Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS
PADA PASIEN CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
DI RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR

Oleh :
ALDILLA NUR SUKMA TRISNAINI
NIM. 40219003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS
PADA PASIEN CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
DI RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSUD MARDI WALUYOKOTA BLITAR

NAMA : ALDILLA NUR SUKMA TRISNAINI

NIM : 40219003

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMEBIMBING LAHAN (CI) PEMEBIMBING INSTITUSI

(…………………………………..….) (…………………………………..….)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI STROKE / CVA


Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan sebagai
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak (Yueniwati, 2016). Chandra B. pada tahun 1996 menjelaskan bahwa stroke
adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan peredaran
darah otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal pada otak yang terganggu, baik yang terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) (Noerjanto M., 2012).
Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan kematian
jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak.Istilah stroke memang banyak digunakan, namun bukan
merupakan istilah yang tepat untuk definisi awal dari defisit neurologis secara
tibatiba. Secara klinis, kondisi ini sering disebut cerebrovascular accident. Stroke
atau cerebrovascular accident adalah gangguan pasokan darah otak yang dapat
terjadi karena beberapa kondisi patologis termasuk aterosklerosis, trombosis,
emboli, hipoperfusi, vaskulitis dan stasis vena yang dapat mempengaruhi
pembuluh otak dan menyebabkan stroke (Turanjanin et. al., 2012).

B. ANATOMI OTAK
Menurut Hetty Anggrawati & Sagung Agung (2017), anatomi fisiologi otak adalah
sebagai berikut :
1. Pengertian sistem persarafan
Salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapi
dalamorganisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
2. Pembagian Susunan Saraf
Pembagian Susunan Saraf adalah sebagai berikut :
a. Susunan Saraf Sentral
i. Medula spinalis
ii. Otak
 Otak besar
 Otak kecil
 Batang Otak
b. Susunan Saraf Perifer
i. Susunan saraf somatic : Adalah susunan saraf yang mempunyai peranan
spesifik untuk mengaturaktivitas otot sadar atau otot lintang.
ii. Susunan saraf otonom : Mempunyai peranan penting mempengaruhi
pekerjaan otot tak sadar (ototpolos) seperti : jantung, hati, pankreas,
sistem pencernaan, dan kelenjar.
 Susunan saraf simpatis.
 Susunan saraf para simpatis.

Gambar 1. Syaraf Simpatis dan Parasimpatis


3. Jenis Sel Saraf
a. Jenis Sel Saraf Menurut Rangsangannya
i. Sel saraf (sel ganglion = Neuron)
Gerigi yang banyak bercabang menghubungkan sel itu sesamanya
disebutdendrit, alat penghubung inilah yang disebut neuron.
ii. Serabut saraf (neurit) = akson.
Bagian utama serabut saraf disebut sumbu toraks terdapat di tengah
tengah sekali disebut benang saraf. Sumbu saraf mempunyai benang
sarafterdiri dari zat lemak disebut meilin. Sumbu toraks yang tidak
mempunyai selaput kelihatan ke abu-abuan atau serabut saraf gaib (saraf
sulung) sekeliling serabut saraf ini ada selaput bening disebut selaput
schwan.
4. Meningen (Selaput Otak)
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi
stuktursyaraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
serebro spinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan.
a. Duramater (Lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat,
dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan durameter propia
di bagiandalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah.
Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah
vena dari otak, rongga inidinamakan sinus longitudinal superior, terletak di
antara kedua hemisfer otak.
b. Arakhnoid (Lapisan Tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater
membentuksebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan sarafsentral.
c. Piamater (Lapisan Sebelah Dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak,
piamaterberhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat
yang disebuttrabekel.
i. Diafragma Sellae
Adalah lipatan berupa cincin dalam duramater dan menutupi sela tursika
sebuahlekukan pada tulang stenoid yang berisi hipofiser.
ii. Sistem Ventrikel
Terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang berhubungan satu sama
lainnnyake dalam rongga itu, fleksus koroid mengalirkan cairan (liquor
serebro spinalis).Cairan serebro spinalis adalah hasil sekresi fleksus koroid,
cairan ini bersifat alkalimirip plasma.
Fungsi cairan serebro spinalis :
1. Kelembaban otak dan medula spinalis.
2. Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.
3. Melicinkan alat-alat dalam medula spinalis dan otak.
Komposisi cairan serebro spinalis terdiri dari air, protein, glukosa, garam,
dan sedikitlimfosit dan CO2.

Gambar 2. Selaput Meningen


5. Otak
a. Pengertian Otak
Merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena pusat komputer dari
semuaalat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga
tengkorak (kranium)yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
b. Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga tengkorak (kranium) berkembang dari sebuah
tabung yangmulanya memperlihatkan 3 gejala pembesaran otak awal, yaitu :
i. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
ii. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kusdrigeminus.
iii. Otak belakang, menjadi pons varoli, medula oblongata, dan serebelum.
c. Bagian - Bagian Otak
1) Serebrum (Otak besar)
a) Pengertian
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk
telur,mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masingdisebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media.Otak
mempunyai 2 permukaan, yaitu: permukaan atas dan
permukaanbawah.Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat
kelabu) yaitu bagiankorteks serebral dan zat putih terdapat pada bagian
dalam yangmengandung serabut saraf.
b) Pada otak besar ditemukan beberapa lobus, yaitu:
 Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak di
depansulkus sentralis.
 Lobus parietalis terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangioleh
karaco oksipitalis.
 Lobus temporalis terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dandi
depan lobus oksipitalis.
 Oksipitalis adalah bagian otak yang mengisi bagian belakang
dariserebrum.
c) Korteks Serebri
Menurut Campbel pembagian otak juga dapat di bagi dalam bentuk
korteksserebri menjadi 20 area, secara umum korteks serebri dibagi
menjadi 4bagian, yaitu :
 Korteks Sensoris
Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurusbagian badan. Luas daerah korteks yang menangani suatu
alat ataubagian tubuh tergantung pada fungsi alat yang bersangkutan.
Selainitu korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian
tubuhbilateral lebih dominan.
 Korteks Asosiasi
Tiap indera manusia, korteks asosiasi sendiri-sendiri
 Korteks Motoris
Menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya
adalahkontribusi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian
tubuhkontra lateral.
 Korteks Pre-frontal
Terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental
dankepribadian.
 Pusat Bicara
Pusatnya pada temporalis dan lobus parietalis.
 Ganglia Basalis
Adalah kumpulan badan-badan sel saraf di dalam diensepalon
danmesensepalon yang berfungsi pada aktivitas motorik (menghambat
tonusotot, menentukan sikap), gerakan dasar yang terjadi otomatis
sepertiekspresi wajah dan lenggak-lenggok waktu berjalan.
 Substansi Putih
Terletak lebih dalam dan terdiri dari serabut saraf milik sel-sel
padakorteks.
 Kapsula Interna
Terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang
menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum
tulangbelakang.
Fungsi serebrum terdiri dari :
1. Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani: aktivitas mental, akal,
intelegensi,keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
2) Batang Otak (Trunkus Serebri)
Terdiri dari yaitu :
a) Diensefalon
Adalah bagian otak paling atas terdapat di antara serebelum
denganmesensepalon, kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depanlobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut
menghadapke samping.
Fungsi dari diensepalon adalah :
1. Vaso kontruktor, mengecilkan pembuluh darah.
2. Respiratori, membantu proses persarafan.
3. Mengontrol kegiatan reflek
4. Membantu pekerjaan jantung.
b) Mesensepalon
Fungsinya adalah :
 Membantu pergerakan bola mata dan mengangkat kelopakmata.
 Memutar mata dan pergerakan mata.
c) Pons Varoli
Fungsinya untuk :
 Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antaramedula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
 Pusat saraf nervus trigeminus.
d) Medula Oblongata
Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
danmenghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Berfungsisebagai organ yang menghantarkan impuls dari medula spinalis
danotak yang terdiri dari :
 Mengontrol pekerjaan jantung
 Mengecilkan pembuluh darah (Vasokonstruktor).
 Pusat pernapasan (Respiratory Center).
 Mengontrol kegiatan reflek.
3) Serebelum (Otak Kecil)
a) Ciri-cirinya adalah :
 Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkandengan
serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh ponsvaroli dan di
atas medula oblongata.
 Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermisdan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
b) Korteks serebelum dibentuk oleh substansi grisea yang terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
 Lapisan granular luar.
 Lapisan purkinye
 Lapisan granular dalam.
Serabut saraf yang masuk dan yang ke luar dari serebrum harus
melewatiserebelum.
c) Fungsi serebelum adalah :
i. Arkhioserebelum (Vestibulo Serebelum) : serabut aferen berasal
daritelinga dalam diteruskan oleh venus VIII (auditorius)
untukkeseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak.
ii. Paleaserebelum (Spinoserebelum) :sebagai pusat penerima impulsdari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus(Nervus
Trigeminus) kelopak mata, rahang atas dan bawah, serta
ototpengunyah.
iii. Neoserebelum (Ponto Serebelum) :untuk menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan
sisi badan.

