OLEH
21203015
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktik stase gawat darurat dan kritis di ruangan IGD RSUP
Sanglah ini telah disetujui oleh pembimbing
Menyetujui
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Defenisi
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Cedera kepala
merupakan cedera mekanik pada bagian kepala melibatkan berbagai
bagian kepala spesifik yang berkaitan dengan mekanisme cedera
yaitu pada jaringan lunak (SCALP), tulang tengkorak, maupun otak
terkecuali luka superfisial di bagian wajah, secara langsung maupun
tidak langsung yang dapat menyebabkan gangguan sementara atau
permanen dalam aspek fungsi neurologis meliputi fisik, kognitif,
ataupun psikososial. Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu
gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam
substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Iseu,
2019)
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi kepala terdiri dari beberarapa bagian diantaranya
adalah (Marbun, 2020)
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP
yaitu :
a) Skin atau kulit
b) Connective Tissue atau jaringan penyambung
c) Aponeurosis atau galea aponeurotika
d) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e) Pericranium/ perikarnium
Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat
jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak
terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala sering terjadi
robekan pada lapisan ini
3
2. Tengkorak
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun
menjadi dua bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas
delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas
tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang
dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luarndai
dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan orak dan
pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai
dasar tengkorak atau basis krani. Dasar tengkorak ditembusi oleh
banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh
darah.
3. Meninges
Otak dan sumsum tulang belakang diselimutih meninges yang
melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah
dan sekresi cairan yaitu cairan serebrospinal yang akan
melindungi dari benturan atau goncangan pada otak dan sumsum
tulang belakang. Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu dura
meter, araknoidea meter dan pia meter.
Dura mater
Berbentuk padat dan keras, berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang
melapisi tengkorak dan lapisan dalam yang bersatu
dengan lapisan luar, kecuali pada bagian tertentu dimana
sinus venus terbentuk dan dimana dura meter membentuk
bagian-bagian berikut. Falx serebri yang terletak diantara
kedua hemifer orak. Tepi atas falx serebri membentuk
sinus longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior
yang menyalurkan darah keluar falx serebri.
Araknoidea mater
Terletak disebelah dalam durameter. Selaput tipis yang
membentuk sebuah balin yang berisi cairan otak yang
meliputi susunan saraf sentral. Otak dan medula spinalis
4
berada dalam balon yang berisi cairan itu. Kantong-
kantong araknoid ke bawah berakhir dibagian sakrum,
medula spinalis berhenti setinggi lumbal I-II.
Pia mater
Selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak,
pia meter yang berhubungan dengan araknoid melalui
struktur jaringan ikat yang disebut trebekhel. Mengikuti
kontur otak, mengisi sulki.
4. Otak
Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat kendali dari semua alat tubuh, bagian dari saraf
sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak yang dibungkus
oleh selaput otak yang kuat. Otak mengapung dalam suatu cairan
untuk menunjang otak yang lembek dan halus. Cairan ini disebut
dengan cairan serebrospinalis. Cairan serebrospinal terdiri dari
air, protein, glukosa, garam, sedikit limfosit dan karbondioksida
yang melindungi otak dari goncangan dari luar (Nusatirin, 2018)
a. Otak besar
Otak besar, Otak besar yaitu bagian utama otak yang
berkaitan dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi, yaitu
fungsi bicara, integritas informasi sensori ( rasa ) dan kontrol
gerakan yang halus. Pada otak besar ditemukan beberapa
lobus yaitu, lobus frontalis, lobus parientalis, lobus
temporalis, dan lobus oksipitalis.
Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak
dibagian sulkussentralis.
Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan
dibelakang oleh korakooksipitalis.
Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura
serebralis dan didepan lobusoksipitalis.
Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dariserebrum.
5
b. Otak kecil, Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk
koordinasi gerakan dan keseimbangan.
c. Batang otak
Berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan
berbagai fungsi tubuh termasuk koordinasi gerakan mata,
menjaga keseimbangan, serta mengatur pernafasan dan
tekanan darah. Batang otak terdiri dari, otak tengah, pons dan
medula oblongata
d. Sistem saraf
Nervus olvaktorius, saraf pembau yang keluar dari
otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma
(bau-bauan) dari rongga hidung ke otak
Nervus optikus, Mensarafi bola mata, membawa
rangsangan penglihatan ke otak.
Nervus okulomotoris, bersifat motoris, mensarafi
otot-otot orbital (otot pengerak bola mata),
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati
untuk melayani otot siliaris dan otot iris.
Nervus troklearis, bersifat motoris, mensarafi otot-
otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya
terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
Nervus trigeminus, bersifat majemuk (sensoris
motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang,
fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar.
Nervus abdusen, sifatnya motoris, mensarafi otot-otot
orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi
mata.
Nervus fasialis, sifatnya majemuk (sensori dan
motorik) serabutserabut motorisnya mensarafi otot-
otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
6
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala
fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan
rasa pengecap.
Nervus Vestibulokoklearis, sifatnya sensori,
mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya
sebagai saraf pendengar
Nervus glosofaringeus, sifatnya majemuk (sensori
dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak
Nervus vagus, sifatnya majemuk (sensoris dan
motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik
dan para simpatis faring, laring, paruparu, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. fungsinya sebagai saraf perasa.
Nervus asesorius, saraf ini mensarafi muskulus
sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.
Nervus hipoglosus, saraf ini mensarafi otot-otot lidah,
fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di
dalam sumsum penyambut
C. Klasifikasi Cedera Kepala
a. Berdasarakan tingkat keparahan klinis
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu
suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran
seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek
yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi
berbicara (verbal) dan reaksi motorik. Cedera kepala
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS
yaitu (Marbun, 2020)
7
1. Cedera kepala ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak
terdapat kelainan berdasarkan CT Scan otak, tidak
memerlukan tindakan operasi, lama dirawat dirumah sakit
<48 jam
2. Cedera kepala sedang (CKS) dengan GCS 9-13,
ditemukan kelainan pada CT Scan otak, memerlukan
tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit etidaknya
48 jam
3. Cedera kepala berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam
setelah trauma, skor GCS < 9
b. Cedera kepala merupakan suatu proses yang progresif
sehingga dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan
progresivitasnya, yaitu (Sihotang, 2018).
1. Cedera Primer
Cedera primer adalah cedera pada otak akibat efek
mekanik dari luar menyebabkan kontusio dan laserasi
parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba
hemisper otak hingga batang otak. Cedera ini disebabkan
oleh adaanya perdarahan intrakranial yang berupa epidural
hematom, subdural hematom ataupun intracranial
hematom, terdapat kontusio cerebri atau diffuse axonal
injury. Cedera primer dapat berupa :
a) Fraktur tulang kepala
Fraktur linear Fraktur yang mengenai seluruh
ketebalan tulang kepala dan berbentuk garis
tunggal / stellate pada tulang tengkorak.
Fraktur diastasis Fraktur yang menyebabkan
melebarnya sutura-sutura tulang kepala
Fraktur kominutif Fraktur dengan fragmen
tulang lebih dari satu dalam satu area fraktur.
Fraktur impresi Fraktur akibat benturan dengan
tenaga besar yang langsung mengenai tulang
8
kepala di area yang kecil dan dapat menekan
atau laserasi durameter jaringan otak.
Fraktur basis kranii Fraktur pada dasar tulang
tengkorak yang disertai robekan pada
durameter yang lengket pada dasar tengkorak
b) Cedera fokal
Perdarahan epidural / epidural hematoma
(EDH) Terdapatnya darah di ruang
epidural, yaitu ruang potensial antara tabula
interna tulang tengokorak dan duramater.
Perdarahan subdural akut / subdural
hematoma (SDH) akut Menumpuknya
darah di ruang subdural selama 6 jam – 3
hari
Perdarahan subdural kronik / subdural
hematoma (SDH) kronik. Menumpuknya
darah di ruang subdural lebih dari 3 minggu
pasca trauma
Perdarahan intra serebral / intra cerebral
hematoma (ICH) Daerah perdarahan yang
sama dan konfluen di dalam parenkim otak
c) Cedera difus
Cedera difus menggambarkan kelainan yang
tersebar merata di permukaan otak dan substansia
alba karena gaya percepatan dan perlambatan, dan
gaya rotasi dan translasi yang menggeser parenkim
otak dari permukaan terhadap parenkim yang
sebelah dalam akibat perbedaan massa jenis dan
kepadatan antar inti dipermukaan dan serabut
subkortikal dan inti yang ada di bagian dalam atau
profundal.
9
Cedera akson difus Rusaknya serabut
subkortikal (penghubung inti permukaan
otak dengan inti profunda otak), serabut
penghubung intiinti dalam satu hemisfer
(asosiasi) dan serabut penghubung inti-inti
permukaan kedua hemisfer (komisura).
Kontusio serebri Rusaknya parenkimal otak
akibat efek gaya percepatan dan
perlambatan serta gaya coup dan
countercoup
Edema serebri Gangguan vaskuler akibat
trauma kepala yang tidak menunjukkan
kerusakan parenkimal otak namun
menunjukkan perdorongan hebat pada
daerah yang mengalami edemal; atau
hilangnya system ventrikel, ruang
subarahnoidal dan sulkus otak jika edem
dikedua sisi.
Iskemia serebri Kurang atau berhentinya
persediaan aliran darah ke bagian otak
tertentu karena penyakit degeneratif
pembuluh darah otak yang berlangsung
lama.
Perdarahan subarahnoidal traumatika
Pecahnya pembuluh darah kortikal dalam
jumlah tertentu akibat trauma yang
memasuki ruang subarahnoidal.
d) Trauma tembak
Trauma akibat terjadinya penetrasi atau
persentuhan anak peluru secara cepat dengan
tubuh, sehingga menembus kulit, masuk kedalam
tubuh serta merusak jaringan tubuh di dalamnya.
10
2. Cedera sekunder
Sekunder sebagai lanjutan cedera primer yang
terjadi akibat gangguan proses metabolisme dan
homeostatis ion-ion sel otak, hemodinamika
intrakranial, dan kompartemen cairan
serebrospinalis (CSS) serta berbagai proses
patologik seperti perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron yang berkelanjutan, iskemia. dan
perubahan neurokimiawi yang dimulai setelah
terjadinya trauma namun tidak langsung tampak
secara klinis pasca trauma.
D. Etiologi
Cedera kepala disebabkan oleh berbagai macam etiologi, diantaranya
adalah (Marbun, 2020).
1. Trauma Tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar.
Berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses
akselerasi-deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi
internal. Rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan cairan
dan perdarahan ptekie karena pada saat otak “ bergeser” akan
terjadi pergeseran antara permukaan otak dengan tojolan-tonjolan
yang terdapat dipermukaan dalam tengkorak laserasi jaringan
otak sehingga mengubah integritas vaskuler otak. Trauma tumpul
misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau terkena benda
tumbul seperti kayu, batu.
2. Trauma Tajam
Disebabkan oleh pisau atau peluru atau fragmen tulang pada
fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan
gerak (velocity) benda tajam tersebut menancap ke kepala atau
otak. kerusakan terjadi hanya pada area dimana benda tersebut
merobek otak (lokal). Obyek dengan velocity tinggi (peluru)
menyebabkan keruskan struktur otak yang luas. Adanya luka
11
terbuka menyebabkan risiko infeksi. Trauma tajam misalnya
terkena peluruh atau terkena benda tajam.
E. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan
adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi
cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala
terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan
durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada
ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel
saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme
otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan
koma (Sari, 2019).
12
13
F. Patofisiologi dan patoflodiagram
TRAUMA TUMPUL (Kecelakaan lalu lintas, TRAUMA TAJAM (terkena peluru atau
terjatuh, terkena kayu atau batu dll) benda tajam lainnya)
CEDERA KEPALA
Ekstra kranial (kulit kepala) Intra kranial /jaringan otak Tulang kranial
Ekstra kranial (kulit kepala) Ekstra kranial (kulit kepala)
16
Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi , peningkatan
pernafasan
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Computerized tomography scan (CT Scan) biasa digunakan
untuk pasien dengan nyeri kepala menetap atau muntah -muntah
yang tidak menghilang setelah pemberian obat-obatan
analgesia/antimuntah, pasien kejang – kejang, jenis kejang fokal
ebih bermakna terdapat pada lesi intrakranial dibandingkan
dengan kejang general, pasien dengan GCS menurun lebih dari
1 dimana faktor – faktor ekstrakranial seperti syok, febris, dan
sebagainnya telah disingkirkan, terdapat fraktur impresi dengan
lateralisasi yang tidak sesuai, terdapat luka tembus akibat benda
tajam dan peluru, serta pasien yang sudah dirawat selama 3 hari
namun GCS tidak membaik.
2. Magnetic resonance imaging (MRI) biasa digunakan untuk
pasien dengan abnormalitas status mental yang digambarkan
oleh CT Scan. MRI telah terbukti lebih sensitif daripada CT
Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragik
cedera aksonal.
3. EEG
Peran yang paling berguna EEG pada cedera kepala mungkin
untuk membantu dalam diagnosis status epileptikus non
konfulsif. Dapat melihat perkembangan gelombang yang
patologis. Dalam sebuah studi landmark pemantauan EEG terus
menerus pada pasien rawat inap dengan cedera otak traumatik.
Kejang konfulsif dan non konfulsif tetap terlihat dalam 22%.
Pada tahun 2012 sebuah studi melaporkan bahwa perlambatan
yang parah pada pemantauan EEG terus menerus berhubungan
dengan gelombang delta atau pola penekanan melonjak
dikaitkan dengan hasil yang buruk pada bulan ketiga dan
keenam pada pasien dengan cedera otak traumatik.
17
4. X – Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan atau edema), fragmen tulang (Rusdiana, 2018).
I. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek yang paling umum pada pasien cedera
kepala adalah (Marbun, 2020)
1. Gangguan kognitif
2. Gangguan integritas sensorik
3. Kejang segera
4. Hidrosefalus
5. Kebocoran cairan serebrospinal (CSF)
6. Cedera saraf vaskular atau kranial
7. Tinitus
8. Kegagalan organ, dan politrauma.
Politrauma termasuk disfungsi paru, kardiovaskular,
gastrointestinal, ketidakseimbangan cairan dan hormon,
trombosis vena dalam, pembekuan darah yang berlebihan, dan
cedera saraf. Pasien trauma kepala biasanya memiliki
peningkatan laju metabolisme, yang mengarah ke jumlah panas
yang berlebihan yang diproduksi di dalam tubuh.
Pembengkakan otak terjadi akibat trauma kepala dan
berkontribusi terhadap peningkatan tekanan intrakranial sebagai
akibat dari vasodilatasi serebral dan peningkatan aliran darah
otak.
Komplikasi jangka panjang yang terkait dengan trauma kepala
termasuk penyakit
1) Parkinson
2) Penyakit Alzheimer
3) Demensia pugilistika, dan epilepsi pasca trauma
18
J. Askep Teori
1. Pengakajian
a. Pengkajian primer
1) Airway cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway.
Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang
dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam
hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan
bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
2) Breathing dan ventilation Jalan nafas yang baik tidak
menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang
baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma
3) Circulation dan hemorrhage control
a. Volume darah dan curah jantung, kaji perdarahan klien.
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan
oleh hipovelemia. observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi
b. Kontrol perdarahan
4) Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control Dilakukan pemeriksaan
fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
19
b. Pengkajian sekunder
1. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat
badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, anggota keluarga, agama.
2. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan
yang diberikan segera setelah kejadian.
3. Aktivitas/istirahat
Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.,
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
4. Sirkulasi
Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi
5. Integritas Ego
Perubahan tingkah laku dan kepribadian, cemas,
mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif
6. Makanan/cairan
Mual, muntah dan mengalami perubahan selera,
muntah, gangguan menelan.
7. Eliminasi Gejala
Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
8. Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilangan pendengaran, gangguan
pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan
seperti ketajaman. Perubahan kesadaran bisa sampai
20
koma, perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh
emosi atau tingkah laku dan memoris.
9. Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala, wajah menyeringai, respon menarik
pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
istirahat, merintih
10. Pernafasan
Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
11. Keamanan
Trauma baru atau trauma yang disbebkan oleh karena
kecelakaan. Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh
B. Diagnosa
a) Gangguan perfusi jaringan perifer
b) Nyeri akut
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif
d) Pola nafas tidak efektif
e) Gangguan persepsi sensori
f) Defisit nutrisi
g) Perubahan pola eliminasi
h) Gangguan mobilitas fisik
PRIMARY SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama:
Klien mengalami penurunan kesadaran
Mekanisme Cedera :
Ny. YF mengalami cedera pada kepala bagian belakang, dimana
menyebabkan terjadinya perdarahan
Riwayat kesehatan:
Ny. YF merupakan warna negara asing yang berasal dari Rusia yang
mengalami kecelakaan lalu lintas saat sedang mengendarai motor tanpa
menggunakan helem dan ditabrak oleh pengendara motor lain yaitu gojek
yang juga sedang berkendara. Pengendara motor atau gojek meninggal di
tempat kejadian dan Ny. YF mengalami trauma di kepala dan mengalami
penurunan kesadaran. Ny. YF masuk IGD pada tanggal 8/6/2022 pagi
menggunakan ambulan dengan kondisi wajah mengalami bengkak dan
luka pada kepala, mengalami penurunan kesadaran dan mengalami luka
lecet pada ektermitas.
AIRWAY
22
Pengkajian:
Jalan Nafas : ☐ Paten ☒Tidak Paten
Obstruksi : ☐Lidah ☒ Cairan ☐ Benda Asing
Suara Nafas : ☐Snoring ☒ Gurgling ☐ Stridor
Keluhan Lain :
Ny. YF mengalami masalah pada jalan nafas yang diakibatkan oleh
akumulasi sekret bercampur darah yang berlebih akibat penurunan
kesadaran. Klien dilakukan suction berkala untuk membantu
mengeluarkan lendir pada jalan nafas.
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam, diharapkan
bersihan jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum/lendir menurun
2. Gurgling menurun
3. Dispnea menurun
4. Pola nafas membaik
5. Frekuensi nafas membaik
Intervensi (fokus):
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha nafas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing atau ronki
3. Monitor sputum/lendir (warna, jumlah, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Berikan posisi semi fowler
3. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
Implementasi
Nama
Implementasi Evaluasi &
paraf
23
08.0 - Monitor pola nafas S: -
0 (frekuensi, O:
kedalaman dan - Dispnea
usaha nafas) menurun
- Produksi
- Monitor bunyi nafas
tambahan sputum/lendir
09.0 menurun
0 - Monitor
- Tanpak lendir
sputum/lendir
(warna, jumlah dan bercampur darah
aroma) - Gurgling
menurun
- Memberikan posisi
09.1 semifowler - Pola nafas
5 cukup membaik
- Mempertahankan
- Frekuensi nafas
kepatenan jalan
nafas membaik
TD : 140/60
mmHg
10.0 - Melakukan
pengisapan lendir RR : 16 x/menit
0
berkala A:
- Bersihan jalan
nafas meningkat
P:
- Manajemen
jalan nafas
1. Monitor pola
nafas
2. Mempertaha
nkan
kepatenan
jalan nafas
3. Melakukan
pengisapan
lendir
24
berkala
BREATHING
Pengkajian:
Gerakan dada: ☒ Simetris ☐Asimetris
Irama Nafas : ☒ Cepat ☐ Dangkal ☐Normal
Pola Nafas : ☐Teratur ☒Tidak Teratur
Retraksi otot dada : ☒ Ada ☐Tidak ada
Sesak Nafas : ☒Ada ☐Tidak ada ☒RR : 26 kali/mnt
Keluhan Lain:
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
25
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan
gangguan ventilasi spontan menurun dengan kriteria hasil :
1. Dispnea menurun
2. Penggunaan otot bantu pernapasan menurun
3. PCO2 membaik
4. PO2 membaik
5. Takikardi membaik
Intervensi (fokus):
Observasi
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
4. Monitor saturasi oksigen
5. Monitor PCO2 dan PO2
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi semi fowler
3. Pertahankan penggunaan ventilator
Implementasi
Nama &
Jam Tindakan Evaluasi
Paraf
08.0 - Mengidentifikasi S: -
0 adanya kelelahan O:
- Dispnea cukup
otot bantu nafas
menurun
- Penggunaan otot
- Mengidentifikasi
bantu
efek perubahan
09.0 pernapasan
0 posisi terhadap
cukup menurun
status pernapasan
- PCO2 masi
meningkat 50,0
- Monitor status
mmHg
respirasi dan
26
09.1 oksigenasi - PO2 masi
5 meningkat
105.00 mmHg
- Monitor saturasi - Takikardi cukup
oksigen membaik
- Pasien terpasang
10.0
0 - Monitor PCO2 dan ventilator
PO2 - RR : 16 x/menit
- SpO2 98 %
A:
11.0 - Gangguan
- Berikan posisi semi
0 ventilasi spontan
fowler cukup menurun
P:
- Pemantauan
- Pertahankan
respirasi
penggunaan - Monitor irama
12.0
0 ventilator dan kedalaman
pernapasan
- Mengobservasi
penggunaan
ventilator pada
pasien
CIRCULATION
27
Pengkajian:
Nadi : ☒Teraba ☐Tidak teraba
Sianosis : ☐Ya ☒Tidak
CRT : ☐< 2 detik ☒> 2 detik
Pendarahan : ☒Ya ☐ Tidak ada
Jika Ya, ☐Internal ☒Eksternal
Keluhan Lain:
Dari hasil pengkajian Ny.YF tanpak pucat dan akral dingin
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
darah arteri atau vena
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan
perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
1. Warna kulit pucat menurun
2. Edema perifer menurun
3. Kelemahan otot menurun
4. Pengisian kapiler membaik
Intervensi (fokus):
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3. Monitor panas, kemerahan atau bengkak pada ektermitas
4. Monitor perdarahan pada pasien
5. Monitor kadar Hemoglobin pasien
Tereapeutik
1. Hindarai pemasangan infus dan pengambilan darah area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada daerah keterbatasan perfusi
3. Pemberian cairan sesuai indikasi
Kolaborasi
1. Observasi tindakan menjahit luka untuk hentikan perdarahan
Implementasi
Implementasi Evaluasi Nama &
Jam
paraf
08.0 - Memeriksa S: -
28
0 O:
- Pasien masih
tampak lemah
sirkulasi perifer - Kulit pucat
- Mengidentifikasi menurun
09.0 faktor resiko - Pengisian
0 gangguan sirkulasi kapiler < 2
detik
- Memonitor panas,
kemerahan dan - Tidak ada
bengkak pada kemerahan
ekstermitas
09.1 atau bengkak
5 - Monitor adanya pada
perdarahan berlebih ektermitas
- Akral teraba
- Pemberian cairan
infsus NaCL 2 jalur hangat
- HB : 12 g/dl
10.0
TD : 140/80
0 - Menghindari
pemasangan infus mmHg
dan pengambilan N : 120 x/menit
darah di area
S : 36 C
10.2 keterbatasan
5 perfusi
A:
- Menghindari - Perfusi perifer
pengukuran meningkat
tekanan darah pada P:
11.0 area keterbatasan - Perawatan
0 perfusi sirkulasi
1. Monitor
- Mengobservasi sirkulasi
tindakan menjahit perifer
luka untuk 2. Monitor
12.0 menghentikan cairan
0 perdarahan yang
diperlukan
pasien
3. Monitor
29
adanya
penurunan
kadar HB
DISABILITY
Pengkajian:
Respon : ☐Alert ☐Verbal ☐ Pain ☒ Unrespon
Kesadaran : ☐ CM ☐ Delirium ☐Apatis ☐Somnolen
☒Koma
GCS : ☒ Eye 1 ☒Verbal 1 ☒ Motorik 1(Total GCS 3 )
Pupil : ☐ Isokor ☒ Unisokor ☐Pinpoint ☐ Medriasis
Keluhan Lain:
Ny. YF datang dengan kondisi tidak sadarkan diri setelah mengalami
kecelakaan atau saat dilakukan tindakan, mengalami trauma pada kepala
bagian belakang.
Diagnosa Keperawatan: (Akual/Risiko)
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan cedera kepala
30
Rencana Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan
perfusi serebral meningkat atau tidak terjadi resiko perfusi serebral tidak
efektif dengan kriteria hasil
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Kognitif meningkat
3. Nilai rata-rata tekanan darah membaik
4. Tekanan darah sistolik membaik
5. Tekanan darah diastolik membaik refleks saraf membaik
Intervensi (fokus):
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
2. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
3. Monitor MAP
Terapeutik
1. Berikan posisi semi fowler
2. Cegah terjadinya kejang
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anti konvulsan
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmotik
Implementasi:
Nama &
Jam Implementasi Evaluasi
Paraf
08.0 - Mengidentifikasi
0 penyebab S:-
peningkatan TIK O:
- Keadaan
- Memonitor tanda umum lemah
dan gejala
- Tanpak
peningkatan TIK
09.0 pasien masi
0 - Memonitor MAP mengalami
penurunan
- Memberika posisi
semi fowler kesadaran
- E : 1 V : 1 M:
- Mencegah
1
09.1 terjadinya kejang
5 GCS 3
- Kolaborasi (Koma)
pemberian
31
10.0 - TD : 140/80
0 mmHg
- MAP
100mmHg
antikolvusan
- N : 108
Fenitoin 100 g/8
jam x/menit
- S : 36 C
- Kolaborasi
A:
pemberian Manitol
200 cc - Perfusi
serebral
menurun
P:
- Manajemen
penin
1.
