Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Diagnosis dan Tatalaksana pada Ulkus Diabetikum

Penyusun :
Ricko (112019055)

Dokter Pembimbing :
dr. Suzanna Ndraha, SpPD, KGEH

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara
Periode 29 Juni – 5 September 2020
2

DAFTAR ISI
Hal.
Definisi ………………………………………………………..…………. 3
Epidemiolog …………………………………………………………….... 4
Klasifikasi ………………………………………………………………... 4
Faktor risiko ……………………………………………………………… 5
Patofisiologi ……………………………………………………………… 5
Manifestasi klinis ………………………………………………………… 6
Diagnosis …………………………………………………………………. 8
Tatalaksana ……………………………………………………………….. 9
Prognosis ………………………………………………………………….. 15
Daftar Pustaka …………………………………………………………….. 16
3

Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pancreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua- duanya. Diabetes
Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin
dependent, yaitu pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan kurangnya
produksi insulin. Dm tipe 2, yang dikenal non insulin dependent, disebabkan
kemampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang dihasilkan pankreas.1

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolic,


ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, sering
dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prelavensi DM meningkat
terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian
komplikasi DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes, yang
akan menjadi topik bahasan kali ini. Komplikasi DM dapat berupa kerentanan
terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,
tuberkuloasis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/ gangren diabetes. Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik
DM yang paling ditakuti.2

Di negara maju kaki diabetes masih merupakan masalah kesehatan


masyarakat yang besar tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya
klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib
penyadang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka
amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah , menurun sebanyak 49,85% dari
sebelumnya. Tahun 2006 di RSUPN dr CiptoMangukusumo, masalah kaki
diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang
DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi tinggi,
masing-masing sebesar 16% dan 25% berdasarkan data RSUPN tahun 2003.
4

Nasib para penyandang DM pasca amputasi masih buruk. sebanyak 37% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi.2

Epidemiologi
Lebih dari 150 juta penduduk dunia pada tahun 2016 menderita diabetes
dan hampir seperempatnya berisiko memiliki ulkus diabetikum. 25% kasus ulkus
diabetikum berdampak pada amputasi. 40% kasus ulkus diabetikum dapat dicegah
dengan rawat luka yang baik. 60% kasus ulkus diabetikum berkaitan erat dengan
neuropati perifer. Diestimasikan bahwa risiko mengalami komplikasi ulkus kaki
diabetes adalah 15%. Pada tahun 2016, World Health Organization mencatat
angka prevalensi diabetes di Indonesia adalah 7% dari total populasi. Sejak tahun
1980, angka prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat. Persentase ulkus
diabetikum sebagai komplikasi diabetes mellitus pada tahun 2011 di RSUP Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) adalah 8.70%.3

Klasifikasi
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak akan
mempermudah petugas kesehatan untuk penentuan derajat kaki diabetes.
Klasifikasi yang umumnya digunakan adalah klasifikasi wagner (lihat tabel 1):

Tabel 1. Klasifikasi Wagner. 4,5


Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, deformitas (+),
selilitis

Derajat 1 ulkus superficial sebatas kulit


Derajat 2 ulkus meluas ke tendon, ligamen,
sendi, abses (-), osteomyelitis (-)
Derajat 3 ulkus dalam, abses (+), osteomyelitis
(+), tendonitis sepsis

Derajat 4 gangren pada tumit dan plantar kaki


Derajat 5 Gangrene yang meluas pada plantar
kaki

Faktor resiko ulkus diabetes


Faktor resiko kaki diabetes beserta mekanismenya dapat dilihat pada tabel
2 dibawah ini.
5

Tabel 2. Faktor Resiko dan Mekanismenya Dalam Menyebabkan Kaki


Diabetik.4
Faktor risiko Mekanisme

Neuropati perifer motoric Anatomi kaki abnormal, clawing toe, arkus


pedis meninggi, sublukasi metatarsofalang,
meningkatkan tekanan dan memicu
pembentukan kalus dan luka
Neuropati perifer senssorik Penurunan sensasi ambang nosisptif, sering
tidak sadar munculnya luka
Neuropati perifer otonom Kulit kering dan mudah terdisintegrasi

Neuroosteoartropati (artropati charcot) Anatomi kaki abnormal, meningkatkan


tekanan pada daerah midplantar
Insufisiensi vaskular Mengganggu proses penyembuhan luka dan
perekrutan neutrophil
Hiperglikemia dan gangguan metabolik Mengganggu fungsi respon imun (neutrofil),
lainnnya proses penyembuhan luka dan penyusunan
kolagen.
Disabilitas Gangguan pengelihatan, keterbatasan
mobilitas, dan mungkin riwayat amputasi
Kebiasaan pasien Kepatuhan kurang baik, kebersihan kurang,
berat badan tinggi, alas kaki yang tidak sesuai.