Gambar 3. Anatomi otak

Gambar 4. Fisiologi Otak


6. Saraf Kepala (Saraf Otak)
Terdiri dari :
a. Nervus olfaktotius
 Merupakan urutan saraf I.
 Sifatnya sensorik
 Menpersarafi hidung membawa rangsanagn aroma (bau-bauan)
 dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus Optikus
 Merupakan urutan saraf II.
 Sifatnya sensoris
 Mempersarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke
 otak.
c. Nervus Okulomotoris
 Merupakan urutan saraf III.
 Sifatnya motoris
 Mempersarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata) yang di
 dalamnya terkandung serabut-serabut saraf otonom (para simpatis).
d. Nervus Troklearis
 Merupakan urutan saraf IV.
 Sifatnya motoris
 Mempersarafi otot-otot orbital yaitu mata, memutar mata, danpenggerak
bola mata.
e. Nervus Trigeminus
 Merupakan urutan saraf V.
 Sifatnya majemuk (sensoris motoris) , yang mempunyai 3 cabangyaitu :
(1) Nervus Optalmikus
 Sifatnya sensorik yang mempersarafi kulit kepala bagian depan
 kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata, dan bola mata.
(2) Nervus Maksilaris
 Sifatnya sensorik yang mempersarafi gigi-gigi atas, bibir atas,
 palatum, batang hidung, rongga hidung, dan sinus maksilaris.
(3) Nervus Mandibularis
 Sifatnya majemuk (sensori dan motoris), serabut-serabut
 motorisnya mempersarafi otot-otot pengunyah. Sedangkan
 serabut-serabut sensorisnya mempersarafi gigi bawah, kulit
 daerah temporal dan dagu
f. Nervus Abdusen
 Merupakan urutan saraf VI.
 Sifatnya motoris
 Mempersarafi otot-otot orbital sebagai penggoyang sisi mata.
g. Nervus Fasialis
 Merupakan urutan saraf VII.
 Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris)
 Serabut-serabut sensorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaputlendir
rongga mulut.
h. Nervus Auditorius
 Merupakan urutan saraf VIII.
 Sifatnya sensoris
 Mempersarafi alat pendengar membawa rangsangan daripendengaran dan
dari telinga ke otak.
i. Nervus Glossofaringeus
 Merupakan urutan saraf IX.
 Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris)
 Mempersarafi faring, tonsil, rangsangan cita rasa, dan lidah.
j. Nervus Vagus
 Merupakan urutan saraf X
 Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris)
 Mempersarafi faring, laring, paru-paru, esophagus, gaster
intestinumminor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen, dan lain-
lain.
k. Nervus Assesorius
 Merupakan urutan saraf XI
 Sifatnya motoris,
 Mempersarafi leher, otot leher, muskulus sternokloide mastoid
danmuskulus trapezius.
l. Nervus Hipoglosus
 Merupakan urutan saraf XII.
 Sifatnya motoris
 Mempersarafi otot-otot lidah, lidah, dan cita rasa.
Gambar 5. Anatomi otak

C. ETIOLOGI
Menurut Setyopranoto (2011), stroke disebabkan oleh :
1. Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke
otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun
hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan
terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih
reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai sampai <10 mL/100 gram
jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan
membran yang ireversibel membentuk daerah infark.
2. Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.
3. Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan
arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.
4. Faktor Risiko Stroke
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk
pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya
kualitas hidup. Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko
dilaksanakan dengan ketat.
D. KLASIFIKASI STROKE
Para ahli mengklasifikasikan stroke menjadi beberapa macam.
Pengklasifikasian tersebut ada yang berdasarkan gambaran klinis, patologi
anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-
beda ini perlu karena setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif
dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi
modifikasi Marshall untuk stroke adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke Iskemia
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Trombosit serebri
3) Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Pendarahan intraserebral adalah kondisi ketika terjadi kebocoran pada
pembuluh darah yang menyuplai jaringan otak. Pendarahan
intraserebral dapat menyebabkan kerusakan pada otak Anda secara
permanen. Pendarahan intraserebral biasanya muncul secara tiba-tiba.
2) Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage atau
SAH)adalah perdarahan mendadak di celah antara otak dan membran
tengah yang membungkus otak. perdarahan biasanya berasal dari
robekan tonjolan abnormal dalam pembuluh darah otak (pembengkakan
pada dinding arteri otak) yang berakibat fatal.
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

E. FAKTOR RISIKO STROKE


Ada 2 kelompok utama faktor risiko stroke(Yueniwati, 2016). Kelompok pertama
ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal
sehingga tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang termasuk kelompok ini adalah :
1. Usia
2. jenis kelamin
3. ras
4. riwayat stroke dalam keluarga,
5. serangan Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya.
Kelompok yang kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan
dapat dimodifikasi. Faktor risiko utama yang termasuk kelompok kedua yaitu :
1. Hipertensi
2. diabetes mellitus,
3. merokok,
4. hiperlipidemia,
5. intoksikasi alkohol