Memonito
r tanda
dan gejala
peningkat
an TIK
2. Memonito
r MAP
3. Memberik
a posisi
semi
fowler
4. Kolaboras
i terapi
obat
SECONDARY SURVEY
ANAMNESA (SAMPLE)
Sign and Symptom (Tanda dan gejala sakit saat ini):
- Klien mengalami penurunan kesadaran
- E : 1 V : 1 M : 1 GCS : 3 (Koma)
- Perdarahan di kepala
- Pola nafas menurun
- Bersihan jalan nafas menurun
32
- Luka lecet di ektermitas
Allergies (Riwayat Alergi) :
- Tidak memiliki riwayat alergi
Medication (Obat yang sedang dikonsumsi saat ini :
- Paracetamol
- Omeprazole
- Cefriaxone
- Fenitoin
- Manitol
Past Illness (Riwayat Penyakit Sebelumnya):
- Tidak dapat dikaji, pasien mengalami penurunan kesadaran
Last Meal (Makan Minum Terakhir):
- Tidak dapat dikaji, pasien mengalami penurunan kesadaran
Event (Peristiwa Penyebab/mekanisme trauma):
- Ny. YF mengalami kecelakaan lalu lintas saat sedang mengendarai
motor tanpa menggunakan helem dan ditabrak oleh pengendara
motor lain yaitu gojek yang juga sedang berkendara. Pengendara
motor atau gojek meninggal di tempat kejadian dan Ny. YF
mengalami trauma di kepala dan mengalami penurunan kesadaran.
VITAL SIGN:
TD : 140/80 mmHg
HR : 120 x /menitT :
RR : 36 C x /menit
PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala, ☒Jejas, Lokasi : Kepala bagia belakang
Leher, ☐ Battle Sign : Negatif
spinal: ☐Racoon Eyes : Negatif
☒Edema pada wajah : Positif
☐ Krepitasi : Negatif
☐Rinhorhea : Negatif
☐ Otorhea : Negatif
☐Deviasi trakea : Negatif
☐Deformitas cervical & spinal : Negatif
☒ Temuan/keluhan lain :
Terdapat memar pada bagian wajah yaitu pada bagian dagu
Dada: Jejas, Lokasi : Tidak ada jejas
Ekspansi dada : Negatif
Flail chest : Negatif
Emfisema Subcutan : Negatif
Krepitasi : Negatif
33
Fraktur costae : Negatif
Hipersonor : Negatif
Dulness : Negatif
Auskultasi : Gurgling
Temuan lain : Terdapat luka lecet di bagian bahu
Abdomen Jejas, Lokasi: Tidak terdapat jejas di abdomen
Perforasi : Negatif
Distensi : Negatif
Edema : Negatif
Nyeri tekan : Negatif
Nyeri ketuk : Negatif
Peristaltik 13 kali/menit
Temuan/keluhan lain: Tidak ada
Muskulosk Hematoma : Negatif
eletal: Deformitas : Negatif
Edema : Negatif
Fraktur : Negatif
Krepitasi : Negatif
Pemendekan ekstremitas : Negatif
Temuan/keluhan lain : Tidak ada
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
☒ LABOLATORIUM .
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan
34
MCH 30,10 Pg
MCHC 33,40 g/dl
RDW 14,80 %
PLT 222,0 103/ul
MPV 11,10 fl
fl
NLR 0,59
PPT 11,6 detik
INR 1,02
APTT 23,9 detik
SGOT 254,0 U/L
SGPT 114,00
Albumin 4,26 U/L
g/dl
GDS 98
mg/dl
BUN 9,60 mg/dl
Kreatin 0,95 mg/dl
Kalium (K) serum 3,81
Natrium (Na) serum 141 mmol/L
Klorida (C) 103,6 mmol/L
Ph 7,34 mmol/L
PCO2 50,0
mmHg
pO2 105,00 mmHg
sO2c 98,0 %
35
Cefriaxone 2 gram/24 Iv Diberikan untuk
jam mengatasi infeksi
atau berfungsi
sebagai antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
36
Hemoragik Di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Tk. Ii Dr. Soedjono
Magelang Nusatirin.
Sari, Desi, Diana. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn ”A” Dengan Kasus :
Cedera Kepala Berat Di Ruang Igd Rsud H.Hanafie Muara Bungo Tahun
2019. Karya Tulis Ilmiah
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standa Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat
37
38
.
39