Disusun Oleh :
Kelompok 7
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau kulit,
Connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponereutika,
loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. Kulit kepala
memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala
akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak anak.
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak
saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak serebelum. Struktur tulang
yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.
Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan
luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur
yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa anterior
(didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis,
oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan sereblum)
3. Lapisan pelindung otak / Meninges
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan
darah vena ke otak.
4. Otak
1) Sereblum
ifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dpat
membawa rangsangan cita rasa ke otak.
Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intrakranial dan cairan serebrospiral di dalam tengkorak pada 1
satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan
berkisar ± 15mmHg.
Ruang kranial yang kalua berisi jaringan otak (1400gr), Darah (75 ml),
cairan serebrospiral (75ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro- Kellie
menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan
perubahan pada volume darah serebral tanpa adanya perubahan, TIK akan
naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi menyebabkan turunnya batang otak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
C. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang
dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1. Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi
dn deselerasi)
2. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.
3. Kecelakaan lalu lintas
4. Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
5. Terjatuh
6. Benturan langsung dari kepala
7. Kecelakaan pada saat olahraga
8. Kecelakaan industri.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Judha (2011) tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain sebagai berikut:
1. Skill fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan hidung
(othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timpani, periobital ecimos (brill
haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan penglihatan, hilang
pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata,
dan vertigo.
2. Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5 mennit,
amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusins dibagi
menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam contusion. Tanda yang terdapat:
a. Pernapasan tidak normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau cepat.
b. Pupil mengecil, equal dan reaktif jika kerusakan sampai baang otak bagian
atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan keabnormalan pupil.
E. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yangdiam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparanbenda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah.Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
Gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi
rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba
dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat
atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen.Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali
membuat fungsi stabil, sehinggasel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memarpada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragikarena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera
otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada areacedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnyabisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yangterjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
ataupun hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama
motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Mardjono &
Sidhartha, 2010).
F. Pathways
Benturan kepala
Trauma kepala
Trauma pada jaringan
lunak Trauma akibat deselarisasi/ akselerasi Robekan dan distorsi
Merangsang hipotalamus Merangsang inferior Kerusakan hemisfer Penurunan kesadaran Hipoksia jaringan
hipofises motorik
Hipotalamus terviksasi Kerusakan pertukaran
Mengeluarkan steroid dan Penurunan kekuatan dan Gangguan Kekacauan gas
Produks ADH dan adrenal tahanan otot persepsi pola bahasa
aldosteron sensori Pernapasan
Sekresi HCL digaster ↑ Gangguan mobilitas fisik dangkal
Retensi Na+H2O Gangguan
komunikasi verbal Pola napas tidak
Defisit Nutrisi
Gangguan keseimbangan efektif
cairan dan elektrolit
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mutaqin 2008 Pemeriksaan Penujunang Pasien cedera Kepala :
1. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
6. BAER Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSS Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
9. Kadar elektrolit Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intracranial
10. Screen toxilogy Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Rontgen thoraks menyatakan akumulasi
udara/cairan pada area pleural
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status repirasi.
Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan. (Smeltzer and Bare, 2010)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure) maka faktor yang harus diperhitungkan ula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative
memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah. Selain itu perlu dikontrol
kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebral. Sekalipun
tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme
intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi
endotrakeal hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien
yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan
ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
a. Bedrest total
b. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
c. Pada trauma berat, karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaan dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama tidak perlu banyak cairan. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
menurun maka makanan diberikan melalui nasogastric tube. Pemberian protein
tergantung dari nilai urenitrogennya.
I. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
1. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira-kira 72 jam
setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.