OLEH :
2. Etiologi
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor
tersebut dibagi menjadi :
Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma
seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin,
merokok, dan neuropati otonom.
2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti
neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan
komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).
3. Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma
yang tidak disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot
intrinsik lemah ntuk menampung berat badan seseorang dan seterusnya
terjadilah trauma.
Faktor Presipitasi
1. Perlukaan di kulit (jamur).
2. Trauma.
3. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
1. Derajat luka.
2. Perawatan luka.
3. Pengendalian kadar gula darah.
3. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer
yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di
sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di
bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang
disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi jaringan bagian
distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi
(hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya
terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein
dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah
besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan
aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka
karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila
cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Karena kekurangan
suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol
baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah
menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Mechanisms of Diabetic Nephropathy (Kanwar et al, 2011)
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi Wagner
Salah satu klasifikasi tertua dan mungkin paling terkenal yang diusulkan oleh
Wagner dan Meggitt pada tahun 1970-an. Klasifikasi ini paling umum dikenal
sebagai "Klasifikasi Wagner" di Amerika Serikat dan menggunakan enam nilai
dalam mengklasifikasikan lesi pada pederita diabetic foot.
b. Klasifikasi Texas
Sistem klasifikasi Universitas Texas menggunakan 16 sel yang terbuat dari kisi
(tabel 4x4) yang terdiri dari 4 kelas dan 4 tahap.
Sistem ini telah divalidasi dan umumnya merupakan prediksi hasil. Karena
peningkatan derajat dan tahap luka cenderung sembuh tanpa revaskularisasi
atau amputasi. Namun, ini adalah klasifikasi yang paling rumit dan sangat sulit
untuk diingat dan sulit untuk diterapkan dalam praktik sehari-hari
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menginfeksi luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut PEI, 2015 penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan
pengobatan yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotic,
contohnya :
Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin,
ofloxacin), sulfonamides.
Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams
cefloxitin.
Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans
yang paling umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah
insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan
oksoferin solution.
c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
- Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3. Perencanaan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti
cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik
relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Kanwar, Y. S., Sun, L., Xie, P., Liu, F. Y., & Chen, S. (2011). A Glimpse Of Various
Pathogenetic Mechanisms Of Diabetic Nephropathy. Annual Review of
Pathology: Mechanisms of Disease, 6: 395-423. doi:
10.1146/annurev.pathol.4.110807.092150.
Karsuita, T.R.L., Decroil, E. & Sulastri, D. (2016). Hubungan Jumlah Komplikasi
Kronis dengan Derajat Gejala Depresi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 5 (3): 675-
679.
Misnadiarly. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Perkumpulan Endrokinologi Indonesia/PEI. 2015. Konsensus: Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. PB PERKENI:
PERKENI
Tjokroprawiro, Askandar. 2017. Diabetes Mellitus. Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi,
Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
https://ifafan.wordpress.com/2010/05/27/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-
pada-klien-dengan-diabetes-melitus/ diakses tanggal 23 juni 2015
http://askepterkini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan_9175.html diakses tanggal 23 juni 2015
https://www.scribd.com/doc/81241720/diabetes-melitus-dengan-komplikasi-diabetic-
foot#download diakses tanggal 23 juni 2015