Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


DI RUANG PANDAN HCU II
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh
Ayu Septia Malinda, S.Kep
131913143004

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS
KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
DI RUANG HCU PANDAN II
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh:

Ayu Septia Malinda, S.Kep


131913143004
A 2015

LAPORAN INI TELAH DISETUJUI


Tanggal 14 Oktober 2019

Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Arina Qona’ah, S.Kep., Ns., M.Kep Senja Setiaka S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. 198611242018032001 NIP. 197404231997031002

Mengetahui,
Kepala ruang HCU Pandan II

Soemiati, S.Kep., Ns
NIP. 196806141993032009
TINJAUAN TEORI KASUS

1. Definisi KAD
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD merupakan
komplikasi akut metabolic diabetes melitus yang paling serius mengancam
nyawa yang dapat terjadi pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 (Gotera, 2010).
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis met abolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan (American Diabetes Association,
2004). Ketoasidosis diabetikum merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis,
dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1.
(Samijean Nordmark, 2008
2. Etiologi KAD
Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM
untuk pertamakalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM
sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20%
lainnya tidak diketahui faktor pencetusnya. Faktor pencetus tersering dari
KAD adalah infeksi, dan diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50% kasus
KAD. Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon
sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Faktor lainnya
adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung,
trauma, pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan
diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.
Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan
faktor komorbid penderita. Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus
KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi
yang diketahui paling sering mencetuskan KAD adalah infeksi saluran kemih
dan pneumonia. Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat mempengaruhi
oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu diperhatikan
sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik
dari asidosis metabolik. Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin
lesion atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan
obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan
KAD. Obat-obat lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya
beta bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin, Pada pasien usia muda dengan
DM tipe 1, masalah psikologis yang disertai kelainan makan memberikan
kontribusi pada 20% KAD berulang.
Faktor yang memunculkan kelalaian penggunaan insulin pada pasien
muda diantaranya ketakutan untuk peningkatan berat badan dengan perbaikan
kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat
penyakit kronik. Namun demikian, seringkali faktor pencetus KAD tidak
ditemukan dan ini dapat mencapai 20-30% dari semua kasus KAD, akan
tetapi hal ini tidak mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat KAD itu
sendiri.
Beberapa penyebab terjadinya KAD menurut Samijean Nordmark (2008)
yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi: pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
2. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain: hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.

3. Manifestasi Klinis KAD


Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam
darah, antara lain:
1) Napas yang cepat dan dalam (napas kussmaul)
2) Napas bau keton atau aseton (seperti harumnya buah atau sweet, fruity
smell)
3) Nafsu makan turun
4) Mual, muntah
5) Demam
6) Nyeri perut
7) Berat badan turun
8) Capek, lemah
9) Bingung, mengantuk
10) Kesadaran menurun sampai koma.
11) Di samping itu, sebelumnya ada tanda-tanda hiperglikemia, yaitu rasa
haus, banyak kencing, capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain.
4. Patofisiologi KAD
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis
merupakan akibat dari kekurangan atau inefektiftas insulin yang terjadi
bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut
mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolysis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi
akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan
glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat
nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada
ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat
karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase).
Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang
bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan
KAD. Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi
menyebabkan diuresis osmotic yang akan mengakibatkan hipovolemia dan
penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan
memperburuk hiperglikemia.
Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda keton telah
dipelajari selama ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan
konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase
yang sensitive pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah
trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).
Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk gluconeogenesis
pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang berlebihan
diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid.
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang
prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi
glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (CoA) dengan cara
menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co
A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak
bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-transferase I (CPT I),
enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine,
yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I
diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat
dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan
CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.
5. Pemeriksaan Penunjang KAD
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat
natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium
Perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik.
Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat
gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03
pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
g. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan
untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg /
dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan
koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas
kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang
mengalami insufisiensi renal.
2) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan
cara:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
6. Aseton plasma: Positif secara mencolok
7. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
9. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
3) Diagnosis KAD
Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia,
dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
a. Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
b. Asidosis, bila pH darah < 7,3.
c. kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
b. Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
c. Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

6. Penatalaksanaan KAD

Penatalaksanaan KAD bersifat multifactorial sehingga memerlukan


pendekatan terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Keberhasilan
penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis
dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang
terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus. Berikut ini beberapa hal yang
harus diperhatikan pada penatalaksanaan KAD:
1. Terapi cairan

Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi


insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya
dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah.
Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan
kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama
yang harus dipahami adalah penentuan difisit cairan yang terjadi. Beratnya
kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang
terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita. Hal ini bisa diperkirakan dengan
pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fluid deficit = (0,6 X berat badan dalam kg) X (corrected Na/140)

Corrected Na = Na + (kadar gula darah-5)/3

Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi adalah
dengan menghitung osmolalitas serum total dan corrected serum sodium
concentration.

Osmolalitas serum total = 2 X Na (mEq/l) + kadar glukosa darah

(mg/dl)/18 + BUN/2

Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6


mEq/l tiap kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl.
Nilai corrected serum sodium concentration >140 dan osmolalitas serum total >
330 mOsm/kg air menunjukkan defisit cairan yang berat.
Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan,
namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan
derajat dehidrasi adalah:
1. 5% : penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, takikardia
2. 10% : capillary refill time >/= 3 detik, mata cowong
3. > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria

Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah


penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-12 jam pertama
dan sisanya dalam 12-16 jam berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total
kekurangan cairan pada pasien KAD sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter.
Pada pasien dewasa, terapi cairan awal langsung diberikan untuk ekspansi volume
cairan intravaskular dan ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal. Terdapat
beberapa kontroversi tentang jenis cairan yang dipergunakan. Tidak ada uji klinik
yang membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis cairan. Kebanyakan ahli
menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl0,9%) sebagai terapi awal untuk
resusitasi cairan.
Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15-20
ml/kgBB/jam atau lebih selama jam pertama (± 1-1,5 liter). Sebuah sumber
memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut:

Resusitasi cairan = 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam

berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam.

Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan dalam


jangka waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak melebihi 3
mOsm/kgH2O/jam. Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung atau hati
terutama orang tua, harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum dan penilaian
fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang berkesinambungan selama resusitasi
cairan untuk menghindari overload cairan iatrogenik.
2. Terapi Insulin

Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin dimulai
setelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai.
Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga menekan
produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak,
pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh
jaringan. Pemberian insulin dengan infus intravena dosis rendah adalah terapi
pilihan pada KAD yang disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA
menganjurkan insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan.
Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan insulin
regular 0,15 u/kg BB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5-7 u/jam).
Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu untuk mencegah
perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia jantung. Insulin
dosis rendah biasanya menurunkan gula darah dengan kecepatan 50-75 mg/dl/jam,
sama seperti pemberian insulin dosis lebih tinggi. Jika gula darah tidak menurun
sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien.
Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam
sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75 mg/dl/jam. Ketika
kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05-0,1
u/kgBB/jam (3- 6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5- 10%.
Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau konsentrasi dextrose harus
disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis membaik.
Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan, maka
insulin diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi
setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau
intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau subkutan
0,1 iu/kgBB/jam, selanjutnya protokol penatalaksanaannya sama seperti
pemberian drip intravena.
Pada KAD ringan, insulin regular dapat diberikan secara subkutan atau
intramuskular setiap jam dengan efektifitas yang sama dengan pemberian
intravena pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies yang rendah.
Efektiftas pemberian insulin dengan intramuskular dan subkutan adalah sama,
namun injeksi subkutan lebih mudah dan kurang menyakitkan pasien. Pasien
dengan KAD ringan harus mendapatkan “priming dose” insulin regular 0,4-0,6
u/kgBB, setengah dosis sebagai bolus dan setengah dosis dengan subkutan atau
injeksi intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin subkutan atau intramuskular
0,1 u/kgBB/jam.
Regulasi
Kadar Gula Regulasi Cepat
Cepat Subkutan
Darah Sebelum Intravena (Rumus
(Maintenance)
Regulasi Cepat Minus Sat2)
Rumus Kali 2
200-300 1 x (@ 4 unit/jam) 3 x 4 unit
300-400 2 x (@ 4 unit/jam) 3 x 6 unit
400-500 3 x (@ 4 unit/jam) 3 x 8 unit
500-600 4 x (@ 4 unit/jam) 3 x 10 unit
600-700 5 x (@ 4 unit/jam) 3 x 12 unit
3. Natrium

Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum


yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan
gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih
tinggi 1,6mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan
koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini. Contoh,
pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur
130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138,
sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan
normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah
dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline
memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu
disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular
sehingga akan meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang lebih tinggi
daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.
4. Kalium/Potasium

Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai


3-5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini
terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis,
kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis,
dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum.
Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar
kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l.
Umumnya, 20-30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan
infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4-5
mEq/l. Kadang-kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan.
Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40
mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium >3,3 mEq/l untuk
menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi
kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak
ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.16
5. Bikarbonat

Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,


pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis
tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan
baik keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas
dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak
didapatkan studi random prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat
pada KAD dengan nilai pH < 6,9. Mengetahui bahwa asidosis berat
menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan, tampaknya cukup
bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol
natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis dan
diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9-7,0, 50
mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan
diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan
jika pH > 7,0.7,15 Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar
kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara
intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa
setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika
perlu.
6. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor
pencetus terjadinya KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan,
maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.
7. Komplikasi KAD
a) Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
b) Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
c) Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
d) Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
e) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai
dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
f) Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
WOC KAD

Penyebab: Insulin dalam tubuh atau inefektifitas insulin


- Infeksi: pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan
sepsis diketahui bahwa jumlah sel darah putih
mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari Uptake glukosa sel
infeksi.
- Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
- Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin Glukosa darah meningkat sangat
tidak adekuat tinggi disertai asidosis metabolik, dan
- Kardiovaskuler : infark miokardium peningkatan konsentrasi keton yang
- Penyebab lain: hipertiroidisme, pankreatitis, beredar dalam sirkulasi.
kehamilan, pengobatan kortikosteroid and
adrenergik.
KETOASIDOSIS
METABOLIK

Keadaan konsentrasi Katabolisme protein Lipolisis (pemecahan lemak)


glukosa darah tinggi
Asam amino meningkat Gliserol Asam lemak bebas
dan nitrogen loss
Asam lemak bebas
MK:
Ketidakstabilan dioksidasi menjadi
Hiperglikemia Glukoneogenesis benda keton yang
kadar glukosa
darah (D.0027) bersifat asam
(ketogenesis)

Meningkatkan Menyebabkan
glukosuria Ketonuria Ketonemia
diuresis osmotik

Ketoasidosis
MK: Risiko Kehilangan air dan elektrolit seperti
ketidakseimbangan sodium, potassium, kalsium,
elektrolit (D.0037) magnesium, fosfat dan klorida Asidosis metabolik

Hiperventilasi
MK: Hipovolemia (pernapasan
(D.0023) kussmaul)

MK: Risiko Hipovolemia tidak MK: Pola napas


syok (D.0039) teratasi/terus berlanjut tidak efektif
(D.0005)
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas,
Letargi/disorientasi, koma, Penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang, Nyeri tekan abdomen,
Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin berkabut, bau busuk
(infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet,
peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari
beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi abdomen,
muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon dalam
menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi
pernapasan meningkat
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan
umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik
(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengatuan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosis Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d kompensasi asidosis metabolik d.d pernapasan
kusmaul (D.0005)
2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pankreas d.d kadar
glukooosa dalam darah tinggi (D.0207)
3) Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi d.d turgor kulit menurun
(D.0023)
4) Risiko ketidakseimbangan elektrolit d.d gangguan mekanisme regulasi
(diabetes melitus) (D.0037)
5) Risiko syok d.d kekurangan volume cairan (D.0039)

3. Intervensi
Diagnosis Keperawatan Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Posisikan semi fowler
b.d kompensasi asidosis tindakan keperawatan 2. Berikan terapi
metabolik d.d pernapasan selama 3x24 jam pola oksigen
kusmaul (D.0005) napas efektif dengan 3. Monitor pola napas
kriteria hasil : 4. Anjurkan asupan
 Penggunaan otot yang cukup
bantu napas 5. Auskultasi bunyi
menurun napas
 Frekuensi napas 6. Jelaskan prosedur
membaik pemantauan
 Tidak ada suara
napas tambahan
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan 1. Identifikasi
glukosa darah b.d tindakan keperawatan kemungkinan
disfungsi pankreas d.d selama 3x24 jam penyebab
kadar glukooosa dalam kestabilan kadar glukosa hiperglikemia
darah tinggi (D.0207) darah meningkat dengan 2. Monitor tanda dan
kriteria hasil (L.03022): gejala hiperglikemia
 Kadar glukosa 3. Anjurkan
dalam darah menghindari
<200 olahraga saat kadar
 Perilaku dalam glukosa darah lebih
poa hidup sehat dari 250
meningkat 4. Anjurkan monitor
glukosa darah secara
mandiri
5. Anjurkan kepatuhan
diet dan olahraga
6. Kolaborasi
pemberian obat
antidiabetes
Hipovolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen Hipovelemia
kegagalan mekanisme keperawatan selama 3x24 (I. 03116)
regulasi d.d turgor kulit jam status cairan 1. Periksa tanda dan
menurun (D.0023) membaik dengan kriteria gejala hipovolemia
hasil : (L.03021) (Frekuensi nadi
 Turgor kulit meningkat, nadi
membaik teraba lemah, TD
 Membran mukosa menurun, turgor kulit
membaik menurun, membrane
 Frekuensi nadi mukosa kering,
60-100x/menit volume urine

 Td 120/80 menurun, haus,

 Output = input lemah)


2. Monitor intake dan
output cairan
3. Hitung kebutuhan
cairan
4. Berikan posisi
modified
trendelenburg
5. Berikan asupan
cairan oral
6. Anjurkan
memperbayak asupan
cairan oral
7. Pemberian cairan IV
isotonis
DAFTAR PUSTAKA
Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis. www. Library.usu.ac.id. Diakses pada
tanggal 13 Oktober 2019.
Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA.
http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.au. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2019.
Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic cr isis in
elderly. Med Cli N Am 88: 1063-1084, 2004.
Gotera, Wira. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD). Denpasar :
SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Unund/RSUP Sanglah Denpasar
Hyperglycemic crises in patien ts with diabetes mellitus. American Diabetes
Association. Diabetes Carevol27 supplement1 2004, S94-S102.
Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis
and the hyperglycemic hyperosmolar nonketoti c state. In Joslin’s
Diabetes Mellitus . 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea
& Febiger, 1994, p.738–770
Muhammad Faizi, Netty EP. FK UNAIR RS Dr Soetomo Surabaya. Kuliah
tatalaksana ketoasidosis diabetic. http://www.pediatric.com. Diakses pada
tanggal 13 Oktober 2019
PPNI (2018). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, edisi 1. Jakata: DPP PPNI
PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, edisi 1. Jakata: DPP PPNI
PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria
hasil keperawatan, edisi 1. Jakata: DPP PPNI
Samijean Nordmark. Critical Care Nursing Handbook. http://books.google.co.id.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019
Sikhan. 2009. Ketoasidosis Diabetikum. http://id.shvoong.com. Diakses pada
tanggal 13 Oktober 2019.
Wallace TM, Matthews DR. Recent Advance in The Monitoring and management
of Diabetic Ketoacidosis. QJ Med 2004; 97 : 773-80.

Anda mungkin juga menyukai