Sistem kesehatan Kurangnya edukasi dan pemantauan gula


darah serta perawatan kaki.

Patofisiologi Ulkus Diabetik

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
6

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian


menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes.5,6

Gambar 1 . Patofisiologi Ulkus Diabetik5


Manifestasi klinik
Gambaran klinis infeksi pada diabetic foot ulcer adalah:7
1. Infeksi superfisial yaitu infeksi yang menyangkut lapisan jaringan seperti
fasia superfisial dan adanya gambaran acute bacterial cellulitis
2. Selulitis yaitu adanya infeksi pada subdermis. Gambaran klinisnya adalah
adanya gambaran infeksi lokal seperti eritema disekitar lesi dan menyebar.
Hipertermi, limfangitis asending dan limfadenopati regional kadang-
kadang bisa terjadi.
3. Selulitis nekrotikan yaitu ditandai infeksi yang menyebabkan nekrosis
pada subdermis kemudian dermis.
4. Wet gangrene (gangren basah) yaitu gambaran infeksi yang menyebabkan
jaringan yang mengalami nekrosis dan kehitaman. Ini perlahan-lahan akan
7

menyebabkan pelepasan jaringan kulit dan keluarnya pus yang keabu-


abuan dengan bau yang tidak enak dan menyebabkan perburukan keadaan
umum pasien menjadi sepsis, gangguan metabolik, dan gagal ginjal.
5. Abses dan phlegmon
6. Osteomyelitis dan infeksi pada tulang.
Neurophatic foot, dengan gambaran ulkus bermula dari ibu jari dan bagian
plantar dari metatarsal dan seringkali tampak gambaran callus. Jika callus tidak
dihilangkan, kemudian jika callus itu berdarah sehingga jaringan pada
callus itu mengalami nekrosis maka ini akan menyebabkan terjadinya
ulkus. Biasanya ulkus ini akan terinfeksi oleh stafilokokus, streptokokus,
organisme gran negatif, bakteri anaerob, sehingga infeksi ini akan menyebabkan
selulitis, abses, dan osteomyelitis. Adanya ulkus ini juga dapat menyebabkan
in situ thrombosis pada arteri, sehingga menyebabkan timbulnya gangren
dari ibu jari.7
Ischaemic foot, tidak adanya denyut nadi pada kaki harus menjadi perhatian
seorang dokter untuk menduga terjadinya iskemia, yaitu dengan
pemeriksaan dan penatalaksanaan secara spesifik. Karakteristinya adalah lesi
pada pinggiran kaki dan tidak disertai bentukan callus. Identifikasi kemungkinan
terjadinya iskemia adalah dengan melihat karakteristik yaitu lesi yang berwarna
merah muda, nyeri, denyutan yang melemah, dan kadang-kadang pada perabaan
kaki pasien terasa dingin. Nyeri yang dirasakan sangat hebat dan dirasakan
persisten baik siang maupun malam. Pemeriksaan ankle – brachial pressure index
dengan doppler dapat membantu kita untuk mengetahui ada tidaknya iskemia.

Table 3. Tanda dan Gejala dari Ulkus Kaki Diabetes.7

Neuropathic ulcer Ischemic Ulcer Infected Ulcer


Teraba hangat Sianosis Eritema
Kulit kering Dingin Nyeri
Mati rasa (Baal) Alopesia Purulen
Keluar dari batas normal Atrofi kuku

Pelebaran vena Pulsasi lemah


Pucat
Gejala
klaudikasio
8

Diagnosis

Diagnosis DM ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glucometer. Indikasi pemeriksaan glukosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kadar glukosa plasma puasa>126mg/dl dan pemeriksaan gula darah sewaktu >200
mg dengan keluhan klasik. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glucosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: Keluhan klasik DM:
polyuria, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Dan Keluhan lain: misalnya lemas, kesemutan, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria.8 lalu hal yang dapat untuk mendukung diagnosis dapat
dilakukan Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosi diabetes melitus
ialah:9

1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130
mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. HbA1c
Merupakan glikosilat non-enzimatik protein tubuh dan dipengaruhi
langsung kadar glukosa darah. Kadar HbA1c menggambarkan kadar
glukosa darah selama 2-3 bulan sebelum tes dilakukan. Hb abnormal akan
menganggu (interferensi) pemeriksaan HbA1c sehingga ketepatan hasilnya
menurun yaitu pada hemoglobinopati, usia eritrosit memendek sehingga
dapat menganggu interpretasi. Nilai rujukan kadar HbA1c: 5-9% kadar Hb
total. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Setelah berpuasa minimal 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
tapi sebelum dilakukan pemeriksaan ini lakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa terlebih dahulu,. Angka gula darah yang normal dua
jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Pemeriksaan darah kapiler
9

Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan
kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
5. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau  ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ )
6. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
7. Radiologi
X-ray untuk mengetahui apakah terdapat osteomyelitis atau tidak, karena
osteomyelitis dapat menghambat absorbs antibiotic atau obat ke tulang dan
dapat memperparah infeksi itu sendiri.
Tatalaksana
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit (pencegahan terjadinya
kaki diabetes dan terjadinya ulkus) & pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi (pencegahan agar tidak terjadi
kecacatan yang lebih parah).9

1. Pencegahan primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada
setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu
diingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semua pihak
terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ahli perawatan kaki,
maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter,
sempatkan selalu melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil
mengingatkan kembali mengenai cara pencegahan dan cara perawatan
kaki yang baik. Berbagai kejadian/tindakan kecil yang tampak sepele
10

dapat mengakibatkan kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula


pemeriksaan yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang
sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka melepaskan
sepatu dan kausnya.9
Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha
pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut.
Peran ahli rehabilitasi medis terutama dari segi ortotik sangat besar pada
usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang
baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan
dapat dicegah. Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko. Untuk
kaki yang kurang merasa/insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar
guna melindungi kaki yang insensitif tersebut. Kalau sudah ada deformitas
maka perlu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai guna
meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan
permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar guna
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated tentu saja
semua usaha dan dana seyogyanya perlu dikerahkan untuk mencoba
menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk ke usaha pencegahan sekunder.9
2. Pencegahan sekunder
Untuk pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang optimal, berbagai hal di
bawah ini merupakan penjabaran lebih rinci pada tingkat pencegahan
sekunder dan tersier yaitu pengelolaan optimal ulkus/gangren diabetik:
2.1 Kontrol metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan
dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka.
Berbagai hal lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti
konsentrasi albumin serum, konsentrasi Hb dan derajar oksigenisasi
11

jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut tentu


akan dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan
dan tidak diperbaiki.10
2.2 Kontrol vaskular
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambar kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
pasien dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah
perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan
suhu kulit, perabaan arteri Dorsalis Pedis dan arteri Tibialis Posterior serta
ditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu saat ini juga tersedia
berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah
dengan cara non-invasif maupun yang invasif dan semiinvasif, seperti
pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2,
dan pemeriksaan ekhodopler dan kemudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular,
yaitu berupa:10
a) Modifikasi faktor risiko
Stop merokok dan memperbaiki berbagai faktor risiko terkait
aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dan dislipidemia).
Latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh jajaran
rehabilitasi medik.
b) Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan
pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh
darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat
lebih mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk
prosedur endovascular-PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dapat
12

pula dilakukan trombo-arterektomi. Dengan berbagai teknik bedah


tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga
hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak faktor
vaskular sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal
bergantung pada berbagai faktor lain yang juga masih banyak
jumlahnya. Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada
kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Walaupun demikian masih
banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin
pada pengelolaan umum kaki diabetes.9
3. Terapi farmakologis
Pasien dengan ulkus kaki kaki diabetic yang terinfeksi harus meresepkan
rejimen antibiotic yang ditargetkan berdasarkan luka. Lalu dapat dilakukan
dengan memriksa luka secara teratur untuk menilai respon terhadap terapi
antibiotik. Infeksi ringan disebut selama 2 minggu perawatan antbiotik.
Infeksi yang dalam mungkin membutuhkan terapi hingga 2 bulan .10
Antibiotic yang dapat diberikan pada tatalaksana ulkus DM 11
a) B-laktam Mekanisme kerja dari golongan ini yaitu menghambat
pembentukan peptidoglikan yang merupakan komponen dinding
sel bakteri, dengan mengganggu reaksi transpeptidasi dalam
dinding sel bakteri. Sifat beta laktam efektif terhadap gram positif
dan negatif. penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan
inhibitor beta-laktamase
b) Glikopeptida Mekanisme golongan ini yaitu menghambat sintesis
dinding sel dengan berikatan secara kuat pada ujung D-Ala-D-Ala
pada pentapeptida peptidoglikan yang baru terbentuk pada bakteri
gram positif maupun negative contoh sedian Vankomisin: Dosis
IV 500mg/6jam, 1g setiap 12 jam.
c) Tetrasiklin aktif terhadap bakteri gram positf dan negative dan
menghambat sintesis protein contoh sedian Dosisiklin Dosis oral :
100mg tiap 12 jam hari pertama diikuti 100 mg setiap 12-24jam
Dosis IV: 200mg pada hari pertama diikuti 100-200mg perhari.
13

d) Klindamisin terapi ini dianjurkan untuk terapi bakteri aerob yang


disebabkan kokus gram positif. contoh sedian Klindamisin Dosis
oral:150-300mg per enam jam Dosis IV/IM: 600 mg – 12 g per
enam sampai duabelas jam.
e) Oksazolidinona Linezoid menghambat sintesis protein dengan
mencegah komplek ribososm yang mewakili sintesis protein obat
antimikroba ini aktif terhadap organisme gram positif termasuk
stafilokokus, streptokokus, kokus anaerob gram positif dan batang
gram positif dan bersifat bakteriostatik. contoh sedian Lineolid
Dosis oral: 400mg setiap 12jam selama 10-14 hari.
f) Sulfonamida kombinasi sulfonamid dengan penghambat didro
folat reductase (trimethoprim atau pirimetamin) menghasilkan
aktivitas sinergik karna menghambat sekuensial dari asam folat.
Terapi jarang digunakan sebagai terapi tunggal, biasanya
dikombinasi tetap dengan trimetroprim (sulfametoksazol-
trimetropin) yang dapat diberikan secara intravena. Obat ini aktif
terhadap S.aureus dan MRSA. contoh sedian Fixed combination
sulfametoksazol dan 160 mg trimethoprim 11
g) Fluorokuinolon golongan ini paling aktif pada infeksi ulkus dan
gangrene diabetic adalah moksifloksasin, levofloksasin dan
siprofloksasin yang memiliki efektivitas tinggi terhadap bakteri
gram negative. Contoh sedian Siprofloksasin Dosis oral: 500 mg
setiap 12 jam selama 7-14 hari, Dosis IV 400 mg setiap 12 jam
selama 7-14 hari. Levofloksasin Dosis oral atau IV: 500 mg setiap
24 jam selama 7-10 hari.
h) Metronidazole mekanisme kerja pada obat ini akan diserap secara
selektif oleh bakteri anaerob dan protozoa yang sensitive.
Metronidazole golongan yang sangat efektif terhadap bakteri gram
negative anaerob. Contoh sedian Metronidazole DosisIV:
7,5mg/kgBB setiap 6 jam.
14

Pada pasien ulkus diabetikum yang mengalami klasifikasi risiko yang


lebih tinggi dan mengalami deformitas serta kelainan anatomi kaki atau ulkus
dapat dilakukan intervasi bedah.12

Debridemen ulkus
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan jaringan nekrotik,
bahan asing seperti bakteri dan hyperkeratosis yang mengelilingi luka dan
sangat berperan dalam membantu penyembuhan luka melalui produksi
jaringan granulasi. Debridemen tajam merupakan suatu metode
menggunakan sebuah pisau bedah yang bertujuan membersihkan luka,
memotong perbatasan garis luka dan mengekspos dasar jaringan granulasi
yang sehat untuk regenerasi lapisan epitel dan spesimen juga dapat diambil
untuk dikultur. Debridemen tajam ini selektif diikuti oleh kasa yang
dibasai dengan salin dan telah digunakan secara luas dalam pengelolaan
kaki ulkus diabetic. Debridemen ulkus superfasial dilakukan menggunakan
anastesi local dan tidak digunakan pada manisfestasi lebih lanjut dari
neuropati perifer.12
1. Debridemen Kimia
Alternative ini untuk tajam atau mekanis debridement. Dengan salep
clostridal collagensdebridement telah terbukti memberikan peningkatan
penyembuhan diabetes borok kaki. Sebuah studi oleh tallis dan rekan
menemukan itu , debridemen salep kolagen kolostasis berkurang rata-rata
daerah luka secara signifikan dibandingkan dengan selektif tajam
debridemen diikuti oleh kasa yang dibasahi dengan garam.12,13
2. Metode debridemen lainnya
Dilakukan dengan hidrokoloid dan dressing hydrogel, yang memfasilitasi
autolysis nekrotik jaringan luka tetapi tidak dapat dilakukan pada luka
yang terinfeksi.

Amputasi dapat dilakukan pada pasien ulkus diabetikum apabila anggota


tubuh sudah mati akibat kelainan vascular dan infeksi luka yang berat atau yang
disebut (Dead limb) lalu amputasi dilakukan jika anggota tubuh membahayakan
karena menjadi sumberinfeksi atau istilahnya (Dangerous) lalu yang terakhir
Tindakan amputasi dilakukan jika anggota tubuh terganggu bila dipertahankan,
15

misalnya karan deformitas berat,nyeri atau infeksi kronis berulang. Atau disebut
(Damn nuisance) Diabetes dan Peripheral Arterrial Disease (PAD) merupakan
factor resiko utama terjadinya amputasi. Didapatkan bahwa25%-90% dari seluruh
amputasi berhubungan dengan diabetes. Hubungan ini bersifat multifactorial,
berhubungan dengan adanya neuropati, kerusakan vascular dan menurunya respon
terhadap infeksi.14

Prognosis

Kematian pada orang dengan diabetes dan ulkus kaki sering hasil dari
penyakit pembuluh arterioscleroti besar yang terkait yang melibatkan arteri
koroner atau ginjal. Kehilangan anggota badan adalah risiko yang signifikan pada
pasien dengan ulkus kaki diabetik, terutama jika pengobatan telah tertunda.
Setengah dari semua amputasi nontraumatic adalah hasil dari komplikasi kaki
diabetik, dan risiko 5 tahun membutuhkan amputasi kontralateral adalah 50%.
Pada orang diabetes dengan neuropati, bahkan jika hasil manajemen yang sukses
dalam penyembuhan dari ulkus kaki, tingkat kekambuhan 66% dan tingkat
amputasi naik ke 12%. Sebuah studi oleh Chammas et al menunjukkan bahwa
penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian dini pada pasien
dengan ulkus kaki diabetik, menemukan itu menjadi sumber utama kematian pada
pemeriksaan postmortem di 62,5% dari 243 pasien ulkus kaki diabetik. Studi ini
juga menemukan bahwa pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, usia rata-rata
kematian akibat penyakit jantung iskemik, yang berasal dari pemeriksaan
postmortem, adalah 5 tahun di bawah kontrol. Pasien dengan ulkus kaki
neuropatik bertekad untuk memiliki risiko tertinggi kematian dini akibat penyakit
jantung iskemik. 15
16

Daftar pustaka

1. World Health Organization. Diabetes melitus [internet]. World Health


Organization;2011 [diakses tanggal 14 mei 2017]. Tersedia dari:
http://www.who.int/topics/diabetes_melitus/en/
2. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2015.h.2369-76.
3. Dinh T, Tecilazich F, Kafanas A, et al. Mechanisms involved in the
development and healing of diabetic foot ulceration. Diabetes.
2012;61(11):2937-2947.
4. Ahmed AA, Algamdi SA, Algurashi A, Alzhrani AM, Khalid KA. Risk
factors for diabetic foot ulceration among patients attending primary
health care services. JDFC. 2014. 6(2) : 40-7. Diunduh dari
http://jdfc.org/spotlight/risk-factors-for-diabetic-foot-ulceration-among-
patients-attending-primary-health-care-services/
5. Simadibrata M, Daldiyono. Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 6 Jakarta: Interna Publishing; 2014. P.2423-24.
6. Kowalak JP. Buku ajar patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2014. h.555-66.
7. Grace PA, Borely NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Erlangga
2012. h151.
8. PERKENI, P. E. (2015). Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: Pb. Perkeni
9. Sumpio BE. Contemporary evaluation and management of the diabetic
foot. Scientifica. 2012: 1790-1795.
10. Mcevoy, G. K. (2011). American Hospital Formulary Service Drug
Information. Bathesda: American Society Of Health-System Pharmacist
11. Lipsky BA, Barendt AR, Cornia PB, et al. 2012 Infectious Diseases
Sociecty of America clinical practice guideline for the diagnosis and
treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis. 2012;54(12):el132-
173.
17

12. Tallis A, Motely TA, Wunderlich RP, et al. Clinical and economic
assessment of diabetic foot ulcer debridement with collagenase: results of
a randomized controlled study. Clin Ther. 2013;35(11):1805-1820.
13. Nwosu C, Babalola MO, Ibrahim MH, Suleiman SI. Major limb
amputation in a tertirary hospital north western nigeria. African health
science. 2017;17(2):508-512.
14. Lopez V. Diabetic ulcers. 2016. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/460282-overview#a6 tanggal 6 Juli
2020.

Anda mungkin juga menyukai