Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati.Empedu yang disekresi secara terus
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati.Saluran
empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar
dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang
segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.Duktus hepatikus
bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.Pada banyak
orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk
ampula vateri (bagian duktus yang melebar pada tempat menyatu) sebelum
bermuara ke usus halus.Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula
dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan
empedu.Kandung empedu mampu menyimpang sekitar 40-60ml empedu.
Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus, empedu masuk keduktus sistikus dan ke kandung
empedu dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mangabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam
kandung empedu kira-kira 5kali lebih pekat dibandingkan dengan empedu
hati. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam
duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter
Oddi. Hormone kolesistokinin ( CKK) dilepaskan dari sel duodenal akibat
hasil pencernaan dari protein dan lipid, dan hal ini merangsang terjadinya
kontraksi kandung empedu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi Cholecystitis?
2. Bagaimana klasifikasi dari cholecystitis?

1|Page
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi kandung empedu?
4. Bagaimana etiologi Cholecystitis?
5. Bagaimana patofisiologi Cholecystitis?
6. Bagaimana manifestasi klinis Cholecystitis?
7. Bagaimana epidemiologi Cholecystitis?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostic Cholecystitis?
9. Bagaimana penatalaksanaan Cholecystitis?
10. Bagaimana peran perawat?
11. Bagaimana asuhan keperawatan Cholecystitis?

1.3. Tujuan Masalah


1. Mengetahui definisi Cholecystitis
2. Mengetahui klasifikasi dari cholecystitis
3. Mengetahui anatomi dan fisiologi kandung empedu
4. Mengetahui etiologi Cholecystitis
5. Mengetahui patofisiologi Cholecystitis
6. Mengetahui manifestasi klinis Cholecystitis
7. Mengetahui epidemiologi Cholecystitis
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostic Cholecystitis
9. Mengetahui penatalaksanaan Cholecystitis
10. Mengetahui peran perawat
11. Mengetahui asuhan keperawatan Cholecystitis

2|Page
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Cholecystitis


Cholecystitis adalah inflamasi
akut atau kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungan dengan batu
empedu yang tersangkut pada duktus
kistik, menyebabkan distensi kandung
empedu. Batu-batu (k alkuli) dibuat
oleh kolesterol, kalsium bilirubinat,
atau campuran, disebabkan oleh
perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjadi pada
duktus koledukus., duktus hepatica, dan duktus pancreas. Kristal dapat
juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan
penyebaran inflamasi. (Alice C,Marilynn E, Mary, 2012 : 521)
Cholecystitis adalah radang kandung empedu yang merupakan
reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis
yaitu kolesistitis akut serta kronik. (Dr. Suparyanto, M.Kes 2009)
Cholecystitis adalah radang kandung empedu yang merupakan
inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan panas badan, dikenal 2 klasifikasi yaitu akut dan
kronis. (Brooker 2001)

3|Page
2.2 Klasifikasi Cholecystitis
2.2.1. Cholecystitis Akut
Cholecystitis Akut dibagi menjadi 2 yaitu :
2.2.1.1. Cholecystitis calculus
Pada cholecystitis calculus, batu kandung empedu
menyumbat saluran keluar empedu. Getah empedu yang berada
dalam kandung empedu akan menimbulkan suatu reaksi kimia,
terjadi otolisis serta edema, dan pembuluh darah dalam kandung
empedu akan terkompresi sehingga suplai vascularnya terganggu.
Sebagai konsekuensinya dapat terjadi gangrene pada kandung
empedu disertai porforasi.
2.2.1.2. Cholecystitis akalpulus
Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya
obstruksi oleh batu empedu. Cholecititis akalkulus timbul sesudah
tindakan bedah mayor, trauma berat atau luka bakar. Faktor-faktor
lain yang berkaitan dengan tipe cholecystitis ini mencakup
obstruksi duktus sistikus atau torsi, infeksi primer bacterial pada
kandung empedu dan transfuse darah yang dilakukan berkali-kali.
Cholecystitis akulkulus diperkiraka terjadi akibat perubahan cairan
dan alektrolit serta aliran darah regional dalam sirkulasi fiseral.

2.2.2. Cholecystitis Kronik


Cholecystitis kronik adalah peradangan kandung empedu
menahun, dan merupakan kelanjutan dari cholecystitis akut yang berulang,
tapi keadaan ini dapat muncul tanpa riwayat serangan akut.

4|Page
2.3 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
2.3.1. Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga


yang panjangnya sekitar 10 cm, kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus dan kolum.
Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Kandung empedu berada di bawah dan sedikit di belakang organ
hepar (hati). Sel-sel hepar mengalirkan cairan empedu ke kandung
empedu untuk dipekatkan kemusian dikeluarkan ke duodenum (usus 12
jari). Beberapa saluran yang berperan dalam mengalirkan cairan
empedu ini disebut duktus biliaris hepatis (duktus : saluran, biliaris :

5|Page
berkenaan dengan empedu, hepatis : berkenaan dengan hati). Yang
termasuk duktus billiaris hepatis, yaitu :

1. Duktus Hepatikus
Duktus ini keluar dari hepar kemudian duktus ini bergabung
dengan duktus sistikus yang adanya di sebelah kanannya membentuk
duktus koledokus.

2. Duktus Koledokus
Biasanya duktus koledokus bergabung dengan duktus pankreatikus
dan bersama – sama bermuara ke dalam ampula kecil (pelebaran yang
bentuknya menyerupai kendi, ampula : kendi (bahasa yunani) di
dinding duodenum).

3. Vesika biliaris (kandung empedu)


Vesika biliaris adalah kantong berbentuk buah pir yang
terletak pada permukaan bawah hepar. Vesika biliaris mempunyai
kemampuan menampung cairan empedu sebanyak 30-50 ml,
menyimpannya, dan memekatkan cairan empedu dengan cara
menyerap airnya. Cairan empedu disini digunakan untuk
mengemulsikan (memecah lemak). Vesika biliaris mampu
berkontraksi untuk mengalirkan empedu ke duodenum.

4. Duktus Sistikus
Duktus sistikus berperan untuk menghubungkan vesika
biliaris dengan duktus hepatikus untuk membentuk duktus
koledokus.

Cholecystitis biasanya disebabkan oleh adanya batu di dalam


kandung empedu (cholelithiasis, chole : kandung empedu, lithiasis:
pembentukan batu). Batu dalam kandung empedu semakin lama
semakin banyak dan akhirnya menyumbat duktus sistikus.

6|Page
Penyumbatan ini kemudian menyebabkan peradangan pada kandung
empedu. Batu yang terbentuk di dalam kandung empedu terjadi ketika
lemak yang masuk ke kandung empedu kurang dipecah sehingga lama-
kelamaan lemak ini mengendap dan kemudian membentuk batu.

2.3.2. Fisiologi Kandung Empedu


Fungsi kandung empedu, yaitu :
a. Sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan
cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi
air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang
dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu
penyerapannya dari usus. Haemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen
utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
c. Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu
selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah
rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3
faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu,
dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu
yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung kemih
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
relaksasi dan empedu mengalir ke duodenum.

2.4 Etiologi Cholecystitis


2.4.1. Batu Empedu
Sifat kolesterol yang larut lemak dibuat menjadi larut air
dengan cara agregasi melalui garam empedu dan lesitin yang

7|Page
dikeluarkan bersama kedalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol
melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersatuasi), kolesterol
tidak lagi tidak terdispersi sehingga terjadi penggumpalan menjadi
Kristal kolesterol monohidrat padat. Sumbatan batu empedu pada
duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
gangguan aliran darah dan limfe, bakteri komensal kemudian
berkembang biak sehingga mengakibatkan inflamasi pada saluran
kandung empedu.
2.4.2. Pembedahan (terjadi perubahan fungsi)
Pembedahan dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi
oleh sumbatan batu empedu yang menjadi predisposisi terjadinya
infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan
komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam
empedu, sehingga menginduksi terjadinya jejas kimia.

2.4.3. Infeksi
Pembentukan batu empedu akan terjadi infeksi yang
disebabkan karena adanya kuman seperti E. Coli, salmonele
typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim-enzim
pancreas karena sistem saluran empedu adalah sistem drainase yang
membawa empedu dari hati dan kandung empedu ke daerah dari
usus kecil yang disebut duodenum.

2.4.4. Luka bakar


Respon umum pada luka bakar > 20% adalah penurunan
aktivasi gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek
respon hipovolemik dan neurologic serta respon endokrin terhadap
adanya perlukaan luas.

2.4.5. Pemasangan infus dalam jangka waktu lama


Pemasangan infus lama dapat menyebabkan radang pada
kandung empedu karena cairan infus banyak mengandung elektrolit

8|Page
sehingga jika terpasang lama maka dapat membentuk Kristal yang
disebut batu empedu, selain itu juga cairan tersebut sangat pekah
sehingga tidak dapat diserap oleh empedu di kandung empedu.

2.4.6. Trauma abdomen


Trauma abdomen adalah suatu keadaan klinik akibat
kegawatan di rongga abdomen biasanya timbul secara mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama yang memerlukan penanganan
segera. Hal ini bisa disebabkan karena pertama adanya inflamasi
atau peradangan pada kandung empedu.

2.4.7. Faktor Resiko


 Wanita (beresiko lebih besar dibanding laki-laki)
 Usia lebih dari 40 tahun .
 Kegemukan (obesitas).
 Faktor keturunan Kehamilan (resiko meningkat pada
kehamilan) Hiperlipidemia Diet tinggi lemak dan rendah serat
 Pengosongan lambung yang memanjang
 Nutrisi intravena jangka lama
 Dismotilitas kandung empedu
 Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
 Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis
hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit
ileus (kekurangan garam empedu)
 Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti
oleh kulit putih, baru orang Afrika).

2.5 Manifestasi Klinis Cholecystitis

9|Page
2.5.1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik billier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
makanan dalam porsi besar. Pasien akan mebolak-balik tubuhnya
dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang
nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat
kolik melainkan persisten.

2.5.2. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung
empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada
obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke
dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu; getah
empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duoadenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
membrane mukosa bewarna kunig. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

2.5.3. Perubahan warna urin dan feses.


Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin
berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut
“clay-colored”.

2.5.4. Defisiensi vitamin.

10 | P a g e
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin
A, D, E dan K yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat
memperlihatkan gejala difisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
billier berjalan lama. Difisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.

2.6 Patofiologi Cholecystitis


Pada perjalanan penyakit dari cholecystitis berawal dari
peningkatan kadar lemak oleh tubuh yang berlebihan. Yang mana
kandung empedu dalam proses sekresi lemak tidak bisa melakukan
dengan sempurna karena kurangnya aktivitas dari tubuh, sehigga
terjadilah pembentukan batu empedu.
Pada proses pembentukan batu empedu, setelahnya kandung
empedu mengalami sumbatan pada saluran empedu, menyebabkan
bilirubin balik lagi ke vascular. Dari sini terjadilah peningkatan bilirubin
dalam darah yang menyebabkan terjadinya icterus yakni kadar bilirubin
yang berlebihan dalam tubuh, sehingga menyebabkan pengeluaran
bilirubin melalui kulit. Pada kulit biasanya terjadi gatal-gatal pada tubuh.
Setelah terjadi pembentukan batu pada kandung empedu, pada
kandung empedu terjadi kolelitiasis atau dalam kandung empedu terdapat
batu empedu. Hal ini menyebabkan kontruksi batu empedu semakin tidak
teratur dan tajam sehingga terjadi kerusakan jaringan pada kandung
empedu. Ketika kerusakan jaringan pada kandung empedu terjadi, di luar
tubuh terjadilah pelepasan mediator nyeri terjadilah nyeri pada bagian
abdomen kuadran kanan atas.
Pada saat kerusakan jaringan terjadi, yang disebabkan oleh adanya
konstruksi batu empedu pada kandung empedu yang tidak teratur dan
tajam, terjadilah peradangan pada kandung empedu yang disebabkan
karena konstruksi batu empedu atau kolesistitis. Setelah terjadi
peradangan terjadilah peningkatan vaskulirasi, permeibilitas pembuluh

11 | P a g e
darah sehingga menyebabkan kebocoran cairan intravaskuler ke intertisial
dan terjadilah odema.
Odema menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra
abdominal yang kemudian terjadi penekanan gaster sehingga terjadilah
mual/muntah. Pada keadaan mual/muntah dalam tubuh terjadilah deficit
kekurangan cairan dan gangguan pemenuhan nutrisi.

Path Way WOC


Peningkatan Kadar Lemak

Pembentukan Batu
Empedu

Kolelitiasis

Konstruksi Batu empedu


semakin tidak teratur dan Sumbatan saluran empedu
tajam

Billirubin mengalami arus


Pelepasan mediator nyeri balik ke vaskuler
(histamine, bradikinin, Kerusakan Jaringan
prostg landin, serotonin)
Peningkatan bilirubin di
Kolesistitis darah
Ujung saraf bebas
serabut tipe C
Respon inflamasi/ radang Ikterus
Medulla spinalis
Pengeluaran bilirubin
Peningkatan vaskularisasi melalui kulit
Kortegs stomato sensorik

Permeabilitas
Gatal
pembuluh darah
Nyeri
meningkat

Kebocoran cairan
intravaskuler ke intertisial

Oedema
Peningkatan tekanan
Berlanjut intraabdominal
12 | P a g e
Penekanan gaster
Perforasi

Mual/muntah
Gangguan pemenuhan
Deficit volume cairan nutrisi

2.7 Epidemiologi Cholecystitis


Penyakit cholecystitis sudah dikenal sejak zaman Babylonia, kira-
kira 2000 tahun sebelum Masehi. Pada abad ke-14 seorang dokter Italia,
Gentile de Foligna untuk pertama kalinya memaparkan cholecystitis pada
pasien pria.
Cholecystitis bukanlah penyakit baru. Hanya saja dengan semakin
majunya teknologi kedokteran, penyakit cholecystitis semakin mudah di
ungkap. Pasien cholecystitis di Negara Amerika Serikat, sekitar 12%
penduduk dewasa atau sekitar 20 juta jiwa menderita cholecystitis. Dari
jumlah tersebut pasien wanita tiga kali lebih banyak dibandingkan pria.
Setiap tahun, sekitar 1 juta pasien cholecystitis baru ditemukan. Setiap
tahun, 500.000 pasien cholecystitis menjalani operasi pengangkatan batu
empedu dengan total biaya sekitar 4 triliyun dollar.
Di eropa dan Amerika Utara, angaka kejadian kolesititis 15%. Di
inggris, berdasarkan penelitian menggunakan USG, dilaporkan ada 6,9-
8% populasi dewasa yang menderita kolesititis. Hal ini berarti 4,1 juta
pasien kolesititis. Jumlah pasien kolesititis di Indonesia belum diketahui
karena belum ada studi mengenai hal tersebut. Dilaporkan bahwa dari
11.840 otopsi, ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita
kolesititis. Artinya, wanita mempunyai potensi menderita kolesititis 2,6
kali banyak disbanding pria.
Kolesititis jarang ditemukan pada seseorang dengan usia kurang
dari 20 tahun. Di inggris pada usia 30tahun angka kejadian kolesititis
tidak sampai 5%. Seiring dengan peningkatan umur, pada kelompok usia

13 | P a g e
70tahun angka kejadian mencapai 30%. Kolesititis tidak bisa ditemukan
pada orang yang berusia kurang dari 20tahun (1%), lebih sering dalam
kelompok usia 40-60tahun (11%) dan ditemukan sekitar 30% pada orang
berusia diatas 80tahun.( http://batuempedu.org , 2012)

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Cholecystitis


2.8.1. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang
lain. Namun demikian, 15% hingga 20% batu empedu yang mengalami
cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.

2.8.2. Ultrasosnografi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai


prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat serta akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfugsi
hati dan ikterus. Di samping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien
terpajan radiasi ionisasi. Procedure ini akan memberikan hasil yang sangat
akurat jika pasien tersebut berpuasa pada malam harinya sehingga

14 | P a g e
kandung epedunya dalam keadaan distensi. Dilaporkan bahwa USG
mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.

2.8.3. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau Koleskintografi


Koleskintografi telah berhasil dalam membantu menegakkan
diagnosis kolesistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan
secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan
cepat diekskresikan kedalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan
pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu
dan percabangan bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal dibandingkan USG,
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengerjakannya, membuat
pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu empedu.
Penggunannya terbatas pada kasus-kasus yang dengan pemeriksaan USG,
diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.

2.8.4. Kolangiopankreatografi retrograde endoskopik (ERCP;


Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography ).
Pemeriksaan ERCP atau kolngiopankreatografi retrograde
endoskopik memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel kedalam esophagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. ERCP juga memungkinkan
visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus
koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu.

2.8.5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan.


Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras
langsung ke dalam percabangan biller. Karena konsentrasi bahan kontras
yang disuntikan itu relative besar, maka semua komponen pada sistem
bilier tersebut, yang mencangkup duktus hepatikus dalam hati.

15 | P a g e
Prosedur pemeriksaan ini dapat dilaksanakan bahkan pada keadaan
terdapatnya disfungsi hati dan ikterus.ERCP berguna untuk membedakan
ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler) dengan
ikterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier untuk menyelidiki gejala
gastrointesnsial pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat untuk menentukan lokasi batu dalam saluran empedu.
Intervensi keperawatan. Meskipun angka komplikasi setelah
prosedur pemeriksaan ini cukup rendah, pasien harus diobservasi dengan
ketat akan adanya gejala pendarahan, peritonitis dan septicemia. Rasa
nyeri dan tanda-tanda yang menunjukkan komplikasi ini harus segera
dilaporkaan . antibiotic harus diberikan seperti yang diresepkan untuk
memperkecil risiko sepsis dan syok septic.

2.9 Penatalaksanaan Cholecystitis


Penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit cholecystitis
dibedakan menjadi dua, yaitu:

2.9.1. Penatalaksanaan Nonbedah


2.9.1.1. Penatalaksanaan diet.
Diet yang diterapkan adalah diet yang dilakukan segera
setelah suatu serangan yang akut. Biasanya dilakukan pembatasan
pada makanan cair rendah lemak, karena makanan yang berlemak
dapat menimbulkan serangan baru. Penatalaksanaan diet
merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan
mengeluhkan gejala grastointestinal ringan.

2.9.1.2. Farmakoterapi.
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat
(chenodiol, chenofalk) dapat digunakan untuk melarutkan batu
empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun
dari kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah dapat menghambat

16 | P a g e
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi
desaturasi getah empedu. Dosis yang digunakan bergantung pada
berat badan pasien. Cara terapi ini biasanya dilakukan pada pasien
yang menolak pembedahan atau yang di anggap terlalu berisiko
untuk menjalankan pembedahan. Obat-obat tertentu lainnya,
seperti estrogen, kontrasepsi oral, klofibrat dan kolesterol
makanan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap
cara terapi ini. Karena itu, dokter harus mengetahui jika pasiennya
menggunakan salah satu dari obat-obat di atas.

2.9.1.3. Pengangkatan Batu Empedu Tanpa Pembedahan.


Metode yang digunakan pada pengangkatan batu empedu
tanpa pembedahan adalah dengan cara melarutkan batu empedu
dengan menginfuskan suatu bahan pelarut ke dalam batu empedu.
Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur selang atau kateter
yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu,
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T-tube
untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskop ERCP atau kateter billier
transnasal. Metode ini biasanya digunakan untuk mengeluarkan
batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau yang
terjepit dalam duktus koledukus.

2.9.1.4. Litotripsi intrakorpereal


Batu yang terdapat pada kandung empedu atau duktus
koledukus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang
ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang
pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian
fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan
aspirasi. Procedure tersebut dapat ikuti dengan pengangkatan
kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika

17 | P a g e
kandung empedu tidak diangkat, sebuah drain dapat dipasang
selama 7hari.

2.9.2.

Penatalaksanaan Bedah
2.9.2.1. Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur bedah yng


paling banyak dilakukan. Pembedahan ini dilakukan dengan cara
kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan
dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa
absorben.

18 | P a g e
2.9.2.2. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan batu
kandung empedu lewat luka insisi selebar 4cm. Drain mungkin
dapat atau tidak digunakan pada minikolesistektomi.

2.10 Peran Perawat


Tindakan atau peran perawat dalam menangani pasien cholecystitis adalah :
1. Memberikan informasi tentang fungsi organ khususnya empedu.
Cairan empedu terus menerus keluar dalam jumlah yang banyak,
menandakan adanya obstrusi atau peradangan.
2. Menganjurkan kepada klien untuk diet rendah lemak tinggi
karbohidrat dan protein (kolaborasi dengan ahli gizi) dan
menganjurkan untuk menghindari alcohol dan menghindari makanan
yang menimbulkan diare.
3. Memberi penjelasan kepada keluarga tentang tindakan pembedahan
kolesistektomi khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan
sekunder dari perforasi ulkus peptikum.
4. Menganjurkan untuk berolahraga dan kurangi berat badan.
5. Mengajarkan cara melakukan perawatan luka post op kolesistektomi,
tiap pagi agar tidak terjadi infeksi.
6. Menganjurkan kepada pasien untuk mengurangi aktifitas berat sesuai
anjuran 4-6 bulan post operasi.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Cholecystitis


2.11.1. Pengkajian
1. Identitas pasien

19 | P a g e
Cholecystitis lebih banyak terjadi pada wanita. Biasanya terjadi
bersamaan dengan penyakit lain seperti cholelityasis yang
menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia (misal: setelah prosedur
ERCP, 1-3% pasien mengalami cholecystitis)
a.) Nama
b.) Umur
c.) Alamat
d.) Pekerjaan
e.) Tangal masuk
f.) Status

2. Riwayat kesehatan
a.) Riwayat masuk
Pada penderita cholecystitis, klien mengeluh nyeri perut
kanan atas, nyeri tidak menjalar/menetap, nyeri pada saat
menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk – tusuk
b.) Riwayat kesehatan sekarang
Saat ini keluhan pasien seperti:
1. Nyeri kuadran kanan atas
2. Perubahan pola eleminasi dan alvi
3. Nyeri pada abdomen kuadran atas
Gejala-gejala lain yang dapat terjadi meliputi: demam,
menggigil dan kekakuan (rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja
yang acholis atau hypocholis, dan malaise.
c.) Riwayat kesehatan terdahulu
Tanyakan pada anggota keluarganya adakah anggota
keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
1. Pasca cholecystectomy
2. Penyakit abdomen
3. Batu kandung empedu
4. Alergi

20 | P a g e
5. Riwayat cholecystitis sebelumnya

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien cholecystitis
biasanya compos mentis, dan akan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
B1 (Breathing)
Inspeksi, dada tampak simetris, pernapasan dangkal, tampak gelisah
Palpasi, vocal vremitus teraba merata.
Perkusi, sonor.
Auskultasi, tidak terdapat suara nafas tambahan (ronchi,wheezing)
B2 (Blood)
Terdapat takikardi dan diaforesis.
B3 (Brain)
Kesadaaran umum klien biasanya compos metis. Tidak ditemukan
sianosis perifer. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis,
perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri pada
kuadran kanan atas akibat cholecystitis.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin dan alvi, biasanya warna urine lebih
pekat dan warna feses seperti tanah liat
B5 (Bowel)
Inspeksi, tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas, klien
mengeluh mual dan muntah.
Palpasi, hypertympani
Perkusi, adanya pembengkakan di abdomen atas/quadran kanan
atas, nyeri tekan epigastrum.
Auskultasi, peristaltic ( 5 – 12 x/mnt) flatulensi.
B6 (Bone)

21 | P a g e
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan otot karena gangguan produksi ATP, kelelahan, tidak
dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tak teratur.

4. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium
Darah lengkap: leukositosis sedang (akut), bilirubin dan
amylase serum meningkat,enzim hati serum.
 Kolangiupankreatografi retrograde endoschopic
Memperlihatkan percabnaga bilier dengan kanulai duktus
koledukus melalui duodenum.
 Kolangiugrafi transhepatik perkutanes
Pembedaan gambaran dengan fluroskopi antara penyakit
kandung empedu dan kanker pancreas (bila ikterik ada).
 Foto abdomen (multiposisi)

2.11.2. Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
melalui penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster, kehilangan volume cairan aktif ,
kegagalan mekanisme pengaturan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : obstruksi
atau spasme duktus, proses inflamasi, iskemis jaringan atau
nekrosis (kematian jaringan)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan atau
mencerna makanan atau menyerap nutrient akibat factor
biologis, psikologis, atau ekonomi
4. Ansietas berhubungan dengan stress, ancaman kematian,
ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran,
lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola
interaksi, kebutuhan yang tidak terpenuhi.

22 | P a g e
5. Defisit pengetahuan tentang sifat penyakit dan pengobatan yang
berhubungan dengan tidak adanya informasi, tidak responsive
terhadap informasi
6. Gangguan pola tidur/istirahat berhubungan dengan iritasi
peritonial.
7. Gangguan keseimbangan berhubungan dengan reaksi inflamasi
8. Resiko anemia berhubungan dengan kekurangan vitamin K
9. Resiko dehidrasi berhubungan dengan mual muntah

BAB III
APLIKASI TEORI

3.1. Kasus
Ny. Y 41 tahun Masuk Rumah Sakit 27 november 2014 dengan
keluhan utama nyeri hebat di abdomen kuadran kanan atas sejak semalam dan
muntah-muntah. Riwayat penyakit dahulu kira-kira 1,5 tahun yang lalu pernah
dirawat dengan keluhan seperti ini dan didapatkan batu di duktus koledokus,
batu dikeluarkan dengan cara sfingterotomi dengan cara endoskopi serta
ekstraksi batu dengan basket domia. Pada pemeriksaan didapatkan Ny.Y yang
sangat menderita karena kesakitan di perut bagian kuadran kanan
atas.Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan kelainan yang nyata kecuali nyeri
tekan di perut kanan atas. Pemeriksaan laboratorium hasil darah tepi dalam
batas tidak normal, adanya lekositosis, tes fungsi hati juga terdapat kelainan ,
GGT dan transaminase serum meningkat. Pemeriksaan ultrasoografi abdomen
menunjukkan gambaran batu-batu kecil di kandung empedu.Saluran empedu
intra dan ektrahepatik tidak melebar. Diagnosis kolik bilier, sangat mungkin
karena batu di duktus sistikus, klien menderita kesakitan yang sulit di atasi
dengan analgesik yang kuat, maka segera dilakukan kolesistektomi
laparoskopik. Didapatkan batu-batu kecil di kandung empedu serta batu di

23 | P a g e
duktus sistikus.Pasca bedah nyeri abdomen tersebut mulai menghilang. TD:
120/80mmHg, N: 60x/menit, T: 37,5oC, RR:22x/menit

3.2. Asuhan Keperawatan


3.2.1. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur :41 Tahun
Alamat :jl. X
Pendidikan :SMA
Jenis Kelamin :Perempuan
Status :Menikah
Agama :Islam
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk :27 november 2014
Tanggal Pengkajian :27 n0vember 2014
No. Register :27.11.2014.995
Diagnosa Medis : Radang empedu

Identitas Penanggung Jawab


Nama :Tn.X
Umur :42 Tahun
Hubungan dg pasien :Suami

24 | P a g e
Pekerjaan :swasta
Alamat :jl. X

a. Status Kesehatan
1. Keluhan Utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)
Klien merasa nyeri hebat di abdomen kuadran kanan atas.
2. Riwayat penyakit sekarang
P : Klien mengatakan nyeri di abdomen kanan atas
Q : Klien mengatakan nyeriya semakin parah saat melakukan
aktifitas ringan & berat
R : Klien mengatakan nyerinya saat mengganggu saat dibawa
beraktifitas
S : Klien mengatakan nyerinya skala 6
T : Klien mengatakan nyerinya sering timbul pada malam hari
ketika tidur sering terbangun karena nyeri
3. Riwayat penyakit terdahulu
Klien mengatakan 1,5 tahun yang lalu pernah dirawat dengan keluhan
seperti ini dan didapatkan batu di duktus koledokus
4. Riwayat keluarga
-
5. Riwayat pekerjaan
Klien merupakan Ibu Rumah Tangga
6. Riwayat geografi
-
7. Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi
8. Kebiasaan sosial
Klien mengatakan sering bersosialisasi sosial dengan masyarakat di
sekitarnya

b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum

25 | P a g e
Compos Metris
B1 (Breathing)
Klien bernafas dengan tertekan ditandai nafas pendek, RR=
22x/menit
B2 (Blood)
Klien mengalami takikardi, TD; 120/80mmHg, N: 60x/menit
B3 (Brain)
Kesadaran umum compous metris.
B4 (Bladder)
Urin norma
B5 (Bowel)
Inspekai:abdomen simetris
Palpasi: perut kaku
Perkusi: nyeri tekan epigastrium
Auskultasi : bising usus
B6 (Bone)
Lemah, tidak bias melakukan aktifitas ringan dan berat, Takikardi,
dispnea berat saat melakukan aktifitas.

2. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium
Darah lengkap: leukositosis sedang (akut), bilirubin dan
amylase serum meningkat,enzim hati serum.
 Kolangiupankreatografi retrograde endoschopic
Memperlihatkan percabnaga bilier dengan kanulai duktus
koledukus melalui duodenum.
 Kolangiugrafi transhepatik perkutanes
Pembedaan gambaran dengan fluroskopi antara penyakit
kandung empedu dan kanker pancreas (bila ikterik ada).
 Foto abdomen (multiposisi)
Menyatakan gambara radiologi (kalsifikai) batu empedu,
klasifikai dinding atau pembesaran kandung empedu.

26 | P a g e
ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI PROBLEM
O
1 DS : Proses inflamasi Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri di bagian kanan
atas perut
DO :
 Klien tampak pucat dan gelisah
P : Klien mengatakan nyeri di
abdomen kanan atas
Q : Klien mengatakan nyeriya semakin
parah saat melakukan aktifitas
ringan & berat
R : Klien mengatakan nyerinya saat
mengganggu saat dibawa
beraktifitas
S : Klien mengatakan nyerinya skala 6
T : Klien mengatakan nyerinya sering
timbul pada malam hari ketika tidur
sering terbangun karena nyeri

27 | P a g e
2 DS : Mual/Muntah Kurangnya
Klien mengatakan muntah-muntah saat volume cairan
nyeri di abdomen kanan atas
DO :
Kolangiupankreatografi retrograde
endoschopic :
Memperlihatkan percabnaga bilier
dengan kanulai duktus koledukus
3 DS : Nyeri pada abdomen Kekurangan
Klien mengatakan tidak nafsu makan nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
Klien sulit makan

3.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya tekanan pada kuadran
kanan atas
2. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan Permeabilitas
kapiler
3. Nutrisi ketidak seimbangan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan nyeri abdomen.

3.2.3. Intervensi Keperawatan


No. Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional
Dx
1 Dalam waktu 3x24 1. Kaji lokasi, skala, 1. Memberikan
jam terdapat karakter nyeri informasi tentang
penurunan respon kemajuan penyakit
nyeri pada 2. Berikan posisi tirah 2. Membantu
abdomennya dengan baring yang nyaman menurunkan tekanan
kriteria hasil : pada klien intraabdomen
a. Skala nyeri 3. Gunakan teknik 3. Meningkatkan
berkurang relaksasi latihan napas istirahat

28 | P a g e
b. Tanda-tanda vital dalam
dalam batas normal 4. Dengarkan dan 4. Membantu
c. Menampakan pertahankan kontak menghilangkan cemas
ekpresi wajah dengan pasien
rileks
Kolaborasi
1. Berikan obat sedatif 1. Meningkatkan istirahat
(fenobrarbital) dan menghilangkan nyeri

2 Dalam waktu 1x24 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Mengetahui


jam didapatkan perkembangan tanda-
kriteria hasil : tanda vital
1. Kekurangan volume 2. Kaji membran 2. Memberikan
cairan akan teratasi, mukosa/kulit, nadi informasi tentang
2. Keseimbangan perifer, dan pengisian status cairan
elektrolit dan asam kapiler

basa akan dicapai 3. Awasi berlanjutnya 3. Menimbulkan defisit


3. Asupan makanan mual/muntah, kram natrium, kalium, dan
dan cairan yang abdomen . klorida
adekuat 4. Hindarkan dari 4. Menurunkan
lingkungan yang berbau rangsangan pada pusat
muntah
5. Lakukan kebersihan 5. Menurunkan
oral dengan pencuci kekeringan membrane
mulut mukosa

Kolaborasi
1. Pertahankan pasien 1. Menurunkan sekresi
puasa sesuai keperluan dan motilitas gaster
2. Berikan cairan IV, 2. Mempertahankan
elektrolit dan vitamin K volume sirkulasi dan
memperbaiki
ketidakseimbangan
3 Dalam waktu 3x24jam 1. Kaji distensi abdomen 1. Terjadi nyeri gas

29 | P a g e
dapat memperlihatkan 2. Hitung pemasukan
status gizi:asupan kalori 2. Mengidentifikasi
makanan dan cairan kekurangan/
yang dibuktikan 3. Timbang sesuai kebutuhan nutrisi
dengan indicator(1-5), indikasi 3. Mengawasi
Melaporkan tingkat 4. Berikan suasana yang keefektifan diet
energy yang adekuat menyenangkan pada 4. Meningkatkan napsu
saat makan makan/ menurunkan
5. Berikan kebersihan oral mual
sebelum makan 5. Mulut yang bersih
meningkatkan napsu
6. Tawarkan minum makan
seduhan saat makan 6. Dapat mengurangi
mual dan
7. Berikan ambulasi dan menghilangkan gas
tingkatkan aktivitas 7. Membantu dalam
sesuai toleransi mengeluarkan flatus,
penurunan distensi
Kolaborasi
abdomen
1. Mulai diet cair rendah
lemak setelah selang 1. Pembatasan lemak
NG dilepas menurunkan
2. Berikan dukungan rangsangan pada
nutrisi total sesuai kandung empedu
kebutuhan 2. Makanan pilihan
diperlukan

3.2.4. Implementasi
No Tanggal Tindakan Respon Paraf
dx

1. 27 November 1. Mengkaji lokasi, 1. Klien mengatakan nyeri Ina


2014 skala, karakter nyeri di abdomen kanan atas,

30 | P a g e
Pukul: 08.00 Skala nyeri 5 dan
hilang timbul
2. Memberikan posisi 2. Klien merasa lebih
fowler tirah baring nyaman dengan
yang nyaman pada posisinya
klien
3. Memberikan teknik 3. Klien mengatakan
relaksasi latihan istirahatnya tidak
napas dalam terganggu karena napas
dangkal

4. Mendengarkan dan 4. Klien mengatakan rasa


mempertahan cemasnya menghilang
kontak dengan
pasien

Kolaborasi
5. Berikan obat sedatif 5. Klien mengatakan
(fenobrarbital) nyerinya menghilang

2 27 November 1. Memantau tanda- 1. TD: 120/80mmHg, Ina


2014 tanda vital N: 60x/menit
Pukul : 08.20 T: 37,5ºC
RR:20x/menit
3. Mengawasi 3. Klien mengatakan tidak
berlanjutnya mual/ mual/muntah, kram di
muntah, kram abdomen abdomen hilang
5. Lakukan kebersihan 5. Klien mengatakan
oral dengan pencuci membran mukosa tidak
mulut kering

3 27 November 2. Hitung pemasukan 2. Klien mengatakan Ina


2014 kalori pemasukan kalori

31 | P a g e
Pukul : 08.45 kebutuhan nutrisi
terpenuhi
4. Berikan suasana yang 4. Klien mengatakan napsu
menyenangkan pada makannya meningkat
saat makan
6. Tawarkan minum 6. Klien mengatakan
seduhan saat makan mualnya berkurang

3.2.5. Evaluasi
NO Tanggal Evaluasi Paraf
DX
1 27 November 2014, S: Klien mengatakan nyeri diabdomen kuadran Ina
08.00 WIB kanan atas
O : Klien sedikit tidak meringis, TD : 120/80 N
A : Masalah sebagian teratasi
P : Tindakan 1,2 dan 5 dilanjutkan tindakan 3
dan 4 dihentikan
2 27 November 2014 S : Klien mengatakan merasa badannya panas Ina
08.20 WIB dan meriang
O: TD :120/80 mmHg
Takikardia
N : 60x/menit
RR: 22 x/menit, suhu: 37,5oC
A : Masalah sebagian teratasi
P : Tindakan no 1, 2, 3, 4dilanjutkan

3 09.00 WIB S : Klien mengatakan muntah-muntah Ina


O: RR: 23x/menit,
A : Masalah sebagian teratasi
P: Tindakan no 1 dilanjutkan

32 | P a g e
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan konsep teori dari cholecystitis, dari sini dapat diketahui


bahwa penyakit cholecystitis lebih sering terjadi pada perempuan yang berusia
lebih dari 40 tahun. Hal ini berkaitan dengan kadarprogesteron yang tinggi yang
dapat menyebabkan statis aliran kandung empedu. Dan dalam aplikasi teori
penyakit cholecystitis, terdapat kasus dengan pasien berinisial Y, berjenis kelamin
perempuan, dan berumur 41 tahun.Menurut penjelasan kasusnya, pasien
mengeluh nyeri hebat di abdomen kuadran kanan atas dan muntah-
muntah.Berkenaan dengan anatomi fisiologi kandung empedu dan manifestasi
klinis yang sudah dijelasakan di teori cholecystitis, orang yang menderita
cholecystitis umumnya dia merasakan nyeri di kuadran kanan atas dan salah satu
manifestasi klinis yang timbul biasanya muntah-muntah.Nyeri pada kuadran
kanan atas disebabkan karena batu dalam kandung empedu semakin lama semakin
banyak dan akhirnya menyumbat duktus sistikus.
Penyumbatan ini kemudian menyebabkan peradangan pada kandung
empedu.Batu yang terbentuk di dalam kandung empedu terjadi ketika lemak yang
masuk ke kandung empedu kurang dipecah sehingga lama-kelamaan lemak ini
mengendap dan kemudian membentuk batu.Dan manifestasi klinis muntah-
muntah disebabkan karena pasien mengalami kolik billier yang disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu

33 | P a g e
kanan, rasa nyeri yang terjadi disertai dengan mual, muntah dan bertambah hebat
dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pada
waktu itu, pasien akan mebolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak
mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Sebagian pasien rasa nyeri
bukan bersifat kolik melainkan persisten.Dalam kasus dikatan bahwa pasien
mempunyai riwayat penyakit terdahulu sekitar 1,5 tahun yang lalu pernah dirawat
dengan keluhan yang sama dan didapatkan batu di duktus koledokus, batu
dikeluarkan dengan cara sfingterotomi dengan cara endoskopi serta ekstraksi batu
dengan basket domia.
Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan pasien sangat menderita karena
kesakitan di perut bagian kuadran kanan atas dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan tidak menunjukkan kelainan yang nyata kecuali nyeri tekan di perut
kanan atas.Ketika pada riwayat penyakit terdahulu didapatkan keluhan yang sama
dengan penyakit saat ini dan pasien pernah melakukan mengeluarkan batu yang
berada di duktus koledukus dengan cara non pembedahan yaitu dengan cara
endoskopi. Menutur teori, metode non pembedahan dengan cara endoskopi
digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan
pelarut ke dalam batu empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui endoskop
ERCP atau kateter billier transnasal.Metode ini biasanya digunakan untuk
mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau yang
terjepit dalam duktus koledukus.
Pada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pasien didapatkan hasil
darah tepi dalam didapatkan dalam batas tidak normal, adanya lekositosis, tes
fungsi hati terganggu , GGT dan transaminase serum meningkat dan pada
pemeriksaan ultrasonografi abdomen menunjukkan gambaran batu-batu kecil di
kandung empedu. Dari sini dapat disimpulkan bahwasannya klien menderita
kesakitan yang hebat dan sulit di atasi meskipundengan analgesik yang kuat,
karena didapatkan pemeriksaan laboratorium yang hasilnya tidak normal, yang
menggagu fungsi dari organ tubuh pasien terutama hati. Dari sini segera dilakukan
kolesistektomi laparoskopik yang kemudian nantinya didapatkan batu-batu kecil
di kandung empedu serta batu di duktus sistikus.Pasca bedah nyeri abdomen
tersebut mulai menghilang. Ketika nanti terjadi Pembedahan , pembedahan ini

34 | P a g e
dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang
menjadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya
ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau
asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya jejas kimia.
Dari semua keluhan dan hasil pemeriksaan pasien, perawat melakukan
tindakan keperawatannya untuk mengurangi sakit yang dirasakan pasien dan juga
membuat pasien merasakan tubuhnya lebih baik dari sebelumnya.Tetapi perawat
juga harus memberikan pendidikan kepada pasien yang mengenai dengan
memberikan informasi tentang fungsi organ khususnya empedu.Cairan empedu
terus menerus keluar dalam jumlah yang banyak, menandakan adanya obstrusi
atau peradangan, menganjurkan kepada klien untuk diet rendah lemak tinggi
karbohidrat dan protein (kolaborasi dengan ahli gizi) dan menganjurkan untuk
menghindari alcohol dan menghindari makanan yang menimbulkan diare.
memberi penjelasan kepada keluarga tentang tindakan pembedahan kolesistektomi
khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari perforasi ulkus
peptikum, menganjurkan untuk berolahraga dan kurangi berat badan, mengajarkan
cara melakukan perawatan luka post op kolesistektomi, tiap pagi agar tidak terjadi
infeksi, menganjurkan kepada pasien untuk mengurangi aktifitas berat sesuai
anjuran 4-6 bulan post operasi.

35 | P a g e
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kolestistitis adalah radang pada kandung empedu yang merupakan reaksi
inflamasi akut dinding kandung empedu disercal keluhan nyeri perut kanan
bawah, nyeri tekan dan panas badan.Kolestistitis dapat disebabkan oleh statis
cairan empedu infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu, penyebab
lainnya seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin
yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu.
Jenis kolestistitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu kolestistitis akut dan
kronik.Pada kolestistitis akut dibedakan menjadi 2, yaitu kolestistitis kalkulus dan
kolestistitis akulkulus. Tes diagnostic pada kolestistitis dilakukan dengan cara
pemeriksaan ultrasonograsi (USG) skintigrafi saluran empedu, pemeriksaan CT
scan abdomen.

5.2. Saran
Oleh karena itu hendaklah dalam mengkonsumsi makanan harus seimbang
dan memenuhi banyak gizi supaya kondisi tubuh menjadi sehat dan tidak rentan
terhadap penyakit.selain itu banyak berolahraga agar kondisi imunitas tubuh
menjadi baik dan tahan terhadap penyakit maupun kondisi tubuh kita kebal
terhadap penyakit.jangan banyak mengkonsumsi alkohol maupun miras karena
dapat memicu penyakit hati.

36 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi.Jakarta :EGC.
2. Wilkinson, Judith M dan Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan.Jakarta : EGC.
3. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth.Jakarta : EGC.
4. Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
5. Price, Sylvia A dan Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi:Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.Jakarta : EGC.
6. Kumar, Vinay dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins.Jakarta : EGC.

37 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai