Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

DENGAN OTITIS MEDIA AKUT D + POST TIMPANOMASTOIDEKTOMI D

PADA TANGGAL 16 JUNI 2022 – 18 JUNI 2022

DI RUANG ANGSOKA 3 RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

OLEH :

MARIA HELENA NEI


NIM. 21203024

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN OTITIS MEDIA AKUT D +


POST TIMPANOMASTOIDEKTOMI D DI RUANG ANGSOKA 3 RSUP SANGLAH
DENPASAR BALI

Menyetujui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns. Yohana Hepilita, M.Kep Ns. Ni Komang Kusuma Dewi, S.Kep

NIDN: 830018802 NIP : 197904141999032001


BAB I

KONSEP TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respons terhadap


getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang
suara, diskriminasi frekuensinya dan pengantaran informasi di bawah ke susunan saraf pusat.
Telinga di bagi menjadi 3 bagian :

1. Telinga luar
a. Aurikula. Seluruh permukaan meliputi kulit tipis dengan lapisan subkutis pada
permukaan anterolateral, di temukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
b. Meatus akustikus eksterna : tabung berkelok-kelok yang terbentang antara
aurikula dan membran timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara
dari aurikula ke mebran timpani, panjangnya kira-kira 2,5 cm.
2. Telinga tengah (kavum timpani). Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi
udara dalam pars peterosa ossis temporalis yang di lapisi oleh membran mukosa di
dalamnya terdapat tulang-tulang pendengar yang memisahkan kavum timpani dari
meningen dan lobus temporalis dalam fossa kranii media.
a. Menbran timpani : membran timpani adalah membran fibrosa. Tepinya
menebal tertanam kedalam alur sisi tulang yang di sebut sulkus timpani.
Membran timpani sangat peka tehadap nyeri dan permukaan luarnya di sarafin
olen N. Auditorius.
b. Assikula auditus : terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Maleus dan inkus
berputar pada sumbu anterior, posterior, dan berjlan melalui :
 Ligamentum yang menghubungkan proses anterior maleus dengan
dinding anterior kavum timpani.
 Prosesus anterior maleus dengan prosesus breve inkudis.
 Ligamentum yang menghubungkan prosesus breve inkudis dengan
diding posterior kavum timpani.
 Selama pengantaran getaran dari membran timpani ke perilimf melalui
osikula.
c. Tuba auditifa : bagian ini meluas dari dinding anterior kavun timpani
kebawah, depan, dan median sampe kenasovaring, 1/3 posterior teriri dari
tulang dan 2/3 anterior tulang rawan.
d. Antrum mastoideum : bagian ini terletak di belakang kavun timpani dalam
pars petrosa ossis tempporalis,bentuknya bundar garis tengah 1 cm.
e. Selulae mastoider : prosesus mastoideus mulai berkembang pada tahun kedua
kehidupan. Selulae mastoid adalah suatu rongga yang bersambungan dalam
prosesus mastoid.
3. Telinga dalam (labirinitus). Suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
temporalis. Di dalamnya terdapat labirin membranossa, merupakan suatu rangkaian
saluran dan rongga- rongga. Lanirin membrannosa berisi cairan endolomf.
a. Labirinitus osseus : terdiri dari vestibulum, semisirkularis, dan kokhlea.
Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak dalam susstansi tulang
padat terstruktur di lapisi endosteum dan berisi cairan bening (perilimf) yang
terletak pada labirinitus mabrannaseus.
 Vestibulun. Bagian pusat labirinitus osseus pada dinding lateral,
terdapat venestra vestibuli yang di tutup oleh basis stapedis dan
venestra kokhlea. Di dalam vestibulum terdapat sakulus dan utrikulus
labirinitus mambranaseus.
 Kanalis semisirkularis: bermuara pada bagian posterior vestibulum.
Ada tiga kanalis ( superior, posterior dan lateralis ). Tiap kanalis
melebar pada salah satu ujungnya yang di sebut ampula.
 Kokhlea: bermuara pada bagian anterior vestibulum. Puncaknya
menghadap ke anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Perlimf
dalam skala vestibuli di pisahkan dari kavum timpani oleh basis
stapedis dan ligamentum anulare pada venestra vestibuli.

Membran basilaris di bentuk oleh lapisan serat- serat kolagen. Permukaan


bawah yang menghadap skala timpani di liputi oleh jaringan ikat fibrosa yang
mengandung pembuluh darah. Membran vestibularis adalah suatu lembaran
jaringan ikat tipis meliput permukaan atas vestibular. Pelapis rongga perilimf
yaitu jaringa epitel selapis gepeng yang terdiri dari sel mesenkim. Duktus
koklearis mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan, di
bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler di sebut
stria vaskularis, merupakan tempat sekresi endolimf, merupakan organ korti.

b. Labirinitus membranosus: terdapat dalam labirinitus osseus, struktur ini berisi


endolimf dan di kelilingi oleh perilimf, terdiri dari utrikulus dan sakulus yang
terdapat dalam vestibulum, terdiri dari duktus semisirkularis. Di dalamnya
kanalis sirkularis dan duktus kokhlearis struktur ini saling berhubungan
dengan bebas.
 Utrikulus : bagian yang tebesar terdiri dari dua buah sakus mempunyai
hubungan tidak langsung dengan sakulus dan duktus endolimfatikus
melalui duktus utrilosakularis.
 Sakulus: bentuknya bulat, berhubungan dengan utrikulus, bergabung
dengan duktus utrikulosakularis, berlanjut dan berakhir pada kantong
buntu kecil sakus endolimfatikus, terletak di bawah duramater pada
permukaan posterior pars petrosa osiss tempoduralis.

utrikulus dan sakulus mempunyai dinding dan lapisan jaringan ikat halus
yang mengandung sejumlah fibroblas dan melanosit. Dinding lateral
makula utrikulus terbentuk ovoid.

c. Duktus semisirkularis: duktus semisirkularis ini meskipun diameternya jauh


lebih kecil dari kanalis semisirkularis memiliki konfigurasi yang sama. Sebuah
krista di temukan dalam setiap ampula, menyilang sumbuh panjang saluran
yang membentuk saluran penyokong seperti sel rambut pada makula,
mikroofili, stereosilia dan linosilia dan terbenam dalam suatu masa gelatinosa
yang di sebut kupula.
d. Duktus koklearis: duktus kokhlearis terbentuk segitiga pada potongan
melintang dab berhubungan dengan sakulus melalaui duktus reunien. Epitel
yang terletak di atas lamina basilaris membentuk organ korti dan memunyai
reseptor- reseptor sensoris untuk mendengar.
e. Organ korti : organ korti terdiri dari sel penyokong, berjalan sepanjang
kokhlea, berbentuk kerucut ramping. Bagian yang lebar mengandung inti yang
disebut apeks, masuk ke dalam permukaan bawah.
f. Ganglion spiral. Ganglion spiral merupakan neuron bipolar cabang dari sentral
akson bermielin, membentuk nervus akustikus. Cabang perifer(dendrit) yang
bermielin, berjalan dalam saluran- saluran dalam tulang yang mengitari
ganglion. Gelombang bunyi dikonduksi dari perilimf dalam skala vestibuli ke
endolimf dalam duktus kokhlearis.

Fisiologi pendengaran

Bagaimana telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensinya dan


mengirim frekuensinya dan mengirim informasi suara ke dalam sistem saraf pusat. Membran
timpani berbentuk kerucut, merupakan tangkai dari maleus, terikat kuat pada inkus oleh
ligamentum-ligamentum sehingga pada saat maleus bergerak inkus juga bergerak. Artikulasi
inkus dengan stapes menyebabkan stapes terdorong ke depan pada cairan kokhlea. Setiap saat
maleus bergerak keluar sehingga mencetuskan gerakan ke dalam dan keluar dari permukaan
venestra ovalis.

 Transmisi Suara Melalui Tulang


Oleh karena telinga dalam yaitu kokhlea tertanam pada kavitas ( cekungan
tulang). Dalam oss temporalis yang di sebut labirin tulang. Getaran seluruh tulang
dapat menyebabakan cairan pada kokhlea itu sendiri. Oleh karena itu pada kondisi
yang memungkinkan garpu tala atau penggetar elektronik di letakan pada setiap
protuberonsia, tulang tengkorak dan prosesus mastoideus akan menyebabkan
mendengar getaran suara.
Organ korti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon
terhadap getaran membrane maksilaris. Terdapat dua tipe sel rambut( external dan
internal ) yang merupakan reseptor sensorik, sekitar 90% ujung-ujung ini berakhir di
sel-sel rambut bagian dalam yang memperkuat peran khusus sel untuk mendeteksi
suara.
 Gelombang Suara
Telinga mentransduksi ( mengubah dasar genetik energy ) energy gelombang
suara ke bentuk impuls saraf yang di hantarkan ke system pusat pendengaran tempat
suara di terjemahkan. Suara di hasilkan oleh benda yang bergetar dalam medium fisik
( udara, air dan benda padat ). Suara tidak dapat melalui ruang hampa. Suara
mempunyai amplitude ( daya akomodasi ) dan frekuensi mengukur energy suara
adalah mengukur puncak amplitudonya.
Kerasnya suara dinyatakan dalam satuan logaritma ( decibel =dB ). Suara
berbisik yang dapat di dengar pada jarak 1 meter besarnya kira-kira 20 Db. Suara
keras pabrik dapat mencapai 130 dB. Frekuensi suara adalah besar siklus oksilasi
perdetik ( 1 Hz {hertz}) = 1 siklus per detik ). Gelombang suara frekuensinya 1-
100.000 Hz. Suara pria dewasa 120-1..000 Hz , perempuan dewasa 250-1.000 Hz.
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kotak suara di laring dengan tebal tipisnya
pita suara. Kualitas suara di nyatakan dengan timber (kualitas bunyi ) ini
membedakan suara bunyi-bunyian seperti suara suling berbeda dengan suara biola.
Telinga mengubah gelombang suara dari dunia luar menjadi potensial aksi
dalam nervus kokhlearis. Gelombang di ubah oleh gendang telingah dan tulang-tulang
pendengar menjadi gerakan papan kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang
pada cairan telinga dalam gelombang pada organ korti menimbulkan potensial aksi
pada serabut-serabut saraf.
1. Refleksi gendang. Apabila otot telinga tengah ( M.tensor timpani dan
M.stapedius ). Berkontraksi menarik manubrium maleolus ke dalam dan
papan kaki stapes keluar. Suara yang keras menimbulkan refleksi kontraksi
otot di namakan reflex gendang. Reflek ini melindungi dan mencegah
gelombang suara yang keras, menyebabkan perangsangan yang berlebihan
pada teseptor pendengar. Akan tetapi waktu reaksi untuk refleks adalah 40-
160ms, sehingga reflex tidak melindungi terhadap rangsangan yang sangat
singkat seperti suara tembakan.
2. Penghantaran tulang dan udara:
a) Penghantaran gelombang suara ke cairan telingah dalam melalui
membran timpani dan tulang-tulang pendengar yang di namakan
penghantaran tulang telinga tengah.
b) Gelombang suara menimbulkan getaran pada membran timpani
sekunder yang menutup jendela bundar ( penghantaran udara ).
c) Jenis penghantaran yang ketiga penghantaran tulang transmisi
getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan telinga dalam.
3. Gelombang jalan. Papan kaki stapes menimbulkan serangkaian gelombang
jalan pada perilimf dalam skala vestibula. Suara nada rendah menimbulkan
distorsi pada membrane basilaris tempat distorsi ini maksimum di tentukan
oleh frekuensi membrane suara. Ujung-ujung sel rambut pada korti di
pertahankan kaku pada lamina retikularis dan rambut-rambutnya terbenam
dalam mebran tektoria. Apabila membrane basilaris di tekan, gerakan relative
dari membran tektoria lamina retikularis akan membengkokan rambut-
rambut pembentukan ini menimbulkan potensial akai pada saraf pendengar.
 Kemampuan Dengar
Telinga manusia dapat medengar frekuensi 20-20.000 Hz. Ambang dengar
suara ( kepekaan ) tidak sama dengan frekuensi. Kepekaan tertinggi adalah 1-4 KHz.
Anjing dapat mendengar suara 50 KHz, kelelawar dapat mendengar suara ultra di atas
20 KHz.
Kekerasaan suara di tentukan oleh system pendengaran sekurang- kurangnya
melalui tiga cara :
1. Ketika seorang menjadi keras, amplitudo getaran membrane basilaris dan sel
rambut juga meningkat sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan tepat.
2. Ketika getaran amplitudo meningkat, peningkatan ini menyebabkan semakin
banyaknya sel rambut di atas lingkaran tepi bagian membrane basilaris
menjadi terangsang bukan melalui serat saraf.
3. Sel rambut sebelah luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran
basilaris mencapai intensitas yang tinggi kemudian stimulasi sel-sel ini
menggambarkan bahwa suara ini sangat keras.

Ketahanan pendengaran lazim di ukur dengan suatu audiometer. Alat ini


menampilkan subyek dengan nada murni dari berbagai frekuensi melalui alat dengar.
Pada tiap,frekuensi intensitas ambang di tentukan dan di gambarkan pada gfrafoik sebagai
suatu presentase pendengaran normal, yang memberi ukuran obyektif tentang derajat
ketulian dan gambaran tentang nada yangpaling terkena.

 Pusat Pendengaran
Frekuensi potensial aksi dalam serabut saraf pendengar tunggal sebanding
dengan kekerasan bunyi. Pada intensitas bunyi yang rendah tiap akson melepaskan
listrik terhadap bunyi. Hanya satu frekuensi dan frekuensi uni berfvariasi dari akson
ke akson bergantung pada bagian kokhlea tempat asal serabut.
Pada intensitas bunyi yang lebih tinggi akson sendiri melepaskan listrik
terhadap spectrum frekuensi bunyi yang lebih lebar. Penentuan tinggi nada yang di
terima bila suatu gelombang bunyi membentur telinga merupakan tempat di dalam
korti yang di rangsang maksimum. Bial frekuensi cukup rendah maka serabtu saraf
mulai berespon stengah suatu impuls terhadap tiap siklus gelombang bunyi.
Walauapun tinggi nada suatu suara bergantung pada frekuensi gelombang bunyi.
Namun kekerasan juga memainkan sebagian nada rendah di bawah 500 Hz tampak
lebih rendah dan nada tinggi di atas 4000 Hz tampak lebih tinggi karena kekerasannya
meningkat kecuali berlangsung lebih dari 0,01 detik.
Pusat pendengaran diotak jarasnya sangat rumit dan belum banyak di
ketahui.neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral berlokasi di
kokhlea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar dari kokhlea bergabung
dengan serabut dari organ vestibuli untuk membentuk saraf V111 ( Nervus
auditorius ) masuk ke medula.
1. Pusat auditorik medular :berfungsi mencari sumber bunyi, reflek pendengar
mengatur otak telinga.
2. Pusat midbrain : kolekus inferior dan formasioretikularis mengatur refleks
pendengar yang berkaitan dengan gerak kepal dan mata guan mencari sumber
bunyi.
3. Korikular inferior: projeksi bunyi lebih atas dari presepsi suara di pancarkan
ke nuklei genikulta medial dari talamus karena adanya penyilangan, maka
projeksi auditorik bersifat bilateral dan projeksi kontralateral lebih intensif.

Korteks auditorius primer secara langsung di rangsang oleh penonjolan korpus


genikulatum medial.

1. Korteks auditorik: dari thalamus serabut di projeksikan auditorik primer pada lobus
temporal yang sebagian besar tersembunyi di dasar girus siilvii.
2. Area korteks auditorik : otak mampuu menganalisis berbagai intensitas suara dan
memberikan arti tentang stumuli pendengaran dengan mengintegrasikan impuls yang
di terima melalui asosiasi korteks lain ( fisual dan somatic).
3. Korteks asosiasi auditorik: dari korteks auditorik primer projeksi serabut di tujukan ke
area asosiasi auditorik untuk di lakukan analisis untuk di integrasi dengan data dari
pusat korteks lain. Setiap bunyi, kata,dan suara di hubungkan dengan pusat bahasa.
 Lokalisai Bunyi
Penentuan arah bunyi berasal dari deteksi perbedaan dalam waktu antara
tibanya rangsangan pada sebuah telinga. Perbedaan waktu merupakan factor penting
pada frekuensi 3.000 Hz dsn perbedaan kekerasan terpenting pada frekuensi di atas
3.000 Hz. Banyak neuron dalam korteks auditorius menerima masukan dari kadua
telinga dan berespon maksimium atau minimum bila saat suatu rangsangan pada satu
telinga di lambatkan oleh masa tetap relative terhadaap waktu tibanya pada telinga
yang lain.
 Keseimbangan
Berdiri, bergerak dan banyak posisi tubuh yang lain melawan gaya gravitasi
bumi. Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya grafitasi harus dilawan
melalui mekanisme motorik dan sensorik organ proprioseptif di sendi dan aparatus
vestibularis di telinga dalam. Aparatus vestibuli mendeteksi perubahan sinyal untuk
mengaktifkan respons motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan
keseimbangan. Aparatus vestibularis mempunyai dua komponen yaitu kanalis
semisirkularis dan utrikulus-sakulus. Kerusakan pada utrukulus-sakulus membuat
keseimbangan hilang pada posisi badan ats-bawah.
Sakulus (kantong kecil) dan utrikus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada
dinding telinga dalam masing-masing berisi makula (organ makula). Jika kepala
bergerak (percepatan) linier ke jurusan manapun, makula bergerak bersamanya, tetapi
otolit lebih pekat dari cairan disekitarnya, sehingga stereosilia mengalami
ditorsi( penyimpangan bayangan) dan menghasilkan potensial reseptor dalam sel
rambut. Potensial ini secra sinaptik memicu aksi potensial serabut saraf vestibular
yang kemudian dikrim ke otak.
Kanalis semisirkularis dari aparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi. Tiga kanal
yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Di setiap ujung masing-masing kanal
terdapat organ indra trasduksi mekanoelektrik yang disebut ampula. Seperti makula,
setiap ampula berisi sel rambut dengan srtuktur silia yang sama. Silia dikelilingi
lapisan gelatin yang disebut kupula.
B. DEFENISI
Otitis adalah inflamasi telinga. Inflamsi dapat terjadi disaluran telinga luar,
yang disebut otitis eksternal atau di telinga tengah yang disebut otitis media. Otitis
eksternal dapat terjadi pada individu rentan setelah berenang atau setelah jenis lain
panjanan telinga luar terhadap air. (Corwin, Elizabeth J. 2009)
Otitis media adalah infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah, yaitu
ruang di belakang gendang telinga yang memiliki tiga tulang kecil dengan fungsi
untuk menangkap getaran dan meneruskannya ke telinga bagian dalam.
Ostitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
C. KLASIFIKASI
Otitis media dibagi menjadi tiga
1. Otitis media akut.
Otitis media akut adalah infeksi telinga tengah. Penyebab umum otitis media
akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan
sekitarnya (mis : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis: rinitis
alergika). Bakteri yang umumnya ditemukan sebagai organism penyebab adalah
streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan moraxella catarhalis. Cara
masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat
kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada perforasi membran timpani. Eksudat pululen biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
2. Otitis media serosa.
Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa bukti
adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negatif dalam teling tengah yang disebabkan obstruktif tuba eustachii.
Kondisi ini ditemukan terutama pada anak-anak. Efusi telingah tengah sering
terlihat pada setelah menjalani radioterapi dan barotrauma (mis: penyelam) dan
pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran
napas atas yang terjadi. Barotoma terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak
dalam telinga dalam akibat perubahan tekanan barometrik, seperti pada penyelam
atau saat pesawat menurun, dan cairan terperangkap di dalam telingah tengah.
Karsinoma yang menyumbat tuba eustachi harus disingkirkan pada ornag dewasa
yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.
3. Otitis media kronik.
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media
akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi
kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani
tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid
(Smeltzer, Suzanne C. 2001).
D. ETIOLOGI
1. Otitis media akut disebabkan bakteri patogenik (streptococcus pneumoniae,
hemophylus influenzae, dan moraxella catarrhalis), infeksi saluran pernapasan
atas, dan inflamasi jaringan sekitar (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi
alergi.
2. Otitis media serosa disebabkan tekanan negatif dalam telinga tengah yang
disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
3. Otitis media kronik disebabkan oleh jaringan ireversibel dan biasanya karena
episode berulang otitis media akut ( Smeltzer, Suzanne C. 2001)
4. Otitis media kronik terjadi akibat perforasi. Perforasi gendang telinga bisa
disebabkan oleh otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat
masuknya suatu benda ke gendang telinga atau bisa juga disebabkan oleh
bakteri.
 Faktor risiko
 Umur
 Faktor genetik
 Sosioekonomi
 Lingkungan
 Kurangnya asupan ASI
 Status imunologi
 Abnormal kraniofasial
 Deformitas tuba eustachius
E. Patofisiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telingah tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi
disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran
pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinisitis, hipertropi adenoid), atau
reaksi alergi. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema, pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh
hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telingah tengah menjadi sangat
rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya
faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas
penyakit.
Perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan
terpapar ke telingah luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya
pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan
penyakitnya. Berenang , kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga
atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan
infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
Gejalanya berupa discharge mukoid yang terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali di temukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada
kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada
awal penyakit.
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, dengan sekret yang
sangat bau dan berwarnah kuning abu-abu, kotor purelen dapat juga terlihat keping-
keping kecil, berwarnah putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersama juga karena hilangnya alat pengantar udara pada otitismedia nekrotikans
akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang –tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatomi.
PATWAYH
Bakteri patogenik (streptococus
Obstruksi tuba eustachi Perforasi membran
pneumoniae, hemophylus influenzae,
timpani
moraxella catarrhalis), Infeksi sekunder
ISPA

Invasi bakteri

Komplikasi : Inveksi telingah


Mastoiditis, meningitis, dan abses otak tengah (kavum timpani
tuba eusthacius)

Disfungsi tuba eusthacius Peningkatan produksi Tekanan udara pada Pengobatan tidak
cairan serosa telinga tengah berkurang tuntas
Pencegahan invasi kuman Akumulasi cairan Retraksi membran Tidak berkonsultasi ke
terganggu mukus dan serosa timpani dokter

Hantaran suara/udara Kurangnya


Bakteri masuk ke Infeksi berlanjut dapatyang
sampai
telinga
Tekanan tengah
negatif pada informasi
Ruptur membran timpanidan
Sekret keluar diterimadimenurun
telingah dalam
membran timpani karena berbau
desakanbusuk
(otorrhoe) Dx: kurang
Peradangan/ Terjadi erosi pada pengetahuan
Dx: Merusak tulang karena
inflamasi Dx: Gangguan persepsi kanalis
gangguan adanya epitel skumaosa
Edema sensori pendengaran semisikularis
citra tubuh di dalam ronggatelinga
Vertigo/keseimbangan tengah (kolesteatom)
menurun Tidakan operasi dengan
Tanda dan gejala : mastoidektomi
Tanda dan gejala:
pembengkakan, keluarnya cairan yang berbau Dx: resiko cidera
demam/kalor, kemerahan busuk Dx: ansietas
dan nyeri
Dx : nyeri
akut
F. MANIFESTASI KLINIK.
a) Otitis media akut:
 Gejala beragam berdasarkan tingkat keparahan infeksi, biasanya bersifat
unilateral.
 Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin intens dan hanya akan
reda setelah perforasi spontan gendang telinga atau setelah miringotomi.
 Demam; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran.
 Membran timpani mengalami eritema dan sering kali menonjol.
 Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh eksudat di dalam telinga
tengah.
 Bahkan jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3 bulan) disertai
dengan rabas purulen, ketulian permanen jarang terjadi ( Brunner & Suddarth,
2013).
b) Otitis media serosa :
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam telinga
atau perasaan bendungan, dan bahakan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membran timpani nampak kusam
pada otoskopi, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
Audiogram biasanya menunjukan adanya kehilangan pendengaran konduktif
(Smeltzer, Suzanne C. 2001.)
c) Otitis media kronik:
 Gejala mungkin minimal, dengan tingkat ketulian yang bervariasi dan otorea
(rabas) berbau busuk yang persisten atau intermiten.
 Pasien mungkin merasakan nyeri jika terdapat mastoiditis akut, ketika
mastoiditis terjadi, area pasca aurikular menjadi kenyal; eritema dan edema
dapat terjadi.
 Kolesteatoma (kantung yang berisi kulit yang mengalami degenerasi dan
materi sebasea) mungkin dimanifestasikan sebagai massa putih di belakang
membran timpani yang terlihat melalui otoskop. Jika tidak diobati,
kolesteatoma akan terus tumbuh dan menghancurkan srtuktur tulang temporal,
kemungkinan menyebabkan kerusakan pada saraf fasial dan kanal horizontal
serta hancurnya srtuktur lain disekitarnya. Pemeriksaan audutori sering kali
menunjukan tuli konduktif atau campuran ( Brunner & suddarth, 2013.)
G. KOMPLIKASI
1) Otitis media yang berulang atau tidak di obati dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut di gendang telinga dan penurunan ketajaman pendengaran secara
permanen.
2) Komplikasi yang jarang terjadi pada otitis media akut adalah meningitis,
abses,otak,otogenik,atau infeksi tulang mastoid (Corwin, elizabeth J. 2009).
3) Perforasi membran timpani dapat menetap dan berlanjut menjadi otitis media
kronis.
4) Hasil akhir bergantung pada efektifitas terapi ( dosis antibiotik oral yang di
resepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteria, dan status fisik pasien (Brunner &
suddarth. 2013.)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telingah yang dapat di
gunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut di tandai dengan
penonjolan gendang telingah yang merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda refleks
cahaya mungkin kabur. Otitis media dengan efusi dampak tampak sebagai gendang
telingah yang berwarnag abu-abu, baik menonjol ataupun cekung ke dalam. Otitis
ekterna di diagnosis dengan teramatinya saluran eksternal yang merah dan mengalami
inflamasi.
2. Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop (otoskop pneumatik) lebih lanjut
membantu diagnosis otitis media. Dengan menekankan balon berisi udara yang
dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat di injeksikan ke dalam tekingah luar.
Mobilitas membran timpani dapat di observasi oleh pemeriksa melaui otoskop. Pada
otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membran timpani
berkurang.
3. Timpranogram, suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada
telingah luar dan pengukuran gerakan membran timpani ( gendang telingah) setelah
adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat di gunakan untuk mengevaluasi mobilitas
membran timpani. Pada otitis media akut dan otitis dengan efusi, mobilitas membran
timpani berakurang.
4. Pemeriksaan audiologi memperlihatkan defisist pendengaran, yang merupakan
indikasi penimbunan cairan ( infeksi atau alergi ) (Corwin, elizabeth J. 2009).
I. Penatalaksanaan
1. Diagnosis dan penatalaksanan nyeri dengan asetaminofen atau analgesik lain di
rekomendasikan untuk otitis media akut.
2. Otitis media akut biasanya di obati antibiotik walaupun periode menunggu dengan
waspada mungkin tepat. Episode berulang otitis media akut menyebabakan
pemasangan slang timpanostomi sebagai upaya untuk mencegah infeksi di waktu
yang akan datang.
3. Walaupun otits media dengan efusi biasanya akan sembuh sendiri selama 3-4 bulan,
observasi ketat oleh pemberi perawatan kesehatan di perlukan. Ketika gangguan
pendengaran terlibat, pasien di rujuk ke ahli otolaringologi untuk evaluasi mengenai
penggunaan pemasangan slang timpanostomi.
4. Otitis ekterna di obati dengan tetes anti inflamasi, tetes anti mikroba, atau keduanya.
(Corwin, elizabeth J. 2009).
5. Dengan terapi antibiotik spektrum luas sejak dini dan tepat, otitis media dapat hilang
tanpa menyisakan sekuela yang serius. Jika terdapat drainase, sediaan antibiotik dapar
diresapkan.
6. Hasil bergantung pada efektifitas terapi (dosis antibiotik oral yang diresapkan dan
durasi terapi), virulensi bakteria, dan status fisik pasien.
7. Pengisapan dan pembersihan telinga yang cermat dapat dilakukan di bawah panduan
mikroskop.
8. Antibiotik tetes dimasukan atau antibiotik serbuk digunakan untuk mengatasi rabas
purulen
9. Prosedur timpanoplasti (miringoplasi dan jenis yang lebih ekstensif) dapat dilakukan
untuk mencegah infeksi berulang, mengembalikan fungsi telingah tengah, menutup
perforasi, dan memperbaiki pendengaran.
10. Osikuloplasti mungkin dilakukan untuk merekonstruksi tulang telinga tengah guna
mengembalikan fungsi pendengaran
11. Mastoidektomi dapat dilakukan untuk mengeluarkan kolesteatomi, membuka akses ke
struktur yang mengalami penyakit, dan membuat telinga tetap kering ( tidak
terinfeksi) dan sehat (Brunner & Suddarth . 2013 )
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik:
 Inspeksi: keadaan umum klien, adakah cairan keluar dari telinga,
bagaimaa warna, bau & jumlah, apakah ada tanda-tanda radang
daerah sekitar telinga atau pada telinga.
 Palpasi: kaji adanya nyeri tekan pada area telinga.
 Pemeriksaan pendengaran: tes garputala, suara bisiskan, tes
audiometri, X-Ray
b. Riwayat Keluhan Utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan, adakah keluhan seperti
pilek dan batuk.
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
Seperti penjabaran dari riwayat adanya karakteristik nyeri yang dirasakan.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah sering menderita ispa, apakah
pernah menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan
apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan
lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi).
Pengkajian pola Gordon
1. Pola Persepsi & Pemeliharaan kesehatan: kaji bagamana kebiasaan pasien
membersihkan telinga apakah menggunakan cottonbath.
2. Pola aktifitas dan latihan : kaji kesulitan dan keterbatasan melakukan aktivitas akibat
keluhan yg dirasakan klien.
3. Pola Nutrisi dan metabolik: kaji adanya anoreksia, mual, muntah, nafsu makan
berkurang, IMT
4. Pola keamanan/perlindungan: kaji adanya peningkatan suhu tubuh akibat proses
penyakit klien.
5. Pola sensori dan kognitif; kaji adanya nyeri, sekala nyeri berapa, dan fungsi
pendengaran ( apakah klien mengalamai gangguan fungsi pendengaran, seperti apa
yang dirasakan pasien, keluar cairan,)

6. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress; kaji adanya kecemasan klien.

7. Pola tidur : kaji apakah pasien nyaman pada saat tidur, apakah ada rasa nyeri

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik (proses inflamasi,
akumulasi cairan, infeksi )
b. Gangguan persepsi pendengaran berhubungan dengan perubahan dan transmisi
sensori, obstruksi, infeksi di telingah tengah / kerusakan di syaraf pendengaran
c. Ansietas berhungan dengan status kesehatan, prosedur operasi, dan hilangnya
fungsi pendengaran
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengeanai
pengobatan dan pencegahan kekambuhan.

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


kriteria hasil
keperawatan

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan  Kaji nyeri atau  Karakteristik


Berhubungan tindakan ketidaknyamanan nyeri dapat
dengan keperawatan pada klien pada menunjukkan
proses selama.....x 24 jam  skala 0-10 derajat berat/
inflamasi diharapkan klien   Lakukan ringannya
tidak mengalami manajemen nyeri penyakit
nyeri dengan kriteria dengan teknik  Meningkatkan
DO : pasien hasil : nonfarmakologis relaksasi,
tampak misalnya kompres memfokuskan
 Mampu
meringis, ada hangat atau dingin kembali
mengontrol
pembengkaka dan masase pada perhatian, dan
nyeri ( tahu
n pada
telinga, penyebab saat sebelum, meningkatkan
sekala nyeri nyeri,mampu setelah dan jika kemampuan
kurang dari 5 menggunakan memungkinkan koping
teknik non selama aktivitas  Mencoba untuk
DS : pasien
farmakologi yang menimbulkan mentolenransi
mengeluh
untuk nyeri. nyeri, daripada
nyeri
mengurangi  Anjurkan pasien meminta analgetik
dibagian
nyeri,mencari untuk  nyeri bervariasi
telinga.
bantuan ) menginformasikan dari ringan
 Melaporkan kepada perawat sampai berat dan
bahwa nyeri jika peredaan nyeri perlu
berkurang tidak dapat dicapai penanganan
dengan  Kolaborasi dalam untuk
menggunakan pemberian memudahkan
manajemen analgetik. istirahat adekuat
nyeri dan
 Mampu penyembuhan
mengenali nyeri
skala dan
intensitas,freku
ensi dan tanda
nyeri.
 Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
2 Gangguan Setelah dilakukan  pengambilan  Usaha untuk
persepsi tindakan serumen dengan membersihkan
pendengaran keperawatan irigasi/suction kanalisauditorius
berhubungan selama.....x24  kolaborasi dalam eksterna
dengan jam,gangguan pemberian  Untuk mematikan
penurunan persepsi sensori antibiotik bakteri,virus,jamu
fungsi organ dapat teratasi dengan r dalam telinga
pendengaran kriteria hasil :

DS : klien  fungsi
mengatakan pendenagaran
mengalami membaik
kesulitan
untuk
mendengar,
telinga terasa
penuh, dan
nyeri

DO : klien
tampak tidak
merespon
saat dipanggil
oleh perawat

3 Ansietas b/d setelah  Kaji dan  faktor ini


kurang diberikan dokumentasikan mempengaruhi
pengetahuan askep selama tingkat persepsi pasien
tentang x24 jam kecemasan terhadap ancaman
penyakit, diharapkan pasien. diri, potensial
penyebabinfe rasa cemas  Beri dorongan siklus ansietas,
ksi dan pada klien kepada pasien dan dapat
tindakan dapat untuk mempengaruhi
pencegahann berkurang mengungkapkan upaya medik
ya  Kriteria hasil: secara verbal untuk mengontrol
klien sudah pikiran dan ansietas
DO : klien
mulai tenang perasaan untuk  membantu pasien
tampak
 Klien mampu mengeksternalis menurunkan
gelisah dan
mengungkapkan asikan ansietas. ansietas dan
merasakan
ketakutan/  Berikan memberikan
ketakutan
kekhawatirannya informasi faktual kesempatan untuk
DS : klien . menyangkut pasien menerima
mengatakan diagnosis, situasi nyata.
bahwa takut terapi,dan  menurunkan
akan penyakit prognosis. ansietas
yang  Jelaskan semua sehubungan
dideritanya prosedur, dengan
termasuk sensasi ketidaktahuan/har
yang biasanya di apan yang akan
alami selama datang dan
prosedur. memberikan dasar
 Ajarkan teknik fakta untuk
relaksasi membuat pilihan
informasi tentang
pengobatan.
 memberikan dasar
pengetahuan
sehingga pasien
dapat membuat
pilihan yang tepat.
Menurunkan
ansietas dan dapat
meningkatkan
kerjasama dalam
program terapi,
kerjasama penuh
penting untuk
keberhasilan hasil
setelah prosedur
 memfokuskan
perhatian pasien,
membantu
menurunkan
Ansietas  dan
meningkatkan
proses
penyembuhan
4 Hambatan setelah diberikan  Berikan alat  untuk membantu
interaksi asuhan keperawatan Bantu pendengaran klien
sosial selama ...x24 jam pendengaran  merupakan
berhubungan diharapkan klien  Ajari klien alternative lain
dengan bisa kembali menggunakan untuk
kehilangan berkomunikasi tanda nonverbal mempermudah
fungsi tubuh dengan baik dan bentuk komunikasi
yang ditandai b.      Kriteria komunikasi dengan orang lain
dengan hasil: lainnya  ketenangan
pasien  klien sudah bisa  Mengurangi lingkungan dapat
mengeluh berinteraksi atau kegaduhan membantu
tidak berkomunikasi lingkungan kelancaran
mengerti lagi komunikasi.
dengan
pembicaraan
orang lain.

DO :pasien
tampak
bingung

DS : pasien
mengatakan
tidak
mengerti apa
yang di
sampaikan
oleh perawat.

5. Kurang Setelah diberikan  Ajarkan klien  Pendidikan


pengetahuan asuhan keperawatan mangganti kesehatan
berhungan selama.....x24 jam balutan dan tentang cara
dengan diharapkan klien menggunakan mengganti
kehilangan memperoleh antibioyik secara balutan dapat
pendengaran pengetahuan dengan kontinyu sesuai meningkatkan
berhubungan kriteria hasil: aturan pemahaman
dengan  Beritahu klien sehingga
 klien paham
kurang komplikasi tyang dapat
mengenai
informasi mungkin muncul berpartisipasidal
pengobatan
mengenai dan bagaimana am pencegahan
 klien dapat
pengobatan cara kekambuhan.
melakukan
dan melaporkannya  Pemahaman
tindakan
kekambuhan  Tekankan hal- tentang
pencegahan bila
hal yang penting komplikasi
DO :telingah terjadi
yang perlu dapat membantu
pasien kekambuhan.
ditindak lanjuti/ klien dan
tampak kotor,
evaluasi keluarga untuk
dan berisi
pendengaran melaporkan
cairan yang
kepada tenaga
berbauh
kesehatan
busuk
sehing dengan
DS : pasien cepat dapat
mengatakan ditangani.
kurang  Follow up
mengerti cara sangat penting
membersih dilakukan oleh
telinga yang anak karena
baik. dapat
mengetahui
perkembangan
penyakiy dan
mencegah
kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth . 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Syaifuddin, Haji. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI PPNI, 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi
I. Jakarta

Tim Pokja SDKI PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta

Tim Pokja SDKI PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Edisi I. Jakarta
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi
NANDA, NIC, dan NOC jilid 1. Jakarta: TRANS INFO MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai