Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan dipengaruhi
oleh banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota-kota besar.
Padatnya masyarakat perkotaan menyebabkan masyarakat harus bisa beradaptasi
dengan kondisi dan lingkungan yang ada. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan
lingkungan menjadi salah satu yang menentukan derajat kesehatan masyarakat itu
sendiri.
Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan membuat masyarakat
mengubah perilaku dan gaya hidup mereka. Salah satu perubahan perilaku dan gaya
hidup yang dilakukan oleh masyarakat adalah terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi
makanan cepat saji, berlemak, dan berkolesterol. Makanan yang berlemak dan
berkolesterol dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung
koroner dan kolelitiasis (Sandra, 2013).
kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik (Gustawan, 2007). Kandung empedu
merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan
menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri
sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan
melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu (Sandra, 2013).
Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering
di jumpai di praktek klinik. Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-
80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pasien-pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada
sebanyak 1-2% per tahun “follow up” (Nurman, 2011).
Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),
inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis
akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti

1
pankreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni
ikterus obstruktif sampai sirosis bilier. Tidak semua batu empedu memerlukan
tindakan untuk mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana
penatalaksanaannya antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi
kliniknya (Nurman, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kandung empedu?
2. Apa definisi dari Kolelitiasis?
3. Apa etiologi dari Kolelitiasis?
4. Bagaimana patofisiologi Kolelitiasis?
5. Apa saja klasifikasi dari Kolelitiasis?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Kolelitiasis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic dari Kolelitiasis?
8. Bagaimana penatalaksanaan Kolelitiasis?
9. Apa saja komplikasi Kolelitiasis?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Kolelitiasis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Menjelaskan konsep kolelitiasis.
b. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi kandung empedu.
b. Menjelaskan definisi kolelitiasis.
c. Menjelaskan etiologi kolelitiasis.
d. Menjelaskan manifestasi klinis kolelitiasis.
e. Menjelaskan patofisiologi kolelitiasis.
f. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik kolelitiasis.
g. Menjelaskan penatalaksanaan kolelitiasis.
h. Menjelaskan komplikasi kolelitiasis.
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Struktur Empedu
Kandung empedu (vesika felea) adalah kantong yang berbentuk buah
pir yang terletak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan
bawah hati di antara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
Empedu terdiri dari :
1) Fundus vesika felea : Berbentuk bulat, biasanya menonjol dibawah tepi
inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
rawan ujung kosta IX kanan.
2) Korpus vesika felea : Bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas, kebelakang dan ke kiri.
3) Kolum vesika felea : Berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan dalam
omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis
membentuk duktus koledukus.
b. Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning
keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar
lebih kurang 500-1000 ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
Unsur-unsur cairan empedu :
1) Garam-garam empedu : Disintesis oleh hepar dari kolestrol, suatu alkohol
steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi membantu
pencernaan lemak, mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase dari pancreas.
2) Sirkulasi enterohepatik : Garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi dari usus
halus kedalam vena porta, dialirkan kembali ke hepar untuk digunakan ulang.

3
3) Pigmen-pigmen empedu : Merupakan hasil utama dari pemecahan hemoglobin.
Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan menyekresinya kedalam
empedu. Pigmen empedu tidak memiliki fungsi dalam proses pencernaan.
4) Bakteri dalam usus halus : mengubah bilirubin menjadi urobilin, merupakan
salah satu zat yang diresorpsi dari usus, diubah menjadi sterkobilin yang
disekresi kedalam feses sehingga menyebabkan feses berwarna kuning.
c. Saluran empedu
Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung
empedu oleh aksi koleksistokinin, suatu hormone yang dihasilkan dalam
membrane mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak.
Koleksistokinin menyebabkan kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu
bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir kedalam duktus sistikus
dan duktus koledukus (Syaifuddin, 2011).
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu
dalam kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus
terletak diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari
hepatosit dan membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya
akan membentuk duktus hepatikus.

Gambar 1. Saluran empedu


http://www.abdopain.com/sphincter-of-oddi-dysfunction.html

4
Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung
untuk membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan
mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum
dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction)
dimana duktus koledokus memasuki duodenum (Sandra, 2013).

d. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa.
Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolestrol,
lesitin , lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan
biliverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah,
hemoglobin dikeluarkan dari butiran-butiran darah merah terurai menjadi
globin dan bilirubin sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam sistem retikuloendotel di dalam
sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan kedalam
peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat
dalam empedu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk dalam hati,
terdiri dari natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan
menyebabkan kolestrol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat irotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas, yaitu
amylase, tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan baik
lemak netral maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan
dalam kandung empedu sebelum disekresi kedalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan , otot lingkar kandung empedu dalam
keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kandung empedu akan
meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan
empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum . Rangsangan terhadap saraf
simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu
(Syaifuddin, 2011).

5
2. Definisi Kolelitiasis
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit
yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya (Sandra, 2013).

Gambar 2. Kandung empedu yang terdapat batu empedu

http://www.slideshare.net/yulianingsihkodim/askep-kolelitis

Kolelitiasis merupakan suatu keadaan terbentuknya batu (calculi) dalam


kantong empedu. Kadang, batu juga terbentuk dalam saluran empedu. Batu
kandung empedu yang tinggal diam tidak menimbulkan gejala. Namun, jika batu
tersebut menyumbat saluran empedu atau mengakibatkan peradangan pada
kantong empedu akan menimbulkan sakit yang hebat (Hembing, 2008).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik (Gustawan, 2007).

3. Etiologi Kolelitiasis
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti. Gustawan (2007) dalam Sandra (2013) mendapatkan penyebab batu
kandung empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik, dan penyakit spesifik non-

6
hemolitik. Gustawan (2007) dalam Sandra (2013) mengatakan anak yang
mendapat nutrisi parenteral total yang lama, setelah menjalani operasi by pass
kardiopulmonal, reseksi usus, kegemukan dan anak perempuan yang
mengkonsumsi kontrasepsi hormonal mempunyai resiko untuk menderita
kolelitiasis.
Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, pembentukan batu
empedu terjadi karena adanya peningkatan saturasi kolesterol bilier. Kegemukan
merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu. Pada
keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke
kandung empedu sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat
jenuh. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu (Gustawan,
2007).
Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu.
Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Sandra, 2013).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang
mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat
mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung
empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan
empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan
epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik
bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien
yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada

7
duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam
sesudah mengkonsumsi makanan dalam posi besar.
Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang
biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas dari
obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu
oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga
terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang
berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala
terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan
vitamin A, D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi
vitamin K dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal (Sandra,
2013).

5. Patofisiologi Kolelitiasis
Gustawan 2007 dalam Sandra 2013 patogenesis terbentuknya batu kolesterol
diawali adanya pengendapan kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu
kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi
kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk
kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan
tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh
(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis,
penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam
terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu.
Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis,
proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses
dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks
dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat

8
sangat tidak larut. Proses adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan
pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat
yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai
awal proses terbentuknya batu.
Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang
terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding
batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol
yang sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu
pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam
tersebut tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh
bakteri.
Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.
Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri
memproduksi enzim β-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin
glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi
phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1
mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu
mengubah garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut
kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium.
Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat)
dan kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi
dari pigmen bilirubin.

6. Pathway
Terlampir

7. Klasifikasi Batu Empedu (Kolelitiasis)


Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari
pigmen dan batu terutama yang tersusun dari kolesterol. Komposisi dari batu
empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan
matriks inorganik (Sandra, 2013).

9
a. Batu kolesterol
Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan
empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika
kolesterol dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama
kelamaan menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-
asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu.
Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol
yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan
peradangan dalam kandung empedu (Sandra, 2013).
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut,
terdiri dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat.
Kolesterol terdapat dalam batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10%
dalam batu pigmen hitam dan 10- 30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen
dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat,
keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin.
Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin
glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung
garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu
pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik
kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen coklat sering
dihubungkan dengan kejadian infeksi. Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen
takterkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan)
sehingga terjadi batu (Sandra, 2013).

10
8. Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis, hidrops dan
emfiema. Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana
terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran
kandung empedu, yang menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung
empedu. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena
adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu.
Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa terjadi
di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi lagi oleh empedu.
Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada pasien yang
mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam
jiwa (Sandra, 2013).

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah :
1) Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala
yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup
kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
2) Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan
dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.

11
Gambar 3. Hasil USG kolelitiasis

http://koasku.blogspot.co.id/2015/04/kolelithiasis.html

3) Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi


menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena.
Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier.
4) ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan
ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke
dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan
visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan
visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam
duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu.

12
Gambar 4. Hasil ERCP kolelitiasis

http://koasku.blogspot.co.id/2015/04/kolelithiasis.html

5) Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara


menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka
semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus,
duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan
jelas.
6) MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,
instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi,
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. (Lesmana,
2006).
b. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi

13
akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke
dinding yang tertekan tersebut (Lesmana, 2006).

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam Gunawan (2007)
a. Penatalaksanaan non bedah
1) Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP
terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai
berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi
non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran
empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui
muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu
dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar,
batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran
empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan
sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik
dan litotripsi laser.
2) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu
dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut
2) Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik.

14
Delapan puluh sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris
dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.7 Indikasi pembedahan
batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang
menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis
akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi
laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan
teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca
bedah minimal.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
1) Usia : Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang usiayang lebih muda
yaitu 20 tahun dan pada usia remaja.
2) Jenis kelamin : Wanita mempunyai resiko 3x lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini di karenakan hormone estrogen
berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung
empedu.kehamilan yang meningkatkan kadar ekstrogen juga meningkatkan
resiko terkena kolelitiasis penggunaan pilkontrasepsi dan terapi hormon
ekstrogen dapat meningkatkan kolesterol dalam kantong empedu dan
penurunan aktifitas pengosongan kantong empedu.
3) Aktifitas fisik : Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya kolelitiasis ini mungkin di sebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi.
b. Keluhan utama : Nyeri abdomen di bagian kanan atas, nyeri pada saat menarik
nafas, mual dan muntah.

15
c. Riwayat penyakit sekarang :
1) Nyeri hebat yang timbul mendadak pada abdomen pada bagian atas,
terutama
2) Berkeringat banyak, berjalan mondar-mandir
3) Nausea dan muntah sering
d. Riwayat penyakit dahulu : biasanya ada factor predisposisi penyebab
kolelitiasis. Mengkaji adanya riwayat DM, obesitas, hipertensi dan
huperlipidemia
e. Riwayat penyakit keluarga : Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath) : Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai
oleh sesak nafas pendek, dan dangkal.
b. B2 (Blood) : Takikardia dan berkerigat karena peningkatan suhu akibat respon
inflamasi
c. B3 (Brain) : -
d. B4 (Bleeder) : Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu
e. B5 (Bowel) : Anoreksia, mual atau muntah, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan berbentuk gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat
makan, platus, dyspepsia. Tanda : adanya penurunan berat badan.
f. B6 (Bone) : Lemah.

3. Diagnosa Keperawatan
Pre-Op
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis
b. Ansietas berhubungan dengan gangguan berulang dengan nyeri terus-menerus
c. Nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sekresi getah
empedu yang tidak adekuat

16
Pos-Op

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan)
b. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan nyeri
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan invasi pada tubuh (selang T)
d. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatsan
pemasukan secara medik.

4. Intervensi Keperawatan
Pre-Op
a. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, obstruksi/spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis ditandai dengan laporan
nyeri, kolik bilier (golongan nyeri), wajah menyeringai dengan skala 7-8,
perilaku berhati-hati, respon otonomik (perubahan TD, nadi) focus pada diri
sendiri.
Tujuan : Untuk menghilangkan rasa nyeri pasien
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri hilang/terontrol dengan skala nyeri 2-3
2) Wajah releks
3) Menunjukan penggunaan keterampilan relaksasi.

Intervensi Rasional
Mandiri : Membantu membedakan penyebab nyeri dan
Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien. Tentukan memberikan informasi tentang
apakah nyeri kronis atau akut. Selain itu, kaji kemajuan/perbaikan penyakit terjadinya
factor yang dapat mengurangi atau komplikasi dan keefektifan intervensi
memperberat; lokasi, durasi, intesitas, dan
karakteristik nyeri; dan tanda-tanda.
Yakinkan bahwa komunikasi verbal dan Pasien yang mengalami nyeri sensitive untuk
nonverbal anda dengan pasien adalah positif menjadi terhakimi. Pasien negative (baik
dan mendukung verbal atau nonverbal) akan mengganggu
komunikasi terbuka.
Dorong menggunakan teknik reaksasi, contoh Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali
bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan nafas perhatian dapat meningkatkan koping.

17
dalam. Berikan aktivitas senggang.
Atur periode istirahat tanpa terganggu. Tindakan ini meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan, dan peningkatan tingkat
energy, yang penting untuk mengurangi nyeri
Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang Untuk menurunkan ketegangan atau spasme
nyaman otot dan untuk mendistribusikan kembali
tekanan pada bagian tubuh
Kolaborasi: Asam empedu alamiah ini menurunkan
Pemberian obat sesuai indikasi, seperti : system kolestrol, menghancurkan batu
Asam senodeoksikolik (chenix), Asam empedu. Keberhasilan pada pengobatan ini
ursodeoksikolik (UCDA, Actigall) tergantung pada jumlah dan ukuran batu
empedu (atau lebih sedikit batu yang
berdiameter dibawah 20mm)
Pemberian obat : Antikolinergik, contoh Antikolinergik menghilangkan reflek
atropine, Propantelin (Pro-Ban tine) dan spasme/kontraksi otot halus dan membantu
Sedetif, contoh fenobarbitat dalam manajemen nyeri dan Sedatif
meningkatkan istirahat dan merileksasi otot
halus, menghilangkan nyeri.
Intervensi bedah Kolesistektomi dapat diindikasian
sehubungan dengan ukuran batu dan derajad
kerusakan jaringan atau adanya nekrosis.

b. Dx 2 : Ansietas berhubungan dengan gangguan berulang dengan nyeri terus-


menerus yang ditandai dengan ketakutan, gelisah.
Tujuan : untuk menghilangkan rasa cemas pasien
Kriteria hasil : pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada
tingkat dapat diatasi.

Intervensi Rasional
Mandiri : Membantu dalam mengindenfiasikan
Kaji tingakt ansietas pasien, tentukan kekuatan dan keterampilan yang mungkin
bagaimana pasien mengalami masalahnya membantu pasien mengatasi keadaannya
dimasa yang lalu dan bagaimana pasien sekarang dan atau kemungkinan lain untuk
melakukan koping dengan masalah yang memberikan bantuan yang sesuai

18
dihadapinya sekarang
Berikan informasi yang akurat dan jawab Memungkinkan pasien untuk membuat
dengan jujur keputusan berdasarkan atas pengalamannya
Berikan kesempaan pasien untuk Kebanyakan pasien mengalami masalah yang
mengungkapkan masalah yang dihadapi, perlu untuk diungkapkan dan diberi respon
seperti kemungkinan paralisis, pengaruh dengan informasi yang akurat untuk
terhadap fungsi seksual, perubahan dalam mengingkatkan kopingterhadap situasi yang
pekerjaan atau financial, perubahan peran sedang dihadapi.
atau tanggung jawab
Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin Pasien mungkin secara tidak sadar
merintangi keinginan untuk sembuh, dan memperoleh keuntungan seperti terlepas dari
kemungkinan menghalangi proses tanggung jawab, perhatian, dan control diri
penyembuhan yang lain. Ini perlu untuk dikerjakan secara
positif untuk meningkatkan penyembuhan
Catat perilaku dari orang terdekat atau Orang terdekat atau keluarga mungkin secara
keluarga yag meningkatkan “peran sakit” tidak sadar memungkinkan pasien
pasien mempertahannkan ketergantungan nya
melakukan sesuatu yang pasien sendiri
mampu melakukan nya tanpa bantuan orang
lain
Kolaborasi: Memberikan dukungan untuk beradaptasi
Rujuk pada kelompok penyongkong yang pada perubahan dan memberikan sumber-
ada, pelayanan social, konselor finansial atau sumber untuk mengatasi masalah.
konseler kerja, psikoterapi atau sebagainya

c. DX 3: Nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sekresi


getah empedu yang tidak adekuat yang ditandai dengan penurunan berat badan
pada pasien.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrsi
2) Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat untuk
meningkatkan/mempertahankan berat badan, dan

19
3) Menunjukkkan peningkatan berat badan mencapa rentang yang diharapkan
individu.

Intervensi Rasional
Buat tujuan berat badan minimum dan Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat
kebutuhan nutrisi minimum yang menyebabkan depresi, angitasi, dan
mempengaruhi fungsi kongenital. Perbaikan
status nutrisi meningkatkan kemampuan
berfikir dan kerja psikologi.
Berikan makanan sedikit dan makanan kecil Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian
tambahan yang tepat makan terlalu cepat setelah periode puasa
Buat pilihan menu yang ada dan pasien Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya
diijinkan untuk mengontrol pilihan sebanyak dan merasa mengontrol lingkungan lebih
mungkin. suka menyediakan makanan untuk makan.
Pertahankan jadwal menimbang berat badan Memberikan catatan lanjut penurunan dan
teratur, seperti minggu rabu dan jumat atau peningkatan berat badan yang akurat,
sebelum makan pagi pada pakaian yang juga menurunkan obsesi tentang peningkatan
sama, dan gambarkan hasilnya. dan atau penurunan
Awasi program latihan dan susun batasan Latihan sedang membantu dalam
aktifitas fisik. Tuliskan aktifitas atau tingkat mempertahankan tonus otot/ berat badan
kerja (jalan-jalan dsb) melawan depresi. Namun pasien dapat latihan
terlalu berlebihan untuk membakar kalori.
Kolaborasi : Pengobatan masaah dasar tidak terjadi tanpa
Berikan terapi nutrisi dalam program perbaikan status nutrisi. Perawatan di rumah
pengobatan rumah sakit sesuai indikasi sakit memberikan control di mana masukan
makanan, muntah/eliminasi, obat, dan
aktifitas dapat dipantau. Ini juga memisahkan
pasien dari orang terdekat (yang dapat
sebagai factor pemberat) dan memberikan
pemajanan pada orang lain dengan masalah
yang sama, suasana lingkungan untuk saling
berbagi.
Libatkan pasien dalam penyusunan atau Memberikan situasu terstruktur untuk makan
melakukan program perubahan perilaku. sementara memungkinkan pasien mengontrol
Berikan penguatan untuk peningkatan berat beberapa pilihan. Peubahan perilaku dapat

20
badan seperti dinyatakan oleh penentuan efektif pada kasus ringan atau untuk
individu, abaikan penurunan. peningkatan berat badan jangka pendek.

Post-Op

a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses


pembedahan) yang ditandai dengan wajah klien menyeringai karena kesakitan dan
sekala nyeri 7-8.
Tujuan : Penurunan terhadap nyeri.
Kriteria Hasil : Klien melaporkan nyerinya berkurang.

Intervensi Rasional
Kaji skala nyeri klien (0-10) Berguna dalam membedakan
ketidaknyamanan pasca operasi dari
terjadinya komplikasi dan evaluasi kefektifan
intervensi.
Monitor nyeri klien Mengetahui perkembangan kondisi klien.
Mandiri : Tanda-tanda vital yang normal menunjukan
Ukur tanda-tanda vital kondisi klien membaik.
Anjurkan dan lakukan teknik distraksi Dengan adanya teknik ini berguna untuk
seperti: mendengarkan music, membaca mengalihkan perhatian klien sehingga klien
koran, buku, dll tidak merasa nyeri.
Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi nafas Meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan
dalam pengubahan posisi, massage kemampuan koping dan dapat menurunkan
punggung, sentuhan, dll terjadinya nyeri.
Kolaborasi : Meningfkatkan refluks spasme atau kontraksi
Berikan analgetik otot halus dan membantu dalam management
nyeri.
Monitor respon klien terhadap obat yang Untuk menghindari reaksi obat yang tidak
diberikan diinginkan.
Monitor efek samping obat yang diberikan Efek samping obat dapat membahayakan
dan laporkan kepada dokter klien.
Jelaskan tentang efek samping obat kepada Keluarga juga ikut berpartisipasi dalam
klien dan keluarganya. pemberian obat.

21
b. DP 2 : Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan nyeri yang ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan, tarkipnea, menolak untuk batuk.
Tujuan : Pola nafas klien jadi afektif.
Kriteria Hasil : Tidak ada gangguan atau komplikasi pernapasan.

Intervensi Rasional
Mandiri : Napas dangkal, distress pernapasan, menahan
Observasi frekuensi atau kedalaman napas dapat mengakibatkan
pernapasan hipoventilasi/atelektasis.
Auskultasi bunyi napas Area yang menurun/tidak ada bunyi napas di
duga atelektasis, sedangkan bunyi adventisius
(mengi, ronchi) menunjukan kongesti.
Tinggikan kepala tempat tidur, pertahankan Memudahkan ekspansi paru. Penekanan
posisi fowler rendah, dukung abdomen saat memberikan sokongan pada insisi atau
batuk, ambulasi menurunkan tegangan otot untuk
meningkatkan kerja sama dalam program
pengobatan.
Kolaborasi : Bantu pengobatan pernapasan, Kolaborasi : Bantu pengobatan pernapasan,
contoh spirometri insentif contoh spirometri insentif

c. DP 3 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan invasi pada tubuh (selang


T) yang ditandai dengan gangguan kulit.
Tujuan : Penurunan kerusakan integritas kulit.
Kriteria Hasil : Menunjukan prilaku untuk meningkatan penyembuhan luka.

Intervensi Rasional
Mandiri : Selang T dapat dimasukan ke duktus
Periksa selang T dan drein insisi, yakinkan koledokus selama 7-10 hariuntuk membuang
aliran bebas batu yang tertahan. Drain sisi insisi
digunakan untuk membuang cairan yang
terkumpul dari empedu. Memperbaiki
mencegah aliran balik empedu ke area
operasi.
Pertahankan selang T pada sistem Mencegah iritasi kulit dan memudahkan
penampung tertutup pengukuran haluaran, menurunkan resiko

22
kontaminasi.
Observasi warna dan karakter drainase. Pada awalnya, drainase mengandung darah
Gunakan kantong ostomi sekali pakai untuk dan campuran darah dengan air, secara
menampung drainase normal berubah menjadi coklat kehijauan
(warna empedu) setelah jam-jam pertama.
Kantong ostomi digunakan untuk
menampung drainase besar untuk pengukuran
lebih akurat tentang haluaran dan melindungi
kulit.
Benamkan selang drainase, biarkan selang Menghindari terlepas dan/hambatan lumen.
bebas bergerak, dan hindari lipatan dan
terpelintir
Observasi adanya cekungan, distensi Perubahan posisi selang T dapat
abdomen atau tanda peritonitis, pangkreatitis mengakibatkan iritasi diafragma/komplikasi
lebih serius bila empedu mengalir ke dalam
abdomen atau duktus pankreas terhambat.
Ganti balutan sesering mungkin bila perlu. Mempertahankan kulit sektar insisi bersih
Bersihkan kulit dengan sabun dan air. dan memberikan pertahanan dari
Gunakan kasa berminyak steril seng oksida penyembuhan kulit dari ekskoriasi.
atau bedak ke area sekitar insisi
Observasi kulit, sklera, urine terhadap Terjadinya ikteris mengindikasikan adanya
perubahan warna obstruksi aliran empedu.
Catat warna dan konsistensi feses Feses warna tanah liat terjadi bila empedu
tidak ada dlam usus.
Kolaborasi : Perlu untuk pengobatan abses atau infeksi.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Leukositosis menunjukan proses inflamasi,
darah lengkap contoh pembentukan abses atau terjadinya
peritonitis atau pankreatitis.

d. DP 5 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


Tujuan : Menghilangkan adanya resiko terhadap kehilangan volume cairan.
Kriteria Hasi :

23
1) Menunjukan keseimbangan cairan adekuat (dibuktikan dengan tanda vital
stabil membaran mukosa lembab, turgor kulit atau pengisian kapiler baik
haluaran urine individu adekuat).

Intervensi Rasional
Mandiri : Memberikan informasi tentang penggantian
Awasi masukan dan haluaran, termasuk kebutuhan dan fungsi organ. Awalnya 200-
drainase dari selang T, dan luka. Timbang 500ml drainase empedu diharapkan,
klien secara periodic penurunan karena lebih banyak masuk ke
usus. Jumlah yang banyak terus menerus dari
drainase empedu dapat mengindikasi
obstruksi atau, kadang-kadang fistula bilier.
Awasi tanda vital, kaji membrane mukosa, Indikator keadekuatan volume sirkulasi atau
turgor kulit, nadi perifer dan pengisisan perifer.
kapiler
Observasi tanda perdarahan, contoh Protombin menurun dan waktu koagulasi
hematemesis, melena, petekie, ekimosis memanjang bila aliran empedu terhambat,
peningkatan resiko perdarahan atau
hemoragi.
Kolaborasi : Memberikan informasi tentang volume
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh sirkulasi, keseimbangan elektrolit, dan
HB/HT, elektrolit, kadar protombin atau keadekuatan faktor pembekuan.
waktu pembekuan
Berikan cairan intravena, produk darah sesuai Mempertahankan volume sirkulasi yang
indikasi : Elektrolit danVitamin adekuat dan membantu dalam faktor
pembekuan.
Elektrolit memperbaiki ketidakseimbangan
akibat luka berlebihan.
Vitamin memberikan penggantian faktor
yang diperlukan untuk proses pembekuan.

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 29 Juni 2011
Tanggal Masuk : 29 Juni 2011
Ruang/Kelas : Mawar
Nomor Register : 114523
Diagnosa Medis : Kolelitiasis

1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Nn. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Melayu
Pendidikan : S1

25
Bahasa Yang Digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Candi Prambanan V, No. 1529, Semarang
Sumber biaya (Pribadi, perusahan,lain-lain ) : Pribadi
Sumber Informasi (Klien / Keluarga ) : Klien

2. RIWAYAT KEPERAWATAN :
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Rumah Sakit :
Nyeri abdomen region epigastrium, hipokondrium dextra, lumbal dextra, di
sertai demam, mual, pusing, sesak nafas, sulit buang air besar, keluar
benjolan dari anus ketika buang air besar disertai darah menetes berwarna
darah segar.
2) Keluhan Utama : Nyeri abdomen region epigastrium,
hipokondrium dextra, lumbal dextra.
3) Kronologis Keluhan :
a) Faktor pencetus : Saat beraktivitas, makan pedas, minum kopi.
b) Timbulnya Keluhan : Secara tiba-tiba
c) Lamanya : Hilang timbul
d) Upaya mengatasi : Minum obat

b. Riwayat Kesehatan masa lalu : Tidak ada


1) Riwayat Alergi (Obat, Makanan, Binatang, Lingkungan) : Tidak ada
2) Riwayat Kecelakaan : Tidak ada
3) Riwayat dirawat di Rumah Sakit (Kapan, alasan dan berapa lama) :
Ada, 6 bulan yang lalu, dengan diagnose kolelitiasis, 4 hari.
4) Riwayat pemakaian obat : Tidak ada

c. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram dan Keterangan tiga generasi dari


klien)
Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor
resiko

26
Keterangan :
: Laki-laki Meninggal

: Wanita Meninggal

: Laki-laki

: Wanita

: Pasien

d. Riwayat Psikososial dan Spiritual


1) Adakah orang terdekat dengan klien : Temannya
2) Interaksi dalam keluarga :
a) Pola Komunikasi : Baik
b) Pembuatan Keputusan : Baik
c) Kegiatan Kemasyarakatan : Mudah bersosialisasi
3) Dampak penyakit klien terhadap keluarga : Cemas karena tempat tinggal
klien jauh dari tempat tinggal keluarga (Data tambahan)

27
4) Masalah yang mempengaruhi klien : Tidak ada
5) Mekanisme Koping terhadap stress : Pemecahan Masalah
6) Persepsi klien terhadap penyakitnya (Data tambahan)
a) Hal yang sangat dipikirkan saat ini : Kesehatannya
b) Harapan setelah menjalani perawatan : Agar cepat sembuh
c) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : Tidak dapat beraktivitas
7) Sistem nilai kepercayaan :
a) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : Tidak ada
b) Aktivitas Agama/Kepercayaan yang dilakukan : Tidak ada

e. Kondisi Lingkungan Rumah


(Lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini) : Baik

f. Pola Kebiasaan

POLA KEBIASAAN
HAL YANG DIKAJI
Sebelum Sakit Di Rumah Sakit
1. Pola Nutrisi
a. Frekuensi makan : x/hari 3x/hari 3x/hari
b. Nafsu makan : baik/tidak Baik Tidak
Alasan : ...…………….. Alasan : Klien
(Mual, muntah, sariawan) mengeluh mual dan
nyeri pada bagian
abdomen
c. Porsi makan yang dihabiskan Sedang dengan nasi lauk Tidak dihabiskan
dengan porsi yang
sedkit
d. Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
e. Makanan yang membuat alergi Tidak ada Tidak ada
f. Makanan pantangan Tidak ada Makanan yang pedas,
dan berlemak
g. Makanan diet Tidak ada Berlemak
h. Penggunaan obat-obatan Tidak ada Tidak ada

28
sebelum makan
i. Penggunaan alat bantu (NGT, Tidak ada Tidak ada
dll)

2. Pola Eliminasi
a. B.a.k
1) Frekuensi : x/hari 5-6x/hari 4-5x/hari
2) Warna : Kuning jernih Pekat
3) Keluhan : Tidak ada Tidak ada
4) Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada
(kateter, dll)

b. B.a.b
1) Frekuensi : x/hari 1x/hari Dari masuk RS klien
belum BAB
2) Waktu : Pagi hari
(Pagi/Siang/Malam/tidak
tentu)
3) Warna : Kuning kecokelatan
4) Konsistensi : Padat
5) Keluhan : Keluar benjolan ketika
BAB
6) Penggunaan Laxatif : Tidak ada

3. Pola Personal Hygiene


a. Mandi
1) Frekuensi : x/hari 2x/hari 1x/hari
2) Waktu : Pagi dan Sore Pagi
(Pagi/Sore/Malam)
b. Oral Hygiene
1) Frekuensi : x/hari 2x/hari 1x/hari
2) Waktu : Pagi dan malam Pagi

29
(Pagi/Siang/Setelah Makan)
c. Cuci rambut
1) Frekuensi : 2 hari 1x Semenjak masuk RS
klien belum dicuci
rambutnya
4. Pola Istirahat dan Tidur
a. Lama tidur siang : Jam/hari 2 jam/hari 1 jam/hari
b. Lama tidur malam : Jam/hari 7 jam/hari 5 jam tapi sering
terbangun
c. Kebiasaan sebelum tidur : Nonton tv/membaca novel Tidak ada

5. Pola Aktivitas dan Latihan


a. Waktu bekerja : Pagi Tidak bekerja
(Pagi/Siang/Malam)
b. Olah raga : Tidak ada Tidak ada
c. Keluhan dalam beraktivtas : Nyeri perut Nyeri perut
(Pergerakan
tubuh/mandi/Mengenakan
pakaian/sesak setelah
beraktifitas)

6. Kebiasaan yang mempengaruhi


kesehatan
a. Merokok : Ya/Tidak Tidak ada Tidak ada
1) Frekuensi :
2) Jumlah :
3) Lama Pemakaian :
b. Minuman Keras/NABZA : Tidak ada Tidak ada
Ya/Tidak
1) Frekuensi :
2) Jumlah :

30
3) Lama Pemakaian :

3. Pengkajian Fisik
A. Pemeriksaan fisik umum :
1) Berat badan : Tidak ada
2) Tinggi badan : Tidak ada
3) Tekanan darah : 110/60 mmHg
4) Nadi : 80 X/mnt
5) Frekuensi nafas : 20 X/mnt
o
6) Suhu tubuh : 37 C
7) Keadaan umum : Baik
8) Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak ada
B. System Penglihatan
1) Posisi mata : Sejajar
2) Alis mata : Normal
3) Kelopak mata : Normal
4) Konjungtiva :
a) Warna Konjungtiva : Merah muda
b) Anemi : Tidak ada
c) Sclera ikterik : Tidak ada
d) Mata merah : Tidak ada
5) Kornea : Normal
6) Sklera : Anikterik
7) Pupil : Isokor
8) Otot-otot mata : Tidak ada kelainan
9) Fungsi penglihatan : Baik
10) Tanda-tanda radang : Tidak ada
11) Pemakaian kaca mata : Tidak ada
12) Pemakaian lensa kontak : Tidak ada
13) Reaksi terhadap cahaya : Baik

C. System Pendengaran

31
1) Daun Telinga : Normal
2) Karateristik serumen (warna, konsistensi, bau) : Normal
3) Kondisi telinga tengah : Normal
4) Cairan dari telinga tengah : Tidak ada
5) Perasaan penuh di telinga : Tidak ada
6) Tinitus : Tidak ada
7) Fungsi Pendengaran : Normal
8) Gangguan Keseimbangan : Tidak ada
9) Pemakaian alat bantu : Tidak ada

D. System Wicara :
Normal
E. Sistem Pernafasan
1) Jalan nafas : Bersih
2) Pernafasan : Sesak
3) Menggunakan otot bantu pernafasan : Tidak ada
4) Frekuensi : 20x/menit
5) Irama : Teratur
6) Jenis Pernafasan : Spontan
7) Kedalaman : Dangkal
8) Batuk : Tidak ada
9) Sputum : Tidak ada
10) Konsistensi : Tidak ada
11) Terdapat darah : Tidak ada
12) Palpasi dada : Simetris
13) Perkusi dada : Sonor
14) Suara nafas : Vesikuler
15) Nyeri saat bernafas : Tidak
16) Penggunaan alat bantu nafas : Tidak ada

F. Sisten Kardiovaskuler
1) Sirkulasi Peripher

32
a. Nadi : 80x/menit ; Irama : Teratur ; Denyut : Kuat
b. Tekanan Darah : 110/60 mmHg
c. Distensi vena jugularis : Kanan dan Kiri : Tidak ada
d. Temeperatur kulit : Dingin
e. Warna kulit : Normal
f. Pengisian Kapiler : 3 detik (Data tambahan)
2) Sirkulasi Jantung
a. Kecepatan denyut apical : 85 x/mnt (Data tambahan)
b. Irama : Teratur (Data tambahan)
c. Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
d. Sakit dada : Tidak ada

G. Sistem Hematologi
1) Gangguan Hematologi :
a. Pucat : Tidak ada
b. Perdarahan : Tidak ada

H. Sistem Saraf Pusat


1) Keluhan sakit kepala : Tidak ada
2) Tingkat kesadaran : Compos Metis (Data tambahan)
3) Gasgow coma scales (GCS) :
E:4 M:6 V: 5 : 14 (Data tambahan)
4) Tanda-tanda peningkatan TIK : Tidak ada
5) Gangguan system persyarafan : Tidak ada

I. Sistem Pencernaan
1) Keadaan mulut
a. Gigi : Tidak ada caries
b. Penggunaan gigi palsu : Tidak ada
c. Stomatitis : Tidak ada
d. Lidah kotor : Tidak ada
e. Salifa : Normal (Data tambahan)

33
2) Muntah : Tidak ada
3) Nyeri daerah perut: Ya
4) Skala nyeri : 7 (Data tambahan)
5) Lokasi dan karakteristik nyeri : Nyeri tekan pada region epigastrium,
hipokondrium dextra, lumbal dextra. Seperti ditusuk-tusuk
6) Bising usus : 22x/menit (Data tambahan)
7) Diare : Tidak ada
8) Warna faces : Belum BAB
9) Konsistensi faces : Berdarah
10) Konstipasi : Ya, Lama hari : 4 hari (Data tambahan)
11) Hepar : Tidak ada
12) Abdomen : Ada

J. Sistem Endokrin
1) Pembesaran Kelenjar Tiroid : Tidak ada
2) Nafas berbau keton : Tidak ada
3) Luka Gangren : Tidak ada

K. Sistem Urogenital
1) Balance cairan : (Data tambahan)
a. Intake ml : 2000 ml
b. Output ml : 1500 ml
2) Perubahan pola kemih : Tidak ada
3) B.a.k : (Data tambahan)
Warna : Pekat
4) Keluhan sakit pinggang : Tidak ada

L. Sistem Integumen
1) Turgor Kulit : Baik (Data tambahan)
2) Temperatur kulit : Dingin
3) Warna Kulit : Normal
4) Keadaan Luka : Tidak ada

34
5) Kelainan Kulit : Tidak ada
6) Kondisi kulit daerah pemasangan infus : Baik (Data tambahan)
7) Keadaan rambut : Tekstur: Baik ; Kebersihan : Bersih

M. Sistem Muskuloskeletal
1) Kesulitan dalam pergerakan : Tidak ada
2) Sakit pada tulang, sendi, kulit : Tidak ada
3) Fraktur : Tidak ada
4) Kelainan bentuk tulang sendi : Tidak ada
5) Kelainan struktur tulang belakang : Tidak ada
6) Keadaan Tonus otot : Baik (Data tambahan)

4. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Darah rutin

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 7,91 5-10 ribu/uL

Eritrosit 4,27 P : 4.5-5.5 juta/ul


W : 4.2-5.4 juta/ul

Hemoglobin 12,40 P: 14-18 g/dl


W : 12-16g/dl

Hematokrit 35,80 P : 40-54%


W : 37-50%

MCV 83,80 77-99 fl

MCH 29,00 26-35 pg

MCHC 34,60 32-36g/dl

35
Trombosit 371 150-450ribu/ul

RDW 12,30

Eosinofil abs 0,09 (1-3)%

Basofil abs 0,02 (0-1)%

Netrofil abs 4,13

Limfosit abs 3,04 (20-40)%


Monosit abs 0,63 (2-6)%

Lemak Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Kolestrol total 205 < 200 mg/dl
Trigliserid 70 < 150 mg/dl

Fungsi Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Ureum 13-43 mg/dl
14
Creatinin P : 0.8-1.3 mg/dl
0,5
W: 0.6-1.2 mg/dl

Fungsi Liver
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
SGOT P : < 40 U/L
169
W: < 40 U/L
SGPT P : < 41 U/L
143
W : < 41 U/L

Elektrolit

36
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Kalium 3,2 3,5-5,1 mEq/L
Natrium 135 136-145 mEq/L
Chlorida 104 98-107 mEq/L

b. Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen (Data Tambahan)
Kelenjar limpa baik, pancreas tidak ada kelainan. Ginjal tidak tampak
bendungan, buli-buli baik, empedu tampak batu ukuran 1,8 cm.

5. Penatalaksanaan (Terapi/pengobatan termasuk diet)


Data Tambahan :
a. Diet rendah lemak
b. Asam empedu (kenodeoksolat) 6,75-4,5 mg/hari, diberikan dalam jangka
waktu lama.

c. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


1. Pasien mengatakan sesak nafas. 1. TTV
2. Pasien mengatakan sulit BAB, Nadi : 80x/mnt
keluar tonJolan dari anus ketika TD : 110/60 mmHg
buang air besar disertai darah RR: 20 x/mnt, irama teratur, nafas dangkal,
menetes berwarna merah segar, tidak dapat menarik nafas keluhan sesak.
dan benjolan bisa dimasukan Suhu : 37oC
lagi. 2. Palpasi pada abdomen nyeri tekan pada region
3. Pasien mengatakan nyeri di epigastrium, hipokondrium dextra, lumbal
abdomen hilang timbul. dextra.
4. Pasien mengakan sudah 3. Palpasi pada bagian ekstermitas atas dan bawah
merasakan keluhan ini sejak 4 a. Temperature ektremitas atas dingin ( ka : +/
bulan yang lalu. ki : +)
5. Pasien mengatakann nyeri b. Temperature ekstremitas bawah dingin
abdomen secara tiba-tiba saat

37
beraktifitas, saat makan pedas
( Ka : + / Ki : +)
dan minum kopi.
4. Pemeriksaan Lab :
a. Hematocrit : 38,80% ( N : 37-50%)
b. Kolestrol total : 205 mg/dl (N : < 200 mg/dl)
c. Kreatiinin : 0,5 mg/dl ( N : 0.6-1.2 mg/dl)
d. SGOT : 169 U/L (N : < 40 U/L)
e. SGPT : 143 U/L (N : < 41 U/L)
f. Kalium : 3,2 mEq/L (3,5-5,1 mEq/L)

5. Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen (Data Tambahan)
Kelenjar limpa baik, pancreas tidak ada
kelainan. Ginjal tidak tampak bendungan, buli-
buli baik, empedu tampak batu ukuran 1,8 cm.

d. Analisa Data

No. Data Masalah Etiologi


1. Ds : Klien mengatakan nyeri pada Nyeri Proses pembentukan
batu empedu
abdomen bagian atas
(kolelitiasis),
Data tambahan : Klien tampak meringis obstruksi/spasme duktus

Do :
1. TTV :
a. N : 80x/menit
b. TD : 110/60mmHg
c. RR : 20x/menit
d. S : 37oC
2. Nyeri tekan di bagian perut kanan
atas :
P : Saat beraktivitas, makan

38
pedas, minum kopi
Q : Seperti ditusuk tusuk (Data
tambahan)
R : Nyeri tekan pada regio
epigastrium, hipokondrium
dextra, lumbal dextra
S : Skala nyeri 7 (Data tambahan)
T : Hilang timbul
3. Pemeriksaan abdomen
I : Tidak ada lesi, tidak ada asites
(Data tambahan)
A : Peristaltik usus 22 x/menit
P : Terdapat nyeri tekan pada
regio epigastrium, hipokondrium
dextra, lumbal dextra
P : Timpani

Data Lab :
a. SGOT : 169 U/L (N : < 40
U/L)
b. SGPT : 143 U/L (N : <41
U/L)
c. Kolesterol Total : 205 mg/dl
(N : <200mg/dl)

Data Tambahan :
1. Warna urine pekat
2. USG Abdomen :
Kelenjar limpa baik, pancreas
tidak ada kelainan. Ginjal tidak
tampak bendungan, buli-buli
baik, empedu tampak batu

39
ukuran 1,8 cm.
2. Ds : Konstipasi Hemoroid
1. Klien mengatakan nyeri pada saat
BAB
2. Klien mengatakan sulit BAB
3. Klien mengatakan keluar benjolan
dari anus ketika BAB
Do :
1. Feses dengan darah
2. Bising usus (+) 22 x/mnt
3. Klien tampak meringis setelah
BAB (data tambahan)
4. Klien tampak lemas setelah BAB
(data tambahan)
5. Klien tampak tidak nyaman ketika
duduk (data tambahan)
3. Ds : Ansietas Gangguan nyeri berulang
Data tambahan :
1. Klien mengatakan jantungnya
berdebar
2. Klien mengatakan tidak nyaman
ketika ingin BAB
3. Klien mengatakan merasa takut
ketika ingin BAB
Do :
Data tambahan :
1. Klien tampak tegang
2. Wajah klien tampak pucat
3. Akral klien terasa dingin
4. Klien tampak berkeringat

40
B. Diagnosa Keperawatan

Tanggal Tanggal Nama Jelas


No. Diagnosa Keperawatan (P&E)
Ditemukan Teratasi
1. Nyeri b.d proses pembentukan batu 23 Maret Belum
empedu, obstruksi/spasme duktus 2016 teratasi

2. 23 Maret Belum
Konstipasi b.d hemoroid 2016 Teratasi

3. 24 Maret Belum
Ansietas b.d gangguan nyeri berulang 2016 Teratasi

41
C. RENCANA KEPERAWATAN

(Meliputi tindakan keperawatan independen dan interdependen)

Tanggal No Diagnose keperawatan (PES) Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana keperawatan Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan Mandiri:


proses pembentukan bata tindakan keperawatan 1. Kaji jenis dan tingkat 1. Membantu membedakan
empedu, obstruksi/spasme selama 2 x 24 jam masalah nyeri pasien tentukan penyebab nyeri dan
duktus keperawatan nyeri teratasi apakah nyeri kronis atau memberikan informasi
K.H : akut. tentang kemajuan
1. Melaporkan nyeri pembaikan penyakit
berkurang
2. Bantu pasien untuk
2. Untuk menurunkan
2. Nyeri dalam skala
mendapatkan posisi yang
ketegangan atau spasme
5-6
nyaman
otot dan untuk
mendistribusikan kembali
tekanan pada bagian
tubuh.

3. Atur periode istirahat


3. Tindakan ini akan
tanpa terganggu
meningkatkan kejahteraan
dan peningkatan energy

42
yang penting untuk
Kolaborasi : mengurangi nyeri
4. Pemberian obat :
Analgesik 4. Meningkatkan refluks
spasme atau kontraksi otot
halus dan membantu
dalam management nyeri.
5. Pemberian obat sesuai
indikasi, seperti : Asam 5. Asam empedu alamiah ini
senodeoksikolik menurunkan system
(chenix), asam kolestrol, menghancurkan
ursodeosikolik (UCDA, batu empedu.
Actigall)
2. Konstipasi b.d Hemoroid Tujuan : Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan keperawatan 1. Tentukan pola defikasi 1. Untuk mengembalikan
selama 3 x 24 jam masalah bagi klien dan latih klien keteraturan pola defikasi
keperawatan konstipasi untuk menjalankannya klien
teratasi
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan 2. Atur waktu yang tepat 2. Untuk memfasilitasi
sudah dapat BAB untuk defekasi klien reflex defekasi

43
b. Klien mengatakan seperti sesudah makan
sudah tidak
merasakan nyeri 3. Anjurkan klien duduk 3. Untuk mehilangkan rasa
saat BAB sekali atau dua kali/ hari tak nyaman dan
c. Konsistensi BAB meningkatkan sirkulasi ke
lunak darah di area sekitar
d. Klien mengatakan rektal, mencegah
sudah tidak pengerasan tinja.
Kolaborasi :
terdapat darah saat
4. Berikan obat analgesik
BAB 4. Pengontrolan nyeri akan
membantu mengurangi
resiko konstipasi akibat
klien menahan keinginan
untuk BAB yang
menyebabkan keluhan
nyeri rektal

5. Berikan laksatif 5. Mempermudah BAB

6. Nutrisi tinggi serat dapat


6. Kolaborasi dengan ahli
melancarkan proses
gizi pemberian makanan

44
tinggi serat eliminasi

7. Ansietas b.d gangguan nyeri Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat asietas yang 1. Mengetahui sejauh mana
berulang tindakan keperawatan 1x di alami oleh pasien tingkat kecemasan yang
24 jam masalah ansietas dirasakan pasien
teratasi
Kriteria Hasil : 2. Pahami rasa takut atau 2. Membantu pasien untuk
a. Ansietas pasien kecemasan pasien terbuka sehingga dapat
berkurang mendiskusikan dan
b. Pasien tampak rileks menghadapinya.
c. TTV dalam batas
3. Menjalin hubungan saling
normal 3. Berikan kesempatan
percaya terhadap klien
pasien untuk
dan perawat, perawat
mengungkapkan rasa
dapat memberikan
cemas yang dihadapi
informasi yang akurat
untuk meningkatkan
koping individu terhadap
situasi yang dihadapi

45
4. Berikan informasi 4. Dapat mengurangi rasa
tentang penyakit kepada cemas pasien terhadap
pasien penyakitnya

46
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner &
Suddarth, 2011).
Macam-macam kolelitiasis adalah :
1. Kolelitiasis Kolesterol
2. Kolelitiasis Pigmen
3. Kolelitiasis Campuran

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini, agar
penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak sekali mengalami
kesulitan.Selain karena sumber dan referensi materi terbatas, penulis juga kesulitan
dalam berkonsultasi dengan dosen pembimbing dikarenakan keterbatasan waktu dari
kedua belah pihak.Namun dengan usaha yang sungguh-sungguh, akhirnya penulis
mendapatkan data-data yang diperlukan untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan harapan, terutama kepada Prodi
Keperawatan STIKes PERTAMEDIKA khususnya perpustakaan dapat menyediakan
buku-buku yang sudah mengalami perubahan-perubahan yang lebih maju sehingga
dapat mengikuti perkembangan zaman minimal 10 tahun kebawah, dan buku tersebut
bukan saja sebagai sumber ilmu tetapi dapat dijadikan sumber referensi makalah.

47
DAFTAR PUSTAKA

A.Nurman. 2011. PENATALAKSANAAN BATU EMPEDU.

http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.1_1.pdf

Amelia, Sandra. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KOLELITIASIS DI RUANG BEDAH


LANTAI 5 RSPAD GATOT SOEBROTO.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351606-PR-Sandra%20Amelia.pdf

Drs. H. Syaifuddin, AMK., 2011. Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk

keperawatan & kebidanan, Ed.4. Jakarta : EGC.

Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk., 2007, Kolelitiasis pada anak dalam Majalah

kedokteran Indonesia, volume:57, Nomor: 10.

http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/543/661
diakses pada tanggal 19 Juni 2013

Hembing Wijaya kusuma, 2008, Ramuan lengkap herbal taklukkan penyakit, Jakarta :
Pustaka Bunda.

Lesmana, Laurentinus A., 2006, Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid ,I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Taylor, Cynthia M. 2010. Diagnosa keperawatan : dengan rencana asuhan, Ed.10. Jakarta :
EGC.

48
49

Anda mungkin juga menyukai