Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN KDM

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


TERMOREGULASI: HIPERTERMI PADA PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS
DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA JEMBER

OLEH:

Dian Priambarsari, S.Kep.


NIM ............................

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
JEMBER
2023
A. PENGERTIAN CHOLETIASIS

Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledekus) atau keduanya. (Muttaqin, 2011).
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dim
aksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu me
rupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbe
ntuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung 
empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu d
isebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nuc
leus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe
batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak
diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol,
sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah
Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson,
2005). Kolelitiasis (kalkulus / kalkuli , batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur – unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran,
bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Brunner & Suddart, 2002)

B. ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu (Denis, 2005)
Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor
resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara
lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4. Nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5°C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10. Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi
serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar
protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs
vitamin K.
2. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun
demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat
tampak melalui pemeriksaan sinar-X.

Gambar 3: hasil sinar-x pada kolelitiasis


3. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan
foto polos.  Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika.
Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai
diagnostiknya rendah.

Gambar 4: Hasil foto polos abdomen pada kolelitiasis

4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan
dapat digunakan pada prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan
hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali.

Gambar 5: hasil USG pada kolelitiasis

5. Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun untuk
penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang
mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu
diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan Nampak pada foto
rontgen. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan,
kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi terhadap
kontras, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan
dibandingkan ultrasonografi.

Gambar 6: Hasil pemeriksaan kolesistografi

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)


Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum
pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus dan duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk
memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier.
Gambar 7: hasil ERCP pada kolelitiasis

7. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)


Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras secara langsung
ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan
relative besar, maka semua komponen dalam system bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang doktus koledokus, duktus sistikus dan
kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
8. Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya
batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walaupun demikian,
teknik ini jauh lebih mahal dibanding US.

Gambar 8: Hasil CT pada kolelitiasis


9. Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP)

    

E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan pembedahan
a. Koleksistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna, cidera duktus biliaris, terjadi
dalam kurang dari 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
telah terlihat dalam penelitian baru-baru ini, yaitu kurang dari 0,5%. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistisi akut. Praktik pada saat ini mencakup kolesistektomi segera dalam pasien
dengan kolesistisi akut dalam masa perawatan di rumah sakit yang sama. Jika tidak
ada bukti kemajuan setelah 24 jam penanganan medis, atau jika ada tanda-tanda
penurunan klinis, maka kolesistektomi darurat harus dipertimbangkan.
b. Mini Kolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4cm. Jika diperlukan, luka insisi dapat diperlebar untuk mengeluarkan
batu kandung empedu yang berukuran lebih besar. Drain mungkin dapat atau tidak
digunakan pada mini kolasistektomi. Biaya yang ringan dan waktu rawat yang
singkat merupakan salah satu alasan untuk meneruskan bentuk penanganan ini.
c. Kolesistektomi laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan batu empedu simtomatik tanpa adanya
kolesistisis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai untuk melakukan prosedur ini dalam pasien dengan kolesistisis akut dan dalam
pasien dengan batu duktus koledokus. Keuntungan secara toritis dari prosedur ini
dibandingkan dengan konvensional, kolesistektomi mengurangi perawatan di rumah
sakit serta biaaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat bisa kembali bekerja, nyeri
menurun, dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi mayor, seperti
misalnya cidera duktus biliaris, yang mungkin terjadi lebih sering selama
kolisistektomi laparoskopik. Frekuensi dari cidera mungkin merupakan ukuran
pengalaman ahli bedah dan merupakan manifestasi dari kurva pelatihan yang
berkaitan dengan modalitas baru.
d. Bedah Kolesistotomi
Dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi yang
lebih luas, atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas.
Kndung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta getah empedu atau cairan
drainase yang purulen dikeluarkan, dan kateter untuk drainase diikat dengan jahitan
kantung tembakau (purse-string-suture). Kateter itu dihubungkan dengan sistem
drainase untuk mencegah kebocoran getah empedu disekitar kateter atau perembesan
getah empedu ke dalam rongga peritoneal. Setelah sembuh dari serangan akut, pasien
dapat kembali lagi untuk menjalani kolesistektomi. Maeskipu resikonya lebih rendah,
bedah kolesistotomi memiliki angka moertalitas yang tinggi (yang dilaporkan sampai
setinggi 20-30%) yang disebabkan oleh proses penyakit pasien yang mendasarinya.
e. Kolesistotomi Perkutan
Kolesistotomi perkutan telah dilakukan dalam penanganan dan penegakan
diagnosis kolesistisis akut pada pasien-pasien yang beresiko jika harus menjalani
tindakan pembedahan atau anastesi umum. Pasie-pasien ini mencakup para penderita
sepsis atau gagal jantung yang berat dan pasien-pasien gagal ginjal, paru atau hati.
Dibawah pengaruh anastesi local sebilah jarum yang halus ditusukkan lewat dinding
abdomen dan tepi hati ke dalam kandung empedu dengan dipandu oleh USG atau
pemindai CT. Getah empedu diaspirasi untuk memastikan bahwa penempatan jarum
telah adekuat, dan kemudian sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung empedu
tersebut untuk dekompresasi saluran empedu. Dengan prosedur ini hampir selalu
dilaporkan bahwa rasa nyeri dan gejala serta tanda-tanda dari sepsis dan kolesistisi
berkurang atau menghilang dengan segera.
f. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke
dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Kateter
ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga
mngandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama
kolesistektomi.

2. Penatalaksanaan non pembedahan


Sasaran utama terapi medikal adalah untuk mengurangi insiden serangan akut nyeri
kandung empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diit, dan jika
memungkinkan, untuk menyingkirkan penyebab dengan farmakoterapi, prosedur-
prosedur endoskopi, atau intervensi pembedahan.
a. Penatalaksanaan Supotif dan Diet
Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, pengisapan nasogastric, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien semakin memburuk.
b. Farmakoterapi
 Asam Kenodeoksikolat. Dosisnya 12-15 mg/kg/hari pada orang yang tidak
mengalami kegemukan. Kegemukan jelas telah meningkatkan kolesterol bilier,
sehingga diperlukan dosis 18-20 mg/kg/hari. Dosis harus ditingkatkan bertahap yang
dimulai dari 500 mg/hari. Efek samping pada pemberian asam kenodeoksikolat
adalah diare.
Asam ursodeoksikolat. Berasal dari beruang jepang berleher putih. Doasisnya 8-
10 mg/kg/hari, dengan lebih banyak diperlikan jika pasien mengalami kegemukan.
Asam ursodeoksikolat melarutkan sekitar 30% batu radiolusen secara lengkap dan
lebih cepat daripada menggunakan asam kenodeoksikolat. Efek sampingnya tidak
ada.
Kemungkinan kombinasi asam ursodeoksikolat 6,5 mg/kg/hari dangan 7,5
mg/kg/hari asam kenodeoksikolat lebih murah dan sama efektif.
c. Pengangkatan batu tanpa pembedahan
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butyl eter
[MTBE]) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu, atau
melalui selang atau drain yang dimasukkan melaui T-tube untuk melarutkan batu
yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, atau bisa juga melalui endoskop
ERCP, atau kateter bilier transnasal.
Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL). Prosedur noninvasif ini
menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves) yang diarahkan
pada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
untuk memecah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut
dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau muatan
elektromagnetik. Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat rendaman air atau
kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang dkonvergensikan tersebut
dialirkan kepada batu empedu yang akan dipecah. Setelah batu dipecah secara
bertahap, pecahannya akan bergerak spontan dari kandung empedu atau duktus
koledokus dan dikeluatkan melalui endoscop atau dilarutkan dengan pelarut asam
empedu yang diberikan per oral.
Litotripsi Intracorporeal. Batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus
koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa
atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoscop, dan diarahkan langsung pada
batu. Kemudian fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan
aspirasi.
F. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan empedu yang supersaturasi
2. Nukleasi atau pembentukan inti batu
3. Berkembang karena bertambahnya pengendapan
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan
semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila 
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun
di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang menga
ndung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang m
empunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam em
pedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu 
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendap
an kolesterol.  Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari laruta
n membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.  Pada tingkat saturasi y
ang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel 
debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : 
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal a
kan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuron
il tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adany
a enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/
pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi ti
dak 
larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan 
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pusat pengaturan suhu dalam tubuh manusia yaitu di hipotalamus. Hipotalamus
menerima rangsang suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke dalam
otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas yang berada di kulit. Tubuh
akan berusaha mempertahankan suhu tubuh dalam 37℃ meskipun suhu lingkungan di
luar tubuh banyak yang berubah. Panas dapat dibuang melalui kulit dan saluran
pernafasan serta melalui aliran darah. Kulit dapat melepaskan panas dengan cara
pemancaran (radiasi), konveksi, atau penghantaran (konduksi) (Kukus, 2009). Titik
tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 36,5-37,5oC. Apabila
hipotalamus mendekati suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan
mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah
melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap
(set point) yakni pada suhu 370C (Giddens, 2017).
Peningkatan suhu tubuh disebabkan adanya gangguan pada set point pada
hipotalamus yang dapat disebabkan oleh bakteri yang merangsang PMN untuk
menghasilkan piogen. Piogen merupakan substansi yang menyebabkan demam dan
berasal baik dari eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang
berasal dari luar tubuh, terutama mikroba dan produk seperti toksin. Pirogen endogen
adalah mikroorganisme atau toksik. Pirogen endogen adalah polipeptida yang
dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen memasuki
sirkulasi dan menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi di hipotalamus. Pirogen
endogen terdiri dari interleukin 1, interleukin 6, dan TNF (tumor necrosis factor)
(Kothari dan Karnad, 2005; Sari dkk., 2013).
Hipertermi dapat menyebabkan permasalahan yang serius yaitu peningkatan
curah jantung, konsumsi oksigen, produksi dioksida, dan peningkatan metabolisme
basal (basal metabolic rate/BMR). Pada saat seseorang dalam kondisi hipertermi maka
akan terjadi peningkatan konsumsi oksigen sebesar 10% per 1℃ yang dapat
menyebabkan kematian. Peningkatan konsumsi oksigen dalam tubuh dapat
menyebabkan hipoksia sel. Hipoksia yang terjadi pada miokard dapat menyebabkan
angini (nyeri dada) dan hipoksia cerebral yang dapat menyebabkan kecemasan.
(Susanti, 2012). Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan mengarah pada
meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit. Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan
dalam metabolisme di otak untuk menjaga keseimbangan termoregulasi di hipotalamus
anterior. Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka
elektrolit-elektrolit yang ada pada pembuluh darah berkurang sehingga mempengaruhi
fungsi hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan termoregulasi dan
akhirnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan dapat menyebabkan kejang
(Kothari dan Karnad, 2005; Setiawati, 2009).

G. GANGGUAN TERMOREGULASI
Termoregulasi adalah suatu proses fisiologis terintegrasi secara aktif pada setiap
individu dalam mempertahankan suhu tubuh internal untuk tetap dalam suhu tubuh yang
normal dengan melawan perubahan suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh.
Pengaturan termoregulasi berpusat pada hipotalamus anterior dalam menjaga suhu tubuh
individu (Andriyani dkk., 2015). Sebagian besar panas dibentuk oleh organ dalam terutama
hati, jantung, dan otot rangka selama melakukan aktivitas.

Gambar 1. Batas-Batas Suhu Manusia (Giddens, 2017)


Fungsi fisiologis yang optimal dari tubuh manusia terjadi ketika suhu inti dapat
dipertahankan pada suhu dalam rentang normotermia. Suhu tubuh normal berkisar antara
36,5℃ hingga 37,2℃ , atau rata-rata 37℃ . Fluktuasi di luar rentang ini merupakan indikasi
proses penyakit, aktivitas berat atau tidak biasa, atau paparan lingkungan yang ekstrim.
Termoregulasi didefinisikan sebagai proses mempertahankan suhu tubuh inti pada nilai
konstan dekat dengan normal. Istilah normothermia mengacu pada keadaan di mana suhu
tubuh berada dalam kisaran normal. Hipotermia merujuk pada suhu tubuh di bawah kisaran
normal (< 36,5℃ ), dan hipertermia mengacu pada suhu tubuh di atas kisaran normal (> 37,2
℃ ). Suhu tubuh yang sangat tinggi disebut hiperpireksia (Giddens, 2017).
H. CLINICAL PATHWAYS
HIPERTERMI

Suhu tubuh

Proses inflamasi

NAUSEA

DEFISIT NUTRISI
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


1. Identitas Klien
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, status
perkawinan, agama, pekerjaan, nomor rekam medis, tanggal dan waktu masuk rumah
sakit, sumber informasi dan penanggungjawab klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan penyebab yang mendorong pasien mencari bantuan
perawat. Biasanya pada cholelitiasis keluhan utama yakni nyeri perut, sesak, mual
muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit mulai dari awal sampai saat pertama kali berbuhubungan dengan
petugas kesehatan.
c. Riwayat kesehatan sebelumnya
Perawat dapat menanyakan riwayat penyakit yang pernah di derita
d. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat dapat mengkaji apakah terdapat keluarga klien yang memiliki riwayat
penyakit sama serta riwayat penyakit keturunan
3. Pengkajian 11 Pola Fungsi Gordon
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Perawat dapat mengkaji persepsi individu tentang status kesehatannya saat ini,
manajemen risiko kesehatan individu dan kesehatan umum perawatan perilaku
b. Pola nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan diakibatkan karena adanya nyeri
pada abdomen kuadran atas sehingga mengakibatkan tirah baring serta adanya
peradangan mengakibatkan penurunan, peningkatan peristaltic usus, merangsang
pengeluaran gastrin yang dapat merangsang vomiting center sehingga timbul
anoreksia dan mual.
c. Pola eliminasi
Pola eliminasi terganggu dapat disebabkan karena adanya proses dalam usus atau
adanya perlengketan dalam usus, sehingga terjadinya penurunan peristaltik usus
sampai terjadi gejala ileus obstruktif sehingga menurunkan reflek defekasi dan
terjadilah kesulitan BAB sampai konstipasi.

d. Pola aktivitas & latihan


Dengan adanya rasa sakit di daerah perut kuadran atas mengakibatkan pola aktivitas
terganggu dan menurunnya metabolisme glukosa dan pembentukan Adenosin Tri
Pospat (ATP) sehingga energi yang dihasilkan kurang dan menyebabkan kelemahan
fisik.
e. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Berkaitan dengan pola istirahat dan tidur akan terganggu tidurnya karena nyeri pada
area abdomen, serta adanya kondisi mual dan muntah.
f. Pola kognitif & perceptual
Menjelaskan terkait fungsi kognitif, seperti kemampuan mengingat, menilai,
pengambilan keputusan, gangguan fungsi indra. Pasien kolelitiasis umumnya masih
dapat berfungsi kognitifnya dan tidak ada gangguan indra, namun bisa terjadi
kesulitan dalam pengambilan keputusan saat keluhan muncul.
g. Pola persepsi diri
Berkaitan dengan sikap individu memandang dirinya sendiri ketika terkena penyakit
tersebut. Umunya pasien akan cemas, ketakutan, menyangkal, memikirkan dirinya
akan kemampuan dalam melakukan aktivitasnya di kemudian hari
h. Pola seksualitas & reproduksi
Berkaitan dengan pola reproduksi dan seksualitas klien. Pasien umumnya tidak
melakukan hubungan seksual karena jika keluhan muncul akan menganggu
kenyamanan.
i. Pola peran & hubungan
Berkaitan dengan peran dan hubungan klien dengan keluarga maupun orang lain
sekitarnya. Umumnya mengalami gangguan dalam berinteraksi karena keluhan yang
dirasakan muncul, bisa menghambat aktivitasnya.
j. Pola manajemen koping-stress
Berkaitan dengan mekanisme koping yang dimiliki pasien ketika mengalami stress.
Jika koping stres yang dimiliki baik, tidak akan muncul rasa cemas dan mampu
menjalankan perawatan dengan baik.
k. System nilai & keyakinan
Berkaitan dengan kepercayaan yang dianut untuk mengatasi masalah kesehatan klien
dan meningkatkan ibadah untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan. Pasien dapat
memutuskan perawatan yang dijalaninya. Kayakinan terhadap pengobatan yang
dijalankan secara medis atau tradisional. Pasien umunya bisa sembuh dengan
keyakinan kuat dan pengobatan yang baik

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pada klien dapat dilakukan selintas pandang dengan menilai keadan
fisik. Tiap bagian tubuh perlu dinilai secara umum kesadaran klien compos mentis,
apatis, samnolen, sopor dan soporokomatus, atau koma, seorang perawat perlu
mempunyai pengalaman pengetahuan tentang konsep anatomi fisiologi umum
sehingga dengan cepat mampu menilai kedaan umum, kesadaran, dan pengukuran
GCS. Bila kesadaran klien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketetapan
penilaian.
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
Rata-rata untuk tekanan darah sistolik 110-140/ mmHg, rata-rata diastolik 80-
90/mmHg.
2) Nadi
Pada nadi jugularis, karotis, dan abdominal tidak akan terlihat. Tekanan nadi
meningkat, denyut melemah, nadi perifer berkurang, frekuensi nadi 60-100
x/menit
3) Respirasi Frekuensi Napas
Umumnya 12-24 x/menit dan biasanya mengalami takipnea
4) Suhu
Pada umumnya suhu meningkat, karena adanya infeksi
1. Pengkajian Fisik Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala simetris, distribusi rambut normal, tidak ada lesi dan jejas
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
b. Mata
Inspeksi : posisi mata simetris, gerakan bola mata normal, sklera anikterik,
konjungtiva anemis, pupil isokor
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
c. Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada kelainan bentuk, warna normal, tidak ada gangguan
pendengaran
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
d. Hidung
Inspeksi : Tidak terdapat kelainan bentuk, tulang hidung simetris, lubang hidung
normal, tidak ada lesi maupun jejas, tidak ada massa, warna kulit hidung sama
dengan warna di sekitarnya
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada massa, dan tidak ada nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : mulut simetris, tidak ada lesi dan jejas, mukosa bibir kering, pasien bisa
mengalami mual dan muntah, mukosa bibir pucat dan kering
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
f. Leher
Inspeksi : Leher pasien terlihat simetris, tidak ada jejas maupun lesi, tidak ada
benjolan ataupun pembesaran kelenjar tiroid, warna kulit di leher sama dengan warna
kulit sekitarnya.
Palpasi : tidak ada massa dan nyeri tekan.
g. Dada
Jantung
Inspeksi : tidak ada peningkatan JPV, tidak ada perubahan letak iktus cordis
Palpasi : pada pasien tidak ictus cordis tidak teraba
Perkusi : bunyi jantung normal
Auskultasi: suara jantung reguler, tidak ada bunyi tambahan
Paru-Paru
Inspeksi : dada kiri dan kanan simetris
Palpasi : pada saat dilakukan palpasi tidak teraba masa
Perkusi : lapang paru berbunyi normal, pekak
Auskultasi: klien memiliki suara napas normal
h. Abdomen
Inspeksi : bisa tampak ada pembesaran pada abdomen, tidak ada luka, tidak ada lesi
Auskultasi : suara bising usus normal, peristaltik usus menurun
Palpasi : ada nyeri tekan pada abdomen, terdapat distensi abdomen, kembung,
abdomen teraba seprti adonan kue, adanya pembengkakan akibat asites
Perkusi : suara redup akibat adanya asites
i. Genetlaia dan anus
Inspeksi : tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan bentuk dan ukuran, persebaran
rambut merata
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
j. Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : mengalami kelemahan karena kesulitan mobilisasi akibat nyeri yang kuat
Palpasi : tidak pitting edema, pucat, edema pada tungkai, cyanosis perifer
k. Kulit dan kuku
Inspeksi : kondisi kuku, warna kuku, bentuk, lesi, kebersihan, panjang/pendeknya

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
b. Billirubin & amilase serum : meningkat.
c. Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat, alkalin fosfat &
S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
d. Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorpsi vit. K.
e. Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
f. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan percabangan bilier
dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
g. Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan fluoroskopi
antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
h. CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
i. Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

C. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis d.d pasien mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif waspada posisi menghindari nyeri, gelisah, nadi meningkat, kesulitan
tidur, nafsu makan menurun
2. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah,
terasa hangat, takikardi, takipneu
3. Nausea b.d peningkatan tekanan intra abdominal d.d mengeluh mual, tidak berminat
makan, pucat
4. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d nyeri abdomen, nafsu makan
menurun, berat badan menurun minimal 10% di bawah ideal, membran mukosa pucat
5. Risiko Infeksi d.d penurunan Hb dan leukoponia, vaksniasi anadekuat, merokok
6. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan masalah yang
dihadapi, perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah
1. Intervensi keperawatan

No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan Hasil

1 Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)


pencedera fisiologis d.d tindakan keperawatan
pasien mengeluh nyeri, selama 3x24 jam Observasi
tampak meringis, diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
bersikap protektif pada klien dapat menurun karakteristik, durasi,
waspada posisi dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas, intensitas
menghindari nyeri, (L.08066): nyeri
gelisah, nadi 2. Identifikasi skala nyeri
meningkat, kesulitan 1. Kemampuan
tidur, nafsu makan melakukan aktivitas 3. Idenfitikasi respon nyeri non
meningkat (5) verbal
menurun
2. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang
menurun (5) memperberat dan
3. Meringis menurun memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
(5)
4. Sikap protektif keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
menurun (5)
5. Gelisah menurun (5) terhadap respon nyeri
6. Kesulitan tidur 7. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun (5) pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
7. Anoreksia menurun
(5) komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik

1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan Fever Treatment:
penyakit (infeksi) d.d tindakan keperawatan Mandiri
suhu tubuh diatas nilai selama 3x24 jam 1. Bina hubungan saling
percaya dengan pasien
normal, kulit merah, diharapkan pengaturan
dan keluarga
terasa hangat, takikardi, suhu tubuh pada klien 2. Monitor suhu tubuh dan
takipneu dapat berada pada tanda-tanda vital
rentang normal dengan 3. Monitor warna kulit dan
kriteria hasil (L.14134): suhu
4. Monitor intake dan otput
1. Takipneu (5) cairan
2. Takikardi (5) 5. Selimuti pasien dengan
3. Kulit merah (5) selimut tipis dan pakaian
4. Suhu tubuh (5) tipis
Promotif
5. Suhu kulit (5)
6. Anjurkan pasien minum
banyak air (250 ml/2 jam)
7. Anjurkan pasien banyak
istirahat, bila perlu batasi
aktivitas
Edukasi
8. Ajarkan cara melakukan
kompres hangat pada
pasien saat pasien demam
tinggi
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
obat (antipiretik,
antibiotik) atau cairan IV
Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap,
urin)

3 Nausea b.d peningkatan Setelah dilakukan Manajemen Muntah (I.03118)


tekanan intra tindakan keperawatan
abdominal d.d selama 3x24 jam Observasi
mengeluh mual, tidak diharapkan tingkat 1. Identifikasi karakteristik
berminat makan, pucat nausea pada klien dapat muntah (mis. warna,
menurun dengan kriteria konsistensi, adanya darah,
hasil (L.08065): waktu, frekuenst dan durasi)
1. Nafsu makan 2. Periksa volume muntah
3. Identifikasi riwayat diet (mis.
meningkat (5)
2. Keluhan mual makanan yang disuka, tidak
menurun (5) disukal, dan budaya)
3. Perasaan ingin 4. Identifikasi faktor penyebab
muntah menurun (5) muntah (mis. pengobatan dan
4. Pucat membaik (5) prosedur)
5. Identifikasi kerusakan
esofagus dan faring posterior
Jika muntah terlalu lama
6. Monitor efek manajemen
muntah secara menyeluruh
7. Monitor keseimbangan
cairan dan elektrolit
Terapeutik

1. Kontrol faktor lingkungan


penyebab muntah (mis. bau
tak sedap, suara, dan
stimulesi visust yang tidak
menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab muntah
(mis, kecemasan, ketakutan)
3. Atur posisi untuk mencegah
aspirasi
4. Pertahankan kepatenan jalan
napas
5. Bersihkan mulut dan hidung
Berikan dukungan fisik saat
muntah (mis. membantu
membungkuk atau
menundukkan kepala
6. Berikan kenyamanan selama
muntah (mis, kompres dingin
di dahi, atau sediakan
pakaian kering dan bersih)
7. Berikan cairan yang tidak
mengandung karbonasi
minimal 30 menit setelah
muntah
Edukasi

1.Anjurkan membawa kantong


plastik untuk menampung
muntah
2. Anjurkan memperbanyak
istirahat
3. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk
mengelola muntah (mis,
biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu

3 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)


ketidakmampuan tindakan keperawatan
mencerna makanan d.d selama 3x24 jam Observasi
nyeri abdomen, nafsu diharapkan status nutrisi
makan menurun, berat pada klien dapat 1. Identifikasi status nutrisi
badan menurun membaik dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan
minimal 10% di bawah hasil (L.03030): intoleransi makanan
ideal, membran mukosa 3. Identifikasi makanan yang
pucat 1. Porsi makanan yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
(5) kalori dan jenis nutrien
2. Sikap terhadap Identifikasi perlunya
makanan/minuman penggunaan selang
sesuai dengan tujuan nasogastrik
kesehatan meningkat 5. Monitor asupan makanan
(5) 6. Monitor berat badan
3. Nyeri abdomen 7. Monitor hasil pemeriksaan
menurun (5) laboratorium
4. Berat badan membaik Terapeutik
(5)
5. Nafsu makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik (5) sebelum makan, jika perlu
6. Frekuensi makan 2. Fasilitasi menentukan
membaik (5) pedoman diet (mis.
7. Membran mukosa piramida makanan)
membaik (5) 3. Sajikan makanan secara
8. Bising usus membaik menarik dan suhu yang
(5) sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat
ditolerans
Edukasi

8. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
4 Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan (I.12383)
kurang terpapar tindakan keperawatan
informasi d.d selama 3x24 jam Observasi
menanyakan masalah diharapkan tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan
yang dihadapi, perilaku pengetahuan pada klien kemampuan menerima
tidak sesuai anjuran, dapat meningkat dengan informasi
menunjukkan persepsi kriteria hasil (L.12111): 2. Identifikasi faktor-faktor
yang keliru terhadap yang dapat meningkatkan
masalah 1. Perilaku sesuai
anjuran meningkat (5) dan menurunkan motivasi
2. Verbalisasi minat perlik du bersih dan sehat
dalam belajar Terapeutik
meningkat (5) 1. Sediakan materi dan media
3. Perilaku sesuai pendidikan kesehatan
dengan pengetahuan Jadwalkan pendidikan
meningkat (5) kesehatan sesual kesepakatan
4. Persepsi yang keliru 2. Berikan kesempatan untuk
terhadap masalah bertanya
menurun (5) Edukasi

Jekaskan faktor risiko yang


1.
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan saat
5 Risiko Infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
penurunan Hb dan tindakan keperawatan
leukoponia, vaksniasi selama 3x24 jam Observasi
anadekuat, merokok diharapkan tingkat
infeksi pada klien dapat 1. Monitor tanda dan gejala
menurun dengan kriteria infeksi lokal dan sistemik
hasil (L.14137): Terapeutik
2. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan badan 3. Barikan perawatan kulit pada
meningkat (5) area edema
2. Kebersihan tangan 4. Cuci tangan sebelum dan
meningkat (5) sesudah kontak dengan
3. Nafsu makan pasien dan lingkungan pasian
meningkat (5) 5. Pertahankan teknik aseptik
4. Demam menurun (5) pada pasien bensiko tinggi
5. Kadar hemoglobin Edukasi
membaik (5)
1. Jelaskan tanda dan gejala
6. Kadar sel darah putih
membaik (5) infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
immunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisus

Diyono, Mulyanti, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Dilengkapi Contoh
Studi Kasus Dengan Aplikasi Nanda Nic Noc
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung: Alumni
Herdman, T.Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC
Evania, N. (2013). Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jogjakarta: D-Medika
(Anggota IKAPI).
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa dan
Nanda NIC NOC Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Naga, S.Sholeh. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva Press.
Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8,
Vol. 1,2). Jakarta : EGC.
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai