Penyusun :
Ricko (112019055)
Dokter Pembimbing :
dr. Suzanna Ndraha, SpPD, KGEH
DAFTAR ISI
Hal.
Definisi ………………………………………………………..…………. 3
Epidemiolog …………………………………………………………….... 4
Klasifikasi ………………………………………………………………... 4
Faktor risiko ……………………………………………………………… 5
Patofisiologi ……………………………………………………………… 5
Manifestasi klinis ………………………………………………………… 6
Diagnosis …………………………………………………………………. 8
Tatalaksana ……………………………………………………………….. 9
Prognosis ………………………………………………………………….. 15
Daftar Pustaka …………………………………………………………….. 16
3
Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pancreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua- duanya. Diabetes
Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin
dependent, yaitu pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan kurangnya
produksi insulin. Dm tipe 2, yang dikenal non insulin dependent, disebabkan
kemampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang dihasilkan pankreas.1
Nasib para penyandang DM pasca amputasi masih buruk. sebanyak 37% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi.2
Epidemiologi
Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada tahun 2016 menderita diabetes
dan hampir seperempatnya berisiko memiliki ulkus diabetikum. 25% kasus ulkus
diabetikum berdampak pada amputasi. 40% kasus ulkus diabetikum dapat dicegah
dengan rawat luka yang baik. 60% kasus ulkus diabetikum berkaitan erat dengan
neuropati perifer. Diestimasikan bahwa risiko mengalami komplikasi ulkus kaki
diabetes adalah 15%. Pada tahun 2016, World Health Organization mencatat
angka prevalensi diabetes di Indonesia adalah 7% dari total populasi. Sejak tahun
1980, angka prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat. Persentase ulkus
diabetikum sebagai komplikasi diabetes mellitus pada tahun 2011 di RSUP Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) adalah 8.70%.3
Klasifikasi
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak akan
mempermudah petugas kesehatan untuk penentuan derajat kaki diabetes.
Klasifikasi yang umumnya digunakan adalah klasifikasi wagner (lihat tabel 1):
Diagnosis
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130
mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. HbA1c
Merupakan glikosilat non-enzimatik protein tubuh dan dipengaruhi
langsung kadar glukosa darah. Kadar HbA1c menggambarkan kadar
glukosa darah selama 2-3 bulan sebelum tes dilakukan. Hb abnormal akan
menganggu (interferensi) pemeriksaan HbA1c sehingga ketepatan hasilnya
menurun yaitu pada hemoglobinopati, usia eritrosit memendek sehingga
dapat menganggu interpretasi. Nilai rujukan kadar HbA1c: 5-9% kadar Hb
total. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Setelah berpuasa minimal 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
tapi sebelum dilakukan pemeriksaan ini lakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa terlebih dahulu,. Angka gula darah yang normal dua
jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Pemeriksaan darah kapiler
9
Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan
kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
5. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ )
6. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
7. Radiologi
X-ray untuk mengetahui apakah terdapat osteomyelitis atau tidak, karena
osteomyelitis dapat menghambat absorbs antibiotic atau obat ke tulang dan
dapat memperparah infeksi itu sendiri.
Tatalaksana
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit (pencegahan terjadinya
kaki diabetes dan terjadinya ulkus) & pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi (pencegahan agar tidak terjadi
kecacatan yang lebih parah).9
1. Pencegahan primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada
setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu
diingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semua pihak
terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ahli perawatan kaki,
maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter,
sempatkan selalu melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil
mengingatkan kembali mengenai cara pencegahan dan cara perawatan
kaki yang baik. Berbagai kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele
10
Debridemen ulkus
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan jaringan nekrotik,
bahan asing seperti bakteri dan hyperkeratosis yang mengelilingi luka dan
sangat berperan dalam membantu penyembuhan luka melalui produksi
jaringan granulasi. Debridemen tajam merupakan suatu metode
menggunakan sebuah pisau bedah yang bertujuan membersihkan luka,
memotong perbatasan garis luka dan mengekspos dasar jaringan granulasi
yang sehat untuk regenerasi lapisan epitel dan spesimen juga dapat diambil
untuk dikultur. Debridemen tajam ini selektif diikuti oleh kasa yang
dibasai dengan salin dan telah digunakan secara luas dalam pengelolaan
kaki ulkus diabetic. Debridemen ulkus superfasial dilakukan menggunakan
anastesi local dan tidak digunakan pada manisfestasi lebih lanjut dari
neuropati perifer.12
1. Debridemen Kimia
Alternative ini untuk tajam atau mekanis debridement. Dengan salep
clostridal collagensdebridement telah terbukti memberikan peningkatan
penyembuhan diabetes borok kaki. Sebuah studi oleh tallis dan rekan
menemukan itu , debridemen salep kolagen kolostasis berkurang rata-rata
daerah luka secara signifikan dibandingkan dengan selektif tajam
debridemen diikuti oleh kasa yang dibasahi dengan garam.12,13
2. Metode debridemen lainnya
Dilakukan dengan hidrokoloid dan dressing hydrogel, yang memfasilitasi
autolysis nekrotik jaringan luka tetapi tidak dapat dilakukan pada luka
yang terinfeksi.
misalnya karan deformitas berat,nyeri atau infeksi kronis berulang. Atau disebut
(Damn nuisance) Diabetes dan Peripheral Arterrial Disease (PAD) merupakan
factor resiko utama terjadinya amputasi. Didapatkan bahwa25%-90% dari seluruh
amputasi berhubungan dengan diabetes. Hubungan ini bersifat multifactorial,
berhubungan dengan adanya neuropati, kerusakan vascular dan menurunya respon
terhadap infeksi.14
Prognosis
Kematian pada orang dengan diabetes dan ulkus kaki sering hasil dari
penyakit pembuluh arterioscleroti besar yang terkait yang melibatkan arteri
koroner atau ginjal. Kehilangan anggota badan adalah risiko yang signifikan pada
pasien dengan ulkus kaki diabetik, terutama jika pengobatan telah tertunda.
Setengah dari semua amputasi nontraumatic adalah hasil dari komplikasi kaki
diabetik, dan risiko 5 tahun membutuhkan amputasi kontralateral adalah 50%.
Pada orang diabetes dengan neuropati, bahkan jika hasil manajemen yang sukses
dalam penyembuhan dari ulkus kaki, tingkat kekambuhan 66% dan tingkat
amputasi naik ke 12%. Sebuah studi oleh Chammas et al menunjukkan bahwa
penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian dini pada pasien
dengan ulkus kaki diabetik, menemukan itu menjadi sumber utama kematian pada
pemeriksaan postmortem di 62,5% dari 243 pasien ulkus kaki diabetik. Studi ini
juga menemukan bahwa pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, usia rata-rata
kematian akibat penyakit jantung iskemik, yang berasal dari pemeriksaan
postmortem, adalah 5 tahun di bawah kontrol. Pasien dengan ulkus kaki
neuropatik bertekad untuk memiliki risiko tertinggi kematian dini akibat penyakit
jantung iskemik. 15
16
Daftar pustaka
12. Tallis A, Motely TA, Wunderlich RP, et al. Clinical and economic
assessment of diabetic foot ulcer debridement with collagenase: results of
a randomized controlled study. Clin Ther. 2013;35(11):1805-1820.
13. Nwosu C, Babalola MO, Ibrahim MH, Suleiman SI. Major limb
amputation in a tertirary hospital north western nigeria. African health
science. 2017;17(2):508-512.
14. Lopez V. Diabetic ulcers. 2016. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/460282-overview#a6 tanggal 6 Juli
2020.