2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
dan konsep asuhan keperawatan pada pasien kolelitiasis
b. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis
c. Mengaplikasikan hasil penelitian terapi progresis dan latihan lima
jari untuk mengurangi nyeri post laparaskopi kolesistektomi.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah kalkuli atau batu empedu biasanya terbentuk dalam empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empeduv (Smeltzer dan
Suzanne, 2001).
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garm empedu. Etiologi batu empedu
belum diketahui secara sempurna, namun yangpaling penting adalah gangguan
metabolism yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, dan infeksi
kandung empedu. Sementara itu komponen utama dari empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol makan kolesterol menjadi tidak larutdan membentuk
endapan .
C. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
1. Supersaturasi
2. Nukleasi
3. Berkembang karena bertambahnya endapan
Terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid dengan kolesterol
turun dibawah angka tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam air.
Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
memiliki inti sentral kolesterol, dikelilingi mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan atau kadar asam
empedu rendah atau terjadi sekresi lesitin merupakan keadaan yang litogenik.
Pembenukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu pengendapan.
D. Manifestasi Klinik
1. Kolik bilier
Nyeri akibat ductus tersumbat oleh batu empedu dapat mengakibatkan
distensi dan infeksi. Nyeri dirasakan pada kuadran kanan atas menjalar ke
punggung atau bhu kanan disertai rasa mual dan muntah. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentih dinding abdomen
pada daerah kartilago kosta 9 dan 10kanan sehingga menimbulkan nyeri
tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien inspirasi dalam
dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus yang sering diertai rasa gatal
3. Perubahan warna urine menjadi lebih gelap dan feses pucat
4. Defisiensi vitamin
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultra Sono Grafi
Pemeriksaan USG untuk mendekteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
ductus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Kolesistogram
Digunakan bila USG tidak tersedia atau meragukan.
3. Sonogram
Digunakan untuk mendeteksi apakah terdapat batu dan adanya penebalan
dinding kandung empedu.
4. Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi (ERCP)
Memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dilihatpada saat laparatomi.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan prothrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total
f. Penurunan urobilirubin
F. Penatalaksanaan
1. Non Bedah
a. Diit tinggi protein dan karbohidrat
b. Cukup istirahat, cairan dan pemberian antibiotic
c. Farmakoterapi : pemberian asam ursodeoksikolat dan
kenodeoksikolat untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan tidak desaturase getah empedu.
d. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
2. Bedah
a. Kolesistektomi dengan bedah terbuka atau dengan laparaskoi
b. Koledokostomi: insis lewat ductus koledokus untuk mengeluarkan
batu empedu.
Post operasi:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: luka insisi abdomen
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
penghisapan gaster berlebih, muntah, distensi.
4. Fokus Intervensi
a. Nyeri akut
Tujuan: setelah dilakukan perawatan 1x 24 jam, nyeri berkurang atau
hilang dengan kriteria pasien tampak tenang, dapat istirahat, skala nyeri 1-
2, tanda vital normal.
Intervensi: Manajemen nyeri
1) Observasi lokasi, skala, karakteristik nyeri secara berkala
Rasional : observasi berkala adalah cara untuk memantau adanya
perbaikan kondisi dan keefektifan intervensi.
2) Posisikan pasien dalam posisi nyaman
Rasional : posisi nyaman seperti fowler rendah mengurangi tekanan
intraabdomen
3) Berikan Teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi memusatkan kembali perhatian pasien
sehingga meningkatkan istirahat dan menurunkan rasa nyeri.
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk memnerikan anti nyeri
Rasional : mempengaruhi system saraf untuk merespon nyeri sehingga
dapat menurunkan sensasi nyeri.
b. Risiko kekurangan volume cairan
Tujuan : setelah dilakukan perawatan 1x24 jam, masalah keseimbangan
cairan adekuat dengan kriteria tanda vital stabil, membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisisan kapiler baik, eliminasi urin normal.
Intervensi: Fluid balance
1) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : informasi status cairan pasien dapat menunjukkan sirkulasi
yang baik dan kebutuhan cairan yang tercukupi atau kurang
2) Kaji tanda vital, membrane mukosa, dan turgor kulit
Rasional : tanda vital merupakan salah satu indicator adanya
perubahan status hidrasi pasien
3) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian ciran IV dan elektrolit
Rasional : rehidrasi dan elektrolit dapat memperbaiki
ketidakseimbangan cairan dan mempertahankan volume sirkulasi.
BAB III
RESUME
A. Pengkajian Fokus
1. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn I.M
Tanggan Lahir : 23 Januari 1957 (62 tahun)
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Semarang
Diagnosis Medis : Cholelithiasis
2. Keluhan Utama
Paien mengeluh nyeri setelah dilakukan operasi pengambilan batu empedu
(P). Nyeri terasa panas seperti disayat (Q), dirasakan pada seluruh bagian
perut tetapi tidak menjalar ke bagian lain (R) dengan skala nyeri 6 (S).
Nyeri dirasakan setelah 2 jam post op, terasa hilang timbul dan bertambah
jika bergerak (T).
3. Riwayat Penyakit
Pasien memiliki riwayat sakit jantung dan pernah dirawat pada 2014.pasien
memiliki riwayat penyakit BPH, pernah operasi pada tahun 2017 serta
memiliki riwayat penyakit hipertensi.
4. Data Fokus
a. Data subjektif:
Pasien dirawat dengan keluhan perut terasa sebah dan nyeri di sebelah
kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan saat ini mengeluh
nyeri setelah dilakukan operasi pengambilan batu empedu (P). Nyeri
terasa panas seperti disayat (Q), dirasakan pada seluruh bagian perut
tetapi tidak menjalar ke bagian lain (R) dengan skala nyeri 6 (S). Nyeri
dirasakan setelah 2 jam post op, terasa hilang timbul dan bertambah
jika bergerak (T).
b. Data Objektif
1) Pasien tampak meringis kesakitas saat bergerak
2) Pasien tampak memegangi bagian perut saat bergerak
3) Tanda vital: TD: 143/ 90 mmHg
HR: 95x/ menit
T : 365OC
RR : 20x/ menit
4) Pemeriksaan abdomen:
a) Inspeksi: tampak luka post laparaskopi 3 bagian di kuadran
kanan atas, kuadran tengan dan bawah.
b) Auskultasi : Bising usus (+) 4 x/menit
c) Perkusi : perkusi tympani
d) Palpasi : teraba keras. Distensi supra pubis (+). Nyeri tekan (+)
5) Pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak
6) Pasien tampak memegangi perutnya saat berganti posisi
B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi laparaskopi
kolesitektomi)
C. Pathway Kasus
>>estrogen <<fungsi
tubuh& Pigmen
<< asam kontrol empedu tak
empedu terhadap terkonjugasi
Empedu
kolesterol litogenik
>>kolesterol Pengendapan
Batu pigmen
Pembentukan
kristal
kolesterol
Batu kolesterol
KOLELITIASIS
F. Evaluasi
Tanggal / Dx Catatan Perkembangan Ttd
jam keperawatan
19/9/2019 Nyeri akut S: Dina
21.00 pasien mengatakan nyeri saat bergerak
(P), nyeri seperti disayat (Q,), nyeri hanya
dibagian perut dan tidak menjalar (R),
masih dirasakan skala 5 (S), dirasakan
hilang timbul (T). Nyeri tidak berkurang
setelah terapi relaksasi tetapi saat
relaksasi dapat merasa nyaman
O:
KU: Lemah
TD: TD: 152/ 95x/menit, HR: 90x/ menit
RR: 20x/menit
Pasien tampak melindungi bagian yang
sakit
Tampak luka post laparascopy 3 bagian di
abdomen
A: Nyeri akut belum teratasi
P:
ajarkan terapi genggam 5 jari
Observasi nyeri dan tanda vital secara
berkala
20/9/2019 Nyeri akut S: Dina
13.30 pasien mengatakan nyeri saat berganti
posisi (P), nyeri seperti disayat (Q,), nyeri
hanya dibagian perut dan tidak menjalar
(R), masih dirasakan skala 5 (S), dirasakan
hilang timbul (T). Nyeri belum berkurang
meskipun sudah terapi relaksasi, tetapi
saat relaksasi dapat merasa nyaman
O:
KU: Baik
TD: 145/ 80 mmHg HR: 80x/menit RR:
20X/menit
Pasien tampak meringis kesakitan saat
latihan duduk
A. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn I.M
Tanggan Lahir : 23 Januari 1957 (62 tahun)
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan: Kawin
Alamat : Semarang
Diagnosis Medis : Cholelithiasis
B. Data Fokus
1. Data subjektif:
Pasien dirawat dengan keluhan perut terasa sebah dan nyeri di sebelah
kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan saat ini mengeluh nyeri
setelah dilakukan operasi pengambilan batu empedu (P). Nyeri terasa
panas seperti disayat (Q), dirasakan pada seluruh bagian perut tetapi tidak
menjalar ke bagian lain (R) dengan skala nyeri 6 (S). Nyeri dirasakan
setelah 2 jam post op, terasa hilang timbul dan bertambah jika bergerak
(T).
2. Data Objektif
a. Pasien tampak meringis kesakitas saat bergerak
b. Pasien tampak memegangi bagian perut saat bergerak
c. Tanda vital: TD: 143/ 90 mmHg
HR: 95x/ menit
T : 365OC
RR : 20x/ menit
d. Pemeriksaan abdomen:
1) Inspeksi: tampak luka post laparaskopi 3 bagian di kuadran kanan
atas, kuadran tengan dan bawah.
2) Auskultasi : Bising usus (+) 4 x/menit
3) Perkusi : perkusi tympani
4) Palpasi : teraba keras. Distensi supra pubis (+). Nyeri tekan (+)
3. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi laparaskopi
kolesitektomi)
B. Mekanisme Penerapan
1. Kriteria klien
a. Pasien post operasi 12 jam pertama yang tidak mengalami penurunan
kesadaran
b. Pasien yang bersedia dilakukan terapi
Pre Post
Latihan
ke.. Skala nyeri Tanda vital Skala nyeri Tanda vital
2. Pembahasan
Nyeri sebagai suatu subjektif pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial,
teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri.
Relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol
dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan
bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Saat klien melakukan pola pernapasan yang teratur, perawat mengarahkan
klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot,
berfikir bagaimana rasanya, menegangkan otot sepenuhnya, dan kemudian
merelaksasikan otot-otot tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi
melepaskan ketidaknyamanan dan stress. Secara bertahap, klien dapat
merelaksasikan otot-otot tersebut. Saat klien mencapai relaksasi penuh, maka
persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi.
Selain terapi diatas, Teknik genggam lima jari bermanfaat dalam
mengurangi intensitas nyeri karena dengan bantuan imajinasi maka pasien
akan membentuk bayangan yang akan diterima sebagai rangsangan oleh
berbagai indra sehingga akan terbentuk suatu bayangan yang indah dan
perasaan akan tenang sehingga dapat membuat pasien tidak fokus merasakan
nyeri. Ketegangan otot dan ketidaknyamanan akan dikeluarkan dan
menyebabkan tubuh menjadi rileks dan nyaman . Kegiatan ini merupakan
upaya pengalihan perhatian yang dapat menurunkan nadi, tekanan darah dan
pernafasan, adanya penurunan ketegangan otot dan kecepatan metabolism
Berdasarkan hasil pengkajian nyeri yang dilakukan ada pasien post
laparascopy, didaptkan hasil seperti pada tabel 5.1. dari tabel tersebut tampak
bahwa skala nyeri tidak berkurang setelah dilakukan terapi progresif dan
genggam lima jari. Selain itu tanda vital tidak mengalami penurunan secara
signifikan. Hal ini berarti terapi progresif dan gengam jari yang diajarkan
kurang efektif. Kemungkinan dari kurang berhasilnya terapi ini dipengaruhi
beberapa factor yaitu kurang fokusnya pasien selama mengikuti latihan, dan
durasi waktu latihan yang relative singkat serta hanya dilakukan pada hari ke-
0 dan hari ke 1 pasca operasi. Hal ini membuat terapi nonfarmakologis kurang
memberikan dampak pada pasien. Kemungkinan lainnya yaitu factor
lingkungan, dimana dalam satu ruang terdapat 2 pasien dan beberapa orang
penunggu pasien sehingga mengurangi focus pasien untuk mendapatkan
ketenangan selama latihan.meskipun demikian, psien tetap mendapatkan rasa
nyaman selama latiha. Psien mengatakan merasa nyaman saat dilatih nafas
dalam dan dapat mengurangi rasa nyeri saat nafas dalam dilakukan. Akan
tetapi setelah seluruh proses latihan selesai, skala nyeri dirasakan masih sama
yaitu skala 5.
A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan evidence based nursing diatas, dapat disimpulkan
bahwa terapi progresif dan terapi genggam lima jari kurang efektif dalam
menurunkan skala nyeri pada Tn. I dengan post laparascopy cholesistectomy.
Hal ini kemungkinan disebabkan factor waktu latihan, durasi, frekuensi dan
factor lingkungan pasien.
B. Saran
1. Bagi Institusi
Bagi institusi rumah sakit, khususnya perawat dapat memberikan edukasi
terapi nonfarmakologi sebagai bagian dari discharge planning supaya dapat
diterapkan secara mandiri oleh pasien dengan kondisi lingkungan yang
dapat disesuaikan sendiri oleh pasien.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menerapkan Teknik nonfarmakologi lainnya atau
menambahkan durasi dan frekuensi latihan yang lebih lama untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal