Oleh :
MADE AYU RISMAYANTHI
(P07120215043)
SEMESTER III
LAPORAN PENDAHULUAN
1
A. Pengertian
Cholelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Cholelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus choledokus) atau keduanya. Batu empedu bisa terdapat pada
kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra hepatik.
Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut cholesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus choleduktus) disebut
choledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik
disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
cholesistolitiasis dan choledocholitiasis disebut dengan cholelitiasis. (Muttaqin dan
Sari, 2011)
Cholelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol (Williams, 2003).
Menurtu gambaran maroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkan atas 3 golongan:
1) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
2) Batu kalsium biliruinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bu-buk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. (Williams, 2003)
1.
B. Tanda dan Gejala
Tanda gejala menurut Wim de Jong. (2005) pada pasien Cholelitiasis adalah sebagai
berikut :
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2
2. Nyeri tekan kuadran kanan atau atas midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
3. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedi ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urin dan feses. Ekspresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak diwarnai lagi oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay
colored
7. Regurgitasi gas : flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorpsi
vitain A, D, E, K yang larut dalam lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau
sumbatan bilier berlangsung lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
C. Pohon Masalah
Resiko syok
(hipovolemik)
Nyeri akut
Nyeri hebat pada
kuadran atas dan
nyeri tekan daerah
Serabut
saraf eferen
epigastrium
hipotalamus
Hasilkan substansi P
Merangsang ujung
saraf eferen simpatis
Bag. Fundus
menyentuh bag.
Abdomen kartilago
IX, X
Ketidakefektifan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko
kekurangan
Cairan shif
keperitonium
Permeabilitas kapiler
Rasa mual
muntah
Makanan tertahan di
lambung
Penurunan peristaltic
Peningkatan suhu
Menekan s.
parasimpatis
Merangsang nervus
vagal
Bersifat iriatif
disaluran cerna
Termostrat
dihipotalamus
Imflamasi
Interfensi
pembedahan
Port de entre pasca
bedah
Resiko Infeksi
Hipertermi
Iritasi lumen
3
Aliran balik getah
empedu (duktus
kolekditus ke
pancreas)
Distensi kandung
empedu
Menyumbat aliran
getah pankreas
Batu empedu
D.
Peradangan dalam,
sekresi kolesterol
kantong empedu
Pengendapan
kolesterol
Proses degenerasi
Penurunan fungsi hati
penyakit
hati
Gambar 1. Pohon Masalah Cholelitiasis
sintesis
kolesterol
Gangguan
metabolisme
udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi
jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah.
4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
5. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat
menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
6. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
7. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam
duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di
duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.
8. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan kontras secara langsung
ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan
relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D.
koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka
5
sembuh
dengan
istirahat,
cairan
infus,
penghisapan
Manajemen
terapi :
i. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
ii. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
iii.
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
iv. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
v. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia
sedang. Harus memenuhi criteria terapi non operatif, seperti batu
kolesterol diameternya <20 mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung
empedu baik, dan duktus sistik paten.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution
adalah
suatu
cara
untuk
2. Pola Nutrisi : Pada pola ini, untuk pasien cholelitiasis, fokus yang dapat
dikaji mengenai:
a. Apakah pasien mengalami kehilangan nafsu makan (anoreksia) ?
b. Apakah pasien mengalami penurunan atau peningkatan berat
badan ?
c. Apakah pasien mangalami mual muntah ?
d. Apakah terjadi penimbunan cairan di perut pasien ?
3. Pola Eliminasi: Pada pola pengkajian pasien cholelitiasis, fokus yang
dikaji mengenai:
a. Apakah urine pasien berwarna gelap ?
b. Apakah pasien mengalami konstipasi atau diare ?
c. Bagaimana konsistensi dari feses pasien ?
d. Apakah feses pasien berwarna seperti tanah liat ?
4. Aktivitas dan Latihan: Pada pola ini pasien cholelitiasis, fokus yang
dikaji mengenai
Kemampuan perawatan diri
Tabel 1.
Aktivitas
SMRS
2
MRS
1
Mandi
Berpakaian/berdandan
Eliminasi/toileting
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Berjalan
Naik tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan rumah
SkorSkor:
0 = mandiri
alat
1 = alat bantu
4 = tergantung/tidak mampu
kualitas
nyeri
(misalnya,
identitas
(intensitas)
dari
aktivitas
atau
7. Konsep diri : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada umumnya dikaji
mengenai:
Body image/gambaran diri
e. Adakah prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh?
f. Apakah pasien memiliki perubahan ukuran fisik?
g. Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
h. Adakah transplantasi alat tubuh?
i. Apakah pernah operasi?
j. Bagaimana proses patologi penyakit?
k. Apakah pasien menolak berkaca?
l. Apakah fungsi alat tubuh pasien terganggu?
m. Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
Role/peran
n. Apakah pasien mengalami overload peran?
o. Adakah perubahan peran pada pasien?
Identity/identitas diri
p. Apakah pasien merasa kurang percaya diri?
q. Mampukah pasien menerima perubahan?
r. Apakah pasien merasa kurang memiliki potensi?
s. Apakah pasien kurang mampu menentukan pilihan?
Self esteem/harga diri
t. Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
u. Apakah pasien menyalahgunakan zat?
Self ideals/ideal diri
v. Apakah pasien tidak ingin berusaha selama sakit
8. Seksual dan Repruduksi : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada
umumnya dikaji mengenai :
a. Kapan terakhir menstruasi ?
b. Apakah ada keluhan saat menstruasi ?
c. Apakah rutin melakukan pemeriksaan payudara?
d. Apakah ada riwayat penyakit sebelumnya ?
9. Pola Peran Hubungan : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada umumnya
dikaji mengenai :
a) Apakah pekerjaan pasien?
b) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
c) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain?
12
10. Manajemen Koping Stress : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada
umumnya dikaji mengenai bagaimana pasien menangani masalah yang
dimiliki dan bagaimana cara pasien menggunakan system pendukung
dalam menghadapi masalah.
11. Sistem Nilai Dan Keyakinan : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada
umumnya dikaji mengenai bagaimana pasien memandang secara
spiritual serta keyakinannya masing-masing.
d) Pemeriksaan Fisik
Pendekatan dengan metode 6B:
a. B1-Breath
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal, terjadi
peningkatan frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
b. B2-Blood
Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon
inflamasi.
c. B3-Brain
d. B4-Bladder
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu.
e. B5-Bowel
Feses berwarna kelabu clay colored akibat obstruksi duktus biliaris
sehingga pigmen empedu tidak dibuang melalui feses
f. B6-Bone
.
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, (2015-2017). Diagnosa yang muncul pada cholelitiasis
adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut b.d agen cedera biologis: obstruksi atau spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan atau nekrosis (kematian jaringan).
2) Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism, proses penyakit (inflamasi).
13
No.
1.
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut b.d
agen
cedera
biologis:
obstruksi
atau
spasme duktus,
proses inflamasi,
iskemia jaringan
atau
nekrosis
(kematian
jaringan).
Tujuan
Kriteria
dan
Hasil Intervensi (NIC)
Rasional
(NOC)
Setelah
dilakukan Pain Management Pain Management
1. Agar
asuhan keperawatan 1. Lakukan
selama 2x24 jam,
pengkajian
mengetahui
diharapkan
nyeri
nyeri
secara
derajat nyeri
pada pasien dapat
komprehensif
dan tindakan
teratasi
dengan
criteria hasil sebagai
termasuk
lanjutan yang
berikut :
lokasi,
diberikan
NOC
karakteristik,
Pain Level
Pain Control
durasi,
Comfort Level
frekuensi,
Kriteria Hasil :
2. Agar
1. Mampu
kualitas
dan
menngetahui
mengontrol
factor
respon
non
nyeri
(tahu
presipitasi
verbal
2.
Observasi
penyebab nyeri,
terhadap nyeri
reaksi
non
mampu
3. Agar
pasien
verbal
dari
menggunakan
nyaman
dan
ketidaknyama
teknik
dapat
nan
nonfarmakologi
memberikan
3. Gunakan
untuk
informasi
teknik
mengurangi
mengenai
komunikasi
nyeri, mencari
nyerinya dulu
terapeutik
bantuan)
untuk
4. Agar
2. Melaporkan
mengetahui
mengetahui
bahwa
nyeri
14
berkurang
pengalaman
dengan
nyeri pasien
4. Kaji
kultur
menggunakan
mempengaruhi
nyeri
3. Mampu
respon nyeri
5. Evaluasi
mengenali
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi
dan
tanda nyeri)
4. Meyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
5. Agar
mengetahui
yang
manajemen
sumber nyeri
hasil
akhir
terhadap
control
nyeri
bersama
yang
dilakukan
kesehatan lain
masa dulu
6. Mengurangi
tentang
ketidakefektifa
n control nyeri
masa lampau
6. Control
lingkungan
yang
sumbersumber
yang
menyebabkan
nyeri timbul
7. Agar
mengurangi
mempengaruhi
nyeri
seperti
ruang
suhu
nyeri
yang
terjadi dengan
teknik terapi
ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan
7. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
mengurangi
nyeri
dan
tanpa
obat-
obat kimia
9. Bekerja sama
non
dengan dokter
farmakologi
jika
dan
nyeri
inter
personal)
8. Ajarkan teknik
non
farmakologi
15
8. Agar
tindakan
tidak
berhasil
Analgesic
Administration
1. Agar
mengetahui
9. Kolaborasikan
dengan dokter
jika
ada
keluhan
dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
Analgesic
Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat,
derajat nyeri
dan obat yang
diberikan
2. Agar tidak
salah dalam
pemberian
obat
3. Agar
mengurangi
komplikasi
pemberian
obat
4. Agar obat
yang diberikan
sesuai dengan
derajat nyeri
pasien
dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
5. Agar
mengetahui
pengaruh obat
terhadap tanda
4. Pilih analgesic
yang
diperlukan
atau
kombinasi
analgesic
ketika
pemberian
lebih dari satu
5. Monitor vital
16
vital
6. Agar
mengetahui
keberhasilan
obat dan tidak
ditemukannya
tanda gejala
lain
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesic
6. Evaluasi
efektivitas
analgesic,
tanda dan
gejala
2.
Hipertermia
b.d Setelah
obat untuk
menurunkan
17
demam
8. Lakukan tapid
sponge
6. Menjaga suhu
9. Kolaborasi
pemberian
cairan IV
10. Kompres
pasien
tubuh agar
tetap hangat
7. Pemberian
obat penurun
pada
panas untuk
mengurangi
aksila
demam
8. Pemberian
kompres untuk
menurunkan
demam
9. Agar cairan
dan nutrisi
tetap terpenuhi
10. Pemberian
kompres pada
titik panas
tubuh
3.
Ketidakseimbang
Setelah
dilakukan
kebutuhan selama
2x24
jam,
nutrisi
Management
1. Kaji adanya
makanan
mengganggu
(tonus
dengan ahli
otot/peristaltic
berikut :
NOC
Nutritional
gizi untuk
Status
menentukan
jumlah kalori
dan nutrisi
food
Management
1. Alergi
makanan
2. Kolaborasi
Status
Nutritional
Nutrition
alergi
dengan
menurun)
nutrisi teratasi
Nutrition
yang
dibutuhkan
intake output
nutrisi
2. Agar
menentukan
jumlah asupan
yang
dibutuhkan
pasien untuk
memenuhi
Status : nutrient
Intake
Weight control
Kriteria Hasil :
1. Adanya
peningkatan
berat
badan
sesuai
dengan
tujuan
2. BB ideal sesuai
dengan
tinggi
badan
3. Tidak
ada
tanda-tanda
pasien untuk
kebutuhan
tubuh
3. Agar
meningkatkan
kebutuhan zat
intake Fe
besi dalam
4. Anjurkan
pasien untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
5. Berikan
substansi gula
darah
terpenuhi
4. Agar tidak
mengalami
sariawan
akibat
kekurangan
vitamin C
5. Agar
malnutrisi
4. Menunjukkan
6. Yakinkan diet
peningkatan
yang dimakan
fungsi
pengecapan dari
menelan
5. Tidak
terjadi
penurunan berat
badan
pasien
3. Anjurkan
yang
berarti
mengandung
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
7. Berikan
makanan yang
tepilih (sudah
dikonsultasika
n dengan ahli
gizi)
Nutrition
Monitoring
1. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
2. Monitor
lingkungan
19
membantu
memenuhi
kebutuhan
nutrisi dalam
tubuh
6. Agar
mengurangi
komplikasi
akibat
kekurangan
serat
7. Agar asupan
nutrisi sesuai
dengan yang
dibutuhkan
pasien selama
sakit
Nutrition
Monitoring
1. Agar
mengatahui
selama makan
3. Monitor turgor
kulit
perubahan BB
yang terajadi
2. Lingkungan
yang
kurang
bersih
4. Monitor mual
dan muntah
5. Monitor kadar
dapat
mempengaruhi
nafsu
makan
pasien
3. Turgor
kulit
albumin, total
lentur
protein, Hb,
menandakan
dan kadar Ht
kebutuhan
6. Monitor pucat,
kemerahan
dan
kekerangan
jaringan
konjungtiva
cairan cukup
4. Mual muntah
mengganggu
keseimbangan
nutrisi tubuh
5. Asupan cairan
tercukupi jika
Ht
dalam
darah
tidak
kental
6. Pucat
dan
kekeringan
konjungtiva
menandai
seseorang
kurang asupan
cairan
4.
Resiko
Setelah
kekurangan
asuhan keperawatan
volume
cairan selama
dilakukan
2x24
jam,
dibuktikan
diharapkan
resiko
dengan
kekurangan
cairan
Fluid
Management
1. Monitor status
Fluid
Management
1. Agar
hidrasi
mengetahui
(kelembaban
tanda hidrasi
membrane
pasien dan
aktif
dicegah
dengan
mukosa, nadi
pemberian
adekuat, TD)
tindakan
berikut :
NOC
Fluid Balance
Hydration
Nutritional
Status
jika diperlukan
2. Monitor vital
sign
food
3. Monitor intake
dan output
n urine output
4. Kolaborasi
dengan
usia dan BB
2. Vital sign dalam
batas normal
3. Tidak
ada
tanda-tanda
cairan
pada pasien
3. Agar tetap
pemberian
cairan IV
5. Dorong
masukan oral
keseimbangan
cairan dalam
tubuh pasien
4. Agar nutrisi
dan cairan
dalam tubuh
pasien
elastisitas turgor
baik,
terpenuhi
6. Tawarkan
snack (jus
membrane
buah, buah
mukosa lembab,
segar)
tanda vital
menjaga
dehidrasi,
kulit
mengetahui
perubahan
lanjutan
2. Agar
yang
berlebihan
makanan
membantu
memenuhi
7. Kolaborasi
dengan dokter
Hypovolemia
Management
1. Pelihara IV
line
2. Monitor
kebutuhan
nutrisi pasien
6. Membantu
menambah
asupan nutrisi
dalam tubuh
pasien
7. Kolaborasi
dengan dokter
tingkat Hb dan
dalam
Hematokrit
memenuhi
3. Dorong pasien
21
5. Asupan
nutrisi pasien
Hypovolemia
untuk
menambah
intake oral
Management
1. Mengurangi
terjadinya
infeksi pada
4. Pemberian
pasien
cairan IV
monitor
adanya tanda
dan gejala
kelebihan
volume cairan
2. Agar
mengetahui
kekentalan
darah pasien
3. Agar
membantu
memenuhi
kebutuhan
nutrisi pasien
4. Agar
membantu
dalam
memenuhi
nutrisi tubuh
dan
mengetahui
tanda
kelebihan
cairan
5.
Resiko
syok Setelah
dilakukan
dibuktikan
asuhan keperawatan
dengan
selama
hipovolemi
diharapkan
resiko
syok
pasien
dapat
2x24
pada
jam,
dicegah
mengetahui
kulit, denyut
perubahan
jantung, nadi
warna
perifer.
suhu,
2. Monitor input
sebagai berikut :
NOC
Syok prevention
Syok
dan output
22
kulit,
denyut
jantung pasien
2. Keseimbangan
asupan
dan
pengeluaran
untuk
management
Kriteria Hasil :
1. Nadi
dalam
batas
yang
diharapkan
2. Irama jantung
dalam
3. Monitor tanda
dan gejala
asites
batas
yang diharapkan
4. Irama
4. Lihat dan
pelihara
kepatenan
jalan nafas
pernafasan
dalam
komplikasi
dalam tubuh
3. Penumpukan
dalam
abdomen dapat
mengganggu
keseimbangan
cairan tubuh
4. Jalan
nafas
yang baik akan
batas
yang diharapkan
Hidrasi
Indikator :
1. Mata
cekung
tidak ditemukan
2. Demam tidak
ditemukan
3. TD dalam batas
normal
4. Hematokrit
dalam
terjadinya
cairan
batas
yang diharapkan
3. Frekuensi nafas
dalam
mencegah
5. Berikan cairan
IV dan atau
oral yang tepat
Syok
Management
1. Monitor
tekanan nadi
mengurangi
terjadinya
kekurangan
oksigen
5. Asupan cairan
dan oral yang
tepat
untuk
menjaga
keseimbangan
2. Monitor status
batas
normal
cairan, input
output
asupan dalam
tubuh
Syok
Management
1. Agar
3. Monitor gejala
gagal
pernapasan
4. Masukkan dan
memelihara
akses IV
mengetahui
perubahan
nadi yang
terjadi.
2. Keseimbangan
asupan dan
pengeluaran
cairan dapat
mempengaruhi
23
kondisi tubuh
3. Mencegah
terjadinya
gagal nafas
pada pasien
4. Asupan cairan
melalui IV dan
pemeliharaan
akses IV untuk
mencegah
terjadinya
infeksi
6.
Resiko
infeksi Setelah
proses
penularan
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
24
4. Berikan terapi
tubuh
untuk
antibiotic
mengurangi
bilaperlu
terjadinya
dehidrasi
4. Membantu
5. Dorong
masukan
nutrisi
cukup
menekan
yang
proses
yang
menyebabkan
penatalaksanaan
6. Dorong
nya
3. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
masukan
memenuhi
cairan
7. Monitor
kebutuhan
granulosit dan
infeksi
4. Jumlah leukosit
batas
WBC
pasien
hidup
untuk
minum
antibiotic
sehat
yang
hilang
6. Menghindari
terjadinya
8. Instruksikan
normal
5. Menunjukkan
perilaku
tubuh
hitung
timbulnya
dalam
infeksi
5. Membantu
sesuai resep
dehidrasi
7. Peningkatan
sel darah putih
sebagai
indicator
terjadinya
infeksi
8. Antibiotic
yang
sesuai
dapat menekan
proses
terjadinya
infeksi
NANDA International. (2015). Nursing Outcomes Classification.(2015). Nursing
Interventions Classification. (2016)
J. Implementasi
Dilakukan berdasarkan intervensi.
K. Evaluasi
Menurut Poer. (2012), proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu)
L. Refrensi
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.
25
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, A. H., Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Ed. Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Medi Action
Reenbergen NJ, Isselbacher KJ. 1998. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts.
Dalam: Harrisons Principles Of Internal Medicine, Edisi ke 14. Editor Fauci
dkk. McGraw Hill
Smeltzer, suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart edisi 8 volume 1,2,3. EGC: Jakarta
Williams, L.S., Hopper, P.D. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing, Second
edition, F.A. Davis Company: Philadelphia
Wim de Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
26
27