Anda di halaman 1dari 47

APLIKASI MUSIK KLASIK DAN BACK MASSAGE UNTUK

MENURUNKAN NYERI PADA TN. S DENGAN ULKUS DIABETES


MELLITUS DIRUANG AYUB 2 RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG

Oleh:
MUHAMAD AENUL YAQIN
NIM: G3A019033

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) dapat menyebabkan hi- perglikemia pada pasien
DM. Kondisi hiper- glikemia pada DM yang tidak dikontrol dapat
menyebabkan gangguan serius pada sistem tubuh, terutama saraf dan
pembuluh darah (World Health Organization, 2018).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).

Nyeri dapat diatasi dengan intervensi manajemen nyeri terutama pada


nyeri post operasi yaitu dengan pemberian terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi. Terapi farmakologi terkadang dapat menimbulkan efek samping
yang juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Banyak pilihan
terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri perawat dengan
berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek samping, simple
dan tidak berbiaya mahal.
Selain itu terapi musik juga merupakan salah satu tindakan mandiri
perawat dalam manajemen nyeri, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
jenis musik yang efektif dalam manajemen nyeri adalah musik klasik. Hal ini
dikarenkan musik klasik memiliki tempo yang berkisar antara 60-80 beats per
menit selaras dengan detak jantung manusia (Suherman, 2010).
Back massage bisa sebagai alternatif untuk pengelolaan nyeri pada
pasien post operasi . Back massage merupakan salah satu intervensi mandiri
dalam keperawatan yang dapat diterapkan untuk mengurangi rasa nyeri.
Massage/pijatan, efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan mental,
mengurangi nyeri dan meningkatkan keefektifan pengobatan nyeri. Masase
pada punggung, bahu, lengan dan kaki selama 3 sampai 5 menit dapat
merelaksasikan otot dan memberikan istirahat yang tenang dan kenyamanan
(Potter & Perry, 2009).
TN. S dirawat di Ruang Ayub 2 dengan Ulkus Diabetes Mellitus, Oleh
karena itu, diperlukan asuhan keperawatan yang optimal pada pasien tersebut
untuk mencegah terjadinya masalah yang berlanjut dan yang mengancam
jiwa.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan aplikasi evidence based practice nursing pada pasien dengan
Ulkus Diabetes Mellitus di Ruang Ayub 2 RS. Roemani Muhammadiyah
Semarang.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice
nursing Ulkus Diabetes Mellitus pada TN. S di Ruang Ayub 2 RS.
Roemani Muhammadiyah Semarang.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan adalah diharapkan penulis mampu :
a. Mendeskripsikan konsep Ulkus Dm.
b. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Ulkus
Dm.
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Ulkus
Diabetes Mellitus.
d. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based practice
nursing msik klasik dan back massage.
e. Melakukan evaluasi hasil aplikasi evidence based practice
nursing.
f.
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari enam bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II: Membahas konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Ulkus Diabetes Mellitus

BAB III: Hasil pengelolaan kasus asuhan keperawatan pada TN. S dengan
Ulkus Diabetes Mellitus

BAB IV: aplikasi jurnal evidence based practice nursing pada pasien.

BAB V: Pembahasan terkait hasil pengelolaan kasus dan aplikasi evidence


based practice nursing terhadap konsep teori.

BAB VI: Terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
KONSEP DASAR

ULKUS DM
1. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart,
2002). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus


sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untukterjadinya Ulkus
Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus


tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya


mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel.

Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor


insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65


tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus


diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.

1. Faktor endogen

a. Genetik, metabolik.

b. Angiopati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma.

b. Infeksi.

c. Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus


Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer
akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien.

Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih


besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan
infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar
2001).

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari
diabetes mellitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan


lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan


dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif


maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui


kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal.

Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan


hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan
suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk
kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.


Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

E. MANIFESTASI KLINIS
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan)

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

F. DATA PENUNJANG
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan
meliputi 4 hal yaitu:

1. Postprandial :

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas


gindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat:

Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama
140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral.

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr


gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang
normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

4. Tes glukosa darah

dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah
diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin
glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

5. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan


dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ )

6. Kultur pus.

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang


sesuai dengan jenis kuman.
G. KOMPLIKASI
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus
adalah sebagai berikut:

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang


disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa
gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.

2. Hiperglikemia

Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang


berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh
stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi
berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit
melepuh, kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari,
pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki
kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis

Menurut Soegondo (2009), penatalaksanaan Medis pada pasien


dengan Diabetes Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan:

1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan


dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan


terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi.
Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida
atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan
tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk


memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan


menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri


diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk


mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari


keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang
mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam


penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas
12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi
yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat
60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula
darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses
atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan
infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan
sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.


Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi
roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta
kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan
terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri
masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan


pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

1. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang.

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

2. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada


kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga


yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

4. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan


keluarga terhadap pnyakit

Pemeriksaan Fisik, data Fokus

1. Status kesehatan umum.


Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda –tanda vital.

2. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,


telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.

3. Sistem integument

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

4. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM


mudah terjadi infeksi.

5. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,


takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

6. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,


dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.

7. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.

8. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,


cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

9. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,


reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa 1 : Kerusakan Integritas Jaringan

Definisi

Kerusakan Jaringan membrane mukosa, kornea, integument, atau subkutan

Batasan karakteristik

Kerusakan atau kehancuran jaringan

Faktor yang berhubungan

a) Perubahan sirkulasi

b) Iritan kimia

c) Kekurangan atau kelebihan cairan

d) Hambatan mobilitas fisik

e) Deficit pengetahuan

f) Factor mekanis

g) Kekurangan atau kelebihan nitrisi

h) Radiasi
i) Faktor suhu

Diagnosa 2 : Nyeri akut

Definisi

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang


muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international
Association for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan

Batasan karakteristik

Subjektif: Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri


dengan isyarat

Objektif:

a) Posisi untuk mengindari nyeri

b) Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai


tidak bertenaga

c) Respon autonomic misalnya diaphoresis,


perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi,
dilatasi pupil

d) Perubaan selera makan

e) Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari


orang atau aktifitas lain, aktivitas berulang

f) Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih,


menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap
rangsang, dan menghela napas panjang
g) Wajah topeng; nyeri

h) Perilaku menjaga atau sikap melindungi

i) Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi


waktu, gangguan proses piker, interaksi menurun.

j) Bukti nyeri yang dapat diamati

k) Berfokus pada diri sendiri

l) Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu,


gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan tidak
menyeringai

Perencanaan

Diagnosa 1 :

Tujuan dan Kriteria hasil

NOC:

a) Respon alergi: setempat; keparahan respon imun hipersensitif


setempat terhadap antigen lingkungan tertentu

b) Perawatan diri: ostomi; tindakan pribadi untuk


mempertahankan ostomi untuk eliminasi

c) Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa; keutuhan


struktur dan fungsi fisiologis normal kulit dan membrane mukosa

d) Penyembuhan luka: primer; tingkat regenerasi sel dan jaringan


setelah penutupan yang disengaja

e) Penyembuhan luka: sekunder; tingkat regenerasi sel dan


jaringan pada luka terbuka

Tujuan dan criteria evaluasi


a) Lihat juga pada “tujuan dan criteria evaluasi pada kerusakan
integritas kulit”.

b) Menunjukan integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa;


yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut;

1) gangguan eksterm

2) berat

3) sedang

4) ringan

5) tidak ada gangguan

Indikator 1 2 3 4 5
Keutuhan kulit
Tekstur dan
ketebalan
jaringan
Perfusi jaringan

Pasien akan:

a) tidak ada tanda dan gejala infeksi

b) tidak ada lesi

c) tidak terjadi nekrosis

Intervensi Keperwatan dan rasional

Intervensi NIC

a) perawatan area insisi; membersihkan, memantau dan


meningkatkan penembuhan luka ang tertutup dengan jahitan
b) perlindungan infeksi; mencegah dan mendeteksi dini pada
pasien berisiko

c) pemeliharaan kesehatan mulut; memelihara dan meningkatkan


hygiene oral dan kesehatan gigi pada pasien yang berisiko
mengalami lesi mulut atau gigi

d) perawatan ostomi; memelihara eliminasi melalui stoma dan


jaringan sekitar stoma

e) pencegahan ulkus dekubitus; mencegah ulkus dekubitus pada


individu yang berisiko mengalami ulkus dekubitus

f) perawatan kulit: terapi topical; mengoleskan zat topical atau


manipulasi alat untuk meningkatkan integritas kulit dan
meminimalkan kerusakan kulit

g) perawatan luka; mencegah komplikasi luka dan meningkatkan


penyembuhan luka

Diagnosa 2 :

Tujuan dan Kriteria hasil

NOC:

a) Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap


kemudahan fisik psikologis

b) Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan


nyeri

c) Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau


dilaporkan

Tujuan/criteria hasil
- Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut:

a) tidak pernah

b) jarang

c) kadang-kadang

d) sering

e) selalu

Indikator 1 2 3 4 5
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan
pencegahan
Melaporkan nyeri dapat
dikendaikan
Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:

1. sangat berat

2. berat

3. sedang

4. ringan

5. tidak ada

Indicator 1 2 3 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah
Gelisah atau ketegangan
otot
Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis
Gelisah

a) memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif


untuk mencapai kenyamanan

b) mempertahankan nyeri pada ….atau kurang (dengan skala 0-10)

c) melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis

d) mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk


memodifikasi factor tersebut

e) melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan

f) melaporkan pola tidur yang baik

Intervensi Keperwatan dan rasional

Intervensi NIC

- Pengkajian

a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama


untuk mengumpulkan informasi pengkajian

b) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.

c) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri


oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya

d) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan


lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien

e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang


sesuai usia dan tingkat perkembangan pasien

f) Manajemen nyeri:
g) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya

h) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya


pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efekti

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang


harus diminum, frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan
efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus
saat mengkonsumsi obat tersebut dan nama orang yang harus
dihubungi bila mengalami nyeri membandel.

b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika


peredaan nyeri tidak dapat dicapai

c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat


meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan

d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau


oploid (resiko ketergantungan atau overdosis)

e) Manajemen nyeri:

f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa


lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat
prosedur

g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi,


distraksi, terapi)

Aktivitas kolaboratif

a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang


terjadwal (missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b) Manajemen nyeri:

c) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi


lebih berat

d) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika


keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien dimasa lalu

Perawatan dirumah

a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah

b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi


yang diperlukan dalam pemberian obat

Untuk bayi dan anak-anak

a) Waspadai bahwa sama halnya dengan orang dewasa, bayi pun


sensitive terhadap nyeri, gunakan anastetik topical sebelum
melakukan pungsi vena, untuk bayi baru lahir gunakan sukrosa
oral

b) Untuk mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan


skala nyeri wajah atau skala nyeri bergambar lainnya

Untuk lansia

a) Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitivitas


terhadap efek analgesic opiate, dengan efek puncak yang lebih
tinggi dan durasi peredaan nyeri yang lebih lama

b) Perhatikan kemungkinan interaksi obat-obat dan obat penyakit


pada lansia, karena lansia sering mengalami penyakit multiple dan
mengonsumsi banyak obat

c) Kenali bahwa nyeri bukan bagian dari proses norma penuaan


d) Pertimbangkan untuk menurunkan dosis opioid dari dosis
biasanya untuk lansia, karena lansia lebih sensitive terhadap
opioid

e) Hindari penggunaan meperidin (demerol) dan propoksifen


(darvon) atau obat lain yang dimetabolisme diginjal

f) Hindari penggunaan obat dengan waktu paruh yang panjang


karena yang meningkatkan kemungkinan toksisitas akibat
akumulasi obat

g) Ketika mendiskusikan nyeri, pastikan pasien dapat mendengar


suara saudara dan dapat melihat tulisan yang ada diskala nyeri

h) Ketika memberikan penyuluhan mengenai medikasi, ulangi


informasi sesering mungkin, tinggalkan informasi tertulis untuk
pasien

i) Kaji interaksi obat termasuk obat bebas


BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Tanggal pengkajian : 6 Agustus 2019
1. Pasien
Nama : Tn. S
Umur/ TTL : 03-12-1963
Pendidikan :-
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : JatiNgaleh
Diagnosa Medis : Ulkus Diabetes Mellitus

B. Status Kesehatan
1. Keluhan utama (Saat dikaji)
Nyeri Post Amputasi
2. Riwayat kesehatan
Klien datang ke Rs Roemani semarang dengan keluhan nyeri dikaki,
bagian jempol kanan menghitam pada tanggal 29 agustus klien mengeluh
nyeri, P: nyeri saat kaki digerakan, Q: nyeri seperti ditekan R: Nyeri pada
bagian luka ulkus S:skala nyeri 4 T: nyeri hilang timbul
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan sudah menderita diabetes Mellitus sudah lama. pasien
tidak rutin memeriksakan penyakitnya ke faskes terdekat atau ke rumah
sakit.
C. Pengkajian Pola Fungsi dan Pemeriksaan Fisik
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi Tentang Kesehatan Diri
Klien mengatakan masalah kesehatan yang dialaminya sekarang
membuatnya tdak bisa melakukan aktivitas.

b. Pengetahuan
Klien mengatakan sudah mengetahui penyakitnya tetapi tidak tahu
bagaimna cara perawatannya.
c. Upaya Mempertahankan Kesehatan
Kebiasaan diit, klien engatakan sering makan malam dan yang manis
manis, serta kemampuan untuk mengontrol kesehatanya apabla sakit
klien meminum obat tradisional dan ketika berobat ke puskesmas dan
rumah sakit.
2. Neurosensori dan kognitif
Adanya nyeri pada klien
P : Nyeri saat kaki digerakan
Q : Nyeri seperti ditekan
R : Nyeri pada bagian kaki luka ulkus Dm pedis dextra dengan adanya
necrosis phalang distal hallux
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri hilang timbul
3. Pola Nutrisi Cairan dan Metabolik
a. Subyektif
Klien diit tipe nasi 3X sehari, makan klien tidak menurun serta untuk
asupan makanan dibantu keluarga, klien mengatakan tidak ada masalah
untuk mengunyah atau menelan, tidak ada keluhan demam, klien
mengatakan minum the dan air putih.
b. Obyektif
Suhu tubuh klien 36,5, berat badan 65 kg, tnggi badan 160 cm, tidak
adanya edema, integritas kulit perut baik, dan tidak ada hernia/masa
serta tidak bau mulut.
4. Sirkulasi
a. Sebelum dirawat
Pasien memiliki riwayat Diabetes mellitus sudah lama, pasien tidak
rutin control

b. Selama dirawat
Saat dilakukan pengkajian, tekanan darah pasien 151/88 mmHg, nadi
98x / menit,Suhu 36,5 , GDS : 179
5. Pola nilai kepercayaan
a. Subyektif
Klien mengatakan sumber kekuaatan adalah allah dan keluarga tidak
ada rasa menyalahkan tuhan, masalah berkaitan dengan aktivitas hanya
keterbatasan dalam berktivitas
b. Obyektif
Klien tidak menarik diri, tidak udah marah, tidak mudah tersinggung
menolak pengobatan
6. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital (TTV)
1) Tekanan Darah : 151/88
2) Nadi : 98x/ Menit
3) Suhu : 36,5 C
4) RR : 22x/menit
5) BB : 65 Kg
6) TB : 160 Cm
b. Keadaan umum
Kesadaran : Composmetis (Kesadaran penuh)
c. mata
1) Bentuk bola mata : Simetris kiri dan kanan
2) Kelopak : Tidak ada edema dan memar
3) Konjungtiva : tidak anemis
4) Sklera : Tidak ikterik
d. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
peningkatan JVP

e. Dada
a) Paru
Inspeksi : tidak ada kelainan, dada simetris
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler pada seluruh lapang paru
b) Jantung
Inspeksi : tidak ada jejas atau bekas luka, tidak tampak ictus
cordis
Palpasi : tidak tampak ictus cordis
Perkusi : redup
Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
f. Abdomen
Inspeksi : tidak ada asites
Auskultasi : peristaltik usus 15 x/ menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran
Perkusi : bunyi timpani
D. Data Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium tanggal 28 Agustus 2019
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan

Darah Rutin
Hemoglobin 10.3 g/dl 13-17

Lekosit 6000 103/mm3 3,8-10,6

Trombosit 313000 103/mm3 150-400

Hematokrit 48 % 40-54

Eritrosit 4.6 juta/mm3 4,4-5,9

MCV 88,0 % fL 76-96

MCH 30,4 Pg 27-32

MCHC 34.3 % 29-36

RDW 11.8 % 11,6-14,8

Kimia klinik

Ureum 48 Mg/dL 2-4

kreatininl 1.7 Mg/dL 0-1

Kalium 3.9 mEq/L 50-70

Natrium 135 mEq/L 25-40

chlorida 100 mEq/L 2-8

2) 29 Agustus 2019
Hemoglobin 10.2
Terapi Dosis
Infus Nacl 1/ 8 jam
Ceftriaxon 1/24 jam
Amplodipine 1/ 24 jam
Anemolat 1/ 24 jam
Lefofloxacin 500/ 24 jam
Metronidazole 500/ 24 jam
Ibuprofen 400/24 jam
Tramadol 100/24 jam
E. Analisa Data
tanggal 29 Agustus 2019
Data Masalah Etiologi
Pre Nyeri
Data Subjektif : Neuropati peubahan pada
Pasien mengatakan nyeri. kulit dan otot
P : nyeri saat kaki digerakan
Q : nyeri seperti ditekan
R : nyeri pada bagian kaki Ulkus Dm
Luka ulkus Dm pedis
dekstra dengan adanya
necrosis phalang distal Keruakan integritas kulit
hallux
S : nyeri skala 4
T : hilang timbul Nyeri pada Luka

Data Obektif :
- Pasien tampak menahan
nyeri
- TD : 151/ 98 mmHg,
- HR : 88 x/menit,
- RR : 22 x/menit.
- GDS 179
- Pasien hanya tiduran

30 Agustus 2019 Post Luka Post Operasi Ulkus Dm


amputasi
Data Subjektif : Necrosis
Klien mengatakan nyeri pada
luka post op, nyeri ketika Operasi
digerakan
Data Objektif : Tempat pelabuhan kuman
- Tampak ada luka post op
- Disekitar luka Sistem imun kurang
kemerahan
- GDS 176, TD 159/97
- HR 84X/mnt RR Resiko Infeksi
22X/mnt

F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

G. Pathway Keperawatan Kasus

DIABETES MELLITUS

INSULIN DALAM TUBUH TIDAK ADEKUAT

VLDL DAN LDL

PENEBALAN DINDING PEMBULUH DARAH

ALIRAN DARAH KE KAKI BERKURANG

SUPLAI JARINGAN BERKURANG DAN NEUROPATI

ULKUS DIABETIK NECROSIS OPERASI

KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT

TEMPAT PELABUHAN KUMAN

NYERI SYSTEM IMUN KURANG

RESIKO INFEKSI

H. Intervensi keperawatan
Tgl/ No Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
jam Dx
29- 08- 1 Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
2019 keperawatan selama 3 x 24 jam, secara komprehensif
diharapkan nyeri pasien berkurang termasuk lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan
penyebab nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk 2) Lakukan pengkajian tanda
mengurangi nyeri, mencari tanda vital
bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri 3) Sedakan lingkungan
berkurang dengan nyaman
menggunakan manajemen nyeri 4) Ajarkan tentang teknik non
3) Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi : music klasik
intensitas, frekuensi dan tanda dan back massage
nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang
normal
30-08- 2 Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1) Monitor tanda dan gejala
2019 keperawatan selama 3x24 jam 2) Menggunakan sarung
diharapkan tidak mengalami infeksi tangan steril setiap
kriteria hasil : melakukan tindakan
1) Klien bebas dari infeksi 3) Pertahankan teknik aseptik
2) Menunjukan kemampuaan 4) Ajarkan klien dan keluarga
untuk mencegah tanda dan gejala infeksi
5) Kolaborasi untuk
pemberian obat antibiotik
6) Libatkan keluarga

I. Implementasi keperawatan
Waktu No. Tindakan keperawatan Respon Pasien TTD
DX
Pre 1 Mengukur tanda vital dan S : pasien mengeluh nyeri
29-08-2019 mengkaji keluhan pasien P : nyeri saat kaki digerakan
Q : nyeri seperti ditekan.
R : nyeri pada bagian kaki
S : nyeri skala 4
T : hilang timbul
O: Pasien tampak menahan nyeri
TD : 151/88 mmHg,
HR : 98 x/menit,
RR : 22 x/menit
GDS 179

2 Mengajarkan teknik non S : pasien mengatakan bersedia


farmakologi: terapi music O : pasien tampak lebih tenang
dan back massage

3 Sediakan lingkungan aman S : klien mengatakan nyaman dan


dan nyaman tenang
O : klien tampak nyaman

Post
30-8-2019
1 Mengukur tanda vital dan S : pasien mengeluh nyeri
mengkaji keluhan pasien P : nyeri saat kaki digerakan
Q : nyeri seperti ditekan.
R : nyeri pada bagian kaki
S : nyeri skala 3
T : hilang timbul
O: Pasien tampak menahan nyeri
TD : 159/97 mmHg,
HR : 84 x/menit,
RR : 22 x/menit
GDS 176

2 Mengajarkan teknik non S : pasien mengatakan bersedia


farmakologi: terapi music O : pasien tampak lebih tenang
dan back massage dan tidur

3 Sediakan lingkungan aman S : klien mengatakan nyaman dan


dan nyaman tenang
O : klien tampak nyaman
menjangkau keperluan

S : Klien mengatakan tidak


1 Memonitor tanda dan gejala merasa panas diarea luka
O : Luka tertutup kasa

2 Menggunakan sarung tangan O : Luka tampak ada nanah


steril setiap tindakan Melakukan perawatan luka

3 Mempertahankan teknik
aseptic

Mengajarkan tanda dan gejala S: Klien mengatakan paham apa


infeksi yang dijelaskan
O: Klien tampak paham apa yang
dijelaskan
4 Berkolaborasi untuk
pemberian antibiotic

J. Evaluasi
Tanggal/jam No. Evaluasi Ttd
Dx
29-08-2019 1. S : Klien mengatakan nyeri
P : nyeri saat kaki digerakan
Q : nyeri seperti ditekan
R : nyeri pada bagian ulkus dm pedis dekstra dengan post
amputasi phalang distal hallux
S : nyeri skala 4
T : nyeri hilang timbul
O : pasien tampak menahan nyeri, klien tidak menggerakan
kaki
TD : 151/88 mmHg,
HR : 98 x/menit,
RR : 22 x/menit.

A : masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi

Lakukan pengkajian tanda tanda vital

Sedakan lingkungan nyaman


Ajarkan tentang teknik non farmakologi : music klasik
dan back massage

30-8-2019 2. S : Pasien mengatakan masih nyeri


P : nyeri saat kaki digerakan
Q : nyeri seperti ditekan
R : nyeri pada bagian ulkus dm pedis dekstra dengan post
amputasi phalang distal hallux
S : nyeri skala 3
T : nyeri hilang timbul
O : Ku : Cukup baik
- Pasien ke kamar mandi dibantu
- Infus sudah terpasang
- Mobilisasi dengan hati-hati
- Ada luka garukan dikaki
- pasien tampak menahan nyeri, klien tidak
menggerakan kaki
TD : 151/88 mmHg,
HR : 98 x/menit,
RR : 22 x/menit.
GDS :176

A : Masalah teratasi sebagian


P : lanjutkan intervensi :

Monitor tanda dan gejala

Menggunakan sarung tangan steril setiap melakukan


tindakan

Pertahankan teknik aseptik

Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik

Libatkan keluarga
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 03-12-1963
Diagnosa Medis : Ulkus Diabetes Mellitus