F. MANIFESTASI KLINIS STROKE


Manifestasi klinis dari stroke menurut Nurarif dan Hardi (2015) yaitu :
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan eparo badan
2. Tiba-tiba hilamg rasa peka
3. Bicara cidera atau pelo
4. Gangguan bicaraa dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadarn menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak
Menurut Setyopranoto (2011) tanda gejala stroke adalah sebagai berikut :
1. Hemidefisit motorik,
2. Hemidefisit sensorik,
3. Penurunan kesadaran,
4. Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
5. (XII) yang bersifat sentral,
6. Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa
7. (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
8. (demensia),
9. Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),
10. Defisit batang otak.
G. PATOFIIOLOGI STROKE
Otak mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dengan berat hanya
2% dari berat badan, menggunakan 20% oksigen total dari 20% darah yang
beredar. Pada keadaan oksigenisasi cukup terjadi metabolisme aerobik dari 1 mol
glukosa dengan menghasilkan energi berupa 38 mol adenosin trifosfat (ATP)
yang diantaranya digunakan untuk mempertahankan pompa ion (Na-K pump),
transport neurotransmitter (glutamat dll) kedalam sel, sintesis protein, lipid dan
karbohidrat, serta transfer zat-zat dalam sel, sedang menghasilkan energi 2 ATP
dari 1 mol glukosa (Setyopranoto, 2011). Keadaan normal aliran darah otak
dipertahankan oleh suatu mekanisme otoregulasi kuang lebih 58 ml/100 gr/menit
dan dominan pada daerah abu-abu, dengan mean arterial blood presure (MABP)
antara 50-160 mmHg. Mekanisme ini gagal bila terjadi perubahan tekanan yang
berlebihan dan cepat atau pada stroke fase akut. Jika MABP kurang dari 50
mmHg akan terjadi iskemia sedang, jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi
gangguan sawar darah otak dan terjadi edema serebri atau ensefalopati
hipertensif. Selain itu terdapat mekanisme otoregulasi yag peka terhadap
perubahan kadar oksigen dan karbondioksida.
Kenaikan kadar karbondioksida darah menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah dan kenaikan oksigen menyebabkan vasokontriksi. Nitrik-oksid merupakan
vasodilator lokak yang dilepaskan oleh sel endotel vaskuler. Gangguan aliran
darah otak akibat oklusi mengakibatkan produksi energi menurun, yang pada
gilirannya menyebabkan kegagalan pompa ion, cedera mitokondria, aktivasi
leukosit (dengan pelepasan mediator inflamasi), generasi 8 radikal oksigen, dan
kalsium dalam sel, stimulasi phospolipase dan protease, diikuti oleh pelepasan
prostaglandin dan leukotrien kerusakan DNA dan sitoskeleton, dan akhirnya
terjadi kerusakan membran sel. Perubahan komponen genetik mengatur unsur
kaskade untuk mengubah tingkat cedera. AMPA (alpha amino 3 hidroksi 5 metil
4 isoxazole asam propionat) dan NMDA (N-metil d aspartat) (Setyopranoto,
2011).
Tujuan utama dari intervensi adalah untuk memulihkan aliran darah nrmal
otak sesegera mungkin dan melindungi neuron karena mengganggu atau
memperlambat cascade iskemik. Studi menggunakan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET) menunjukkan bahwa
iskemia akan cepat menghasilkan kerusakan jaringan otak yang permanen
(ischemic core) dan dikelilingi oleh hipoksia tetapi berpotensi untuk
diselamatkan (penumbra) bila segera dilakukan intervensi secepat mungkin. Otak
sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai cadangan oksigen
apabila tidak adanya suplai oksigen maka metabolisme di otak 9 mengalami
perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam waktu 3
sampai 10 menit.
Iskemia dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat
menjadi infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang
terserang stroke secara permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang
terkena. Stroke itu sendiri disebabkan oleh adanya arteroskelorosis.
Arteroskelorosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terdapat di
dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah kejaringan
otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral
tidak adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
(Jatiningrum, 2018).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke
hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial
maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh
darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang
mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena
kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan
subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri
otak di ruang subarakhnoidal (Jatiningrum, 2018).
2. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tibatiba terganggu oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama
disebabkan oleh trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya
dapat menyebabkan penurunan atau gangguan dalam aliran darah otak (CBF)
yang mempengaruhi fungsi neurologis akibat perampasan glukosa dan
oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh trombus arteri kecil
atau besar, 20% adalah emboli berasal, dan lain-lain memiliki penyebab yang
tidak diketahui. Stroke iskemik fokal disebabkan oleh gangguan aliran darah
arteri ke daerah tergantung dari parenkim otak oleh trombus atau embolus.
Dengan kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau
jam), dari defisit neurologis fokal konsisten dengan lesi vaskular yang
berlangsung selama lebih dari 24 jam.
Stroke iskemik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa
etiologi dan manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada aliran
darah ke otak, maka akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan otak. EEG
menunjukkan penurunan aktivitas listrik dan seacara klinis otak mengalami
disfungsi (Nemaa, 2015). Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka
oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun,
akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca
berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih
negatif. Sehingga terjadi membran depolarisasi.
Saat awal depolarisasi membran sel masih 11 reversibel, tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan
otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10
ml / 100 gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang
menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H.
Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai
pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap
mikrosirkulasi (Jatiningrum, 2018). Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga
terjadi perluasan daerah iskemik.Terdapat dua patologi utama stroke iskemik
adalah :
a) Trombosis
Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi
akibat perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya
elastisitas dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini
merupakan respon normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan
endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah
terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel
otot polos dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding arteri
yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau menghalangi sama
sekali aliran pembuluh darah ke otak.
Akibat terjadinya aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh
terbentuknya bekuan darah atau trombus yang teragregasi platelet pada
dinding pembuluh darah dan akan membentuk 12 fibrin kecil ya ng
menjadikan sumbatan atau plak pada pembuluh darah, ketika arteri dalam
otak buntu akibat plak tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam
otak akan gagal dan perfusi terganggu, sehingga akan mengakibatkan
kematian sel dan mengaktifkan banyak enzim fosfolipase yang akan
memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan
pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan
atau kematian sel (Jatiningrum, 2018). Apabila bagian trombus tadi
terlepas dari dinding arteri dan ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri
yang lebih kecil, maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri
tersebut, bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboil.
b) Emboli
Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari
jantung. Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan
untuk rekuren relatif tinggi. Resiko stroke emboli dari jantung meningkat
dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya prevelansi fibrilasi
atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan
menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak
tanpa tanda-tanda klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah onset
stroke emboli yang disertai infark besar(Jatiningrum, 2018).

H. MANAGEMENT STROKE
Secara umum, perbaikan stroke dapat digambarkan seperti penjelasan
berikut ini (Yueniwati, 2016):
1. Sebesar 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna.
2. Sebesar 25% pulih dengan kelemahan minimum.
3. Sebesar 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat dan membutuhkan
perawatan khusus.
4. Sebesar 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau
fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.
5. Sebesar 15% langsung meninggal setelah serangan stroke.
Terdapat dua tipe perbaikan stroke yang mempengaruhi perilaku aktifitas
kehidupan sehari-hari yaitu tingkat defisit neurologis dan tingkat fungsional.
Perbaikan neurologis merujuk adanya peningkatan hubungan spesifik antara
stroke dengan defisit neurologis seperti defisit motorik, sensorik, visual, atau
bahasa. Perbaikan fungsional merujuk adanya peningkatan pada aktifitas
perawatan diri sendiri dan mobilitas yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
perbaikan neurologis. Perbaikan paling sering melibatkan beberapa kombinasi
dari peningkatan neurologis dan fungsional. Pengelolaan stroke dibagi dalam 3
tahap yaitu: (1) akut, (2) rehabilitasi aktif, (3) adaptasi terhadap
lingkungan/sosialisasi (Yueniwati, 2016). Pada fase akut, pasien stroke menjalani
penanganan medikamentosa yang intensif, pengendalian tekanan darah, gula
darah, dan rehabilitasi pasif. Setelah fase akut terlewati, baru pasien ditangani
rehabilitasi aktif, di samping itu juga beradaptasi dengan lingkungannya. Adanya
pengurangan defisit neurologis pada pasien stroke terjadi karena hal berikut ini:
(1) hilangnya edema serebri, (2) perbaikan sel saraf yang rusak, (3) adanya
kolateral, dan (4) “retraining” (plastisitas otak). Secara umum, impairment yang
disebabkan oleh stroke adalah hemiplagi atau hemiparesis yaitu sebesar 73%-88%
pada stroke akut (Yueniwati, 2016).
Menurut Nurarif (2015), penatalaksanaan stroke dibedakan berdasarkan
stadiumnya , yaitu :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
danmerupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakanjaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O.Dilakukan pemeriksaan CT scanotak,
elektrokardiografi, foto toraks, darahperifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosadarah, kimia darah (termasuk elektrolit);
jika hipoksia, dilakukan analisis gasdarah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukunganmental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetaptenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun
penyulit.Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaahsosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepadakeluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluargaserta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 30
derajat, kepala dan dadapada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam;
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salinisotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jikadidapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150
mg% harus dikoreksi sampai batas gula darahsewaktu 150 mg% dengan
insulin dripintravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasisegera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicaripenyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi
dengan pemberian obat-obatansesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu
segera diturunkan, kecuali bila tekanansistolik ≥220 mmHg, diastolik
≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure(MAP)≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), ataudidapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natriumnitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jamdan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter-koreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥110 mmHg.Jika kejang, diberi diazepam 5-
20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang.Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi
manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga
diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum :Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300
mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberianmanitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus :Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatantekanan intrakranial
akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi,
maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenousmalformation, AVM).

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


Pemeriksaan Penunjang Kemajuan teknologi kedokteran memberikan
kemudahan untuk membedakan antara stroke hemoragik dan stroke iskemia
dengan ditemukannya berbagai modalitas radiologi,yaitu :
1. computerized tomograph scanning (CT Scan),
2. cerebral angiografi,
3. elektroensefalografi (EEG),
4. magnetic resonance imaging (MRI),
5. elektrokardiografi (EKG),
6. USG Doppler
7. Lumbal pungsi
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)

J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. Pengkajian
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
1. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (airway and breathing)
Masalah yang mungkin ditemukan :
1) Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan
reflex batuk.
2) Adakah tanda – tanda lidah jatuh kebelakang
3) Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor
4) Cacat jumlah dan irama nafas
b. B2 (Blood / sirkulasi)
Deteksi adanya : adanya tanda – tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan
tekanan darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi
c. B3 (Brain / persyarafan, otak)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil,
unilateral , observasi tingkat kesadaran Stroke menyebabkan berbagai
defisit neurologi, tergantung pada lokasi lesi (pemuluh dara mana yang
tersumbat) ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
koleteral (sekunder dan asesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lain, pengkajian pada B3
(Brain) meliputi :
1) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran pada klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon 27 terhadap
lingkungan adalah indikator pling sensitif untuk disfungsi sistem
pernafasan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran kliean stroke biasanya berkisaran dalam tingkat
latargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.
Penurunan kesadaran merupakan tanda utama trauma kapitis.
Saat ini penurunan kesadaran dinilai menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS), dan merupakan keseharusan untuk dikuasai oleh setiap
para medik. Nilai Normal Glasglow Coma Scale Nilai Glasglow Coma
Scale ( GCS ) :
 Menilai respon membuka mata (E)
4 : Spontan membuka mata
3 : Membuka mata dengan perintah (Suara, sentuhan )
2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri
1. : Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun
 Menilai respon verbal / respon bicara ( V)
5 : Berorientasi dengan baik
4 : Bingung, berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu
3 : Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
2 : Bisa mengeluarkan suara tanpa hati ( mengerang) 1 : Tidak
bersuara
 Menilai respon motorik
6 : mengikuti perintah
5 : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberikan rangsangan Nyeri
4 : Withdraws (menghindar / menarik extermitas atau tubuh
menjauh stimulus saat diberi rangsangan nyeri )
3 : Menjauhi rangsangan nyeri
2 : Okstensi spontan
1 : Tidak ada gerakan
Kesimpulan : (compos mentis GCS : 15 – 14 / Apatis GCS 13 – 12 /
Somnolen GCS 11 – 10 / Delirium GCS : 9 – 7 / Sporo coma GCS : 6
– 4 / Coma GCS : 3
2) Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktifitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
dan biasanya status mental klien mengami perubahan.
b) Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu 29 kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan dan tidak begitu nyata.
c) Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung pada daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke). Didapatkan disfagia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dan girus frontalis inferior
(AREA BROCA) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancer, disartia (kesulitan berbicara) ditunjukan dengan
bicara sulit dimengerti dan menyebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasikan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti ketika klien mengamnbil sisir dan ketika
untuk berusaha untuk menyisir rambutnya.
d) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, kapasitas, memori, atau
fungs intellectual kortikal ynag lebih tinggi mungkin
rusak.masalah psikologis lainnya juga terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi,
dendam, dan kurang kerjasama .
e) Hemisfer Hemisfer kanan didapatkan himiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan
tersebut.
3) Pengkajian saraf kranial.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial 1 – 12
a) Saraf 1 (Olfaktorius) Untuk mendeteksi adanya gangguan
menghirup, selain itu untuk mengetshui apakah gangguan
tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung
local. Cara pemeriksaan : - sebelumnya pemeriksaan lubang
hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip. i. Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien
diminta untuk mencium bau – bau itu tersebut yang tidak
merangsang. ii. Tiap lubang hidung dipriksa satu persatu dengan
jalan penutup lubang hidung yang lainya dengan tangan. Contoh
bahan : teh, tembakau, kopi, sabun, jeruk.
b) Saraf 2 (optikus) Membandingkan ketajaman penglihatan dengan
menggunakan kartu snallen.pasien diminta untuk melihat huruf
huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu.
c) Saraf 3 (Okulomotorius ) Merupakan nervus yang mempersarafi
otot – otot bola mata externa, levator palpebral dan konstriktor
pupil
d) Saraf 4 (trokhlearis) Pemeriksadan pupil dengan menggunakan
penerangan senter kecil.
e) saraf 5 (trigeminus) Merupakan syaraf yang mempersyarafi
sensoris wajah dan otot pengunyah alat yang digunakan : kapas,
jarum, bojangka dan botol berisi air panas, kuliper/ dan gaarpu
penala.
f) Saraf 6 (abdusens) (motorik) Fungsinya otot bola mata dengan
keenam arah utama yaitu lateral.
g) Saraf 7 fasialis (motorik dan sensori) Dengan memberikan
sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan seperti gula, garam
dan kina.
h) Saraf 8 vestibuloklearis (sensori) Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
i) Saraf 9 glosso – faringius (motorik dan sensorik) Cara memeriksa
dengan menyentuh tongspatel ke posterior faring pasien.
j) Saraf 10 (vagus) ( motorik dan sensori) pasien disuruh membuka
mulut lebar lebar dan disuruh berkata” aaaaaa” kemudian dilihat
apakah terjadi regurgitasi ke hidung.
k) Saraf 11 aksesorius ( motorik) Dengan menyuruh pasien
menengok kesatu sisi melawan tangan pemeriksa, pemeriksa
mempalpasi otot wajah.
l) Saraf 12 hipoglosus ( motorik) pasien disuruh menjalurkan lidah
dan menarik lidah kembali, dilakukan berulang kali
4) Pengkajian sistem motorik
CVA (Cerebro Vaskuler Accident) adalah penyakit saraf motorik yang
mengakibatkan kehilangan kontrol vounter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena itu gangguan kontrol vounter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada sisi perlawanan dari otak.
a) Inspeksi umum Didapatkan hemiplegi (pralisis pada satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain.
b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c) Tonus otot. Didapatkan meningkat
d) Kekuatan otot. pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapat tingkat Kekuatan Otot pada
sisi sakit
 Skala 0 Artinya otot tak mampu bergerak / lumpuh total,
misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0
berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempat walau sudah
diperintah untuk bergerak.
 Skala 1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan
oleh otot tersebut.
 Skala 2 Dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah
sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telengkup
atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak
mampu bergerak.
 Skala 3 Dapat menggerakan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakan tapak tangan dari jari.
 Skala 4 Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang
ringan.
 Skala 5 Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal (normal)
e) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena hamiparese dan hemiplegia
d. B4 (Bladder / perkemihan)
Setelah CVA klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan untuk mengendalikan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan control motorik dan
postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.
selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril.
inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel / pencernaan)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asem lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konsipasi akibat 34 penurunan
peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukan
kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone / tulang dan integument)
CVA (Cerebro Vaskuler Accident) adalah penyakit UMN dan
mengakibatkan kehilangan volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang gangguan control motor volunteer
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi ) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk.selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
1. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
2. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
4. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Penurunn kapasitas adaptif intra kranial b.d edema cerebral
2) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler
3) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler
4) Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler
5) Resiko jatuh dengan faktor resiko kekuatan otot menurun
6) Resiko gangguan kerusakan kulit b.d penurunan mobilitas
Post operasi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan napas
buatan (Endotracheal Tube)
4. Intervensi keperawatan

Diagnosa SIKI
No. ALKI
Keperawatan
1. Penurunan Setelah dilakukan Pemantauan TIK
kapasitas adaptif tindakan keperawatan 1. Observasi
intra kranial b.d diharapkan  Identifikasi penyebab
edema cerebral mekamisme peningkatan tekanan intra
dinamikan intrakranial kranial
stabil dengan luaran :  Monitor peningkatan
a. Muntah menurun tekanan darah
b. Tekanan darah  Monitor pelebaran tekanan
membaik nadi (selisih tekanan sistole
c. Tekanan nadi diastole)
membaik  Monitor penurunan
d. Pol nafas frekuensi jantung’
membaik  Monitor irreguleritas irama
e. Refleks pupil nafas
dan neurologis  Monitor penurunan tingkat
membaik kesadaran
f. Tekanan  Monitor reflek pupil
intrakranial 2. Terpeutik
membaik
 Ambil sampel drainase
cairan cerebospinal
 Pertahankan sterilitas
sistem pemantauan
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan ,
informasikan hasilnya jika
perlu
Management peningkatan TIK
1. Observasi
 Identifikasi penyebab TIK
 Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
(peningkatan TD, TD
melebar, Bradikardi,
kesadaran menurun)
 Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure), CVP
(Central Vennous Pressure),
CCP (Cerebral Perfussion
Pressure),
 Monitor status pernafasan
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor cairan cerebro
spinalis
2. Terapeutik
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari manuver Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari pemberian cairan
iv hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Pertahankan suhu tubuh
normal
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsi jika perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberi pelunak
tinja jika perlu
2. Ganggusn Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan 1. Observasi
gangguan 1x24 jam diharapkan  Identifiasi adanya nyeri atau
neuromuskuler kemampuan dalam keluhan fisik lainnya
gerak fisik secara  Identifikasi toleransi fisik
mandiri meningkat melakukan ambulasi
dengan kriteria hasil :  monitor kondisi umum
1. Pergerakan selama melakukan ambulasi
ekstermitas 2. Terapeutik
dari menurun  Fasilitasi aktivitas ambulasi
menjadi dengan alat bantu (misal
sedang tongkat, kruk)
2. Retan gerak  Fasilitasi melakukan
dari menurun mobilisasi fisik, jika perlu
menjadi  Libatkan keluarga untuk
sedang membantu pasien dalam
kekuatan otot meningkatkan ambulasi
dari menurun 3. Edukasi
menjadi  Anjurkan pasien melakukan
sedang
ambulasi dini
3. Kelemahan
 Ajarkanmbulasi sederhana
fisik dari
yang harus dilakukan (mis.
meningkat
Berjalan sesuai toleransi
menjadi Tehnik Latihan Penguatan Otot
sedang 1. Observasi
 Identifikasi resiko latihan
 Monitor efektifitas alatihan
2. Terapeutik
 Lakukan latihan sesuai
program yang ditentukan
 Fasilitasi menetapkan tujuan
jangka panjang dan jangka
pendek yang realistis dalam
menentukan rencana latihan
 Fasilitasi untuk mengubah
atau mengembangkan latihan
untuk menghindari
kebosanan
 Berikan intruksi tertulis
tentang pedoman dan bentuk
gerakan untuk setiap gerakan
otot
3. Edukasi
 Jelaskan fungsi otot,
fisiologi olahraga / bergerak
dan konsekuensi jika tidak
digunakannya otot
 Anjurkan menghindari
latihan selama suhu ekstrim
4. Kolaborasi
 Tetapkan jadwal tindak
lanjut untuk
mempertahankan motivasi
 Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain (mis. Terais
aktivitas, fisioterapi) dalm
perencanaan, pengajaran dan
memonitor pogram latihan
3. Ganguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi : defisit bicara
komunikasi verbal tindakan keperawatan 4. Observasi
b.d gangguan 2x24 jam diharapkan  Monitor kecepatan, tekanan,
neuromuskuler komunikasi verbal kualitas, volume dan diksi
meningkat dengan bicara
luaran :  Identifikasi perilaku
a. Kemampuan emosionaldan fisik sebagai
berbicara bentuk komunikasi
meningkat 5. Terapeutik
b. Pelo menurun  Gunakan metode komunikasi
c. Pemahaman alternatif (misal menulis,
komunikasi mata berkedip, dengan
membaik gambar, isyarat tangan )
 Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan’
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang dikatakan
pasien
6. Edukasi
 Anjurkan berbicara perlahan
 Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomjis,
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
7. Kolaborasi
 Rujuk ke hali patologi bicara
atau terapis
4. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
diri b.d gangguan tindakan keperawatan 1. Observasi
neuromuskuler 3x24 jam diharapkan  Identifikasi aktivitas
kemampuan pasien perawatan diri sesuai usia
dalam melakukan atau  Monitor tingkat kemandirian
menyelesaikan  Identifikasi kebutuhan alat
aktivitas perawatan benru kebersian diri,
diri meningkat dengan berpakaian, berhias, dan
kriteria hasil : makan
1. Kemampuan 2. Terapeutik
makan,  Sediakan lingkungan yang
verbalisasi terapeutik
keinginan  Dampingi dalam melakukan
melakukan perawatan diri sampai
perawatan diri, mandiri (jika tidak ada yang
minat mendampingi)
melakukan  Fasilitasi untuk menerima
perawatan diri keadaan ketergantungan
dan 3. Edukasi
kemampuan  Anjurkan kepada keluarga
mempertahank untuk memfasilitasi
an kebersihan ketergantungan pasien
diri dari
 Anjurkan pasien melakukan
menurun
perawatan diri sesuai
menjadi
kemampuan pasien
sedang
 Anjurkan keluarga untuk
selalu mendampingi pasien
saat melakukan perawatan
diri
5. Rsiko jatuh dengan Setelah dilakukan Management pencegahan jatuh
faktor resiko tindakan 2 x 24 jam
1. Observasi
kekuatan otot diharapkan derajat
 Identifikasi faktor resiko
menurun jatuh menurun dengan
jatuh (misal : penurunan
kriteria hasil :
kekuatan otot
a. Derajat jatuh
 Identifikasi faktor lingkungan
dari tempat
yang meningkatkan resiko
tidur menurun
jatuh (mis. Lantai licin)
b. Derajat jatuh
saat berdiri,  Hitung resiko jatuh
duduk,berjalan menggunakan skala fall
dan ke kamar Morse Scale jika perlu
mandi  Monitor kemampuan
menurun berpindah
2. Terapeutik
 Pasang handtrail tempat tidur
 Atur tempat tidur pada posisi
mekanis terendah
3. Edukasi
 Anjurkan untuk
memanggil
perawat/keluarga jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
 Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
 anjurkan untuk
melebarkan jarak kedua
kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri

6. Resiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan tirah baring


integritas kulit b.d tindakan keperawatan 1.Observasi
penurunan 2x24 jam diharapkan  Monitor kondisi kulit
mobilitas integritas kulit dan  Monitor komplikasi tirah
jaringan meningkat baring (misal kehilangan
dengan luaran : massa otot, sakit punggung,
a. Elastisitas cukup konstipasi, pneumoni)
meningkat 2.Terapeutik
b. Perfusi jaringan  Tempatkan pada kasur
meningkat terapeutik jika tersedia
c. Kerusakanlapisan  Posisikan senyaman mungkin
kulit menurun  Pertahankan spresi kering,
d. Kemerahan bersih dan tidak kusut
mnurun  Pasang siderails jikaperlu
e. Tekstur membaik
 Posisikan tempat tidur dekat
dengan nure station jika perlu
 Berikan gerak aktif atau pasif
 Pertahankan kebersihan
pasien
 Ubah posisi setiap 2 jam
3.Edukasi
 Jelaskan tujuan tirah
baring

Post Operasi
Diagnosa SIKI
No. SLKI
Keperawatan
1. Bersihan jalan Tujuan : Setelah Observasi
nafas tidak efektif dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
berhubungan keperawatandiharapkan kedalaman, dan usaha nafas)
dengan prosedur masalah bersihan jalan 2. Monitor bunyi nafas tambahan
intubasi (post nafas dapat teratasi (mis. Gurgling, mengi,
trepanasi) Kriteria hasil : wheezing, ronchi)
- Pasien dapat 3. Monitor sputum
batuk efetif Terapeutik
- Produksi 1. Pertahankan kepatenan jalan
sputum nafas (posisi jaw trust/head till
menurun chin lift)
- Tidak ada suara 2. Posisikan semi fowler
nafas tambahan 3. Lakukan fisioterapi dada
- Pola nafas 4. Lakukan penghisapan lendir
membaik kurang dari 15 detik
- Frekuensi nafas 5. Berikan oksigen tambahan
membaik Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektor,
mukolitik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anggrawati, Hetty & Sagung Agung P. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Gigi
Histologi Dan Anatomi Fisiologi Manusia. Diakses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/

Baehr Mathias., Michael Frotscher. 2012. Diagnosis topic neurologi duus: anatomi,
fisiologi, tanda, gejala. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp 411.
Bahrudin, M. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. 1st edn.
Edited by J. Triwanto. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Available at: http://ummpress.umm.ac.id.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC, 1022.
Jatiningrum, Kusumaningdiah S. (2018) Profil Faktor Resiko Stroke Pasien Usia Tua
Dan Usia Muda Di Rsud Jombang Tahun 2016-2017. Bachelors Degree (S1)
Thesis, University Of Muhammadiyah Malang.
Nemaa, K., 2015. The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment. International Journal of Pharma Research &
Review, 4(10), pp. 65-84.

Noerjanto M., 2012. Masalah-masalah Dalam Diagnosis Stroke Akut In:


Management Acute Stroke Temu regional Neurologi JatengDIY ke-XIX.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro: 1-15.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 3. Jakarta:EGC

Turanjanin N, et al. 2012. Frequency of Ischémie Stroke Subtypes in Relation to Risk


Factors for Ischémie Stroke. HealthMED, 10, 3463–8.
Yueniwati, Yuyun. 2016. Pencitraan Pada Stroke .UB Press : Elektronik Pertama
PPNI. 2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai