dan memperbaiki pendengaran.
10. Osikuloplasti mungkin dilakukan untuk merekonstruksi tulang telinga tengah guna
mengembalikan fungsi pendengaran
11. Mastoidektomi dapat dilakukan untuk mengeluarkan kolesteatomi, membuka akses ke
struktur yang mengalami penyakit, dan membuat telinga tetap kering ( tidak terinfeksi)
dan sehat (Brunner & Suddarth . 2013 )
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik:
Inspeksi: keadaan umum klien, adakah cairan keluar dari telinga,
bagaimaa warna, bau & jumlah, apakah ada tanda-tanda radang daerah
sekitar telinga atau pada telinga.
Palpasi: kaji adanya nyeri tekan pada area telinga.
Pemeriksaan pendengaran: tes garputala, suara bisiskan, tes
audiometri, X-Ray
b. Riwayat Keluhan Utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti pilek dan batuk.
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
Seperti penjabaran dari riwayat adanya karakteristik nyeri yang dirasakan.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah sering menderita ispa, apakah pernah
menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang
dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan
tenan, daerah industri, daerah polusi).
Pengkajian pola Gordon
1. Pola Persepsi & Pemeliharaan kesehatan: kaji bagamana kebiasaan pasien membersihkan
telinga apakah menggunakan cottonbath.
2. Pola aktifitas dan latihan : kaji kesulitan dan keterbatasan melakukan aktivitas akibat
keluhan yg dirasakan klien.
3. Pola Nutrisi dan metabolik: kaji adanya anoreksia, mual, muntah, nafsu makan
berkurang, IMT
4. Pola keamanan/perlindungan: kaji adanya peningkatan suhu tubuh akibat proses penyakit
klien.
5. Pola sensori dan kognitif; kaji adanya nyeri, sekala nyeri berapa, dan fungsi pendengaran
( apakah klien mengalamai gangguan fungsi pendengaran, seperti apa yang dirasakan
pasien, keluar cairan,)
6. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress; kaji adanya kecemasan klien.
7. Pola tidur : kaji apakah pasien nyaman pada saat tidur, apakah ada rasa nyeri
2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik (proses inflamasi,
akumulasi cairan, infeksi )
b. Gangguan persepsi pendengaran berhubungan dengan perubahan dan transmisi
sensori, obstruksi, infeksi di telingah tengah / kerusakan di syaraf pendengaran
c. Ansietas berhungan dengan status kesehatan, prosedur operasi, dan hilangnya fungsi
pendengaran
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengeanai pengobatan
dan pencegahan kekambuhan.
3. Intervensi
DS : klien Fungsi
mengatakan pendenagaran
mengalami membaik
kesulitan
untuk
mendengar,
telinga terasa
penuh, dan
nyeri
DO : klien
tampak tidak
merespon
saat dipanggil
oleh perawat
DS : pasien
mengatakan
tidak
mengerti apa
yang di
sampaikan
oleh perawat.
DO :pasien
tampak
bingung.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth . 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI PPNI, 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta
Tim Pokja SDKI PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta
Tim Pokja SDKI PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi
NANDA, NIC, dan NOC jilid 1. Jakarta: TRANS INFO MEDIA.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.M.W DENGAN DIAGNOSA OTITIS
MEDIA AKUT D + POST TIMPANOMASTOIDEKTOMI D DI RUANG ANGSOKA 3
RSUP SANGLAH DENPASAR TANGGAL 16 JUNI – 18 JUNI 2022
A. PENGKAJIAN
Nama mahasiswa yang mengkaji: Maria Helena Nei
NIM : 21203024
Unit : Angsoka 3
Autoanamnese : pasien dan RM
Kamar : 302 bad 6
Alloanamnese : pasien dan keluarga
Tanggal masuk RS : 14-06-2022
Tanggal pengkajian : 16-06-2022
Waktu : 09.00 WITA
V. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama initial : Tn. M.W
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Jumlah anak :-
Agama/suku : Kristen Katolik
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia dan bahasa daerah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat rumah : Rapu Tata Kaleng Rongo Sumba Barat Daya NTT
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny P.B
Umur : 41 Tahun
Alamat : Rapu Tata Kaleng Rongo Sumba Barat Daya NTT
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung
VI. DATA MEDIK
Diagnose medic
Saat masuk : Otitis Media Akut D
Saat pengkajian : Otitis Media Akut D + post timpanomastoidektomi D
VII. KEADAAN UMUM
A. KEADAAN SAKIT
Pasien tampak sakit sedang
Alasan: Pasien dengan Otitis Media Akut D dan post timpanomastoidektomi D,
dengan tingkat kesadaran composmentis, klien tampak berbaring ditempat tidur
saja dan terpasang infus Nacl 20 tpm, tampak ADL dilakukan secara mandiri oleh
pasien dan dibantu oleh keluarga seketika pasien merasakan nyeri pada kepala
post operasi.
B. TANDA VITAL
1. Kesadaran (kualitatif) : composmentis
Skala koma glaswgow (kuantitatif)
a) Respon motorik :6
b) Respon bicara :5
c) Respon membuka mata :4
Jumlah : 15
Kesimpulan : tidak ada masalah atau pasien dalam
keadaan sadar penuh.
2. Tekanan darah : 100/70 mmHg
MAP : 80
Kesimpulan : tidak ada masalah (normal 60-100)
3. Suhu : 36,50 c (axial)
4. Pernapasan : 18x/menit
Irama : teratur
Jenis : pernapasan dada
5. Nadi : 105x/menit
Irama : teratur
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas : tidak dikaji
2. Tinggi badan : 155 cm
3. Berat badan : 50 kg
4. IMT (indeks massa tubuh): 22,2.
Kesimpulan : normal
D. GENOGRAM
17
Keterangan:
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
5 5
T: hilang timbul
Korteks serebri
Data obyektif:
Tampak meringis
Persepsi nyeri
Tampak gelisah
Frekuensi nadi meningkat
N: 105 x/menit Nyeri akut
XIV. PERENCANAAN
Nama klien : Tn. M.W
Nomor CM : 21033930.
Diagnose medis : Otitis Media Akut D + post timpanomastoidektomi D
XV. IMPLEMENTASI
12.00 tinggi.
4. Menjelaskan tanda dan gejala
12.10 infeksi
5. Mengajarkan cara mencuci
12.30 tangan dengan benar.
13.00 6. Mengajarkan etika batuk
7. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan.
1. 17-06- 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
2022 karakteristik, durasi, frekuensi, Pasien mengatakan
08.00 kualitas dan intensitas nyeri merasa nyeri pada
08.10 2. Megidentifikasi skala nyeri luka post operasi
08.15 3. Megidentifikasi respons nyeri Pasien mengatakan
non verbal sudah bisa mengatur
08.20 4. Megidentifikasi faktor yang tidurnya dengan
memperberat dan kondisi munculnya
memperingankan nyeri nyeri.
08.22
5. Megidentifikasi pengaruh P: post timpanomastoi-
nyeri pada kualitas hidup dektomi D
08.25
6. Memonitor TTV Q: seperti tertusuk
08.30 7. Memonitor efek samping R: kepala bagian kiri
09.00 penggunaan analgetik S: 4
8. Memberikan teknik T: hilang timbul.
nonfarmakologis untuk O:
09.30 mengurangi rasa nyeri Tampak meringis
9. Mengontrol lingkungan yang kesakitan
10.00
memperberat rasa nyeri Tampak rileks.
10. Memfasilitas istirahat dan TTV dalam normal.
10.15
tidur. TD: 120/80 mmHg
11. Mengjarkan teknik N: 90 x/menit
10.30
nonfarmakologis untuk S: 36,00 C
mengurangi nyeri (teknik RR: 16 x/ menit.
relaksasi napas dalam).
11.00 12. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
13. Mengolaborasi pemberian
analgetik (paracetamol).
12.00 tinggi.
4. Menjelaskan tanda dan gejala
12.10 infeksi
5. Mengajarkan cara mencuci
12.30 tangan dengan benar.
13.00 6. Mengajarkan etika batuk
7. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan.
XVI. EVALUASI
No Waktu Respon perkembangan Tanda
dx. Tgl/jam S,O, A, P tangan
1. 18-06- S: Pasien mengatakan merasa nyeri sedikit pada luka post operasi
2022 Pasien mengatakan tidur secara normal.
P: post timpanomastoi-dektomi D
Q: seperti tertusuk
R: kepala bagian kiri
S: 3
T: hilang timbul.
O: Tampak rileks.
Tampak tersenyum.
TTV dalam normal
TD: 110/60 mmHg, N: 85 x/menit, S: 36,30 C, RR: 19x/ menit.
A: nyeri klien menurun.
P: manajemen nyeri dilanjutkan
2. 18-06- S:-
2022 O: Pasien tampak post timpanomastoidektomi D
Pasien tampak terpasang tampon
A: tingkat infeksi klien menurun
P: pencegahan infeksi dan manajemen nutrisi dilanjutkan
RESUME KEPERAWATAN
OLEH :
2021/2022
Lembar persetujuan
Menyetujui
Menekan jaringan
sekitar
Menekan saraf
Pelepasan mediator
kimiawi
Talamus
Korteks serebri
Persepsi nyeri
Nyeri akut
D. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
E. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Nyeri akut Setelah di lakukan tindakan Manajamen nyeri:
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 1.Observasi
agen pencedera fisik. 1x 7 jam, diharapkan tingkat Identifikasi lokasi,
nyeri menurun dengan karakteristiki, durasi,
criteria hasil: frekuensi, kualitas, dan
1.Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun Identifikasi respon nyeri
4. Skala nyeri menurun (3) non verbal
Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Observasi tanda-tanada
vital
2. Terapeutik:
Berikan teknik non
farmakologis untuk
nmengurangi rasa nyeri
(teknik relaksasi napas
dalam)
Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
3.Edukasi:
Jelaskan penyebab dan
periode pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(relaksasi napas dalam)
4.Kolaborasi:
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
F. Ctatan Perkembangan
Hari / Tgl Waktu Implementasi Evaluasi TTD
17/06/2022 09.00 Mengidentifikasi S:
lokasi, P: Klien mengatakan
karakteristiki, rasa nyeri karena patah
durasi, frekuensi, tulang karena jatuh.
kualitas, dan Q: Nyeri dirasakan
intensitas nyeri seperti tertusuk
Mengidentifikasi R: nyeri dirasakan pada
skala nyeri punggung bagian
Mengidentifikasi bawah
respon nyeri non S: Skala nyeri 5 (nyeri
verbal sedang).
G. EVALUASI