Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHOLELITIASIS

Oleh :
MADE AYU RISMAYANTHI

(P07120215043)

2-B / D-IV KEPERAWATAN

SEMESTER III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHOLELITIASIS

A. Pengertian
Cholelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Cholelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus choledokus) atau keduanya. Batu empedu bisa terdapat pada
kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra hepatik.
Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut cholesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus choleduktus) disebut
choledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik
disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
cholesistolitiasis dan choledocholitiasis disebut dengan cholelitiasis. (Muttaqin dan
Sari, 2011)
Cholelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol (Williams, 2003).
Menurtu gambaran maroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkan atas 3 golongan:
1) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
2) Batu kalsium biliruinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bu-buk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. (Williams, 2003)
1.
B. Tanda dan Gejala
Tanda gejala menurut Wim de Jong. (2005) pada pasien Cholelitiasis adalah sebagai
berikut :
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2

2. Nyeri tekan kuadran kanan atau atas midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
3. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedi ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urin dan feses. Ekspresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak diwarnai lagi oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay
colored
7. Regurgitasi gas : flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorpsi
vitain A, D, E, K yang larut dalam lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau
sumbatan bilier berlangsung lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
C. Pohon Masalah

Resiko syok
(hipovolemik)
Nyeri akut
Nyeri hebat pada
kuadran atas dan
nyeri tekan daerah
Serabut
saraf eferen
epigastrium
hipotalamus
Hasilkan substansi P
Merangsang ujung
saraf eferen simpatis
Bag. Fundus
menyentuh bag.
Abdomen kartilago
IX, X

Ketidakefektifan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko
kekurangan
Cairan shif
keperitonium
Permeabilitas kapiler

Rasa mual
muntah
Makanan tertahan di
lambung
Penurunan peristaltic

Peningkatan suhu

Menekan s.
parasimpatis
Merangsang nervus
vagal
Bersifat iriatif
disaluran cerna

Termostrat
dihipotalamus

Enzyme SGOT dan


SGPT

Imflamasi

Interfensi
pembedahan
Port de entre pasca
bedah
Resiko Infeksi

Hipertermi

Iritasi lumen
3
Aliran balik getah
empedu (duktus
kolekditus ke
pancreas)

Distensi kandung
empedu
Menyumbat aliran
getah pankreas
Batu empedu
D.

Peradangan dalam,
sekresi kolesterol
kantong empedu

Pengendapan
kolesterol
Proses degenerasi
Penurunan fungsi hati
penyakit
hati
Gambar 1. Pohon Masalah Cholelitiasis

sintesis
kolesterol
Gangguan
metabolisme

Sumber : Nuararif, A. H.,Kusuma, H (2016)., NANDA (2015-2017)


E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic menurut Smeltzer dan Bare (2002) pada pasien Cholelitiasis
berupa :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu.
Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam
duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar
amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.
Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar
protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbs vitamin K.
2. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang
lain. Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup
kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
3. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
4

udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi
jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah.
4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
5. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat
menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
6. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
7. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam
duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di
duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.
8. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan kontras secara langsung
ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan
relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D.
koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka
5

komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier,


resiko sepsis dan syok septik.
9. Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan
adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.
Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding US.
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Reenbergen. (1998), penanganan cholelitiasis dibedakan menjadi dua
yaitu penanganan non bedah dan bedah.
a) Penanganan Nonbedah
a. Penanganan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu

sembuh

dengan

istirahat,

cairan

infus,

penghisapan

nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda


sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk

Manajemen

terapi :
i. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
ii. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
iii.
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
iv. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
v. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia
sedang. Harus memenuhi criteria terapi non operatif, seperti batu
kolesterol diameternya <20 mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung
empedu baik, dan duktus sistik paten.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution

adalah

suatu

cara

untuk

menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan


pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui
hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang
6

dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan


suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu
didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer
& Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu.
Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur
ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini.
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus sehingga batu dapat
keluar bersama tinja. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu
yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. Untuk batu
besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di
atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur endoskopik
tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%
kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 37% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang
kandung empedunya telah diangkat
b) Penanganan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
7

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan


pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,10,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut,
atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm.
kelebihan yang diperoleh pasien luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga
nyeri pasca bedah minimal. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparoskopi.
G. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
8

meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan


alamat.
b) Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar
ke punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
c. Riwayat kesehatan dahulu
i. Penyakit apa yang pernah diderita pasien ?
ii. Apakah pasien memiliki kebiasaan minum alcohol ?
iii. Apakah pasien pernah menjalani operasi batu empedu ?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
cholelitiasis.
c) Data bio-psiko-sosio
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi
kesehatan (Potter, Patricia. A. 1996) :
1. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan : Pada pasien cholelitiasis
pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang dikaji mengenai :
a. Apakah pasien mengetahui tentang penyakit cholelitiasis ?
b. Apakah pasien memahami keadaan kesehatan dirinya?
c. Apakah jika sakit pasien segera berobat ke dokter, ataukah
menggunakan obat tradisional?
d. Apakah pasien sudah memeriksakan dirinya sebelum ke rumah
sakit?
9

2. Pola Nutrisi : Pada pola ini, untuk pasien cholelitiasis, fokus yang dapat
dikaji mengenai:
a. Apakah pasien mengalami kehilangan nafsu makan (anoreksia) ?
b. Apakah pasien mengalami penurunan atau peningkatan berat
badan ?
c. Apakah pasien mangalami mual muntah ?
d. Apakah terjadi penimbunan cairan di perut pasien ?
3. Pola Eliminasi: Pada pola pengkajian pasien cholelitiasis, fokus yang
dikaji mengenai:
a. Apakah urine pasien berwarna gelap ?
b. Apakah pasien mengalami konstipasi atau diare ?
c. Bagaimana konsistensi dari feses pasien ?
d. Apakah feses pasien berwarna seperti tanah liat ?
4. Aktivitas dan Latihan: Pada pola ini pasien cholelitiasis, fokus yang
dikaji mengenai
Kemampuan perawatan diri
Tabel 1.
Aktivitas

SMRS
2

MRS
1

Mandi
Berpakaian/berdandan
Eliminasi/toileting
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Berjalan
Naik tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan rumah
SkorSkor:

0 = mandiri

3 = dibantu orang lain &

alat
1 = alat bantu

4 = tergantung/tidak mampu

2 = dibantu orang lain


Aktivitas sehari-hari
a. Bagaimanakah pasien beraktifitas dalam pekerjaannya?
10

b. Apakah tanda gejala dari penyakit cholelitiasis mengganggu


aktifitasnya ?
c. Apakah pasien mengalami kelemahan, kelelahan dan malaise
umum selama beraktifitas ?
Olah raga
a. Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga? Jika iya, jenis
olah raga apa yang dilakukan pasien?
5. Tidur dan Istirahat : Pada pola pengkajian pasien cholelitiasis, fokus
yang dikaji mengenai:
a. Bagaimanakah pola tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan pukul berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa
pasien tidur saat malam hari?
b. Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan berapa lama pasien tidur malam?
c. Apakah pasien mengalami pola tidur NREM (Non-Rapid Eye
Movement)? Ataukah pasien mengalami pola tidur REM (Rapid Eye
Movement)?
6. Sensori, Presepsi dan Kognitif : Pada pola ini cholelitiasis, fokus yang
dikaji mengenai :
a. Bagaimana cara pembawaan pasien saat bicara? Apakah normal,
gagap, atau berbicara tak jelas?
b. Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
c. Apakah pasien mengalami nyeri?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
P (provoking atau pemacu)

: hal factor yang memperparah


atau meringankan nyeri

Q (quality atau kualitas)

kualitas

nyeri

(misalnya,

tumpul, tajam, merobek)


R (region atau daerah)

: daerah penjalaran nyeri

S (severity atau keganasan)

identitas

(intensitas)

dari

keluhan utama apakah sampai


mengganggu
tidak
11

aktivitas

atau

T (time atau waktu)

: serangan, lamanya, frekuensi,


dan sebab

7. Konsep diri : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada umumnya dikaji
mengenai:
Body image/gambaran diri
e. Adakah prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh?
f. Apakah pasien memiliki perubahan ukuran fisik?
g. Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
h. Adakah transplantasi alat tubuh?
i. Apakah pernah operasi?
j. Bagaimana proses patologi penyakit?
k. Apakah pasien menolak berkaca?
l. Apakah fungsi alat tubuh pasien terganggu?
m. Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
Role/peran
n. Apakah pasien mengalami overload peran?
o. Adakah perubahan peran pada pasien?
Identity/identitas diri
p. Apakah pasien merasa kurang percaya diri?
q. Mampukah pasien menerima perubahan?
r. Apakah pasien merasa kurang memiliki potensi?
s. Apakah pasien kurang mampu menentukan pilihan?
Self esteem/harga diri
t. Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
u. Apakah pasien menyalahgunakan zat?
Self ideals/ideal diri
v. Apakah pasien tidak ingin berusaha selama sakit
8. Seksual dan Repruduksi : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada
umumnya dikaji mengenai :
a. Kapan terakhir menstruasi ?
b. Apakah ada keluhan saat menstruasi ?
c. Apakah rutin melakukan pemeriksaan payudara?
d. Apakah ada riwayat penyakit sebelumnya ?
9. Pola Peran Hubungan : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada umumnya
dikaji mengenai :
a) Apakah pekerjaan pasien?
b) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
c) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain?
12

10. Manajemen Koping Stress : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada
umumnya dikaji mengenai bagaimana pasien menangani masalah yang
dimiliki dan bagaimana cara pasien menggunakan system pendukung
dalam menghadapi masalah.
11. Sistem Nilai Dan Keyakinan : Pada pola ini pasien cholelitiasis pada
umumnya dikaji mengenai bagaimana pasien memandang secara
spiritual serta keyakinannya masing-masing.
d) Pemeriksaan Fisik
Pendekatan dengan metode 6B:
a. B1-Breath
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal, terjadi
peningkatan frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
b. B2-Blood
Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon
inflamasi.
c. B3-Brain
d. B4-Bladder
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu.
e. B5-Bowel
Feses berwarna kelabu clay colored akibat obstruksi duktus biliaris
sehingga pigmen empedu tidak dibuang melalui feses
f. B6-Bone
.
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, (2015-2017). Diagnosa yang muncul pada cholelitiasis
adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut b.d agen cedera biologis: obstruksi atau spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan atau nekrosis (kematian jaringan).
2) Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism, proses penyakit (inflamasi).
13

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya


intake nutrisi (tonus otot/peristaltic menurun)
4) Resiko kekurangan volume cairan dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif
5) Resiko syok dibuktikan dengan hipovolemi
6) Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :
supresi respon inflamasi
I. Rencana Keperawatan

No.

1.

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut b.d
agen
cedera
biologis:
obstruksi
atau
spasme duktus,
proses inflamasi,
iskemia jaringan
atau
nekrosis
(kematian
jaringan).

Tujuan
Kriteria

dan
Hasil Intervensi (NIC)

Rasional

(NOC)
Setelah
dilakukan Pain Management Pain Management
1. Agar
asuhan keperawatan 1. Lakukan
selama 2x24 jam,
pengkajian
mengetahui
diharapkan
nyeri
nyeri
secara
derajat nyeri
pada pasien dapat
komprehensif
dan tindakan
teratasi
dengan
criteria hasil sebagai
termasuk
lanjutan yang
berikut :
lokasi,
diberikan
NOC
karakteristik,
Pain Level
Pain Control
durasi,
Comfort Level
frekuensi,
Kriteria Hasil :
2. Agar
1. Mampu
kualitas
dan
menngetahui
mengontrol
factor
respon
non
nyeri
(tahu
presipitasi
verbal
2.
Observasi
penyebab nyeri,
terhadap nyeri
reaksi
non
mampu
3. Agar
pasien
verbal
dari
menggunakan
nyaman
dan
ketidaknyama
teknik
dapat
nan
nonfarmakologi
memberikan
3. Gunakan
untuk
informasi
teknik
mengurangi
mengenai
komunikasi
nyeri, mencari
nyerinya dulu
terapeutik
bantuan)
untuk
4. Agar
2. Melaporkan
mengetahui
mengetahui
bahwa
nyeri
14

berkurang

pengalaman

dengan

nyeri pasien
4. Kaji
kultur

menggunakan

mempengaruhi

nyeri
3. Mampu

respon nyeri
5. Evaluasi

mengenali
nyeri

(skala,

intensitas,
frekuensi

dan

tanda nyeri)
4. Meyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

5. Agar
mengetahui

yang

manajemen

sumber nyeri

hasil

akhir

terhadap
control

nyeri

bersama

yang

pasien dan tim

dilakukan

kesehatan lain

masa dulu
6. Mengurangi

tentang
ketidakefektifa
n control nyeri
masa lampau
6. Control
lingkungan
yang

sumbersumber

yang

menyebabkan
nyeri timbul
7. Agar
mengurangi

mempengaruhi
nyeri

seperti

ruang

suhu

nyeri

yang

terjadi dengan
teknik terapi

ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan
7. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,

mengurangi
nyeri

dan

tanpa

obat-

obat kimia
9. Bekerja sama

non

dengan dokter

farmakologi

jika

dan

nyeri

inter

personal)
8. Ajarkan teknik
non
farmakologi
15

8. Agar

tindakan
tidak

berhasil
Analgesic
Administration
1. Agar

mengetahui
9. Kolaborasikan
dengan dokter
jika

ada

keluhan

dan

tindakan nyeri
tidak berhasil
Analgesic
Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat,

derajat nyeri
dan obat yang
diberikan
2. Agar tidak
salah dalam
pemberian
obat
3. Agar
mengurangi
komplikasi
pemberian
obat
4. Agar obat
yang diberikan
sesuai dengan
derajat nyeri
pasien

dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat
alergi

5. Agar
mengetahui
pengaruh obat
terhadap tanda

4. Pilih analgesic
yang
diperlukan
atau
kombinasi
analgesic
ketika
pemberian
lebih dari satu
5. Monitor vital
16

vital
6. Agar
mengetahui
keberhasilan
obat dan tidak
ditemukannya
tanda gejala
lain

sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesic
6. Evaluasi
efektivitas
analgesic,
tanda dan
gejala
2.

Hipertermia

b.d Setelah

dilakukan Fever Treatment


Fever Treatment
1. Monitor vital 1. Agar
peningkatan laju asuhan keperawatan
sign
mengetahui
metabolism,
selama 2x24 jam,
perubahan
proses penyakit diharapkan
2. Monitor warna
tanda vital
(inflamasi)
hipertermia
pada
dan suhu kulit
pasien
pasien dapat teratasi
2. Agar
dengan criteria hasil
mengetahui
sebagai berikut :
3. Monitor WBC,
perubahan
NOC
Thermoregulasi
Hb, dan Kct
warna dan
Kriteria Hasil :
suhu tubuh
1. Suhu
tubuh 4. Monitor intak
pasien
dan output
dalam rentang
3. Agar
normal
mengetahui
2. Nadi dan RR
perubahan
dalam rentang 5. Berikan
WBC, Hb dan
pengobatan
normal
Kct
3. Tidak
ada
untuk
4. Keseimbangan
perubahan
mengatasi
intake dan
warna kulit dan
penyebab
output
tidak ada pusing
demam
mempengaruhi
6. Selimuti
perubahan
pasien
suhu
7. Berikan anti 5. Pemberian
piretik

obat untuk
menurunkan

17

demam
8. Lakukan tapid
sponge

6. Menjaga suhu

9. Kolaborasi
pemberian
cairan IV
10. Kompres
pasien

tubuh agar
tetap hangat
7. Pemberian
obat penurun

pada

panas untuk

lipat paha dan

mengurangi

aksila

demam
8. Pemberian
kompres untuk
menurunkan
demam
9. Agar cairan
dan nutrisi
tetap terpenuhi
10. Pemberian
kompres pada
titik panas
tubuh

3.

Ketidakseimbang

Setelah

dilakukan

an nutrisi kurang asuhan keperawatan


dari

kebutuhan selama

2x24

tubuh b.d tidak diharapkan


adekuatnya
intake

jam,
nutrisi

pada pasien dapat

Management
1. Kaji adanya
makanan

mengganggu

(tonus

criteria hasil sebagai

dengan ahli

otot/peristaltic

berikut :
NOC
Nutritional

gizi untuk

Status

menentukan
jumlah kalori
dan nutrisi
food

and fluid intake


Nutritional
18

Management
1. Alergi
makanan

2. Kolaborasi

Status
Nutritional

Nutrition

alergi

dengan

menurun)

nutrisi teratasi

Nutrition

yang
dibutuhkan

intake output
nutrisi
2. Agar
menentukan
jumlah asupan
yang
dibutuhkan
pasien untuk
memenuhi

Status : nutrient
Intake
Weight control
Kriteria Hasil :
1. Adanya
peningkatan
berat

badan

sesuai

dengan

tujuan
2. BB ideal sesuai
dengan

tinggi

badan
3. Tidak

ada

tanda-tanda

pasien untuk

kebutuhan
tubuh
3. Agar

meningkatkan

kebutuhan zat

intake Fe

besi dalam

4. Anjurkan
pasien untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
5. Berikan
substansi gula

darah
terpenuhi
4. Agar tidak
mengalami
sariawan
akibat
kekurangan
vitamin C
5. Agar

malnutrisi
4. Menunjukkan

6. Yakinkan diet

peningkatan

yang dimakan

fungsi
pengecapan dari
menelan
5. Tidak
terjadi
penurunan berat
badan

pasien
3. Anjurkan

yang

berarti

mengandung
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
7. Berikan
makanan yang
tepilih (sudah
dikonsultasika
n dengan ahli
gizi)
Nutrition
Monitoring
1. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
2. Monitor
lingkungan

19

membantu
memenuhi
kebutuhan
nutrisi dalam
tubuh
6. Agar
mengurangi
komplikasi
akibat
kekurangan
serat
7. Agar asupan
nutrisi sesuai
dengan yang
dibutuhkan
pasien selama
sakit
Nutrition
Monitoring
1. Agar
mengatahui

selama makan
3. Monitor turgor
kulit

perubahan BB
yang terajadi
2. Lingkungan
yang

kurang

bersih
4. Monitor mual
dan muntah
5. Monitor kadar

dapat

mempengaruhi
nafsu

makan

pasien
3. Turgor

kulit

albumin, total

lentur

protein, Hb,

menandakan

dan kadar Ht

kebutuhan

6. Monitor pucat,
kemerahan
dan
kekerangan
jaringan
konjungtiva

cairan cukup
4. Mual muntah
mengganggu
keseimbangan
nutrisi tubuh
5. Asupan cairan
tercukupi jika
Ht

dalam

darah

tidak

kental
6. Pucat

dan

kekeringan
konjungtiva
menandai
seseorang
kurang asupan
cairan
4.

Resiko

Setelah

kekurangan

asuhan keperawatan

volume

cairan selama

dilakukan
2x24

jam,

dibuktikan

diharapkan

resiko

dengan

kekurangan

cairan

kehilangan cairan pada pasien dapat


20

Fluid
Management
1. Monitor status

Fluid
Management
1. Agar

hidrasi

mengetahui

(kelembaban

tanda hidrasi

membrane

pasien dan

aktif

dicegah

dengan

mukosa, nadi

pemberian

criteria hasil sebagai

adekuat, TD)

tindakan

berikut :
NOC
Fluid Balance
Hydration
Nutritional
Status

jika diperlukan
2. Monitor vital
sign

food

3. Monitor intake
dan output

n urine output

4. Kolaborasi

dengan

usia dan BB
2. Vital sign dalam
batas normal
3. Tidak
ada
tanda-tanda

cairan

pada pasien
3. Agar tetap

pemberian
cairan IV
5. Dorong
masukan oral

keseimbangan
cairan dalam
tubuh pasien
4. Agar nutrisi
dan cairan
dalam tubuh
pasien

elastisitas turgor
baik,

terpenuhi
6. Tawarkan
snack (jus

membrane

buah, buah

mukosa lembab,

segar)

tidak ada rasa


haus

tanda vital

menjaga

dehidrasi,
kulit

mengetahui
perubahan

and fluid intake


Kriteria Hasil :
1. Mempertahanka
sesuai

lanjutan
2. Agar

yang

berlebihan

makanan
membantu
memenuhi

7. Kolaborasi
dengan dokter
Hypovolemia
Management
1. Pelihara IV
line
2. Monitor

kebutuhan
nutrisi pasien
6. Membantu
menambah
asupan nutrisi
dalam tubuh
pasien
7. Kolaborasi
dengan dokter

tingkat Hb dan

dalam

Hematokrit

memenuhi

3. Dorong pasien
21

5. Asupan

nutrisi pasien
Hypovolemia

untuk
menambah
intake oral

Management
1. Mengurangi
terjadinya
infeksi pada

4. Pemberian

pasien

cairan IV
monitor
adanya tanda
dan gejala
kelebihan
volume cairan

2. Agar
mengetahui
kekentalan
darah pasien
3. Agar
membantu
memenuhi
kebutuhan
nutrisi pasien
4. Agar

membantu
dalam
memenuhi
nutrisi tubuh
dan
mengetahui
tanda
kelebihan
cairan
5.

Resiko

syok Setelah

dilakukan

dibuktikan

asuhan keperawatan

dengan

selama

hipovolemi

diharapkan

resiko

syok

pasien

dapat

2x24
pada

jam,

dicegah

Syok prevention Syok prevention


1. Monitor warna 1. Agar
kulit, suhu

mengetahui

kulit, denyut

perubahan

jantung, nadi

warna

perifer.

suhu,

dengan criteria hasil

2. Monitor input

sebagai berikut :
NOC
Syok prevention
Syok

dan output

22

kulit,
denyut

jantung pasien
2. Keseimbangan
asupan

dan

pengeluaran
untuk

management
Kriteria Hasil :
1. Nadi
dalam
batas

yang

diharapkan
2. Irama jantung
dalam

3. Monitor tanda
dan gejala
asites

batas

yang diharapkan
4. Irama

4. Lihat dan
pelihara
kepatenan
jalan nafas

pernafasan
dalam

komplikasi
dalam tubuh
3. Penumpukan
dalam

abdomen dapat
mengganggu
keseimbangan
cairan tubuh
4. Jalan
nafas
yang baik akan

batas

yang diharapkan
Hidrasi
Indikator :
1. Mata
cekung
tidak ditemukan
2. Demam tidak
ditemukan
3. TD dalam batas
normal
4. Hematokrit
dalam

terjadinya

cairan

batas

yang diharapkan
3. Frekuensi nafas
dalam

mencegah

5. Berikan cairan
IV dan atau
oral yang tepat
Syok
Management
1. Monitor
tekanan nadi

mengurangi
terjadinya
kekurangan
oksigen
5. Asupan cairan
dan oral yang
tepat

untuk

menjaga
keseimbangan

2. Monitor status
batas

normal

cairan, input
output

asupan dalam
tubuh
Syok
Management
1. Agar

3. Monitor gejala
gagal
pernapasan
4. Masukkan dan
memelihara
akses IV

mengetahui
perubahan
nadi yang
terjadi.
2. Keseimbangan
asupan dan
pengeluaran
cairan dapat
mempengaruhi

23

kondisi tubuh
3. Mencegah
terjadinya
gagal nafas
pada pasien
4. Asupan cairan
melalui IV dan
pemeliharaan
akses IV untuk
mencegah
terjadinya
infeksi
6.

Resiko

infeksi Setelah

dilakukan Infection Control Infection Control


1. Bersihkan
1. Agar
dibuktikan
asuhan keperawatan
lingkungan
mengurangi
dengan
selama 2x24 jam,
setelah dipakai
terinfeksi
ketidakadekuatan diharapkan
resiko
pasien lain
penyakit lain
pertahanan
infeksi pada pasien
2. Pertahankan
2. Agar
sekunder : supresi dapat
dicegah
lingkungan
mengurangi
respon inflamasi
dengan criteria hasil
aseptic selama
masuknya
sebagai berikut :
pemasangan
virus ke dalam
NOC
Immune status
alat
tubuh
yang
Knowledge:
terinfeksi
3. Tingkatkan
3. Agar
infection control
intake
nutrisi
Risk control
membantu
Kriteria Hasil :
memenuhi
1. Klien bebas dari
cairan dalam
tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsika
n

proses

penularan
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
24

4. Berikan terapi

tubuh

untuk

antibiotic

mengurangi

bilaperlu

terjadinya
dehidrasi
4. Membantu

5. Dorong
masukan
nutrisi
cukup

menekan
yang

proses

yang

menyebabkan

penatalaksanaan
6. Dorong

nya
3. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah

masukan

memenuhi

cairan
7. Monitor

kebutuhan

granulosit dan

infeksi
4. Jumlah leukosit
batas

WBC

pasien

hidup

untuk

minum
antibiotic

sehat

yang

hilang
6. Menghindari
terjadinya

8. Instruksikan

normal
5. Menunjukkan
perilaku

tubuh

hitung

timbulnya

dalam

infeksi
5. Membantu

sesuai resep

dehidrasi
7. Peningkatan
sel darah putih
sebagai
indicator
terjadinya
infeksi
8. Antibiotic
yang

sesuai

dapat menekan
proses
terjadinya
infeksi
NANDA International. (2015). Nursing Outcomes Classification.(2015). Nursing
Interventions Classification. (2016)
J. Implementasi
Dilakukan berdasarkan intervensi.
K. Evaluasi
Menurut Poer. (2012), proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu)
L. Refrensi
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.
25

Herman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan:


definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Nucleus Precise Newsletter. 2011. Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise

Nurarif, A. H., Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Ed. Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Medi Action

Potter, P.A. 1996. Pengkajian Kesehatan Ed. 3. Jakarta:EGC

Reenbergen NJ, Isselbacher KJ. 1998. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts.
Dalam: Harrisons Principles Of Internal Medicine, Edisi ke 14. Editor Fauci
dkk. McGraw Hill

Smeltzer, suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart edisi 8 volume 1,2,3. EGC: Jakarta

Williams, L.S., Hopper, P.D. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing, Second
edition, F.A. Davis Company: Philadelphia

Wim de Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta

Poer, M. 2012. Makalah Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi Evaluasi.


(Online). Available at https://www.scribd.com/doc/106424735/makalahdokumentasi-evaluasi-keperawatan. Diunduh pada 1 September 2016.

26

27

Anda mungkin juga menyukai