Anda di halaman 1dari 26

APLIKASI TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF DAN

LATIHAN 5 JARI UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA TN.I


DENGAN POST LAPARASCOPY CHOLESISTECTOMY DI
RUANG SULAIMAN 5 RS ROEMANI MUHAMMADIYAH
SEMARANG

Nama : Dina Nur Fadhilah


NIM : G3A019028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu
masih terbatas (Sudoyo, 2007). Di Indonesia angka kejadian cholelithiasis
tidak jauh berbeda dengan angka kejadian di negara lain di Asia Tenggara, dan
sejak tahun 1980 cholelithiasis identik dengan pemeriksaan ultrasonografi (De
Jong, Syamsuhidajat, 2005). Di Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan
mulai dari usia muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering
ialah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insidensi cholelithiasis
meningkat (De Jong, Syamsuhidajat, 2005).Tindakan kolesistektomi
termasuk salah satu tindakan bedah digesti yang paling sering dilakukan
(Raymond, 2007). Menurut penelitian Singla dkk, dari 50 pasien yang
menjalani laparoskopi kolesistektomi, 16 pasien merasakan nyeri yang
hebat yang membutuhkan analgetik tambahan. Nyeri abdomen merupakan
nyeri yang sering terjadi pada 24 jam pertama pasca operasi sedangkan
nyeri pada bahu biasanya dirasakan pada hari berikutnya. Menurut (Potter &
Perry, 2006) teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi
rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik
relaksasi meliputi meditasi, yoga, Zen, teknik imajinasi, dan latihan relaksasi
progresif.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menyusun
makalah ini untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis dan post laparaskopi kolesistektomi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
koleliiasis.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
dan konsep asuhan keperawatan pada pasien kolelitiasis
b. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis
c. Mengaplikasikan hasil penelitian terapi progresis dan latihan lima
jari untuk mengurangi nyeri post laparaskopi kolesistektomi.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah kalkuli atau batu empedu biasanya terbentuk dalam empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empeduv (Smeltzer dan
Suzanne, 2001).

B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garm empedu. Etiologi batu empedu
belum diketahui secara sempurna, namun yangpaling penting adalah gangguan
metabolism yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, dan infeksi
kandung empedu. Sementara itu komponen utama dari empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol makan kolesterol menjadi tidak larutdan membentuk
endapan .

C. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
1. Supersaturasi
2. Nukleasi
3. Berkembang karena bertambahnya endapan
Terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid dengan kolesterol
turun dibawah angka tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam air.
Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
memiliki inti sentral kolesterol, dikelilingi mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan atau kadar asam
empedu rendah atau terjadi sekresi lesitin merupakan keadaan yang litogenik.
Pembenukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu pengendapan.
D. Manifestasi Klinik
1. Kolik bilier
Nyeri akibat ductus tersumbat oleh batu empedu dapat mengakibatkan
distensi dan infeksi. Nyeri dirasakan pada kuadran kanan atas menjalar ke
punggung atau bhu kanan disertai rasa mual dan muntah. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentih dinding abdomen
pada daerah kartilago kosta 9 dan 10kanan sehingga menimbulkan nyeri
tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien inspirasi dalam
dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus yang sering diertai rasa gatal
3. Perubahan warna urine menjadi lebih gelap dan feses pucat
4. Defisiensi vitamin
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultra Sono Grafi
Pemeriksaan USG untuk mendekteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
ductus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Kolesistogram
Digunakan bila USG tidak tersedia atau meragukan.
3. Sonogram
Digunakan untuk mendeteksi apakah terdapat batu dan adanya penebalan
dinding kandung empedu.
4. Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi (ERCP)
Memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dilihatpada saat laparatomi.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan prothrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total
f. Penurunan urobilirubin

F. Penatalaksanaan
1. Non Bedah
a. Diit tinggi protein dan karbohidrat
b. Cukup istirahat, cairan dan pemberian antibiotic
c. Farmakoterapi : pemberian asam ursodeoksikolat dan
kenodeoksikolat untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan tidak desaturase getah empedu.
d. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
2. Bedah
a. Kolesistektomi dengan bedah terbuka atau dengan laparaskoi
b. Koledokostomi: insis lewat ductus koledokus untuk mengeluarkan
batu empedu.

G. Konsep Asuhan Keperawatan Kolelitiasis


1. Pengkajian Fokus
a. Aktivitas dan Istirahat
Adanya kelemahan dan mudah Lelah
b. Sirkulasi
Adanya takikardi, diaphoresis
c. Eliminasi
Perubahan warna urine menjadi pekat dan perubaha warna feses. Adanya
distensi abdomen, teraba masa di abdomen atas atau kuadran kanan atas.
d. Diit dan Cairan
Adanya keluhan anoreksi, nausea atau vomitus. Tidak adanya toleransi
pada makanan lunak dan mengandung gas. Regurgitasi berulang dan
flattunasi. Rasa seperti terbakar pada epigastric (hearth burn). Adanya rasa
kembung, dispepsi dan peningkatan peristaltic usus.
e. Nyeri
Nyeri pada abdomen menjalar ke punggung sampai bahu. Nyeri pada
epigastric setelah makan. Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30
menit. Teraba otot meregang atau kaku pada pemeriksaan RUQ dan
menunjukkan tanda marfin positif.
f. Respirasi
Nafas dangkal dan tidak nyaman.
g. Kemananan
Keluhan demam menggigil, jaundice, kulit kering, pruritus, cenderung
perdarahan akibat defisiensi vitamin K.
2. Pathway Keperawatan
3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis: obstruksi ductus,
spasme ductus empedu
b. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan adanya mual, muntah, dyspepsia dan nyeri
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

Post operasi:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: luka insisi abdomen
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
penghisapan gaster berlebih, muntah, distensi.

4. Fokus Intervensi
a. Nyeri akut
Tujuan: setelah dilakukan perawatan 1x 24 jam, nyeri berkurang atau
hilang dengan kriteria pasien tampak tenang, dapat istirahat, skala nyeri 1-
2, tanda vital normal.
Intervensi: Manajemen nyeri
1) Observasi lokasi, skala, karakteristik nyeri secara berkala
Rasional : observasi berkala adalah cara untuk memantau adanya
perbaikan kondisi dan keefektifan intervensi.
2) Posisikan pasien dalam posisi nyaman
Rasional : posisi nyaman seperti fowler rendah mengurangi tekanan
intraabdomen
3) Berikan Teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi memusatkan kembali perhatian pasien
sehingga meningkatkan istirahat dan menurunkan rasa nyeri.
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk memnerikan anti nyeri
Rasional : mempengaruhi system saraf untuk merespon nyeri sehingga
dapat menurunkan sensasi nyeri.
b. Risiko kekurangan volume cairan
Tujuan : setelah dilakukan perawatan 1x24 jam, masalah keseimbangan
cairan adekuat dengan kriteria tanda vital stabil, membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisisan kapiler baik, eliminasi urin normal.
Intervensi: Fluid balance
1) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : informasi status cairan pasien dapat menunjukkan sirkulasi
yang baik dan kebutuhan cairan yang tercukupi atau kurang
2) Kaji tanda vital, membrane mukosa, dan turgor kulit
Rasional : tanda vital merupakan salah satu indicator adanya
perubahan status hidrasi pasien
3) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian ciran IV dan elektrolit
Rasional : rehidrasi dan elektrolit dapat memperbaiki
ketidakseimbangan cairan dan mempertahankan volume sirkulasi.
BAB III
RESUME
A. Pengkajian Fokus
1. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn I.M
Tanggan Lahir : 23 Januari 1957 (62 tahun)
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Semarang
Diagnosis Medis : Cholelithiasis

2. Keluhan Utama
Paien mengeluh nyeri setelah dilakukan operasi pengambilan batu empedu
(P). Nyeri terasa panas seperti disayat (Q), dirasakan pada seluruh bagian
perut tetapi tidak menjalar ke bagian lain (R) dengan skala nyeri 6 (S).
Nyeri dirasakan setelah 2 jam post op, terasa hilang timbul dan bertambah
jika bergerak (T).

3. Riwayat Penyakit
Pasien memiliki riwayat sakit jantung dan pernah dirawat pada 2014.pasien
memiliki riwayat penyakit BPH, pernah operasi pada tahun 2017 serta
memiliki riwayat penyakit hipertensi.

4. Data Fokus
a. Data subjektif:
Pasien dirawat dengan keluhan perut terasa sebah dan nyeri di sebelah
kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan saat ini mengeluh
nyeri setelah dilakukan operasi pengambilan batu empedu (P). Nyeri
terasa panas seperti disayat (Q), dirasakan pada seluruh bagian perut
tetapi tidak menjalar ke bagian lain (R) dengan skala nyeri 6 (S). Nyeri
dirasakan setelah 2 jam post op, terasa hilang timbul dan bertambah
jika bergerak (T).
b. Data Objektif
1) Pasien tampak meringis kesakitas saat bergerak
2) Pasien tampak memegangi bagian perut saat bergerak
3) Tanda vital: TD: 143/ 90 mmHg
HR: 95x/ menit
T : 365OC
RR : 20x/ menit

4) Pemeriksaan abdomen:
a) Inspeksi: tampak luka post laparaskopi 3 bagian di kuadran
kanan atas, kuadran tengan dan bawah.
b) Auskultasi : Bising usus (+) 4 x/menit
c) Perkusi : perkusi tympani
d) Palpasi : teraba keras. Distensi supra pubis (+). Nyeri tekan (+)
5) Pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak
6) Pasien tampak memegangi perutnya saat berganti posisi

B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi laparaskopi
kolesitektomi)
C. Pathway Kasus

Obesitas Obat Usia Diit tinggi Sirosis hati Infeksi


kontrasepsi >40th kolesterol cabang
bilier

>>estrogen <<fungsi
tubuh& Pigmen
<< asam kontrol empedu tak
empedu terhadap terkonjugasi
Empedu
kolesterol litogenik
>>kolesterol Pengendapan

Batu pigmen
Pembentukan
kristal
kolesterol

Batu kolesterol
KOLELITIASIS

Gesekan batu Laparascopy


cholesistectomy Efek anestesi
dinding empedu

Nyeri akut Luka insisi Gangguan


eliminasi urin
D. Fokus Intervensi

Tanggal Tujuan dan


Rencana tindakan Rasional
/ jam kriteria hasil
Setelah dilakukan Manajemen nyeri:
asuhan 1. Kaji lokasi, 1. Observasi nyeri
keperawatan karakteristik, durasi, berkala dapat
selama 3x 7 jam frekuensi, kualitas dan memberikan informasi
pasien dapat intensitas nyeri setiap 4 keberhasilan tindakan
mengontrol jam 2. Respon non verbal
nyerinya dengan 2. Identifikasi respon non sebagai indikator adanya
kriteria: verbal perubahan sensari nyeri
- pasien tampak 3. Beri terapi non 3. Terapi progresif dan
rileks farmakologis : terapi distraksi merangsang
- skala nyeri progresif dan latihan 5 hormon endorphine yang
berkurang jari dapat mengurangi rasa
menjadi < 5 4. Anjurkan pasien nyeri
- TD dalam batas mengulangi latihan 4. Melatih kemandirian
normal 100- secara mandiri jika nyeri pasien dilakukan untuk
130/60-90 mmHg dirasakan mencapai keberhasilan
- HR 60- 5. Anjurkan keluarga tindakan
100x/menit aktif memonitor 5. Melibatkan keluarga
perubahan tingkat nyeri dalam tindakan asuhan
6. Kolaborasi dengan tim keperawatan penting
medis untuk pemberian untuk menunjang
analgetik keberhasilan tindakan
6. Analgetik
mempengaruhi kerja
saaraf pusat pengatur
nyeri
E. Implementasi
Tanggal Intervensi Respon Ttd
/ jam
19/9/19 Mengkaji nyeri: S: Dina
20.00 karakteristik, pasien mengatakan mulai
lokasi, durasi, merasakan nyeri sejak satu jam lalu
frekuensi dan setelah anestesi habis (P). Nyeri
kualitasnya terasa panas seperti disayat (Q),
nyeri hanya dibagian perut tidak
menjalar (R),Nyeri skala 5 (S)
dirasakan terus menerus dan
bertambah jika bergerak (T),
O:
KU: Lemah, kesadaran:
composmentis
Pasien tampak memegang bagian
perut saat bergerak
20.05 Mengobservasi S: Dina
tanda vital pasien mengatakan belum tidur
karena merasa nyeri
O:
TD: 154/ 90mmHg HR: 95x/menit
RR: 20x/menit

20.10 Mengajarkan S: Dina


Teknik relaksasi Pasien mengatakan merasa nyaman
progresif saat terapi relaksasi tetapi nyeri
masih dirasakan skala 5
O:
Pasien tampak meringis menahan sakit
20.20 Mengobservasi S: Dina
TTV post terapi Pasien mengatakan menahan nyeri
relaksasi progresif di perut
O:
TD: 152/ 95x/menit, HR: 90x/ menit
RR: 20x/menit

20/9/19 Mengobsevasi TTV S: Dina


12.25 Pasien mengatakan semalam tidur
tidak nyenyak
O:
TD: 145/98 mmHg HR: 80x/menit
RR: 16X/menit
20/9/19 Mengajarkan S: Dina
12.30 Teknik genggam 5 Pasien mengatakan sulit untuk focus
jari membayangkan hal yang indah tetapi
merasa nyaman saat tarik nafas
dalam. Skala nyeri masih 5
O:
pasien tampak melindungi bagian
perut yang sakit
12.40 Mengobservasi S: - Dina
TTV post genggam O:
5 jari TD: 142/ 90mmHg HR: 80x/menit RR:
18x/menit S: 370c

13.00 Mengelola S: Pasien mengatakan tidak dibagian Dina


ketorolac 30mg/ iv tangan yang terpasang infus
O:
Aliran infus lancer. Terpasang Rl
20tpm

F. Evaluasi
Tanggal / Dx Catatan Perkembangan Ttd
jam keperawatan
19/9/2019 Nyeri akut S: Dina
21.00 pasien mengatakan nyeri saat bergerak
(P), nyeri seperti disayat (Q,), nyeri hanya
dibagian perut dan tidak menjalar (R),
masih dirasakan skala 5 (S), dirasakan
hilang timbul (T). Nyeri tidak berkurang
setelah terapi relaksasi tetapi saat
relaksasi dapat merasa nyaman
O:
KU: Lemah
TD: TD: 152/ 95x/menit, HR: 90x/ menit
RR: 20x/menit
Pasien tampak melindungi bagian yang
sakit
Tampak luka post laparascopy 3 bagian di
abdomen
A: Nyeri akut belum teratasi
P:
ajarkan terapi genggam 5 jari
Observasi nyeri dan tanda vital secara
berkala
20/9/2019 Nyeri akut S: Dina
13.30 pasien mengatakan nyeri saat berganti
posisi (P), nyeri seperti disayat (Q,), nyeri
hanya dibagian perut dan tidak menjalar
(R), masih dirasakan skala 5 (S), dirasakan
hilang timbul (T). Nyeri belum berkurang
meskipun sudah terapi relaksasi, tetapi
saat relaksasi dapat merasa nyaman
O:
KU: Baik
TD: 145/ 80 mmHg HR: 80x/menit RR:
20X/menit
Pasien tampak meringis kesakitan saat
latihan duduk

A: Nyeri akut belum teratasi


P:
- Kelola terapi kolaborasi: ketorolac
30mg/8jam/iv
- Anjurkan pasien tetap menggunakan
terapi relaksasi progresif dan
genggam 5 jari secara mandiri
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn I.M
Tanggan Lahir : 23 Januari 1957 (62 tahun)
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan: Kawin
Alamat : Semarang
Diagnosis Medis : Cholelithiasis

B. Data Fokus
1. Data subjektif:
Pasien dirawat dengan keluhan perut terasa sebah dan nyeri di sebelah
kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan saat ini mengeluh nyeri
setelah dilakukan operasi pengambilan batu empedu (P). Nyeri terasa
panas seperti disayat (Q), dirasakan pada seluruh bagian perut tetapi tidak
menjalar ke bagian lain (R) dengan skala nyeri 6 (S). Nyeri dirasakan
setelah 2 jam post op, terasa hilang timbul dan bertambah jika bergerak
(T).
2. Data Objektif
a. Pasien tampak meringis kesakitas saat bergerak
b. Pasien tampak memegangi bagian perut saat bergerak
c. Tanda vital: TD: 143/ 90 mmHg
HR: 95x/ menit
T : 365OC
RR : 20x/ menit
d. Pemeriksaan abdomen:
1) Inspeksi: tampak luka post laparaskopi 3 bagian di kuadran kanan
atas, kuadran tengan dan bawah.
2) Auskultasi : Bising usus (+) 4 x/menit
3) Perkusi : perkusi tympani
4) Palpasi : teraba keras. Distensi supra pubis (+). Nyeri tekan (+)

3. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi laparaskopi
kolesitektomi)

4. Evidence Based yang Diterapkan


1. Terapi relaksasi progresif
2. Terapi distraksi latihan lima jari

5. Analisa Sintesa Justifikasi


a. Terapi relaksasi progresif:
Latihan nafas dengan otot diafragma  abdomen terangkat  dada
mengembang penuh  meningkatkan ketegangan otot klien focus pada
area yang dirasakan sakit  hembusan nafas perlahan akan merelekskan
otot yang tegang  mengurangi nyeri.
b. Relaksasi lima jari:
Latihan nafas  merelekskan otot yang tegang  menggenggam jari
mengalihkan rasa sakit  membentuk imajinasi yang menyenangkan 
merangsang endorphine  mengurangi nyeri

6. Landasan Teori Penerapan Evidence Based Nursing


Nyeri menurut asosiasi internasional untuk penelitian nyeri (International
Association for The Study of Pain, IASP, 1979) mendefnisikan nyeri sebagai
suatu subjektif pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan dalam
kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan (Sulistyo, 2013).
Menurut (Potter & Perry, 2006) teknik relaksasi memberikan individu
kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi
pada nyeri. Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, Zen, teknik imajinasi,
dan latihan relaksasi progresif.
Relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol
dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan
bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Saat klien melakukan pola pernapasan yang teratur, perawat mengarahkan
klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot,
berfikir bagaimana rasanya, menegangkan otot sepenuhnya, dan kemudian
merelaksasikan otot-otot tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi
melepaskan ketidaknyamanan dan stress. Secara bertahap, klien dapat
merelaksasikan otot-otot tersebut. Saat klien mencapai relaksasi penuh, maka
persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi
minimal (Potter & Perry, 2006).
Intervensi mandiri perawat lainnya yang dapat mengaktifkan system
parasimpatik oleh otak yaitu dengan teknik relaksasi lima jari. Teknik ini
sangat bermanfaat dalam mengurangi intensitas nyeri karena dengan bantuan
imajinasi maka pasien akan membentuk bayangan yang akan diterima sebagai
rangsangan oleh berbagai indra sehingga akan terbentuk suatu bayangan yang
indah dan perasaan akan tenang sehingga dapat membuat pasien tidak fokus
merasakan nyeri. Ketegangan otot dan ketidaknyamanan akan dikeluarkan dan
menyebabkan tubuh menjadi rileks dan nyaman (Smeltzer & Bare, 2010).
Kegiatan ini merupakan upaya pengalihan perhatian yang dapat menurunkan
nadi, tekanan darah dan pernafasan, adanya penurunan ketegangan otot dan
kecepatan metabolisme serta ada perasaan damai, sejahtera dan santai
(Muttaqin, 2008). Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat
merangsang sekresi endorphin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh
klien menjadi berkurang (Tamsuri, 2007).
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan


Terapi relaksasi progresif merupakan rangkaian terapi nafas dalam,
kontraksi dan relaksai otot. Kegiatan ini menciptakan sensasi melepaskan
ketidaknyamanan dan stress. Secara bertahap, klien dapat merelaksasikan otot-
otot tersebut sehingga diharapkan dapat mengurangi sensasi nyeri. Terapi ini
dikombinasikan dengan terapi genggan 5 jari dimana pasien diminta untuk
berimajinasi yang menyenangkan sehingga membentuk bayangan yang akan
diterima sebagai rangsangan oleh berbagai indra dan akan memberikan
perasaan senang sehinga merangsang horon endorphne yang memberi efek
tenang sehingga dapat membuat pasien tidak fokus merasakan nyeri.

B. Mekanisme Penerapan
1. Kriteria klien
a. Pasien post operasi 12 jam pertama yang tidak mengalami penurunan
kesadaran
b. Pasien yang bersedia dilakukan terapi

2. Standar Prosedure Operasional


a. Meminta persetujuan pasien untuk dilakukan terapi non farmakologi
b. Kaji tingkat nyeri pasien dan observasi tanda vital pasien sebelum
dilakukan terapi
c. Ajarkan salah satu terapi: relaksasi progresif atau genggam jari.
Sebaiknya dilakukan di waktu yang berbeda agar pasien tidak jenuh.
Terapi dilakukan sebelum pemberian analgetik.
d. Untuk terapi progresif:
1) Atur posisi nyaman
2) Latihan nafas dalam
3) Mulailah dari kepala. Kencangkan otot leher dengan menekuk ke
kanan atau kiri, tahan lima detik kemudian sambil menghembuskan
nafas, rilekskan otot yang kencang
4) Kencangkan otot-otot tangan dengan menekuk jari-jari secara kuat
sambil menarik nafas, tahan lima detik kemudian menghembuskan
lewat mulut secara perlahan sambil mengendurkan otot-otot yang
kencang
5) Tekuk jari kaki dan kencangkan telapak kaki. Tahan lima detik
kemudian kendurkan.
6) Luruskan tungkai, tempelkan kedua lutut dengan kencang seolah
sedang menahan kertas diantaranya. Tahan lima detik kemudian
perlahan hembuskan nafas sambal mengendurkan otot-otot.
7) Rilekskan tubuh. Bernapaslah secara teratur kemudian rileksasikan
bagian perut dan punggung.
8) Angkat bahu seolah akan berusaha menyentuh telinga. Kemudian
rileks.
9) Selesaikan dengan merilekskan otot wajah seperti: membuka mulut
lebar, tersenyum, cemberut, mengangkat alis setinggi mungkin,
10) Nafas dalam untuk mengakhirir latihan.
e. Ajarkan Teknik genggam jari:
1) Atur posisi nyaman
2) Pasien menarik napas dalam dan memejamkan mata (selama
½menit)
3) lalu menyuruh pasien untuk bernapas seperti biasa secara rileks
(½menit)
4) kemudian menyuruh pasien untuk menyentuhkan ibu jari ke telunjuk
sambil menganjurkan untuk fokus dan mengkonsentrasikan
pikirannya kepada masa-masa yang menyenangkan, diajak
membayangkan ketika pasien memperoleh prestasi yang
memuaskan
5) Ke dua pasien disuruh untuk berganti menyentuhkan ibu jari ke jari
tengah diajak membayangkan ketika pasien berada di suatu tempat
yang indah dan sejuk seperti sedang berada di pegunungan atau di
tepi pantai dan lainnya.
6) Selanjutnya yang ketiga pasien diajaknberganti menyentuhkan ibu
jari ke jari manis dan membayangkan saatsaat bahagia ditengah-
tengah keluarga atau bersama orang-orang yang disayangi.
7) Yang terakhir pasien diajak menyentuhkan ibu jari ke jari kelingking
dan membayangkan pasien berada di tengah kebun yang di kelilingi
bunga-bunga yang indah

C. Hasil yang Dicapai


1. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 hasil pengkajian nmanajemen nyeri dengan terapi relaksasi
progresif dan genggam 5 jari

Pre Post
Latihan
ke.. Skala nyeri Tanda vital Skala nyeri Tanda vital

1 5 TD:154/90mmHg 5 TD:152/ 95x/menit,


HR: 95x/menit
HR: 90x/ menit
RR: 20x/menit
RR: 20x/menit

2 5 TD:145/98mmHg 5 TD: 142/ 90mmHg


HR: 80x/menit HR: 80x/menit
RR: 16X/menit RR: 18x/menit

2. Pembahasan
Nyeri sebagai suatu subjektif pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial,
teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri.
Relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol
dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan
bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Saat klien melakukan pola pernapasan yang teratur, perawat mengarahkan
klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot,
berfikir bagaimana rasanya, menegangkan otot sepenuhnya, dan kemudian
merelaksasikan otot-otot tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi
melepaskan ketidaknyamanan dan stress. Secara bertahap, klien dapat
merelaksasikan otot-otot tersebut. Saat klien mencapai relaksasi penuh, maka
persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi.
Selain terapi diatas, Teknik genggam lima jari bermanfaat dalam
mengurangi intensitas nyeri karena dengan bantuan imajinasi maka pasien
akan membentuk bayangan yang akan diterima sebagai rangsangan oleh
berbagai indra sehingga akan terbentuk suatu bayangan yang indah dan
perasaan akan tenang sehingga dapat membuat pasien tidak fokus merasakan
nyeri. Ketegangan otot dan ketidaknyamanan akan dikeluarkan dan
menyebabkan tubuh menjadi rileks dan nyaman . Kegiatan ini merupakan
upaya pengalihan perhatian yang dapat menurunkan nadi, tekanan darah dan
pernafasan, adanya penurunan ketegangan otot dan kecepatan metabolism
Berdasarkan hasil pengkajian nyeri yang dilakukan ada pasien post
laparascopy, didaptkan hasil seperti pada tabel 5.1. dari tabel tersebut tampak
bahwa skala nyeri tidak berkurang setelah dilakukan terapi progresif dan
genggam lima jari. Selain itu tanda vital tidak mengalami penurunan secara
signifikan. Hal ini berarti terapi progresif dan gengam jari yang diajarkan
kurang efektif. Kemungkinan dari kurang berhasilnya terapi ini dipengaruhi
beberapa factor yaitu kurang fokusnya pasien selama mengikuti latihan, dan
durasi waktu latihan yang relative singkat serta hanya dilakukan pada hari ke-
0 dan hari ke 1 pasca operasi. Hal ini membuat terapi nonfarmakologis kurang
memberikan dampak pada pasien. Kemungkinan lainnya yaitu factor
lingkungan, dimana dalam satu ruang terdapat 2 pasien dan beberapa orang
penunggu pasien sehingga mengurangi focus pasien untuk mendapatkan
ketenangan selama latihan.meskipun demikian, psien tetap mendapatkan rasa
nyaman selama latiha. Psien mengatakan merasa nyaman saat dilatih nafas
dalam dan dapat mengurangi rasa nyeri saat nafas dalam dilakukan. Akan
tetapi setelah seluruh proses latihan selesai, skala nyeri dirasakan masih sama
yaitu skala 5.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan dari terapi ini adalah:
1. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya
2. Dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien sesuai kebutuhan
Kekurangan dan hambatan:
1. Membutuhkan fokus dan ketenangan ruangan
2. Sulit menghilangkan faktor pengobatan farmakologi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan evidence based nursing diatas, dapat disimpulkan
bahwa terapi progresif dan terapi genggam lima jari kurang efektif dalam
menurunkan skala nyeri pada Tn. I dengan post laparascopy cholesistectomy.
Hal ini kemungkinan disebabkan factor waktu latihan, durasi, frekuensi dan
factor lingkungan pasien.

B. Saran
1. Bagi Institusi
Bagi institusi rumah sakit, khususnya perawat dapat memberikan edukasi
terapi nonfarmakologi sebagai bagian dari discharge planning supaya dapat
diterapkan secara mandiri oleh pasien dengan kondisi lingkungan yang
dapat disesuaikan sendiri oleh pasien.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menerapkan Teknik nonfarmakologi lainnya atau
menambahkan durasi dan frekuensi latihan yang lebih lama untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal

Anda mungkin juga menyukai