Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan Cholelithiasis

Di Ruang Filipus RS Immanuel

Oleh :
Sekar Pradita Ediana
1490122136
PPN’29 Reguler

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
BANDUNG
2022
CHOLELITHIASIS
1. Pendahuluan
Cholelithiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan,
kondisi ini menyebabkan 90% penyakit empedu. Cholelithiasis biasanya
timbul pada orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20%
dialami oleh pasien yang berumur diatas 40 tahun. Berdasarkan presentase
terjadinya cholelithiasis menunjukkan bahwa 13,1% dialami oleh pria dan
33,7% dialam oleh wanita. Wanita berusia muda memiliki resiko 2-6 kali
lebih besar mengalami cholelithiasis karena adanya peningkatan hormone
ekstrogen. (Cahyono, 2015
Di Asia, prevalensi kolelitiasis berkisar di angka 3‒10%..
Kolelitiasis pigmen coklat pada duktus koledokus lebih sering ditemukan
di Asia, hal ini berkaitan dengan infestasi parasit. Namun, seiring dengan
meningkatnya asupan pola diet Barat (Westernized diet) berpotensi
meningkatkan risiko kolelitiasis kolesterol. Untuk Indonesia sendiri belum
terdapat data epidemiologi kolelitiasis. Namun, pada sebuah studi yang
dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada rentang bulan
Oktober 2015 hingga Oktober 2016, ditemukan kasus kolelitiasis sebanyak
113 kasus (Tuuk ALZ dalam Dwida, 2020)

2. Pengertian
Kolelithiasis berasal dari kata “ kole ” yang artinya empedu, “ lithia ” yang
artinya batu, dan “sis“ yang berarti adalah proses. Kolelitiasis adalah
adanya material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari
70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 20% tipe batu
kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Sebuah
ukuran batu empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau
seperti bola golf.
3. Anatomi fisiologi

Anatomi
a. Kandung empedu
Kandung empedu merupakan sakus (kantong) yang berbentuk buah
pir dan melekat pada permukaan posterior hati oleh jaringan ikat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung
empedu memiliki fundus atau ujung yang memanjang badan atau
bagian utama, dan leher yang bersambung dengan duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki lapisan jaringan seperti struktur dasar
saluran cerna dengan beberapa modifikasi (Elly Nurachman, 2011)
b. Duktus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral
Heister, yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung
empedu, tetapi menahan aliran keluanya. Fungsinya sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum..
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
c. Pendarahan (Vaskularisasi)
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam
vena porta.
d. Pembuluh limfe dan persarafan (innervasi)
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesicafellea. Dari sini, pembuluh limfë berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum. Saraf yang menuju ke kandung
empedu berasal dariplexus coeliacus.
Fisiologi
a. Sekresi empedu
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di
dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu Empedu
melakukan dua fungsi penting yaitu :
1) Empedu memainkan peranan penting dalam pencemaan dan
absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal
antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan
bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas.
Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir
lemak yang dicema menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel-sel hati.
c. Penyimpanan dan Pemekatan Empedu
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari.
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati
disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di duodenum.
Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun
demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 ml)
dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida,
dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terns menerus
diabsorbsi oleh mukosa kandung antonal lecitin dan
4. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik
dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3%
protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan pasti, namun faktor predisposisi yang paling penting adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain :
a. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Kegemukan (obesitas)
d. Faktor keturunan
e. Aktivitas fisik
f. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
g. Hiperlipidemia
h. Diet tinggi lemak dan rendah serat
i. Pengosongan lambung yang memanjang
j. Nutrisi intravena jangka lama
k. Dismotilitas kandung empedu
l. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
m. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus
(kekurangan garam empedu)
n. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
putih, baru orang Afrika)

5. Patofisiologi
Patofisiologi kolelitiasis adalah akibat substansi tertentu pada cairan
empedu yang meningkat, sehingga memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
daripada pelarutnya. Cairan empedu yang terkonsentrasi menyebabkan
supersaturasi dan presipitasi sebagai kristal mikroskopik. Kristal ini
terperangkap dalam mukus kantung empedu dan membentuk lumpur bilier
(biliary sludge). Seiring berjalannya waktu, kristal ini menumpuk dan
saling menyatu membentuk batu makroskopik.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksan USG abdomen
dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehinggan kandung empedu nya berada dalam keadaan
distensi
b. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisisan, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengososngkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice, karena
liver tidak dapat menghantarkan media kontras kandung empedu yang
mengalami obstruksi.
c. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan
ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier.
e. Pemeriksaan darah
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 1
0.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
7. Penatalaksanaan
a. Non-bedah
1) Diet : Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein. Pemasangan
pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum
dan vital sign. Dipasang infus program cairan elektrolit dan
glukosa untuk mengatasi syok. Pemberian antibiotik sistemik dan
vitamin K ( anti koagulpati ).
2) Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih sedikit
3) Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter.
4) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
5) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
b. Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Indikasi yang paling umum untuk dilakukan kolesistektomi terbuka
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi
ini merupakan standart terbaik untuk penanganan pasien dengan
koletiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
2) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Kolesistektomi laparoskopik dilakukan
dengan membuat sayatan kecil sebesar lubang kunci pada kulit,
sebagai jalur masuk alat laparoskop.

8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan.
Tanda : gelisah.
2) Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
3) Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas,
urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
4) Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &
makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium,
tidak dapat makan, flatus,dyspepsia.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung
atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
makan, nyeri mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30
menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan.
6) Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan
ditandai oleh napas pendek, dangkal.
7) Keamanan
Tanda : demam, menggigil, sklera ikterik, dan kulit berkeringat &
gatal (pruritus), kecenderungan perdarahan (kekurangan vit. K),
jaundice
8) Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu,
adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
9) Pemeriksaan Diagnostik
a) Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
b) Billirubin & amilase serum : meningkat.
c) Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak
meningkat, alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe
obstruksi bilier.
d) Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu
dalam usus menurunkan absorpsi vit. K.
e) Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus
empedu.
f) Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik :
memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus
koledukus melalui duodenum.
g) Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan
gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung
empedu & kanker pangkreas.
h) CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
i) Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

b. Analisa data
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1 DS : Penumpukan Nyeri akut
 Nyeri daerah cairan yang
abdomen atas berat menjadi kristal
dan menyebar ke atau batu
punggung atau bahu
kanan Batu empedu

 Nyeri datang tiba-


tiba & biasanya Distensi batu

memuncak dalam empedu

30 menit.
Menggesek
 Otot tegang atau
mukosa saluran
kaku bila kuadran
empedu
kanan atas ditekan
DO :
Nyeri hebat pada
 Gelisah
kuadran atas dan
 Takikardia
nyeri tekan daerah
 RR meningkat
epigastrium
 Napas pendek dan
( terutama saat
dangkal
inspirasi )
 Lemah
Nyeri akut

2 DS : batu empedu Hipertermi


 Pasien mengatakan
lemas Menyumbat aliran
DO : getah penkreas

 Demam
Aliran balik getah
 Menggigil
empedu (duktus
 Suhu meningkat
kolekditus ke
 Gelisah
pankreas)
 Takikardia
 RR meningkat
Iritasi lumen
 Napas pendek dan
dangkal Inflamasi

Peningkatan suhu
tubuh

hipertermia

3 DS : iritasi lumen Defisit nutrisi


 nyeri epigastrium,
tidak dapat makan inflamasi

 flatus (kentut)
permeabilitas
 dyspepsia
kapiler

DO :
Peningkatan
 Lemah
enzim SGOT &
 Penurunan berat SGPT
badan.
 Anoreksia, Bersifat iritatif di

mual/muntah saluran cerna

 Tidak toleran
Peristaltik
terhadap lemak &
menurun
makanan
pembentukan gas
Rasa mual muntah
 Regurgitasi
meningkat
berulang

Defisit nutrisi

4 DS : Iritasi lumen Resiko


 Lemas ketidakseimbanga
DO : Inflamasi n cairan
 urine gelap, pekat,
feses warna tanah Permeabilitas

liat meningkat

Cairan shif ke
peritoneum

Resiko
ketidakseimbanga
n cairan

5 DS : Peningkatan dan Gangguan


DO : penumpukan integritas kulit
 Kulit berkeringat bilirubin dalam
gatal (pruritus) darah
 Kecenderungan
perdarahan Jaundice/ikterik

(kekurangan vit. K)
Kulit gatal
 Jaundice
 Sklera ikterik
Kulit digaruk

Perdarahan

Gangguan
integritas kulit

c. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen cidera biologis proses inflamasi kandung
empedu obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan/nekrisis.
2) Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan
pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri.
4) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan
5) Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasi, substansi kimia,
billirubin meningkat.

d. Intervensi keperawatan
NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Manajemen nyeri
tindakan 3 x 24 jam Observasi
diharapkan tingkat  Identifikasi
nyeri menurun lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik,
 Skala nyeri durasi,
menurun frekuensi,
 Gelisah kualitas,
menurun intensitas nyeri
 Anoreksia  Identifikasi
menurun skala nyeri
 TTV dalam  Monitor
rentang normal pemberian
analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakolog
is (terapi
musik/pijat)
 Kontrol
lingkungan
 Fasilitasi
istirahat tidur
Edukasi
 Jelaskan
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
 Jelaskkan
strategi pereda
nyeri
Kolaborasi :
 Pemberian
analgetik jika
perlu

2 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Manajemen


tindakan 3 x 24 jam hipertermia
diharapkan Observasi
termoregulasi  Identifikasi
membaik dengan penyebab
kriteria hasil : hipertermia
 Mengigil  Monitor suhu
menurun tubuh
 Takikardi Terapeutik
menurun  Sediakan
 Suhu tubuh lingkungan
membaik yang dingin
 TTV dalam  Longgarkan
rentang normal atau lepaskan
baju
 Berikan cairan
oral
 Ganti linen
setiap hari
Edukasi
 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
 Pemberian
cairan dan
elektrolit IV,
bila perlu

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. Manajemen


tindakan 3 x 24 jam nutrisi
diharapkan status Observasi
nutrisi membaik  Identifikasi
dengan kriteria hasil: status nutrisi
 Nafsu makan  Identifikasi
meningkat alergi dan
 BB meningkat intoleransi
 Porsi makan makanan
yang dihabiskan  Monitor BB
meningkat  Monitor
asupan
makanan
Terapeutik
 Lakukan oral
hygiene
 Berikan
makanan
secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
Edukasi
 Anjurkan
posisi dudu
jika mampu
 Anjurkan diet
yang di
programkan
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
mediakasi
sebelum
makan
 Kolaborasi
dengan ahli
gizi
4 Resiko Setelah dilakukan 1. Manajemen
ketidakseimban tindakan 3 x 24 jam cairan
gan cairan diharapkan Observasi
keseimbangan cairan  Monitor status
meningkat dengan hidrasi
kriteria hasil :  Monitor BB
 Asupan cairan  Monitor hasil
meningkat lab
 Haluaran urin  Monitor status
meningkat hemodinamik
 Turgor kulit Terapeutik
membaik  Catat intake-
 BB meningkat output dan
hitung cairan
balance 24 jam
 Berikan
asupan cairan
Kolaborasi
 Pemberian
diuretik, jika
perlu
5 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas
integritas kulit tindakan 3 x 24 jam kulit
diharapkan integritas Observasi
kulit dan jaringan  Identifikasi
meningkat dengan penyebab
kriteria hasil: gangguan
 Hidrasi kuit integritas
meningkat Terapetik
 Nyeri  Ubah posisi
menurun tiap 2 jam
 Tidak ada sekali
perdarahan  Gunakkan
produk
berbahan
petrolium atau
minyak pada
kulit kering
 Hindari
penggunaan
bahan ringan
atau
hipoalergik
dan berbahan
dasar alkohol
Edukasi
 Anjurkan
menggunakkan
pelembap
 Anjurkan
untuk
meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan
menghindari
suhu ekstrim

e. Evaluasi
1) Skala nyeri menurun
2) Gelisah menurun
3) Anoreksia menurun
4) Tidak ada menggigil
5) TTV dalam rentang normal
6) Nafsu makan meningkat
7) BB meningkat
8) Porsi makan yang dihabiskan meningkat
9) Asupan cairan meningkat
10) Haluaran urin meningkat
11) Turgor kulit membaik
12) Hidrasi kuit meningkat
13) Tidak ada perdarahan

Anda mungkin juga menyukai