Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA DIABETIC FOOT DI
RUANG DAHLIA RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR

OLEH :
AYU RAHMA WIDHIYA ANITA
NIM. 40219005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : AYU RAHMA WIDHIYA ANITA


NIM : 40219005
PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN (CI)

(..................................................) (................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat
dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. (Askandar, 2014).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001). Gangren Kaki
Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2015).
B. KLASIFIKASI
Menurut Edmonds di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Stage 1 Normal Foot

2. Stage 2 High Risk Foot

3. Stage 3 Ulcerated Foot


4. Stage 4 Infected Foot

5. Stage 5 Necrotic Foot

6. Stage Unsalvable Foot

Menurut Wagner di klasifikasikan sebagai berikut :


1. Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau
lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen
primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu
kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi
hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu
kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint,
proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.
Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi caput
longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot.
2. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan
terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko
seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan
ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar
kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial
terbatas pada kulit).
3. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada
grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.
Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih
atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan
tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
4. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya
abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat
osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang
agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus
sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/
perawatan di rumah sakit karena ulkus yang lebih dalam sampai ke
tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih,
gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren
pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara,
yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan
perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat
suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan
menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya
infeksi atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi
pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal.
6. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren
diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah. Berdasarkan pembagian
diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan
sebagai berikut :
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
b. Derajat I - IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
c. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan
tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah
lutut)
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
a. Insisi : abses atau selulitis yang luas
b. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
c. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
d. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
e. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari diabetes mellitus adalah :
1. Diabetes Tipe I
a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
c. Faktor lingkunngan
2. Diabetes Tipe II
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok genetik
Faktor - faktor yang berpengaruh atas terjadinya diabetic foot dibagi menjadi
faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya diabetic foot adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga
akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik
tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Levin, 2013) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai
diabetic foot akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan diabetic foot
(Askandar, 2011).
D. PATOFISIOLOGI
Kaki diabetik terjadi diawali dengan adanya hiperglikemia yang
menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki, kerentanan
terhadap infeksi meluas sampai ke jaringan sekitarnya. Faktor aliran darah
yang kurang membuat luka sulit untuk sembuh dan jika terjadi ulkus, infeksi
akan mudah sekali terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam bahkan
sampai ke tulang.
1. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering
ditemukan pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah
gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis.
Angka kejadian neuropati ini meningkat bersamaan dengan lamanya
menderita penyakit diabetes melitus dan bertambahnya usia penderita.
Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu :
a. Neuropati sensorik
Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan saraf
sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang,
yang menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada
serabut saraf tipe A akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi
pada sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada
otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti kejang dan kelemahan
otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam analisis sensari nyeri
dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan
sensasi protektif. Ambang nyeri akan meningkat dan menyebabkan
trauma berulang pada kaki. Neuropati perifer dapat dideteksi dengan
hilangnya sensasi terhadap 10 g nylon monofilament pada 2-3 tempat
pada kaki. Selain dengan 10 g nylon monofilament, dapat juga
menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork untuk mengukur
getaran.
b. Neuropati motorik
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan
kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang
paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik
kaki. Atropi dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus
kaki. Metatarsal-phalangeal joint kehilangan stabilitas saat
melangkah. Hal ini menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki
saat melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada bagian-bagian
kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah kalus akan
mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan
menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan kelainan
anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus
peroneus lateral yang menyebabkan foot drop. Neuropati motorik ini
dapat diukur dengan menggunakan pressure mat atau platform untuk
mengukur tekanan pada plantar kaki.
c. Neuropati otonom
Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang sehingga kaki
menjadi kering. Kaki yang kering sangat berisiko untuk pecah dan
terbentuk fisura pada kalus. Neuropati otonom juga menyebabkan
gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-vena
sehingga menimbulkan arteriolar-venularshunting. Hal ini
menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi
iskemi pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya
distensi vena pada kaki.
2. Kelainan Vaskuler
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi
makrovaskular dari diabetes melitus. Penyakit arteri perifer ini
disebabkan karena dinding arteri banyak menumpuk plaque yang terdiri
dari deposit platelet, sel-sel otot polos, lemak, kolesterol dan kalsium.
PAP pada penderita diabetes berbeda dari yang bukan diabetes melitus.
PAP pada pasien diabetes melitus terjadi lebih dini dan cepat mengalami
perburukan. Pembuluh darah yang sering terkena adalah arteri tibialis dan
arteri peroneus serta percabangannya. Risiko untuk terjadinya kelainan
vaskuler pada penderita diabetes adalah usia, lama menderita diabetes,
genetik, merokok, hipertensi, dislipidemia, hiperglikemia, obesitas. Pasien
diabetes melitus yang mengalami penyempitan pembuluh darah biasanya
ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala, sebagian lain dengan gejala
iskemik, yaitu :
a. Intermitten Caudication
Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan dan hilang saat
berhenti berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-
Brachial Index < 0,75.
b. Kaki terasa dingin
c. Nyeri
Terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan panas,
aktivitas, dan elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri atau kaki
menggantung.
d. Nyeri iskemia nokturnal
Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah berkurang
sehingga terjadi neuritis iskemik.
e. Pulsasi arteri tidak teraba
f. Pengisian vena yang terlambat setelah elevasi tungkai dan Capillary
Refilling Time (CRT) yang memanjang
g. Atropi jaringan subkutan
h. Kulit terlihat licin dan berkilat
E. MANIFESTASI KLINIS
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus)
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
3. Nyeri saat istirahat
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
Gambaran klinis dibedakan : neuropatik dan iskemik :
1. Gambaran neuropatik
a. gangguan sensorik
b. perubahan trofik kulit
c. ulkus plantar
d. atropati degeneratif (sendi Charcot)
e. pulsasi sering teraba
f. sepsis (bakteri/jamur)
2. Gambaran iskemik
a. nyeri saat istirahat
b. ulkus yang nyeri disekitar daerah yang tertekan
c. riwayat klaudikasio intermiten
d. pulsasi tidak teraba
e. sepsis ( bakteri/jamur)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni
pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi
ginjal, fungsi hepar, elektrolit. Untuk menentukan patensi vaskuler dapat
digunakan beberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/
ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG
color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti : digital
subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA)
atau computed tomography angoigraphy (CTA). Apabila diagnosis adanya
penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau apabila
direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan
digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan.
Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi. Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga
penting untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto
tampak gambaran destruksi tulang dan osteolitik.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah
fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan
tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk
menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab
kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa
sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki
diabetika :
1. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas
2. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
3. Ulkus resisten
4. Osteomielitis
5. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil
6. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
7. Trauma pada kaki
8. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati
9. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia
adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.
10. Hiperglikemia
Hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh
stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi
berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit
melepuh, kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari,
pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki
kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).
H. PENATALAKSANAAN
Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya :
mengatasi penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan
beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan
infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik,
kuratif atau emergensi. Penyakit diabetes melitus melibatkan sistem multi
organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit
jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan lainnya harus dikendalikan.
1. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus
kaki diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak
akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus,
fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah
dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis
atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa
pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah. Debridemen
mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic
laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian
enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan
melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering
dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen autolitik
terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan
makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan
melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi
fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan
nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang
disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung
menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan
efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan
c. Menghilangkan jaringan kalus
d. Mengurangi risiko infeksi lokal
2. Mengurangi Beban Tekan (Off Loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Pada penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaan
plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh
akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan
perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau
menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yang sering digunakan adalah : mengurangi kecepatan
saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable
cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory. Total
contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif
dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian bahwa dapat
mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian
kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki
dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara
merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga
memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang
(tumit).
3. Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat
sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam
keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari
infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah
satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip
dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan
digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya
infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang
sering dipakai dalam perawatan luka, seperti : hydrocolloid, hydrogel,
calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya.
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka
tertentu yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap
kering sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak
menyebabkan maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat
tidak sering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga
luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat
4. Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun
sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus
segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada
kaki diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada
patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life
threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup
bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang,
dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan
secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection
dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti : ampicillin /
sulbactam, ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, Cefotaxime
atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.
Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin /
sulbactam + aztreonam, piperacillin / tazobactam + vancomycin,
vancomycin + metronbidazole + ceftazidime, imipenem / cilastatin atau
fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat
pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus
disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian
antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan
secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain
dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik
tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat
dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
5. Revaskularisasi
Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari
akan menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki
tidak dilakukan revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi
beban, perawatan luka, tidak akan memberikan hasil optimal apabila
sumbatan di pembuluh darah tidak dihilangkan. Tindakan endovaskular
(Angioplasti Transluminal Perkutaneus (ATP) dan atherectomy) atau
tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan jumlah dan panjang arteri
femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi
dengan panjang atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea,
maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat
multipel dan mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang
direkomendasikan adalah bedah vaskular (by pass). Berdasarkan
penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia
dapat menghindakan amputasi dalam periode 3 tahun sebesar 98%.