B. Data Fokus Pasien


Data Subjektif :
S : Klien mengatakan nyeri
P : nyeri saat kaki digerakan
Q : nyeri seperti ditekan
R : nyeri pada bagian ulkus dm pedis dekstra dengan post amputasi phalang distal
hallux
S : nyeri skala 4
T : nyeri hilang timbul
Data Obektif :
pasien tampak menahan nyeri, klien tidak menggerakan kaki
TD : 151/88 mmHg,
HR : 98 x/menit,
RR : 22 x/menit.

C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence Based


Nursing Riset yang Diaplikasikan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

1. Analisa Sintesa Justifikasi


POLA HIDUP TIDAK SEHAT

DIABETES MELLITUS

INSULIN DALAM TUBUH TIDAK ADEKUAT

NAIK NYA VLDL DAN LDL

PENEBALAN DINDING PEMBULUH DARAH

ALIRAN DARAH KE KAKI BERKURANG

SUPLAI JARINGAN BERKURANG DAN NEUROPATI NECROSIS

ULKUS DIABETIK OPERASI

KERUSAKAN INGEGRITAS KULIT TEMPAT PELABUHAN KUMAN

NYERI
RESIKO INFEKSI
NON FARMAKOLOGI : MUSIK
KLASIK DAN BACK MASSAGE
2. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice
Pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi seseorang
karena tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma pada jaringan yang
dapat menimbulkan nyeri. Nyer bersifat subyektif tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama
menghasilkan respon atau perasaan identik pada individu baik pasien maupun
tenaga kesehatan (Potter & Perry, 2010).
Nyeri dapat diatasi dengan intervensi manajemen nyeri terutama
pada nyeri post operasi yaitu dengan pemberian terapi farmakologi dan
terapi non farmakologi. Terapi farmakologi terkadang dapat menimbulkan
efek samping yang juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien.
Banyak pilihan terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri
perawat dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek
samping, simple dan tidak berbiaya mahal.
Selain itu terapi musik juga merupakan salah satu tindakan mandiri
perawat dalam manajemen nyeri, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
jenis musik yang efektif dalam manajemen nyeri adalah musik klasik. Hal ini
dikarenkan musik klasik memiliki tempo yang berkisar antara 60-80 beats per
menit selaras dengan detak jantung manusia (Suherman, 2010).
Back massage bisa sebagai alternatif untuk pengelolaan nyeri pada
pasien post operasi . Back massage merupakan salah satu intervensi mandiri
dalam keperawatan yang dapat diterapkan untuk mengurangi rasa nyeri.
Massage/pijatan, efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan mental,
mengurangi nyeri dan meningkatkan keefektifan pengobatan nyeri. Masase
pada punggung, bahu, lengan dan kaki selama 3 sampai 5 menit dapat
merelaksasikan otot dan memberikan istirahat yang tenang dan kenyamanan
(Potter & Perry, 2009).
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing


Practice
Diabetes mellitus biasa disebut dengan the silent killer karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh yang menimbulkan berbagai
keluhan, penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan
mata, katarak, penyakit jantung, ginjal, impotensi seksual, luka yang sulit
sembuh, dan membusuk, infeksi paru paru, gangguan pembuluh darah, stroke
dan sebagainya. Tidak jarang penderita DM yang sudah parah menjalani
amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan (Depkes, 2005). Nyeri
dapat ditangani dengan terapi farmakologis maupun non farmakologis.
Tindakan non farmakologis untuk mengatasi masalah nyeri yaitu dengan
terapi music klasik dan back massage.
TN. S memiliki keluhan nyeri saat kaki digerakan dengan skala NRS : 4,
tekanan darah : 151/98 mmHg. Pemilihan tindakan music klasik dan back
massage pada Tn. S dikarenakan pasien mengalami nyeri, pasien memiliki
riwayat Diabetes mellitus. Tindakan music klasik dan back massage tersebut
merupakan salah satu tindakan mandiri bagi perawat serta tidak memiliki efek
samping yang merugikan. Di samping itu tindakan music klasik dan back
massage merupakan tindakan yang efektif, efisien, serta mudah dilakukan
sehingga pasien dapat menerapkannya di rumah. Selain itu juga tindakan
mandiri perawat yang sangan murah aman dan tidak berbahaya serta dapat
dilakukan saat di rumah.
B. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice pada Kasus
Sebelum dilakukan tindakanmusik klasik dan back massage, pada tanggal
29 - 30 agustus, dilakukan pengkajian nyeri pada pasien. Tn. S dimana pasien
mengeluh nyeri saat kaki digerakan, nyeri seperti ditekan, nyeri skala
Numeric Rating Scale (NSR) : 4, nyeri hilang timbul, kemudian dilakukan
tindakan music klasik dan back massage selama kurang lebih 20 menit.
Keduanya diberikan sebelum diberikan obat anti nyeri, untuk
menghindari terjadinya bias saat dilakukan pemberian music klasik dan back
massage
C. Hasil yang Dicapai
Hal ini menunjukkan bahwa music klasik dan back massage mampu
membantu menurunkan nyeri, dengan nilai yang sangat kecil.
Pemberian terapi music klasik Hari dan Tanggal
dan back massage

H- 1 H-2

29-8-2019 30-8-1029
Pre terapi Nyeri 4 3
Post terapi Nyeri 3 3

D. Kelebihan dan Kekurangan yang Ditemukan


Kelebihan dari tindakan music klasik dan back massage antara lain dapat
diterapkan oleh pasien di rumah, mudahnya music diperoleh di internet dan
mudahnya cara memijat, caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara
mandiri oleh pasien. Kekurangan dalam penelitian ini adalah pemberian
hanya dua kali pemberian, akan lebih maksimal apabila tiga hari pemberian.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. S, diagnosa utama keperawatan
yang muncul Nyeri dan resiko infeksi
2. Sebelum dan sesudah dilakukan tindakan nonfamakologi music klasik
dan back massage
hari pertama : Pre 4
Post 3
Tidak ada penurunan kadar gula darah sewaktu
Hari kedua : Pre 3
Post 3
Adanya penurunan rasa nyeri pada klien
3. Evaluasi hasil aplikasi evidence based practice nursing adalah terjadi
penurunan nyeri pada Tn. I setelah dilakukan music klasik dan back
massage, dengan kriteria hasil dengan penurunan nyeri. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa tindakan music klasik dan back massage, memiliki
pengaruh yang signifikan untuk menurunkan nyeri.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, penulis memberikan saran bahwa diharapkan
pembaca dapat mengaplikasikan evidence based practice nursing tindakan
music klasik dan back massage. Sebagai salah satu tindakan keperawatan
mandiri dalam proses asuhan keperawatan pada praktik keperawatan klinik
dengan menjadikan laporan ini sebagai salah satu acuan sehingga pelayanan
keperawatan dapat lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2009. Petunjuk praktis terapi insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus

Arora, M,. Koley.,S., Gupta, S., et. al, 2007. A Study On Lipid Profile And
Body Fat In Patients With Diabetes Mellitus. Anthropologi, 9 (4): 295-8

Askandar. 2001. Hidup Sehat Dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta :


Gramedia {ustaka utama

Andyagreeni.2010. tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: CV Trans


Info Media

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan. 2005 . Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Mellitus.

Nabil. 2009. Mengenal Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010).Buku ajar fundamental keperawatan. (Buku


3 edisi 7). Jakarta: EGC.

Potter & Perry, (2009). Fundamental of Nursing, Fundamental


Keperawatan. Buku 1. Edisi 7. Terj. Adriana Ferderika. Jakarta: Salemba
Medika

Sheila, L. N. (2016). Skripsi: Pengaruh relaksai otot progresif terhadap nilai


ankle brachial index (ABI) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah
kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember. Jember: Universitas Jember.

Word Health Organization. (2018). Diabetes. Genewa: Word Health


Organization. Retrieved from https://www.who.int.news-

Anda mungkin juga menyukai