6. Tindakan Bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya
ulkus diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage,
debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah
profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan
menjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif)
dan kelas IV (emergency). Tindakan elektif ditujukan untuk
menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan spur tulang,
hammer toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan
untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang
mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah
melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah
kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan
konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan
endovaskular (angioplasti dengan menggunakan balon atau atherektomi)
tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskular. Osteomielitis kronis
merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini jaringan tulang mati
dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga
mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan
penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan. Tindakan
tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy
atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering
dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan
proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik. Dari sudut pandang seorang ahli bedah,
tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang
tidak mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam
tungkai (grade 3 dan 4). Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan
debridement dilakukan dengan tujuan untuk : drainage pus, mengangkat
jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang menghambat
pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil sampel
kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas
gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Identitas Penaggungjawab
c. Riawayat Penyakit
1) Keluhan Utama
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Riwayat Penyakit Dahulu
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita diabetes
mellitus.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi.
f. Fungsi Kesehatan
1) Pola aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat diabetic foot.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, CHF, hipertensi.
3) Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara
usus menghilang.
5) Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia.
6) Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial.Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.

7) Nyaman/nyeri
Sakit kepala, nyeri pada luka
8) Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
9) Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi, tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
10) Interaksi sosial
Gangguan dalam besosialisasi karena luka atau amputasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer
c. Gangguan pola napas b.d depresi pusat pernapasan
d. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
e. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan disebabkan
oleh peningkatan pemecahan protein dan lemak
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tujuan : Setelah dilakukan Observasi
agen pencedera tindakan keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi nyeri,
fisik diharapkan nyeri teratasi karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas,
- Skala nyeri menurun skala nyeri.
- Tidak ada keterbatasan 2. Identifikasi respon nyeri
dalam melakukan nonverbal.
mobilisasi 3. Identifikasi faktor yang
- Luka membaik memperberat dan
- Pasien merasa nyaman memperingan nyeri.
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(seperti : TENS, relaksasi
distraksi, terapi music, dll)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab , periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgesik

2. Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


integritas kulit b.d keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
neuropati perifer kerusakan integritas kulit membaik 1. Identifikasi penyebab
Kriteria hasil : gangguan integritas kulit
- Perfusi perifer membaik Terapeutik
- Kerusakan jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam sekali
membaik jika tirah baring
- Nyeri berkurang 2. Lakukan pemijatan pada area
- Perdarahan berkurang penonjolan tulang , jika perlu
- Tidak ada kemerahan 3. Bersihkan perineal dengan
- Tidak ada pigmentasi air hangat
abnormal 4. Gunakan produk berbahan
- Tidak ada jaringan parut petroleum atau minyak pada
- Nekrosis berkurang kulit kering
- Suhu kulit membaik 5. Hindari produk berbahan
- Sensasi membaik dasar alcohol pada kulit
- Pertumbuhan rambut kering
membaik. Edukasi
1. Anjurkan penggunaan
pelembab
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
Perawatan Luka
Observasi
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik
1. Lepaskan balutan dan plester
secara plester
2. Bersihkan dengan cairan
NaCl
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Bersihkan salep yang sesuai
5. Pasang balutan
6. Pertahankan teknik steril
7. Ganti balutan sesuai dengan
banyaknya eksudat
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridemen
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik

3. Gangguan pola Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Airway Management


napas b.d depresi keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
pusat pernapasan gangguan pola napas berkurang 1. Buka jalan nafas, guanakan
Kriteria hasil : teknik chin lift atau jaw
- Kapasitas vital meningkat thrust bila perlu
- Tidak ada dipsneu 2. Posisikan pasien untuk
- Pemanjangan fase ekspirasi memaksimalkan ventilasi
menurun 3. Identifikasi pasien perlunya
- Tidak ada pernapsan cuping pemasangan alat jalan nafas
hidung buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkari sekret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan,
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor Vital Sign saat
pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi Tekanan Darah
pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna,
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab
perubahan vital sign
4. Kekurangan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Observasi :
volume cairan b.d keperawatan 3x24 jam masalah 1. Periksa tanda gejala
kehilangan cairan dapat teratasi hipovolemi
aktif Kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output
- Status ciran membaik cairan
- Integritas kulit dn cairan Terapeutik
membaik 1. Hitung kebutuhan cairan
- Keseimbanganan jaringan 2. Berikan asupan cairan oral
membaik Edukasi
- Keseimbangan asam basa 1. Anjurkan memperbanyak
membaik asupan cairan peroral
- Keseimbangan elektrolit 2. Anjurkan menghindari
membaik perubahan posisi mendadak
- Perfusi pperifer membaik Kolaborasi
- Tidak ada perdarahan 1. Kolaborasi pemberian cairan
IV
2. Kolaborasi pemberian produk
darah

5. Defisit nutrisi b.d Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


ketidakmampuan tindakan keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
mencerna diharapkan masalah dapat teratasi 2. Identifikasi alergi dan
makanan Kriteria hasil : intoleransi nutrisi
disebabkan oleh - Tidak ada penurunan berat 3. Identifikasi makanan yang
peningkatan badan disukai
pemecahan protein - Eliminasi fekal membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori
dan lemak - Nafsu makan dalam batas dan jenis nutrisi
normal 5. Monitor asupan makanan
- Tidak ada gangguan 6. Monitor berat badan
menelan Terapeutik
- Tidak ada nyeri 1. Lakukan oral hygrn sebelum
makan
2. Fasilitasi penentuan pedoman
diet
3. Sajikan masanan secara
menarik
4. Berikan makanan tinggi serat
5. Berikan suplemen makanan
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anas, T. 2006. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran.


Jakarta : EGC
Barnes, L. 2001. Surgical Pathology of the Head and Neck Second Edition.
Volume 2. Marcel Dekkel Inc
Karendehi , S., Rompas, S. 2015. Pengaruh Pemberian Musik terhadap Skala
Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Pada Pasien Pasca Operasi.
Ejournal Keperawatan Volume 3 Nomor 2
Mubarak, W I. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi& Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 Editor T Heather Herdmand, Shigemi Komitsuru. Jakarta: EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.PPNI. (2019). Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI
Prasetyo, S.N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol
III. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai